Anda di halaman 1dari 33

PANDUAN PRAKTIS WUDHU DAN TAYAMUM

Disusun Oleh:

Rizal Amril Wahyudi (2101010066)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) METRO

T.A 2021-2022

1
Kata Pengantar.

Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq,
hidayah serta inayah-Nya sehingga bisa menyelesaikan tugas penyusunan Panduan Praktis Wudhu dan
Tayamum ini. Saya selaku penyusunan tugas Panduan ini mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Muhammad Ali M.Pd selaku dosen pembimbing tugas ini,dan orang tua yang selalu mendukung
kelancaran dari pada setiap tugas.

Dalam penyusunan tugas Panduan ini saya menyadari masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, saya tidak menutup diri dari para pembaca akan saran dan kritikan yang bersifat membangun
demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan tugas yang akan mendatang. Saya juga berharap
tugas panduan ini bisa bermanfaat bagi saya selaku penyusun dan para pembaca. Aamiin

Metro 28 september 2021

Rizal Amril Wahyudi

2
Daftar Isi

Kata Pengantar...........................................................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
Latar Belakang.........................................................................................................................................4
BAB II WUDHU............................................................................................................................................5
Pengertian Wudhu...................................................................................................................................5
Hukum-Hukum Wudhu............................................................................................................................5
SYARAT FARDHU WUDHU.......................................................................................................................7
RUKUN WUDHU......................................................................................................................................8
SUNNAH SUNNAH DALAM BERWUDHU..................................................................................................9
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU..............................................................................................12
TATA CARA WUDHU..............................................................................................................................20
BAB II TAYAMUM......................................................................................................................................23
Pengertian Tayamum.............................................................................................................................23
Dasar Hukum.........................................................................................................................................24
Syarat Sahnya Tayamum.......................................................................................................................27
Fardu Tayamum.....................................................................................................................................29
Hal-Hal yang Membatalkan Tayamum...................................................................................................29
Keadaan tayamum Sebagai Pengganti Wudhu......................................................................................31
Tata Cara Tayamum...............................................................................................................................33
Daftar Pustaka..........................................................................................................................................34

3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam hukum islam, soal bersuci dan segala seluk beluknya merupakan amalan
yang sangat penting. Bersuci merupakan adalah hal yang erat kaitannya dan tidak dapat
dipisahkan dengan ibadah dan amalan-amalan tertentu. Haruslah bersuci terlebih dahulu
sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 6, surah An-Nisa’
ayat 43 dan beberapa sabda Rasulullah SAW, shalat dan haji misalnya, tanpa bersuci
orang yang mempunyai hadast tidak dapat menunaikan ibadah tersebut. Banyak orang
mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memeliki tata cara ataupun aturan yang
harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi tidak akan sah bersucinya dan secara otomatis
ibadah yang dilakukannya juga tidak sah.

Terkadang ada problem ketika orang itu tidak menemukan air untuk bersuci,
maka islam mempermudah orang tersebut dengan untuk melakukan tayamum sebagai
ganti dari pada air, yang mana alat sucinya adalah menggunakan debu. Dengan demikian
alat yang digunakan untuk bersuci itu ada dua, ialah air untuk wudhu’ dan mandi, serta
tanah untuk tayamum. Dalam hal ini air yang digunakan pula harus memenuhi
persyaratan, yaitu suci dan mensucikan atau yang disebut dengan air mutlak. Demikian
juga tanah untuk bertayamum haruslah mempunyai persyaratan yang sudah ditentukan.

4
BAB II
WUDHU
A. `Pengertian wudhu
Kata wudhu diambil dari kata Al-Wadho’ah yang berarti kesucian. Wudhu
disebut demikian karena orang yang shalat membersihkan diri denganya. Akhirnya, dia
menjadi orang yang suci dari hadast kecil.1

Menurut seorang ahli bahasa Al Imam Atsir Al-Jazary -rahimahullah-


menjelaskan bahwa jika dikatakan wudhu, maka yang dimaksud adalah air yang
digunakan berwudhu, atau bersuci. Bila dikatakan wudhu’ maka yang di inginkan adalah
perbuatannya. Jadi , wudhu adalah perbuatan bersuci, sedangkan wudhu’ adalah air atau
alat yang digunakan untuk berwudhu.2 Definisi wudhu jika ditinjau dari segi istilah ada
beberapa pengertian diantaranya yanki:

Wudhu adalah sesuatu bentuk kepribadian kepada Allah SWT. Dengan


membasuh atau mengusap anggota tubuh tertentu dengan tata cara yang khusus.
“menggunakan air yang thohur ( suci dan mensucikian ) pada anggota tubuh yang empat
(wajah, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki) dengan cara y6ang khusus menurut
syariat”

B. Hukum-Hukum Wudhu.

Ada beberapa perkara yang tidak sah bahkan tidak diterima secara syaria’at
kecuali dengan berwudhu, dengan demikian wudhu menjadi sesuatu yang wajib sangat
penting dan tidak boleh dilakukan orang yang sedang mengalami hadst kecil. Mengenai
apa saja perkara hukum wudhu ini ada yang disepakati bersama, ada yang masih terjadi
Khilafiyyah, dan ada juga dimana wudhu hanya dianjurkan dan bukan wajib, adapun
dibawah ini beberapa perkara tentang hukum berwudhu, yaitu :

a. Hukum wudhu menjadi wajib manakala seseorang akan melakukan hal-hal


berikut :
1. Melakukan shalat.
Baik melakukan shalat wajib maupun sunnah. Termasuk didalamnya sujud
tilawah, ini merupakan perkara yang disepakati bersama tentang berwudhu
sebelum shalat, Dalilnya adalah ayat Al Qur’an berikut ini :

1
Kitab An-Nihayah fi Ghoribil Hadist Bab 5, Hal, 428.
2
Kitab Fathul Bariy Bab 1, Hal. 306.

5
Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah muka mu, dan tangan mu sampai kedua siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kaki mu sampai dengan kedua mata kaki, dan
jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan,
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik
(suci), sapulah tangan mu dan muka mu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS Al,
Maidah : 6)3

2. Menyentuh Mushaf Al Qur’an


Diantara hal yang mewajibkan wudhu yang lainnya adalah memegang mushaf
Al Qur’an, hal ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Al-Hasan, ini adalah
pendapat Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanafi, serta mayoritas
masyarakat Fuqaha. Meskipun tulisan ayat Al-Qur’an tersebut hanya ditulis
diatas kertas biasa atau didinding atau ditulis pada uang kertas, ini merupakan
pendapat jumhur ulama kepada ayat Al-Qur’an :
‫ُون‬ َ ‫الَ َي َم ُّسهُإالَّ ْالم‬
َ ‫ُط َّهر‬

Artinya : “ tidak ada yang menyentuh selain hamba-hamba yang disucikan”


(QS-Al Waqi’ah :79)4.
b. Sedangkan hukum wudhu yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-
hal berikut ini :
1. Mengulangi Wudhu tiap Shalat.
Hal itu didasarkan atas hadist Rasulullah SAW yang mensunnahkan wudhu
setiap akan shalat untuk memperbaharui wudhu meskipun belum batal
wudhunya, sebagaimana hadist berikut ini yang artinya :
“ dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda : “ seandainya tidak
memberatkan umatku, pastilah akan aku perintahkan untuk berwudhu pada
setiap mau shalat. Dan wudhu itu dengan bersiwak”. (HR. Ibnu Majjah)5
Selain itu disunnahkan bagi setiap muslim tampil dalam keadaan berwudhu
pada setiap kondisinya, bila memungkinkan ini bukan sebuah keharusan
melainkan sunnah yang baik untuk diamalkan.
2. Sebelum Mandi Janabah.
Sebelum mandi janabah disunnahkan untuk berwudhu terlebih dahulu.
Demikian juga disunnahkan berwudhu bila seseorang yang dalam keadaan

3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan. (Bandung, Syaamil Cipta Media, 2005) hal. 208.
4
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung, Syaamil Cipta Media, 2005). Hal 108.
5
Abi Abdillah, Sunan Ibnu Majjah (Beirut: Darr Al-Fikr, 1994). Hal, 105.

6
junub hendak makan, minum, tidur, atau mengulangi berjimak lagi.
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang artinya:
“ dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda bila ingin tidur
dalam keadaan junub, beliau mencuci kemaluannya lalu berwudhu terlebih
dahulu seperti akan shalat.” (HR. Abu Daud)6
.
C. Syarat Fardhu Wudhu.

Syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga wudhu dapat dikatakan sah
secara hukum, secara umum, yaitu adalah :

a. Islam
b. Mumayiz
c. Tidak berhadast besar
d. Dengan air suci dan mensucikan
e. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit.7

Dalam prespektif empat madzhab ulama, masih ditemukan perbedaan


pendapat dalam menentukan beberapa syarat wudhu. Dalam hal syarat berakal,
menurut jumhur ulama selain madzhab Hanafi tidak mewajibkan wudhu, sementara
madzhab Hanafi mewajibkannya.8 Dalam hal lainnya seperti penggunaan air yang
tidak cukup, ulama madzhab Hanafi dan Maliki tidak mewajibkan penggunaan air
tersebut, melainkan harus bertayamum.

Sementara menurut Imam Syafi’i dan Hambali mewajibkannya dan setelah


habis air suci tersebut disambung dengan bertayamum.9 Selain itu syarat orang yang
sedang udzur, menurut Imam Maliki sah wudhu sebelum dan sudah masuk waktu
shalat, Imam Hanafi memandang sah hanya ketika sebelum masuk waktu, pendapat
ini juga dipegang oleh Imam Syafi’i dan Hambali . sementara itu keadaan Baligh
menurut jumhur ulama merupakan masuk sebagai syarat sah wudhu. Adapun
menurut Imam Hanafi bukan syarat sah wudhu.10 Dalam keadaan tertentu dan bagi
orang-orang tertentu seperti seorang perempuan dalam keadaan Istihadah, jumhur
ulama berpendapat baginya menjadi syarat wudhu untuk setiap ingin melaksanakan
shalat. Artinya, jika tiba waktu shalat bagi orang yang terus menerus berhadast maka
disyaratkan harus selalu berwudhu terlebih dahulu.

6
Abi Daud Sulaiman, Sunan Abu Daud, (Beirut Darr Al-Fikr, 1994). Juz 1, Hal 93.
7
Syamsul Rijal Hamid, Agama Islam, Hal 476.
8
Abd Al Rahman al Jaziri, Kitab ‘ala Al Madzhib Al ‘arob’ah Juz 1, (Bairut Darr Al Kutub Al ‘Ilmiyyah, 2003)
Hal.49
9
CV. Kwatama Sinergi Bandung, Syarat-syarat Wudhu, Dimuat dalam :
https://Pustaka.abasta.com.id/Pustaka/detail///1246/syarat---syarat-wudhu. Html, Diakses 10 Oktober 2021
10
Abd Rahman al-Jaziri, Kitab’ala al-Mazahib al-‘Arob’ah…. Hal 48-50.

7
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan wudhu harus
memenuhi syarat yang menjadi legalitas pengesahan wudhu itu sendiri. Ulama hanya
berbeda pada masalah tertentu dalam menentukan syarat sah wudhu. Mengacu pada
penjelasan diatas, maka dapat diketahui bahwa kesepakatan para ulama dalam syarat
wudhu adalah hanya dilaksanakan orang islam, orang yang memiliki hadast, sudah
sampai pada waktu shalat, menggunakan air suci lagi mensucikan, serta air harus
memungkinkan mengalir keseluruh anggota wudhu dan tidak sampai terhalang oleh
sesuatu apapun.

D. Rukun Wudhu.
Ada beberapa rukun wudhu menurut 4 madzhab diantarnya adalah sebagai berikut :

1. Menurut Imam Hanafi ada beberap rukun wudhu diantaranya :


a. Membasuh muka
b. Membasuh tangan
c. Mengusap kepala
d. Membasuh kaki

Hal ini sesuai dengan kandungan surah Al-Maidah ayat 6 sebagaimana telah dikutip
sebelumnya.

2. Menurut Imam Maliki fardhu wudhu ada 7 diantaranya :


a. Niat
b. Membasuh muka
c. Membasuh tangan
d. Mengusap kepala
e. Membasuh kaki
f. Muwalah (tidak terputus)
g. Al Dalk (menggosok-gosok bagian wudhu yang terkena air). 11

3. Menurut Imam Syafi’i fardhu wudhu ada 6 yaitu :


a. Niat
b. Membasuh muka
c. Membasuh tangan
d. Mengusap kepala
e. Membasuh kaki
f. Tertib.12

11
Muhammad Bin Ja’far al-Baghdadi, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Mukarramah. (Madinah, Dar As-Salam,2004).
Hal. 133
12
Musthafa Dib al-Bugha, Fiqih Madzhab Syafi’i. Terj. Toto Edidarmo, Cet,2(Jakarta, Mizan Publika,2017) hal,14.

8
4. Menurut Imam Hambali fardhu wuhdu ada 7 yaitu :
a. Niat
b. Membasuh muka
c. Membasuh tangan
d. Mengusap kepala
e. Membasuh kaki
f. Tertib dan muwalah.13
g.

E. Sunnah-Sunnah Dalam Berwudhu.

1) Membaca Basmallah Saat Permulaan Wudhu.


Sabda Rasulullah SAW:

‫َت َوضَّ ء ُْوا ِبا سْ ِم هلل‬

Artinya: “berwudhulah kamu dengan menyebut nama Allah SWT.


(HR. Abu dawud)

2) Bersiwak.
Yaitu menggosok gigi dengan batang siwak atau batang yang keras sejenisnya
guna membersihkan gigi.

‫الَ ُوضُو َء لِ َم ْن لَ ْم يَ ْذ ُك ِر ا ْس َم هَّللا ِ َعلَ ْي ِه‬

Artinya: Sesungguhnya Rasulullah SAW, Bersabda :” Siwak itu membersihkan


mulut dan menyenangkan tuhan” (HR. Maliki, Syafi’I, Baihaqi, Dan Hakim)14

3) Mencuci Kedua Telapak Tangan Sampai Pada Pergelangan Tangan Pada


Permulaan Wudhu.

Hadist Nabi SAW:

‫صالٍَة‬ ِ ِ ِّ ِ‫َش َّق علَى أ َُّمىِت ألَمر ُتهم ب‬


َ ‫الس َواك عْن َد ُك ِّل‬ ْ ُ َْ َ ُ ‫لَ ْوالَ أَ ْن أ‬
13
Ibnu Qudamah, al-Muqni Fi Fiqh al-Imam Ahmad bin Hambal As-Syaibani, (Jeddah:Maktabah al Sawadi,2000).
Hal,28
14
Kitab Bulughul, Marrom Bab wudhu, Hal 21

9
Dari Humron budaknya Utsman Bin Affan, suatu ketika beliau memintanya
untuk membawakan air wudhu, kemudian aku tuangkan dari wadah tersebut ke
kedua tangan beliau. Maka beliau membasuhnya sebanyak 3 kali…. Kemudian
beliau berkata “Aku dahulu melihat Rasulullah SAW. Berwudhu dengan wudhu
seperti yang aku peragakan (HR. Bukhori no159 dan Muslim no.226)15

4) Berkumur
Dasar Hadist Luqaid bin Shabrah ujarnya:
Sesungguhnya Nabi SAW bersabda : “Apabila engkau berwudhu, berkumurlah”
(HR. Abu Dawud dan Baihaqi)

5) Menghirup Air Dan Menghembuskannya (istinsyaq dan istinsar)


Yakni menghirup air dari hidung dengan nafasnya, lalu mengeluarkannya
kembali, hiruplah air dari tangan kanan lalu kaluarkan dengan memegang hidung
dengan tangan kiri. Disunnahkan Istinsyaq dengn kuat, kecuali jika berpuasa,
karena dikhawatirkan air akan masuk kedalam perut.

Nabi SAW bersabda:

َ َ‫اق إِالَّ أَ ْن تَ ُكون‬


‫صائِ ًما‬ ِ ‫َوبَالِ ْغ فِى ا ِال ْستِ ْن َش‬
“ Bersungguh-sungguhlah (lakukan dengan kuat) ketika istinsyaq kecuali jika
engkau sedang berpuasa” (HR. Ahmad, Baihaqi, Hakim, Dan Disahihkan ibnu
hajar)16

6) Menyela-nyela Jenggot.
Dasar Hadist Utsman ujarnya:
Artinya : “ Sesungguhnya Nabi SAW, biasa menyela-nyela jenggot. (HR. Ibnu
Majah Dan Tirmidzi, dan ia mengesahkannya)

7) Menggosok Celah Jari-jemari.


Ketika membasuh tangan atau kaki, disunnahkan untuk menyela-nyela jari-
jemari, berdasarkan sabda Nabi SAW:

َ َ‫وخَ لَّلْ بَ ْينَ األ‬


‫صابع‬
“Dan selai lah antara jari-jemari”(HR. Abu Daud, Nasa’I dan disahihkan Al-
Albani)17
15
Kitab Bulughul Marroh, Bab Wudhu, Hal, 17.
16
Kitab Bulughul Marrom, Bab Wudhu, Hal, 19.
17
Kitab Bulughul Marrom, Bab Wudhu, Hal 19.

10
8) Membasuh Anggota Wudhu Sebanyak Tiga Kali.
Dalil Nabi SAW, membasuh wudhu sebanyak tiga kali adalah hadist yang
diriwayatkan oleh Humron dan tengan wudhu Utsman Bin Affan RA. Ketika
melihat Rasulullah SAW, Berwudhu.

‫سلَ ُه َما‬ ِِ ِ ِ ِ ٍ ‫عن حمرا َن مولَى عثْما َن ب ِن ع َّفا َن أَنَّه رأَى عثْما َن دعا بِوض‬
َ َ‫ َفغ‬، ‫غ َعلَى يَ َديْه م ْن إنَائه‬
َ ‫ فَأَ ْف َر‬، ‫وء‬ ُ َ ََ َ ُ َ ُ َ ْ َ ُ َْ َ ْ ُ ْ َ
‫س َل َو ْج َههُ ثَالَثًا‬ ٍ
َ َ‫ ثُ َّم غ‬.…‫ث َم َّرات‬
َ َ‫…ثَال‬

Dari Humron budaknya Utsman Bin Affan, suatu ketika beliau memintanya
untuk membawakan air wudhu, kemudian aku tuangkan dari wadah tersebut ke
kedua tangan beliau. Maka beliau membasuhnya sebanyak 3 kali…. Kemudian
beliau berkata “Aku dahulu melihat Rasulullah SAW. Berwudhu dengan wudhu
seperti yang aku peragakan (HR. Bukhori no159 dan Muslim no.226)18
Dari Utsman ujarnya.
Artinya : “sesungguhnya Nabi SAW. Berwudhu tiga kali” (HR. Ahmad, muslim,
Tirmidzi)

9) Memulai Bagian Kanan.


Sabda Nabi SAW:

ُّ ‫ لَيُ ِح‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬


‫ب التَّيَ ُّم َن ىِف طُ ُهو ِر ِه إِذَا تَطَ َّهر‬ ُ ‫َكا َن َر ُس‬

“adalah kebiasaan Nabi SAW, sangat menyukai mendahulukan kanan dalam


thoharoh” (HR. Bukhori no.168 dan Muslim no.268)

Dari Aisyah RA berkata : “Rasulullah SAW, suka mendahulukan bagian kanan


ketika memakai sandal , bersisir, bersuci, dan dalam segala halnya” (HR
Bukhori dan Muslim)

10) Menggosok Anggota Wudhu Agar Lebih Bersih


Yaitu menggosokan tangan pada saat menyiramkan air ke anggota wudhu atau
sesudahnya. Dari Abdillah Bin Zaid ujarnya:

18
Kitab Bulughul Marrom, Bab Wuhdu, Hal 18.

11
“sesungguhnya Nabi SAW, dibawakan air sepertiga genggaman tangan, lalu
beliau wudhu dengan menggunakan air wudhu tersebut dan menggunakanya
untuk menggosok lengannya” (HR. Ibnu Khuzaimah)

11) Berturut-turut Anggota Wudhu.


Yakni sebelum kering anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh, dan
sebelumnya kering anggota kedua, anggota ketiga sudah dibasuh pula, dan
seterunya.

‫َح ِس ْن‬ ِ ِِ ِ
َ ْ‫ضأَ َفَتَر َك َم ْوض َع ظُُف ٍر َعلَى قَ َدمه فَأَب‬
َ ‫ َف َق‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ُّ ‫صَرهُ النَّىِب‬
ْ ‫ال « ْارج ْع فَأ‬ َّ ‫أ‬
َّ ‫َن َر ُجالً َت َو‬
‫صلَّى‬
َ َّ‫ َفَر َج َع مُث‬.» ‫ضوءَ َك‬ ُ ‫ُو‬

“Bahwasanya ada seorang laki-laki berwudhu dan meninggalkan bagian yang


belum dibasuh sebesar kuku pada kakinya. Ketika Nabi SAW melihatnya dan
Nabi SAW berkata “kembalilah, perbaguslah wudhumu” (HR Ahmad dan
Muslim)

12) Mengusap Kedua Telinga.


Cara menyapu kedua telinga adalah sebagaimana sabda Nabi SAW:

‫اه ِرمِه َا بِِإ ْب َه َامْيه‬


ِ َ‫السبَّاحت ِ وظ‬ِ ِ ِِ ِ ِِ ِ
َ ‫مُثَّ َم َس َح بَرأْسه َوأُذُ َنْيه بَاطنه َما ب َّ َ َ نْي‬
“kemudian beliau menyapu kedua telinga sisi dalamnya dengan dua telunjuknya
dan sisi luarnya dengan kedua jempolnya” (HR Nasa’i)

13) Melebihkan Dalam Membasuh.


Dari Abu Hurairah RA yang artinya:
Sesungguhnya Nabi SAW bersabda :“kelak pada akhir hari kiamat umatku
dating dengan kening yang memancarkan cahaya karena bekas air wudhu. Abu
hurairah berkata “ barang siapa diantara kamu sanggup melebihkan pancaran
cahanya, hendaklah ia lakukan” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim)

F. Hal-hal yang Membatalkan Wudhu.


Hal-hal yang membatalkan wudhu , yaitu sesuatu yang keluar dari dua lubang (qubul dan
dubur) dan menyentuh wanita , semua Imam sepakat bahwa yang telah disebutkan dalam

12
surah Al Maidah ayat 6 itu adalah membatalkan wudhu. Berikut penjelasan tentang hal-hal yang
mebatalkan wudhu menurut 4 madzhab sebagai berikut :

A. Imam Hanafi.
Menurut Imam Hanafi hal-hal yang membetalkan wudhu terbagi tiga yaitu :
 Keluarnya sesuatu dari qubul dan dubur
Baik perkara biasa seperti air kencing, tinja, angin, air madzi, dan wadi serta air
mani. Atau perkara yang keluar itu tidak biasa, seperti ulat, batu, kerikil, darah
baik yang keluar itu banyak atau sedikit. Selain itu perkara yang keluar luar biasa
itu juga keluar dari kemaluan sehingga kedudukannya sama dengan air madzi .
imam hanafi mengecualikan angin yang keluar dari qubul, ia anggap hal yang
tidak membatalkan wudhu, karena ia hanya berupa hembusan, bukan angin. 19
Jika benar yang keluar itu angin maka ia bukan najis. Dalam surah An-Nisa ayat
43 :

ِ‫اَ ْو َجا َءاَ َح ًدمِن ُك ْم ِم َن ْال َغائِط‬..

Ayat diatas menjelaskan tentang maksud dengan hadast apa yang keluar dari
salah satu dua jalan. Abu Hurairah menafsirkan yang tersebut itu lebih dari yang
khusus, adalah untuk memperingatkan, yang lebih ringan untuk yang lebih
besar. Dan karena angin dan kentut itu lebih sering terjadi diwaktu shalat
disbanding dengan waktu yang lain, dan juga menunjukkan, batalnya shalat
karena terjadinya hadast.
 Bersetubuh.
Wudhu menjadi batal dengan persetubuhan, yaitu bertemunya kemaluan (laki-
laki dan perempuan) tanpa alas yang menghalangi kehangatan, atau dengan
kata lain ketika seorang laki-laki menyentuh perempuan dengan penuh syahwat,
sehingga kemaluannya tegang tanpa ada penghalang diantara mereka, dan dia
tidak melihat sesuatu yang basah (yang keluar dari kemaluannya) ini menerut
pendapat Imam hanafi.

%‫ كن يقبل بعض ازواجه ثم يصليوال يتوضأ‬%‫وعن ابرهمااتيمميعن عاءشهأن انبي صالللله عليه وسلم‬
Artinya : dan dari Ibarahim at-Taimi, dari Aisyah bahwa Nabi SAW. Pernah
mencium seorang istrinya, kemudian ia terus mengerjakan sembahyang dan
tidak berwudhu lagi. (HR. Ahmad).20

19
Wabah Al-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adilatuhu, (Jakarta, Gema Insani,2010), Hal.348.
20
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Sha’ani, Subulussalam, Jilid I (Jakarta timur, Darussunnah Press 2013), Hal.
154.

13
Dalam hadist ini menjelaskan bahwa menyentuh perempuan tidak
membatalkan wudhu.
 Tidur berbaring dan bersandar.
Imam Hanafi berpendapat tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang
tidak merapatkan pantat ketempat duduk atau lantai, tidur dalam posisi miring,
bersandar atau tengkurap, karena posisinya miring dan sejenisnya itu dapat
menyebabkan semua sendi lunglai. Oleh sebab itu, jika seorang tidur dalam
posisi pantat yang merapat ketempat duduk seperti tanah dan punggung
binatang, maka ia tidak membatalkan wudhu. Sekiranya ia bersandar pada
sesuatu, dan jika sandaran itu dibuang, maka ia akan terjatuh dan pantatnya
tidak rata dengan tempat duduknya maka wudhunya akan batal. 21
Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang artinya:
“berwudhu itu dilakukan bagi orang yang tidur berbaring” (HR. Abu Daud)22

Hadist ini menjelaskan bahwa tidur tidak membatalkan wudhu, kecuali dalam
keadaan berbaring

B. Imam Maliki
Menurut Imam Maliki hal yang membatalkan wudhu terbagi menjadi 4 yaitu :
 Keluar sesuatu dari qubul dan dubur.
Yang menjadi tolak ukur batalnya wudhu adalah jenis sesuatu yang keluar,
tempat keluarnya, dan cara keluarnya. Ima Maliki mengatakan bahwa apabila
sesuatu yang keluar dari dua lubang tersebut dalam batas kewajaran dan
normal, maka hal tersebut membatalkan wudhu. Seperti keluarnya kencing,
buang air besar, mani, madzi, wadi dan kotoran. Adapun yang keluar tersebut
dikarenakan hal-hal yang tidak normal, seperti sakit dan kondisi lainnya, maka
tidak membatalkan wudhu. Landasan hukumnya yaitu di surah An-Nisa ayat 43
seperti yang diatas.

 Menyentuh perempuan.
Imam Maliki berpendapat wudhu batal bisa dengan sentuhan yang terjadi
antara orang berwudhu dengan orang lain yang pada adanya menimbulkan
nikmat pada diri orang yang menyentuh, baik itu laki-laki atau perempuan.
Walaupun orang yang disentuh itu belum baligh, baik sentuhan itu berlaku
dengan istrinya, dengan perempuan lain, atau dengan mahramnya. Sentuhan
pada kuku dan rambut, atau sentuhan yang beralaskan seperti kain, baik kain
yang dijadikan alas itu tipis yang dapat menyebabkan orang yang menyentuh
merasakan kelembutan badan atau kain itu tebal, juga dianggap sebagai
sentuhan juga.

21
M.Imam Pamungkas, Fiqih 4 Madzhab, (Jakarta Timur, Al-Makmur.2015), Hal.48.
22
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Sha’ani, Subulussalam, Hal.172

14
Sentuhan dengan nafsu membatalkan wudhu, begitu juga kecupan mulut, ia
dapat membatalkan wudhu walaupun tanpa nafsu. Menurut Imam Maliki
sentuhan yang dapat membatalkan wudhu didasari tiga yaitu :
1. Hendaklah orang yang menyentuh itu orang yang sudah baligh.
2. Orang yang disentuh kebiasaan normal adalah orang yang menimbulkan
syahwat.
3. Hendaklah orang yang menyentuh itu berniat untuk memuaskan nafsu
ataupun ia mendapati ada nafsu (meskipun tanpa berniat).

 Tidur
Menurut Imam Maliki tidur yang menyebabkan batalnya wudhu adalah tidur
yang diiringi dengan hadast. Beliau melihat dari beberapa kondisi dan keadaan,
yaitu tingkat kenyenyakan, lama, dan cara tidurnya. 23 Tidur yang nyenyak
meskipun pendek waktunya, ia membatalkan wudhu. Akan tetapi tidur yang
tidak nyenyak meskipun waktunya lama tidak membatalkan wudhu. Maksud
tidur yang nyenyak adalah apabila orang yang tidur tersebut tidak mendengar
suara apapun, tidak merasakan apabila ada benda yang jatuh dari tangannya,
atau apabila mengalir alir liurnya dan lain-lain lagi yang sejenisnya. Jika dia
masih merasa perkara-perkara tersebut, maka tidurnya tidak nyenyak, Imam
Malkiki berhujjah kepada hadist riwayat Annas yang artinya :
“ dulu pada masa Rasulullah SAW, sahabat-sahabat menunggu shalat isya’
hingga kepala mereka, terangguk-angguk. Kemudian mereka shalat tanpa
berwudhu lagi” (HR Abu Daud)24

Ulama sepakat bahwa hilangnya kesadaran sebab gila, pingsan, mabuk sebab
khamr atau nabidz, atau bius, atau obat, adalah membatalkan wudhu begitu
pula penjelasan hadist diatas wudhu menjadi batal baik sebentar atau lama
masa tidurnya, baik menetap pantatnya atau tidak, dan kesadaran saat tidur
yang menjadi ukuran batal wudhu atau tidak.

 Menyentuh kemaluan
Imam Maliki mengatakan bahwa wudhu menjadi batal dengan sebab
menyentuh penis (dzakar) namun, menyentuh dubur tidaklah membatalkan
wudhu. Menyentuh penis dengan yang masih bersambungan dengan pemiliknya
saja yang membatalkan wudhu, adapun penis yang sudah terputus tidak
membatalkan. Sentuhan itu menimbulkan kenikmatan atau tidak, sengaja
menyentuh atau terlupa, jika tanpa alas atau penghalang apapun.
Sentuhan itu dianggap jika dilakukan dengan batin telapak tangan atau dengan
bagian tepinya. Namun apabila menyentuhnya dengan bagian punggung telapak
tangan, maka hal itu tidak menyebabkan batalnya wudhu, jika seseorang
23
Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Jilid I, (Ter, Abdul Rasyad Shiddiq), (Jakarta, Pustaka Azzam, 2006), Ha;. 73-74.
24
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Sha’ani, Subulussalam, Ha;.145.

15
memegang kelaminnya dengan jari yang melebihi dengan jumlah yang lima, jika
jari itu mempunyai rasa dan bergerak seperti jari-jari yang lain. Hukum batalnya
wudhu akibat menyentuh penis ini terjadi jika orang yang melakukannya sudah
baligh. Dengan kata lain jika yang menyentuh penis ini adalah anak-anak maka
perbuatan itu tidak membatalkan wudhu, sebagaimana hadist berikut ini yang
artinya :
“ dari Busyrah binti Abu Sufyan ra, Rasulullah SAW bersabda “ barang siapa
menyentuh kelaminnya, maka hendaklah ia berwudhu” (HR Malik)25

Menyentuh kelamin laki-laki maupun perempuan adalah membatalkan wudhu


sehingga seseorang hendak shalat segera berwudhu.

C. Imam Syafi’i.
Menurut imam syafi’i hal-hal yang membatalkan wudhu ada 3 yaitu :
 Keluarnya sesuatu dari dua jalan yaitu qubul dan dubur.
Semua yang keluar dari dua jalan tersebut dapat membatalkan wudhu, baik
dalam keadaan sehat maupun sakit, seperti keluarnya air (kencing, mana, madzi
dan wadzi) darah ataupun batu yang kecil. 26Adapun hadist Nabi SAW yang
berhubungan dengan ini adalah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori yang
artinya :
“dari Abu Hurairah ra, ia berkata “ Rasulullah SAW, bersabda “ Allah tidak akan
menerima shalat seorang diantara kamu apabila ia berhadast, sehingga ia
berwudhu, lalu ada seorang laki-laki dari hadlar mau bertanya, “apakah hadast
itu wahai Abu Hurairah?” ia menjawab angina tau kentut”
(HR Bukhari)27
 Bersentuhan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram
Menurut Imam Syafi’i, wudhu tetap batal karena adanya sentuhan antara
seseorang lelaki dan perempuan yang bukan mahramnnya, walaupun dia telah
mati. Bersentuhan tanpa alas atau pengahalang dapat membatalkan wudhu
seseorang yang menyentuh dan juga wudhu orang yang disentuh, walaupun
salah satu dari merekaadalah orang tua yang lemah meskipun tanpa niat.
Namun, wudhu tidak bataldengan menyentuh rambut, gigi dan kuku.
Maksud dari lelaki dan perempuan adalah laki-laki dan perempuan yang telah
sampai peringkat yang meninmbulkan syahwat menurut ‘urf dikalangan irang
yang mempunyai dikalangan ta’biat normal, yang dimaksud dengan mmahram
adalah orang yang haram dinikahi sebab keturunan, penyusuan ataupun
pernikahan. Oleh sebab itu wudhu tidak batal ketika menyentuh laki-laki dan

25
Muhammad bin Isa bbin Surah at-Turmudzi, Sunnan At-Tirmidzi, (Beirut: Darr Al-Fikr,1994), Hal, 141.
26
Wahab Al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adilatuhu, Juz I (Damaskus: Darr Al-Fikr,1985), Hal.348.
27
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari, Shahih Bukhori, (Beirut: Darr al-Kutub al-
Ilmiyyah,1992), Hal.343.

16
perempuan yang masih kecil yang tidak menimbulkan syahwat dari salah
seorang mereka.
Bersentuhnya laki-laki dan perempuan jelas membatalkan wudhu menurut
Imam Syafi’i. Aalasan sentuhan itu bisa membatalkan wudhu karena adalah ia
dapat menimbulkan [erasaan nikmat yang dapat menggerakkan nafsu. Hal
seperti itu tidak patut terjadi pada diri orang yang dalam keadaan suci.

 Tidur Dalam Kondidi Tidak Stabil.

Imam Syafi’i, Orang yang tidur dalam keadaan suci, tidur yang
membatalkan wudhu adalah tidur yang tidak merapatkan pantat ketempat
duduk atau lantai, tidur dalam posisi miring atau bersandar, atau tengkurap,
karena posisi miring itu dan sejenisnya dapat menyebabkan semua sendi lunglai.
Oleh sebab itu, jika seorang tidur dalam posisi pantat yang merapat ketempat
duduk seperti tanah dan punggung binatang, maka ia tidak membatalkan
wudhu.28

 Menyentuh Kemaluan.

Imam Syafi’i perpendapat, wudhu menjadi batal dengan menyentuh


kemaluan anak Adam (baik itu penis, qubul, maupun dubur perempuan) baik
kemaluan itu punya sendiri atau orang lain, milik kecil atau orang besar, milik
oarng yang masih hidup atau orang sudah mati. 29

.‫ منمسدكرهفليتوضأ‬%:‫وعنبسرةبنتصفوانرضياللّهصلىاللّهعليهوسلمقال‬
%‫(رواهالترمذى‬

Artinya : “ dari Burah bin Abu Sufyan ra, Rasulullah SAW bersabda, “
Barang siapa menyentuh kelaminnya, maka hendaklah ia berwudhu”.
(HR Tarmizi)30

D. Imam Hambali.
Imam Hambali membagi hal yang membatalkan wudhu menjadi 3 macam yaitu :
a. Sesuatu yang keluar dari Qubul maupun Dubur.

Imam Hambali mengecualikan orang yang senantiasa berhadast, baik yang


keluar itu sedikit maupun banyak, yang keluar itu biasa atau luar biasa, karena
terdapat kesulitan untuk mengatasinya, bagi orang yang menghadapi penyakit
hadast yang berterusan, maka wudhunya akan batal dengan sesuatu apapun yang

28
Musthofa Dieb Al-Bigha, Fiqih Islam, (Terj, Ahmad Sunarto), (Rembang: Insan Aamanah 1424), Hal. 35.
29
Wahab Al-Zuhaili, Fiqih al-Islami wa Adilatuhu, Juz I, Hal. 344.
30
Muhammab bin Isa bin Surah at-Turmudzi, Sunnan at-Tirmidzi, Hal.141.

17
keluar darinya. Baik yang keluar itu berupa kencing atau tahi, baik ia sedikit atau
banyak, melalui saluran yang terbuka dibawah usus atau diatasnya, dan baik kedua
kemaluannya di asalnya terbuka pun atau tertutup. Jika seseorang yang berwudhu
memasukkan kapas ataupun pemoles celak mata itu keluar meskipun tidak basah,
maka wudhu orang tersebut batal.

b. Menyentuh Perempuan.

Imam Hambali berkata wudhu akan menjadi batal dengan menyentuh kulit
perempuan dengan nafsu dan tanpa alas atau penghalang, dengan syarat jika
memang kebiasaan orang yang disentuh itu menimbulkan syahwat, asalkan dia
bukan anak-anak dan meskipun orang yang disentuh itu mati, tua, mahramnya, atau
anak perempuan yang menimbulkan syahwat, yaitu anak-anak perempuan yang
berumur diatas tujuh tahun.

‫أَ ْوالَ َمسْ ُتمُال َّن َسا َء‬.......

Artinya : “ Atau menyentuh perempuan” (QS An-Nisa:43).

c. Tidur.

Madzhab Hambali semua posisi tidur dapat membatalkan wudhu, kecuali


tidur yang sedikit mengikuti hitungan ‘urf, baik ia dilakukan sambil duduk atau
berdiri. Sebenarnya tidak ada batasan bagi yang tidur sedikit. Penentuan dasar
tersebut ditentukan atas adat. Oleh sebab itu, jika orang tidur dalam keadaan rapat
atau pantatnya ataupun dengan cara lainnya kemudian terjatuh, maka hal itu dapat
membatalkan wudhu. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang
artinya:

Dari Annas berkata “ dulu pada masa Rasulullah SAW, sahabat-sahabat


menunggu shalat isya’ hingga kepala mereka terangguk-angguk. Kemudian
mereka shalat tanpa berwudhu lagi”. (HR Abu Dawud).31

d. Menyentuh Kemaluan.

Imam Hambali wudhu menjadi batal dengan menyentuh kemaluan anak


Adam, baik kemaluan itu punya sendiri atau orang lain, milik orang kecil atau orang
besar, milik orang yang masih hidup atau mati. Imam Hambali membedakan antara
batin telapak tangan dengan bagian punggungnya. Hal ini berdasarkan hadist yang
berkaitan dengan hukum menyentuh. Sebagaiman hadist yang diriwayatkan oleh
An-Nasa’i yang artinya:

31
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Sha’ani, Subulussalam, Hal. 145.

18
“dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda “ barang siapa menyentuhkan
tangannya ke kemaluannya dengan tanpa alas, maka ia wajib wudhu” ( HR An-
Nasa’i).32

e. Sesuatu yang Keluar tidak melalui dua Kemaluan.

Imam Hambali mensyaratkan, hendaklah sesuatu yang keluar itu dalam


kadar yang banyak. Maksudnya kadar yang banyak adalah yang kondisinya menjadi
buruk menurut diri seorang diperhitungkan, baik ia kurus atau gemuk. Oleh sebab
itu, jika darah yang keluar daru badan seorang yang kurus misalnya dan ia dianggap
banyak berdasarkan badannya, maka wudhunya menjadi batal

f. Makan daging Unta

Wudhu menjadi batal menurut Imam Hambali berikutnya apabila memakan


daging unta. Memakan daging unta dapat membatalkan wudhu baik dimakan dalam
keadaan mentah maupun yang sudah matang.

%:‫عنعبداللّهبناللّهالرازي‬،‫عنأالعمش‬،‫ حدثناأبومعاوية‬:‫حدثناهناك‬
:‫قال‬،‫عنالبراءةبنعازب‬،‫عنعبدالرحمنبألىليل‬
%‫س ٔىلرسوالللّهصلىاللّهعليهوسلمعنالوضوءمنلحومإالبل؟‬
٠ ‫ التتوض ٔىوامنها‬%:‫وس ٔىلعنالوضوءمنلحوالغنم؟فقال‬،‫توضٔوامنها‬:‫فقال‬

Artinya : Hannad menceritakan kepada kami, Abu Muawiyyah menceritakan


kepada kami dari Al A’amsyi, dari Abdullah bin Abdullah Ar-Razi, dari
Abdurrahman bin Abu Laila, dari Bara’ bin Azib dia berkata Rasulullah SAW
ditanya tentang wudhu karena(makan) daging unta, lalu beliau berkata
“wudhulah karenanya” lalu beliau ditanya tentang wudhu ketika makan daging
kambing, maka beliau bersabda “wudhulah karenya”. (HR Tirmidzi.)33

g. Memandikan Mayat.

Wudhu menjadi batal apabila seseorang memandikan mayat, secara


keseluruhan atau memandikan sebagiannya, baik mayat yang dimandikan itu kecil atau
besar, laki-laki atau perrempuan, muslim atau kafir. Sebagaimana hadist yang
diriwayatlan oleh Imam At-Tirmidzi yang artinya:

“dari Abu Hurairah ra dia berkata “Rasulullah SAW bersabda, barang siapa yang
memandikan jenazah, maka hendaklah dia mandi. Dan barang siapa yang
32
Abdirrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali al-Nasa’i, Sunnan An-Nasa’i, (Beirut: Darr Al-Hadist,1987). Hal.100.
33
Muhammad bin Isa bin Surah at-Turmudzi, Sunnan at-Tirmidzi, Hal, 145.

19
mengangkatnya, maka hendakla ia berwudhu” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan at-
Tirmidzi).34

Tujuan penjelasan tentang hal-hal yang membatalkan wudhu dan dalil-dalilnya,


supaya umat islam dapat melakukan ibadahnya dengan benar dan mengetahui apa saja
yang menyebabkan batalnya suatu ibadah dan dapat mengetahui sebabnya dengan jelas
karena telah diberikan gambarannya.

G. Tata Cara Wudhu.


Cara wudhu :

Gambar 1.1

 Apabila seorang muslim hendak berwudhu maka ia hendak berniat didalam hatinya,
kemudian membaca basmalah, sebab Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak sah wudhu orang yang tidak menyebut nama Allah SWT, dan apabila lupa, maka
ia tidaklah mengapa”

 Kemudian disunnahkan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali sebelum
memulai wudhu .

34
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Sha’ani, Subulussalam, Hal. 166.

20
Gambar 1.2

 Kemudian berkumur-kumur (memasukkan air kedalam mulut, lalu memutarnya didalam


dan kemudian membuangnya ).

Gambar 1.3

 Lalu menghirup air dengan hidung ( Gambar 1.3)

Gambar 1.4
 Mencuci muka adalah batas tumbuhnya rambut kepala bagian atas sampai dagu.

21
Gambar 1.5
 Kemudian tangan sampai siku, karena Allah berfirman “ dan kedua tanganmu hingga
siku” (gambar 1.5)

Gambar 1.6
 Mengusap kepala, dimulai dari bagian depan kepala, lalu diusapkan kebelakang .

Gambar 1.7
 Mengusap telinga dengan air yang tersisa pada tangannya.

22
Gambar 1.8
 Kedua kaki sampai mata kaki , karena Allah SWT berfirman “ dan kedua kaki mu sampai
mata kaki” . yang dimaksud mata kaki adalah benjolah yang ada disebelah bawah betis,
kedua mata kaki tersebut wajib dicuci bebarengan dengan kaki.

23
BAB II
TAYAMUM

A. Pengertian Tayamum

Secara etimologi tayamum berarti “sengaja” , adapun secara terminologi sengaja


menggunakan debu yang suci untuk mengusap muka dan telapak tangan dalam konteks beribadah
kepada Allah SWT.35Sedangkan menurut Kahar Mansyur didalam buku Sholat wajib menurut
madzah yang empat, tayamum menurut bahasa arabnya ialah ‫القصد‬Yang artinya sengaja. Adapun
menurut syara’ tayamum berarti menyapu muka dan dua tangan dengan menggunakan debu yang
menyucikan menurut cara tertentu. Syafi’iyah dan Malikiyah menambahkan kaedah ini dengan
niat karena ia termasuk rukunnya dan cara pengusapannya yaitu hanyalah meletakkan tangan
ditanah atau debu yang menyucikan. Bertayamum disyari’atkan di waktu ketiadaan air atau tidak
boleh memakainya dan ada sebab yang memerlukan demikian. Tayamum tersebut ditetapkan
berdasarkan dalil, baik dalam Al Qur’an dan Al Hadist serta Ijma’ para ulama. 36

Menurut Sayyid Sabiq didalam kitabnya :

‫المعنىالغويالتيمم القصد‬

Artinya : “tayamum secara bahasa bermakna menyengaja”

Sedangkan menurut syara’ ialah menyengaja tanah untuk penghapus muka dan kedua
tangan dengan maksud dapat melakukan sholat dan lain-lainnya. 37 Sedangkan menurut Syekh
Ibnu Qosim Al-Ghazzi menjelaskan bahwa tayamum adalah :

‫التيمملغةالقصدوشرعاايصالترامبطهورالوجهواليدينبدالعنوضؤاوغسلعضوبشراىطمخصوصة‬
Artinya “ menurut Syara’ tayamum ialah menyampaikan debu yang suci kewajah dan kedua
tangan, sebagai gantinya wudhu, mandi atau membasuh anggota disertai syarat-syarat yang
ditentukan”.38

35
Abdullah at-Thayyar, Tuntunan Shalat Lengkap Ensiklopedia Shalat, (Jakarta: Maghfirah Pustaka,2006) Cet.1,
Hal,63.
36
Kahar Masyhur, Shalat Wajib Menurut Mazhab Yang Empat, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2004), Cet.I, Hal,116-
117.
37
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Kairo: Maktabah Dar at-Turas,t.th). Juz,1. Hal 76.
38
Muhammad Ibnu Qosim Al-Ghazzi, Fath Qorrib al-Mujib, (t,tt.: Darr al-Ihya’ al-Kitab,t,th.). Hal 8.

24
Oleh karena itu tayamum ialah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku
dengan beberapa syarat, tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi, sebagai rukhsah
(keringanan) untuk orang yang tidak dapat menggunakan air karena beberapa halangan (udzur). 39

B. Dasar Hukum
Adapun yang menjadi dasar-dasar hokum dalam pelaksanaan tayamum ada dua yaitu:

1. Al Qur’an, adapun ayat-ayatnya adalah sebagai berikut:


A. Surah An-Nisa’ ayat 43 yang berbunyi:

‫ض ٰىٓأ َ ْ‹و‬
َ ْ‫واواِن ُكنتُم َّمر‬ َ ُ‫وا َماتَقُولُونَ َوالَ ُجنُبًإِااَّل عَابِ ِرى َسبِيلٍ َحتَّ ٰىتَ ْغت َِسل‬ْ ‫صلَ ٰوةَ َؤَا ْنتُ ْم ُس ٰ َك َر ٰى َحتَّ ٰىتَ ْعلَ ُم‬
ٌَ ‫واالَتَ ْق َربُؤاال‬ ْ ُ‫ٰيََٓٔايٌُهَاالَّ ِذ ْينَ َءا َمن‬
‹‫ص ِعيدًاطَيِّبًافَا ْم َسحُوابِ ُوجُو ِه ُك ْمإِنَّاللَّهَگانَ َعفُ ًّوا‬ َ ‫وا‬ ْ ‫َعلَ ٓى َسفَ ٍرأَوْ َجٓا َءأَ َح ُُد ِمن ُكم ِمن َْالغَٓا ِٕٕىِ‹ ِطأَوْ ٰل َم ْستُ ُمالنِّ َسٓا َءفَلَ ْمتَ ِجد‬
ْ ‫ُوا َما ًءفَتَيَ َم ُم‬
‫َغفُورًا‬
Artinya: “Hai orang-orang beriman janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk
, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid) sedang
kamu dalam keadaan junub.40 Terkecuali, sekedar berlalu saja hingga kamu mandi. Dan jika
kamu sakit atau sedang dalam musafir atau dating dari tempat buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci), sapulah muka mu dan tangan mu. Sesungguhnya Allah SWT
Maha Pema’af lagi Maha Pengampun”.

B. Surah Al Maidah ayat 6 yang artinya :

Artinya: “ Hai orang-otang yang beriman, apabila kamu hendakmengerjakan sholat,


maka basuhlah muka mu dan tangan mu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah,
dan jika kamu sakit41 atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh42 perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan tanah yang baik (suci). Sapulah muka u dan tangan mu dengan tanah itu. Allah
SWT tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dengan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”

2. Hadist, adapun hadist-hadisnya dalah sebagai berikut :


39
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2013), Cet,59, Hal 39.
40
Menurut Sebahagian Ahli Tafsir Dalam Ayat Ini Termuat Juga Larangan Umtuk Bersembahyang Bagi Orang Junub
Yang Belum Mandi.
41
Maksudnya: Sakit Yang Tidak Boleh Kena Air.
42
Artinya : Menyentuh Menurut Jumhur Ialah : Menyentuh Sebagian Mufassirin Ialah: Menyetubuhi.

25
A. Hadist riwayat Aisyah yang artinya :

“Dari Aisyah RA, dia berkata : “kami pernah pergi bersama Rasulullah SAW pada salah
satu perjalanan beliau, hingga pada saat kami berada di Baida’ atau Dzatul Jaisy
kalung saya putus dan hilang. Maka Rasulullah SAW berhenti dan mencarinya dan
orang-orangpun turut mencarinya, sedangkan ditempat itu tidak ada air serta
merekapun tidak membawa air. Kemudian orang-orang mendatangai Abu Bakar RA
sambil berkata “tidaklah anda perhatikan apa yang dilakukan Aisyah, dia menghentikan
Rasulullah SAW dan orang banyak, sedangkan disini tidak ada air dan merekapun tidak
membawanya?”. Maka datanglah Abu Bakar RA, sementara Rasulullah SAW meletakan
kepalanya diatas pahaku (Aisyah) dalam keadaan tidur, kemudian berkata, kemudian
berkata, “ kamu telah menghentikan Rasulullah SAW, dan semua orang sedangkan disini
tidak ada air, dan merekapun tidak membawa air. “ Aisyah melanjutkan, Abu Bakar
memaki saya dan mengatakan apa saja sepuasnya, lalu menusukkan tangannya ke rusuk
saya, saya tidak bisa bergerak bebas, karena Rasulullah SAW sedang tidurdengan
kepala diatas pahaku.” Rasulullah SAW tidur hingga pagi tanpa mendapatkan air, maka
Allah SWT menurunkan ayat tentang tayamum dan orang-orangpun bertayamum. Usaid
bin Hudhair, salah seorang yang terpandang mengatakan, “ini merupakan berkah mu
yang pertama, hai keluarga Abu Bakar.” Kata Aisyah RA, “kemudian kami
membangunkan unta tunggangan saya, maka saya menemukan kalung tersebut dibawah
unta itu”

B. Kemudian riwayat Abdu Rahman yang artinya :

“Dari Abdurrahman bin Abza, bahwa seorang lelaki dating kepada Umar bin Khattab, dia
berkata, “ sesungguhnya aku junub, akan tetapi aku tidak mendapatkan air.” Maka Umar
bin Khattab berkata, “ janganlah kamu shalat!”. Maka Ammar bin Yassir berkata,
“apakah engkau tidak ingat, wahai Amirul Mukminin, ketika aku dan engkau dalam
sebuah Sariyyah (kelompok tentara) lalu kita junub dan tidak mendapatkan air! Adapun
engkau tidak mengerjakan shalat, sedangkan aku berguling-guling ditanah. Ketika aku
dating kepada Nabi SAW, menepukkan kedua tangannya ke bumi, lalu, meniup kedua
tangan itu dan mengusap wajah serta lengannya dengan kedua telapak tangannya”43

C. Hadist riwayat Ammar yang berbunyi :

‫يضرْ بَةً َوا ِح َدةًلِ ْل َوجْ ِه َو ْال َكفَّي ِْن‬


َ ِ‫صلَّىاللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َع ْنالتَّيَ ُّم ِمفَأ َ َم َرن‬
َ َّ‫اس ِرقَالَ َسأ َ ْلتُالنَّبِي‬ ِ ‫َع ْن َع ٌم‬
ِ َ‫َار ْبنِي‬
Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Abdullah dia
berkata: telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim dia berkata : telah
menceritakan kepada kami Bapakku dari Shalih dari Ibnu Syihab berkata: telah
menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah dari Ibnu Abbas dari

43
Ibid, Hadist No.338, Hal,85.

26
Ammar dia berkata : Rasulullah SAW mengistirahatkan pasukannya dan beliau bersama
Aisyah (istrinya) dan ternyata kalungnya yang dari Akik Zhifar (daerah di Yaman),
terputus, maka orang-orang mencari kalung tersebut hingga terbit fajar, sedangkan orang-
orang tidak berkata, “kamu menyebabkan manusia bertahan, padahal mereka tidak
mempunyai air!”. Lalu Allah SWT menurunkan keringanan tayamum dengan debu,
Ammar berkata, “Lalu orang-orang berdiri bersama Rasulullah SAW, mereka
menepukkan kedua tangan ke tanah, kemudian mengangkat tangan tanpa menghilangkan
debu sedikitpun, dan engusapnya ke wajah dan tangan sampai siku-siku, dan dari
telapak tangan mereka sampai ketiak.”

C. Syarat Sahnya Tayamum


Adapun syarat sahnya tayamum sebagai berikut :44
a. Apabila seseorang tidak menemukan air yang akan digunakan untuk berwudh’ atau mandi
junub atau mandi haid atau mandi dari nifas. Hal ini hanya berlaku bagi orang yang tidak
menemukan air sama sekali atau ia menemukan airnya akan tetapi air tersebut sangat
dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari dan airnya hanya sedikit.
b. Apabila ia menemukan air akan tetapi ia tidak dapat menggunakannya, karena ia dalam
keadaan sakit yang dalam artian sakitnya tersebut akan bertambah parah jika terkena air.
c. Sebagian ulama’ fiqih memperbolehkan tayamum bagi seseorang yang khawatir terlambat
melakukan sholat jika ia harus mengambil wudhu’ atau mandi.

Sedangkan menurut Syekh Muhammad Ibnu Qosim Al-Ghazzi mengemukakan syarat-syarat


tayamum sebagai berikut:45

1. Adanya halangan (udzur) karena berpergian atau sakit.


2. Masuk waktunya shalat, menurutnya tidak sah tayamum karena untuk shalat sebelum masuk
waktunya.
3. Harus mencari air sesudah dating waktu shalat yang dilakukan oleh dirinya sendiri atau
dengan orang yang telah mendapatkan izin untuk mencarikan air dari upayanya sendiri dan
dari teman-temanya. Menurutnya jika orang tersebut sendirian, maka hendaknya melihat
kanan kirinya dari empat arah bila berada ditempat yang buminya datar, sedangkan berada
ditempat yang naik, turun, maka hendaklah memperkirakan berdasarkan penglihatannya.
4. Terhalang memakai air, seperti takut memakai air yang menyebabkan hilangnya nyawanya
atau hilang manfaat anggota, termasuk juga terhalang memakai air yaitu bila ada air
didekatnya, ia takut jika dirinya menuju tempat air itu seperti adanya binatang buas, musuh,
takut hartanya tercuri orang, atau takut kepada orang yang pemarah. Didapat sebagian
keterangan dalam kitab matan adanya tambahan dala syarat ini sesudah terhalangnya
memakai air yaitu kebutuhan orang itu akan air sesudah berusaha mencarinya.
5. Harus dengan debu yang suci yang tidak dibasahi, perkataan “At-Thahiru” artinya suci
sejalan dengan pengertian debu yang diperoleh dengan ghoshab dan debu kuburan yang
belum digali.
44
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Ibadah, (Darr at-Tauzi’ wa An-Nashr Al-Islamiyyah,2002), Cet.1 , Hal, 82-83
45
Muhammad Ibn Qosim Al-Ghazzi, Loc, Cit

27
Seiring dengan pendapat diatas , Abd Rahman Al Jaziry mengungkapkan bahwa tayamum sah
apabila telah memenuhi beberapa syarat yaitu: 46

a. Memasuki waktu. Tidak sah tayamum sebelu datangnya waktu. Akan tetapi madzhab
Hanafi (Al Hanafiyyah) beranggapan bahwa boleh tayamum sebelum dating waktu.
b. Niat. Dalam kaitannya dengan niat, madzhab Maliki (Al Malikiyyah) dan madzhab
Syafi’I (Asy-Syafi’iyyah) mereka berkata bahwa bahwa niat adalah rukun, bukan syarat.
Sedangkan madzhab Hanafi dan Hambali beranggapan bahwa niat adalah syarat dalam
tayamum dan juga syarat dalam wudhu, dan njiat sebgai rukun.

Sedangkan didalam nuku Risalah Tuntunan Shalat Lengkap Karya Moh. Rifa’i , syarat-syaratnya
ialah:47

a. Menggunakan debu yang suci, yang belum digunakan untuk bersuci dan tidak bercampur
dengan sesuatu.
b. Mengusap wajah dan kedua tangan.
c. Terlebih dahulu menghilangkan najis.
d. Telah masuk waktu shalat.
e. Tayamum hanya untuk sekali shalat Fardhu.

D. Fardu Tayamum
Adapun fardhunya tayamum ialah:48

A. Niat, orang yang hendak melakukan tayamum haruslah berniat terlebih dahulu karena hendak
melakukan sholat, atau sebagainya, bukan semata-mata untuk menghilangkan hadast saja,
sebab sifat tayamum tidak dapat menghilangkan hadast, hanya diperbolehkan untuk
melakukan shalat karena darurat.
B. Mengusap muka dengan tanah.
C. Mengusap kedua tangan sampai siku.
D. Tertib, yang artinya mendahulukan muka dari pada tangan

E. Hal-Hal yang Membatalkan Tayamum.


Adapun hal-hal yang membatalkan tayamum ialah:
1. Salah satu yang membatalkan tayamum ialah semua yang membatalkan wudhu, yaitu :
a. Keluar sesuatu dari dua pintu (qubul dan dubur), atau dari salah satunya, baik berupa zat,
ataupun angin, yang biasa ataupun tidak biasa, seperti darah baik yang keluar itu najis
atau suci.49 Adapun dalilnya sebagai berikut yang terdapat pada surah An-Nisa’ ayat 43 :

‫اَوْ َجا َءاَ َح ًد ِمن ُك ْم ِمن َْالغَائِ ِ‹ط‬

46
Abd Al-Rahman al-Jaziri, Kitab Al-Fiqih ‘Ala Al-Madzahib al-Arob’ah, (Semarang : Toha Putera,tt), Juz, 1 ,
Maktabah wa Matbaah, Hal, 152.
47
Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang : PT Toha Putera,2012), Cet, 60, Hal, 23-24.
48
Sulaiman Rasjid, Op.cit, Hal, 40.
49
Kahar Masyhur, Op.cit, Hal, 135.

28
Artinya : “Datang dari tempat buang air”
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa orang yang dating dari kakus kalau tidak ada air
hendaklah ia tayamum, berarti buang air adalah hal yang membatalkan wudhu.
b. Hilang akal, hilang akal karena mabuk atau gila. Demikian pula karena tidur dengan
tempat keluar angin yang tidak tertutup akan tetapi berbeda dengan orang yang tidur
dengan keadaan duduk yang tepat keadaan badannya tidak membatalkan wudhu’ karena
tiada timbul sangkaan bahwa ada yang keluar sesuatu darinya. 50
c. Bersentuhan antara kulit laki-laki dan perempuan yang sama-sama dewasa, keduanya
bukan mahram dengan tidak ada penghalang antara kedua kulit tersebut. 51
d. Memegang atau menyentuh kemaluan (qubul atau dubur) dengan telapak tangan atau
dengan bagian dalam jari-jari yang tidak memakai tutup (walaupun kemaluannya
sendiri).52 Sebagaimana hadist Nabi SAW yang artinya :

Artinya : dari urwah dia berkata, “Aku pernah menghadap kepada Marwan bin Hakam,
maka kami menyebut-menyebut sesuatu yang mengharuskan berwudhu. Lalu Marwan
berkata. “karena menyentuh kemaluan?” maka Urwah berkata, aku tidak mengetahui
tentang hal itu”. Setelah itu Marwan berkata, “bahwa Busrah bin Safwan
memberitahukan kepadaku, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“barang siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu”

2. Orang yang bertayamu karena berhadast besar tidak akan kembali berhadast besar, kecuali
bila ditimpa yang mewajibkan mandi.53
3. Hilangnya udzur yang dapat membolehkan tayamum, seperti mendapatkan air setelah
sebelumnya tidak membatalkannya. Terhadap hal ini, madzhab Maliki berpendapat bahwa
adanya air atau kemampuan menggunakan air tidak membatalkan tayamum kecuali sebelum
mengerjakan shalat dengan syarat waktu ikstisyar masih longgar untuk mendapatkan satu
rakaat setelah menggunakan air pada anggota bersuci. Apabila seseorang mendapatkan air
setelah memasuki sholat, maka tidaj batal tayamumnya dan ia wajib meneruskan shalatnya
walaupun waktunya masih leluasa. Tidak batalnya ini adalah apabila ia tidak dalam keadaan
lupa terhadap air yang ada di tempat tinggalnya. Sebab apabila seseorang bertayamum
kemudian mengerjakan sholat, dan ketika dalam keadaan shalat ia ingat akan adanya air,
maka batal tayamumnya, apabila waktunya masih longgar untuk mendapatkan satu rakaat
setelah menggunakan air. Apabila waktunya sudah cukup, maka tidak batal shalatnya.
Apabila ingat ketika suda selesai mengerjakan shalat, maka wajib mengulangi pada waktu
itu saja karena ia tergolong ceroboh.54
4. Mampu menggunakan air setelah sebelumnya tidak mampu menggunakannya.
5. Murtad.

50
Sulaiman Rasjid, Op.cit, Hal 31.
51
Moh. Rifa’i, Op.cit, Hal, 18.
52
Ibid.
53
Kahar Mahsyur, Loc.cit
54
Sayyid Sabiq, Op.cit, Hal, 80.

29
Pendapat tidak jauh berbeda diuraikan oleh Syekh Muhammad Ibnu Qosim Al-Ghazzi,
perkara yang membatalkan tayamum itu ada tiga perkara, yaitu : 55

a. Segala esuatu yang membatalkan wudhu, hal ini sudah terdahulu keterangannya tersebut
dalam perkara-perkara yang merusak (membatalkan) wudhu. Oleh karena itu sewaktu-
waktu orang yang mempunyai tayamum tersebut dating hadast, maka menjadi batal
tayamumnya.
b. Melihat ada air. Menurut sebagian keterangan kitab matan menggunakan kata “adanya
air” bukan pada waktu shalat. Siapa saja yang bertayamum karena kesulitan menemukan
air, kemudian tiba-tiba melihat air, atau menduga-duga, sebelum memasuki shalat maka
batal tayamumnya. Jika orang itu melihat adanya air sesudah berada didalam shalat ,
maka bila memang shalat itu kepada adanya, qadla sebagaimana shalatnya orang yang
mungkin yang dilakukan dengan tayamum, maka wajib membatalkan shalatnya, dan bila
shalat itu tidak membutuhkan qadha seperti shalatnya Musyafir, maka shalatnya tidak
batal, baik itu shalat fardhu atau sunnah. Seandainya seorang bertayamum karena sakit
dan yang seperti itu, kemudian elihat adanya air, maka hal ini tidak berpengaruh terhadap
tayamumnya, bahkan tayamumnya orang tersebut tetap kekal dengan keadaan tayamum
itu sendiri.
c. Murtad.

F. Keadaan tayamum Sebagai Pengganti Wudhu.


Menurut Sayyid Sabiq bagi orang yang telah bertayamum dibolehkan dengan satu kali
tayamum itu melakukan shalat, baik fardhu maupun yang sunnah sebanyak yang
dikehendakinya, intinya hukum tayamum itu sama dengan wudhu. Sebagaimana hadist Nabi
SAW yang artinya:

“Muhammad Bin Basyar menceritakan kepada kami, Mahmud bin Ghailan menceritakan
kepada kami, keduanya berkata “ Ahmad Zubairi menceritakan kepada kami, Sufyan
menceritakan kepada kami, dari Khalid Al Khadzdza’ dari Abu Qilabah, dari Amr bin
Bujdan dari Abu Dzar “ Rasulullah SAW bersabda “sesungguhnya debu yang baik (suci)
adalah alat bersuci bagi muslim jika ia tidak mendapatkan air, meskipun selama sepuluh
tahun. Apabila ia mendapatkan air, maka hendaklah menyentuh air itu kekulitya, Karena
hal itu lebih baik .” Mahmud berkata ( dalam hadistnya ). Debu yang baik (suci) adalah
alat untuk seorang muslim.”

Berbeda dengan pandangan diatas adalah apa yang dikemukakan oleh Syekh Muhammad
Ibnu Qosim Al-Ghazzi yang menegaskan, tayamumlah untuk tiap-tiap fardhu dan satu nadzar.
Maka tidak boleh mengumpulkan antara dua shalat fardhu dan shalat nadzhar dan sah elakukan
satu shalat fardhu itu dengan satu tayamum, dan tidak boleh mengumpulkan antara dua shalat
thawaf dan antara dua shalat jum’at dan khutbah.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Syekh Zainudin Ibnu Aziz Al-Malibary bahwa
satu kali tayamum itu hanya bisa digunakan untuk shalat fardhu bersama shalat jenazah.

55
Muhammad Ibn Qosim Al-Ghazzi, Op.cit, Hal, 9.

30
Demikian pula pendapat Imam Abu Ishaq Al-Syirazi bahwa tidak boleh melaksanakan shalat
dengan satu tayamum itu hanya bisa digunakan untuk satu shalat fardhu, tapi boleh untuk
beberapa shalat sunnah. Barang siapa bertayamum untuk shalat sunnah ia tidak boleh
menggunakannya untuk shalat fardhu.

H. Tata Cara Tayamum.

Gambar 1.1

 Menempelkan atau menepukkan anggota tangan ke debu, dan kemudian ditiup.

Gambar 1.2

 Mengusapkan debu ke wajah dengan telapak tangan serta satu kali usapan.

31
Gambar 1.3.

 Menempelkan atau menepukkan kembali tangan ke tempat debu sesudah mengusap


wajah, dan ditiup kembali.

Gambar 1.4

 Mengusap debu ke tangan kanan dan kiri dengan telapak tangan yang atas dan bawah.

Gambar 1.5.

 Berdo’a sesudah tayamum.

32
Daftar Pustaka

Sayid Sabiq, 1996. Fiqhus sunnah Bab Taharah, Tarjamah dan Koreksi Bandung : Gema Risalah
Press.

H .Sulaiman Rasyid. Cetakan ke-53 Januari 2012. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Abd Al-Rahman al-Jaziri, Kitab ‘ala al-Mazahib a-arba’ah, Juz 1 Beirut: Darr Al-Kutb Al-
Ilmiyyah,2003..

Abi Abdillah, Sunan Ibnu Majjah (Beirut: Darr Al-Fikr, 1994).

Abdirrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali al-Nasa’i, Sunnan An-Nasa’i, (Beirut: Darr Al-
Hadist,1987).

Muhammad bin Isa bin Surah at-Turmudzi, Sunnan at-Tirmidzi.


.
Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Sha’ani, Subulussalam, Jilid I (Jakarta timur, Darussunnah
Press 2013).

M.Imam Pamungkas, Fiqih 4 Madzhab, (Jakarta Timur, Al-Makmur.2015).

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2013).

Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Jilid I, (Ter, Abdul Rasyad Shiddiq), (Jakarta, Pustaka Azzam,
2006).

Musthafa Dib al-Bugha, Fiqih Madzhab Syafi’i. Terj. Toto Edidarmo, Cet,2(Jakarta, Mizan
Publika,2017)

Ibnu Qudamah, al-Muqni Fi Fiqh al-Imam Ahmad bin Hambal As-Syaibani, (Jeddah:Maktabah
al Sawadi,2000).

Kitab Bulughul Marrom Bab wudhu

Wabah Al-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adilatuhu, (Jakarta, Gema Insani,2010), Hal.348.

33

Anda mungkin juga menyukai