Oleh Kelompok II
1. Eka Yunita (201260011)
2. Wulan Nisfu Saumi (201260046)
Prodi : PGMI/ 2B
i
KATA PENGANTAR
Dengan menenyebut nama allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Puji syukur
atas kehadirat allah yang telah melimpahkan rahmat ,hidayah dan inayah-nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu sebagai tugas untuk mata kuliah
Fiqih Ibadah.
Makalah ini disusun dengan maksimal. Terlepas dari semua, penulis menyadari masih
banyak kekurangan baik dari susunan kalimat, tatabahasa maupun isi. Maka penulis
dengan tangan terbuka menerima segala kritik dan saran dari pembaca ataupun berbagai
pihak agar penulis dapat memperbaiki karya tulis ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih. Akhir kata penulis sangat berharap semoga makalah
Penyusun
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Kesimpulan ......................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................... 13
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang yang akan melaksanakan sholat tentu akan berwudhu
terlebih dahulu. Banyak yang kita lihat orang berwudhu asal-asalan atau tidak
sempurna. Kadang-kadang ada bagian anggota wudhu yang tidak terkena air.
Padahal kalau mereka tau betapa agungnya syariat Islam tentang wudhu ini
tentu akan berusaha menyempurnakan wudhunya.
Dari kegiatan yang dilakukan dengan berwudhu, jelas sekali prinsip
Islam dalam menjaga kebersihan anggota tubuh yang sering terbuka.
Kebersihan pangkal kesehatan. Ini dilakukan minimal 5 kali sehari. Belum lagi
kalau ditinjau dari segi rohaninya. Semua anggota tubuh dari sering
bermaksiat, sering berbuat dosa. Tangan mungkin diperhunakan untuk
memukul orang, mengambil milik orang lain, mulut mungkin mnenyakiti hati
orang, atau memakan barang haram, hidung mungkin mencium hal-hal yang
tidak boleh dicium, mata yang ada dimuka memandang hal-hal yang tidk
layak dipandang, telinga mungkin sering mendengar kata-kata yang tidak
patut untuk didengar. Dan kaki mungkin sering dipergunakan untuk
melangkah ke tempat yang dilarang Allah swt. Dengan melakukan wudhu
dengan sempurna, rohani dan jasmani menjadi bersih, jernih dan segar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Wudhu dan Tayammum ?.
2. Rukun Wudhu dan Tayamum Menurut 4 Mazhab.
3. Syarat- Syarat Wudhu dan Tayammum.
4. Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu dan Tayamum Menurut 4 Mazhab.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
1. Syariah ialah jalan hidup muslim yang memuat ketetapan allah dan ketentuan rassul nya, baik berupa larangan
maupun suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
2
a. Al-Hanafiyah Mengusap wajah dan kedua tangan dengan tanah yang
mensucikan.
b. Al-Malikiyah Thaharah dengan tanah yang tercakup di dalamnya
mengusap wajah dan kedua tangan dengan niat
c. Asy-Syafi'iyah Menyampaikan tanah ke wajah dan kedua tangan
sebagai ganti dari wudhu atau mandi, atau sebagai ganti dari anggota
wudhu dengan syarat-syarat khusus
d. Al-Hanabilah Mengusap wajah dan kedua tangan dengan tanah yang
suci dengan ketentuan yang khusus
Imam Ibnu Maudud al-Maushili (w. 683 H), seorang ulama bermazhab
Hanafi, dalam kitab matan-nya; Mukhtar al-Fatwa, yang menjadi salah satu
rujukan dalam mazhab Hanafi, menetapkan praktik wudhu dari sisi rukun
dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:
2. Tahjil Ialah Membasuh Sampai Di Atas Kedua Siku Dan Di Atas Mata Kaki
3
10) Dalk3
11) Muawalah
12) Tertib
13) Doa
14) Shalat sunah
b) Wudhu Rasulullah saw Menurut Mazhab Maliki
Imam Abu an-Naja al-‘Asymawi (w. Sebelum Abad 10 H), seorang ulama
bermazhab Maliki, dalam kitab matan-nya; Matan al-‘Asymawiyyah, yang
menjadi salah satu rujukan dalam mazhab Maliki, menetapkan praktik
wudhu dari sisi rukun dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:
4
c. Adapun fadhilahnya (anjuran di bawah kualitas sunnah), ada 7:
1) Tasmiyyah.4
2) Berwudhu di tempat yang suci.
3) Meminimalkan penggunaan air.
4) Meletakkan wadah air di atas tangan kanan.
5) Basuhan kedua dan ketiga, jika telah sempurna pada basuhan pertama.
6) Memulai usapan kepada dari arah depan.
7) Bersiwak. Wallahua’lam.
5
Imam Mar’i bin Yusuf al-Karmi (w. 1033 H), seorang ulama bermazhab
Hanbali, dalam kitab matan-nya; Dalil ath-Thalib li Nail al-Mathalib, yang
menjadi salah satu rujukan dalam mazhab Hanbali, menetapkan praktik
wudhu dari sisi rukun dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:
4) Setelah itu, menyapu punggung telapak tangan dengan tangan kiri dan
sebaliknya sapu punggung telapak kiri dengan tangan kanan.
6
5) Semua usapan baik saat mengusap punggung telapak tangan dan wajah
dilakukan sekali usapan saja
6) Bagian tangan yang diusap sampai pergelangan tangan saja, tidak sama seperti
wudhu yang mana dibasuh sampai siku.
1) Muslim.
2) Aqil atau berakal.
3) Baligh.6
4) Terhentinya hal-hal yang meniadakan wudhu seperti haid dan nifas.
5) Keberadaan air mutlak yang cukup, dengan volume minimal satu mud (0,688
liter/688 ml) sebagaimana disebutkan dalam hadits, “Dari Anas ra berkata:
bahwa Rasulullah saw berwudlu dengan satu mud air dan mandi dengan satu
sha’ hingga lima mud7 air. (HR. Bukhari Muslim)
6) Mampu menggunakan air.
7) Masuknya waktu ibadah yang mensyaratkan wudhu, khusus bagi wanita yang
mendapati istihadhah dan kasus semisal.
8) Adanya hadats
9) Sampainya dakwah Nabi saw.
6. Baligh Ialah Fase Pertumbuhan Anak Yang Dikenal Dengan Masa Pubertas.
7 Mud adalah istilah yang menunjukan ukuran volume,bukan ukuran berat.
7
1) Sulit menemukan air
2) Debu yang digunakan suci
3) Mengerti cara tayamum
4) Tayamum di lakukan dalam waktu sholat
5) Mengetahui arah kiblat sebelum melakukan tayamum
6) Satu kali tayamum untuk satu kali sholat fardhu
8 Dubur ialah sebuah bukaan dari rectum ke lingkungan luar tubuh (anus)
9 Golongan Malikiyah ialah suatu kelompok yang mengikuti madzab imam maliki
8
Syafi’iyah berpendapat, bahwa menyentuh kemaluan sendiri dan orang lain,
membatalkan wudhu, bahkan menyentuh kemaluan mayat pun membatalkan
wudhu. Sebagai dasarnya adalah hadits : ”Siapa saja laki-laki yang menyentuh
kemaluannya, hendaklah ia berwudhu”’. (HR,Lima Ahli Hadist). Sabda Rasullah:
“Siapa saja laki-laki yang menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu, dan
siapa saja wanita yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu.” (H.R.
Ahmad). Sebagaimana telah dijelaskan pada uraian dahulu, bahwa menyentuh
wanita tanpa pengahalang batas, membatalkan wudhu. Menyentuh kemaluan tentu
sudah termasuk pengertian di atas, baik menyentuh kemaluan anak kecil maupun
orang mati. Hendaknya diingat bahwa pengertian “farj” dalam hadits di atas
adalah “qubul dan dubur”. Dengan demikian, menyentuh dubur pun membatalkan
wudhu.Hambaliah pendapat mereka sama dengan Syafi’iyah, dan yang berbeda
adalah sentuhan dengan belakang telapak tangan pun membatalkan wudhu,
sedangkan Syafi’iyah sentuhan dengan telapak tangan bagian dalam, membatalkan
wudhu, dengan belakang telapak tangan tidak.
Imām Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī sepakat bahwa
tidur dengan berbaring dan bersandar membatalkan wudhu’.
Asy-Syāfi‘ī berkata: “Bila dia duduk maka wudhu’nya tidak batal, sedangkan
bila posisinya selain duduk maka wudhu’nya batal – menurut Qaul Jadīd –”.
Sedangkan menurut Qaul Qadīm wudhu’nya tidak batal.
Mereka sepakat bahwa sesuatu yang keluar dari Qubul dan Dubur (kemaluan &
anus) membatalkan wudhu’, baik yang keluarnya jarang maupun sering, sedikit
maupun banyak, najis maupun suci. Kecuali Mālik yang berpendapat bahwa
wudhu’ tidak batal yang keluar dari dua jalan sesuatu yang jarang seperti ulat
cacing, kerikil dan lainnya.
Mereka berbeda pendapat tentang keluarnya najis dari selain dua jalan seperti
muntah, darah bekam, plebotomi10 dan mimisan.
Abū Ḥanīfah berkata: “Apabila muntahnya sedikit maka wudhu’nya tidak batal.
Sedangkan bila yang keluarnya ulat cacing atau kerikil (batu empedu) atau
potongan daging maka wudhu’nya batal. Bila yang keluar selain yang kami
sebutkan tadi maka wudhu’nya batal meskipun hanya sedikit.”
Mālik dan asy-Syāfi‘ī berkata: “Wudhu’nya tidak batal bila yang keluar itu
semua.”
10 Plebotomi adalah salah satu jenis prosedur leaboratorium yang dikhususkan untuk mengobati beberapa
penyakit kelainan darah.
9
Abū Ḥanīfah berkata: “Wudhu’nya tidak batal, kecuali bila terjadi kontak
langsung dengannya selain memasukkan kemaluan.”
Sedangkan bila yang disentuh perempuan yang semahram, dalam hal ini ada dua
pendapat imam asy-Syāfi‘ī.Pertama, wudhu’nya batal.Kedua, wudhu’nya tidak
batal,Menurut ulama Syāfi‘īyyah,
Mereka sepakat bahwa orang yang memegang testis 11tidak perlu berwudhu’ baik
dengan penghalang atau tanpa penghalang.
Mereka sepakat bahwa menyentuh remaja belia yang rupawan (Amrād) tidak
membatalkan wudhu’ bila tidak disertai syahwat. Kecuali Mālik yang
mengatakan bahwa wudhu’nya batal. Pendapatnya ini disetujui oleh Abū Sa‘īd al-
Ishthakhrī dari kalangan fuqahā’ Syāfi‘īyyah.
10
Mereka sepakat bahwa orang yang yakin telah bersuci dan ragu apakah terkena
hadats atau tidak, hukum yang berlaku adalah bahwa dia dalam kondisi suci.
Kecuali Mālik yang mengatakan: “Dia dianggap berhadats13 dan harus
berwudhu’.”
13 Hadas ialah Keadaan tidak suci seseorang muslim yang menyebabkan ia tidak sholat,tawaf,dan lain sebagainya.
11
b. Hal-hal yang Membatalkan Tayamum
Yang jadi masalah bila seseorang bertayammum lalu shalat dan telah
selesai dari shalatnya tiba-tiba dia mendapatkan air dan waktu shalat masih
ada. Apa yang harus dilakukan?
Para ulama mengatakan bahwa tayammum dan shalatnya sudah sah dan tidak
perlu untuk menyatakan shalat yang telah dilaksanakan. Sebab tayammumnya
pada saat itu memang benar lantaran memang saat itu dia tidak menemukan
air. Sehingga bertayammumnya sah. Dan shalatnya pun sah karena dengan
bersuci tayammum. Apapun bahwa setelah itu dia menemukan kewajibannya
untuk shalat sudah gugur.
3. Penghalang Hilangnya
BAB III
12
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut para ulama dapat ditarik kesimpulan berwudhu adalah bersuci atau
membersihkan diri menggunakan air pada anggota badan dengan tata cara.
Farduh wudhu yaitu membasuh wajah,membasuh tangan,mengusap kepala dan
membasuh kaki. Adapun sunnah sunnah wudhu yang dapat dilakukan sesuai
dengan mazhab mazhab tertentu. Salah satu batalnya wudhu menurut madzhab
syafi’i yaitu menyentuhnya kemaluan anak adam dengan batinnya telapak
tangan dari diri yng berwudhu dan lainnya,baik laki- laki maupun
perempun,kecil atau besar, masih hidup atau mati.
Tayamum menurut para ulama adalah mengusap wajah dan kedua tangah
menggunakan tanah atau debu yang suci. Tayamum dilakukan jika tidak
ditemukannya air. Apabila seorang mendapatkan air maka batallah
tayamumnya dan hendaklah seorang melakukan wudhu dengan air tersebut.
B. SARAN
Dari uraian ringkasan di atas, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi penulisan
DAFTAR PUSTAKA
13
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2009), h. 305-306 2Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 24
http://repository.uin-suska.ac.id/13211/11/6.%20BAB%20%20I_2018598PAI.pdf
Ibnu Maudud al-Maushuli, Al-Ikhtiyar li Ta’lil al-Mukhtar, (Damaskus:
Mathba’ah al-Halabi, 1356/1937), hlm. 1/7.
Ad-Dirdir, asy-Syarh ash-Shaghir, hlm. 1/104. 3 Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj,
hlm. 1/47.
Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, hlm. 1/47
Abdullah bin Mahmud Ibnu Maudud al-Mushili, Mukhtar alFatwa dan Syarahanya
al-Ikhtiyar li Ta’lil al-Mukhtar, (Kairo: Mathba’ah al-Halabi, 1937/1356), hlm.
1/7-8.
Abdul Bari bin Ahmad Abu an-Naja al-‘Asymawi, Matan al- ‘Asymawiyyah fi
Madzhab al-Imam Malik, (Mesir: Syarikah asy-Syamurali, t.th), hlm. 4.
Ahmad bin al-Husain Abu Syuja’ al-Ashfahani, Matan alGhayah wa at-Taqrib,
(t.t: ‘Alam al-Kutub, ), hlm. 3-4.
175). Lih al-Hidāyah (1/15), al-Mughnī (1/197), dan Raḥmat-ul-Ummah (21).
176). Lih. Mukhtashar-ul-Khiraqī (14).
177). Lih. al-Irsyādu Ilā Sabīl-ir-Rasyād (18).
178). Lih. al-Majmū‘ (2/14), Bidāyat-ul-Mujtahid (1/76), al-Mughnī (1/197),
dan al-Hidāyah (1/61).
179). Lih. al-Umm (2/38), at-Talqīn (47), al-‘Uddah (1/39), dan al-
Hidāyah (1/14).
180). Lih. al-Irsyādu Ilā Sabīl-ir-Rasyād (19).
181). Lih. at-Taḥqīq (2/5), at-Talqīn (47), al-‘Uddah (1/39), dan al-
Hidāyah (1/14).
182). Ashbāgh bin al-Faraj bin Sa‘īd bin Nāfi‘ al-Umawī Abū ‘Abdillāh, seorang
ahli fikih dan mufti Mesir. As-Suyūthī berkata: ‘Dia memiliki karya-karya bagus.
Dia lahir pada tahun 150 Hijriyyah dan wafat pada tahun 225 Hijriyyah.”
Lih. Hadiyyat-ul-‘Ārifīn (1/224).
183). Ini adalah masalah pertama yang ditarjih (dipilih yang paling kuat) oleh Ibnu
Hubairah dalam kitabnya.
14
BIODATA MAHASISWA
Lampung
Tengah, Lampung.
Prodi : PGMI/2B
nanti
Prodi : PGMI/ 2B
langkah.
15