Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqih Ibadah


Dosen Pengampu Adi Wijaya, M.Pd.

Oleh Kelompok II
1. Eka Yunita (201260011)
2. Wulan Nisfu Saumi (201260046)

Prodi : PGMI/ 2B

Judul : Wudhu dan Tayammum

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF (NU)

METRO LAMPUNG 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Dengan menenyebut nama allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Puji syukur

atas kehadirat allah yang telah melimpahkan rahmat ,hidayah dan inayah-nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu sebagai tugas untuk mata kuliah

Fiqih Ibadah.

Makalah ini disusun dengan maksimal. Terlepas dari semua, penulis menyadari masih

banyak kekurangan baik dari susunan kalimat, tatabahasa maupun isi. Maka penulis

dengan tangan terbuka menerima segala kritik dan saran dari pembaca ataupun berbagai

pihak agar penulis dapat memperbaiki karya tulis ini. Oleh karena itu penulis

mengucapkan banyak terima kasih. Akhir kata penulis sangat berharap semoga makalah

ini dapat memberikan banyak manfaat .

Terbanggi Besar, 14 Februari 2021

Penyusun

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2

A. Pengertian Wudhu dan Tayammum .................................................... 2

B. Rukun Wudhu dan Tayammum .................................................................... 3

C. Syarat-Syarat Wudhu dan Tayammum ......................................................... 6

D. Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu dan Tayammum .................................. 8

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 13

A. Kesimpulan ......................................................................................... 13

B. Saran ................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 14

BIODATA MAHASISWA ............................................................................ 15

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orang yang akan melaksanakan sholat tentu akan berwudhu
terlebih dahulu. Banyak yang kita lihat orang berwudhu asal-asalan atau tidak
sempurna. Kadang-kadang ada bagian anggota wudhu yang tidak terkena air.
Padahal kalau mereka tau betapa agungnya syariat Islam tentang wudhu ini
tentu akan berusaha menyempurnakan wudhunya.
Dari kegiatan yang dilakukan dengan berwudhu, jelas sekali prinsip
Islam dalam menjaga kebersihan anggota tubuh yang sering terbuka.
Kebersihan pangkal kesehatan. Ini dilakukan minimal 5 kali sehari. Belum lagi
kalau ditinjau dari segi rohaninya. Semua anggota tubuh dari sering
bermaksiat, sering berbuat dosa. Tangan mungkin diperhunakan untuk
memukul orang, mengambil milik orang lain, mulut mungkin mnenyakiti hati
orang, atau memakan barang haram, hidung mungkin mencium hal-hal yang
tidak boleh dicium, mata yang ada dimuka memandang hal-hal yang tidk
layak dipandang, telinga mungkin sering mendengar kata-kata yang tidak
patut untuk didengar. Dan kaki mungkin sering dipergunakan untuk
melangkah ke tempat yang dilarang Allah swt. Dengan melakukan wudhu
dengan sempurna, rohani dan jasmani menjadi bersih, jernih dan segar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Wudhu dan Tayammum ?.
2. Rukun Wudhu dan Tayamum Menurut 4 Mazhab.
3. Syarat- Syarat Wudhu dan Tayammum.
4. Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu dan Tayamum Menurut 4 Mazhab.
BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

A. Penggertian Wudhu dan Tayammum


1. Wudhu
Kata wudhu (‫( –وضو ُء ال‬dengan huruf waw yang dhommah- dalam bahasa
Arab, berasal dari kata alwadha'ah (‫( ءةَ َو َضا ال‬yang bermakna al-hasan (‫الحسن‬
( yaitu kebaikan, dan juga bermakna an-nadhzafah (‫( النظافة‬yaitu kebersihan.
Selain itu, dikenal pula dalam َ‫ )و ا ضوء‬wadhuu istilah fiqih ‫ ( ل‬dengan mem-
fathah-kan huruf waw, yang bermakna air yang digunakan untuk berwudhu.
ulama bermazhab Syafi’i, mendefinisikan wudhu sebagaiamana berikut:
Beberapa Sedangkan pengertian wudhu dalam fiqih, para ulama
mendefinisikannya dengan beberapa redaksi berbeda, di antaranya: Ibnu
Maudud al-Maushuli al-Hanafi, seorang ulama bermazhab Hanafi,
mendefinisikan wudhu sebagaiamana berikut:
a. Ad-Dirdir al-Maliki, seorang ulama bermazhab Maliki, mendefinisikan
wudhu sebagaiamana berikut: Bersuci dengan menggunakan air yang
mencakup anggota badan tertentu yaitu 4 anggota badan dengan tata
cara tertentu.
b. Al-Khathib asy-Syirbini, seorang perbuatan tertentu yang dimulai dari
niat, yaitu penggunaan air pada anggota badan tertentu dimulai dengan
niat.
c. Manshur bin Yunus al-Buhuti, seorang ulama bermazhab Hanbali,
mendefinisikan wudhu sebagaiamana berikut: Penggunaan air yang suci
pada keempat anggota tubuh yaitu wajah, kedua tangan, kepala, dan
kedua kaki; dengan tata cara tertentu sesuai dengan syariah1, yang
dilakukan secara berurutan bersama dengan fardhu-fardhu wudhu lainnya
2. Tayammum
Secara bahasa, makna kata tayammum itu ada beberapa terjemah, antara lain : ▪
Al-Qashdu (‫ القصد‬: (artinya adalah bertujuan atau yaitu bermaksud ▪ At-
Ta'ammud (‫ م ّدالتع‬: (artinya adalah melakukan sesuatu dengan sengaja ▪ At-
Tawakhi (‫ التوخي‬: (artinya membayangkan sesuatu.
Sedangkan secara istilah syar’i, beberapa ulama dari masing-masing mazhab
menuliskan definisi tayammum sesuai dengan apa yang mereka tetapkan di
masing-masing mazhab.

1. Syariah ialah jalan hidup muslim yang memuat ketetapan allah dan ketentuan rassul nya, baik berupa larangan
maupun suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

2
a. Al-Hanafiyah Mengusap wajah dan kedua tangan dengan tanah yang
mensucikan.
b. Al-Malikiyah Thaharah dengan tanah yang tercakup di dalamnya
mengusap wajah dan kedua tangan dengan niat
c. Asy-Syafi'iyah Menyampaikan tanah ke wajah dan kedua tangan
sebagai ganti dari wudhu atau mandi, atau sebagai ganti dari anggota
wudhu dengan syarat-syarat khusus
d. Al-Hanabilah Mengusap wajah dan kedua tangan dengan tanah yang
suci dengan ketentuan yang khusus

B. Rukun Wudhu dan Tayammum


1. Rukun Wudhu
Allah swt menjelaskan empat rukun wudhu yang disepakati para ulama, yaitu:
membasuh wajah, membasuh tanggan hingga siku, mengusap kepala, dan
membasuh kaki hingga mata kaki.

a) Wudhu Rasulullah saw Menurut Mazhab Hanafi

Imam Ibnu Maudud al-Maushili (w. 683 H), seorang ulama bermazhab
Hanafi, dalam kitab matan-nya; Mukhtar al-Fatwa, yang menjadi salah satu
rujukan dalam mazhab Hanafi, menetapkan praktik wudhu dari sisi rukun
dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:

a. Fardhu wudhu adalah:


1) Membasuh wajah
2) Membasuh tangan
3) Mengusap kepala
4) Membasuh kaki
b. Sunnah-sunnah wudhu:
1) Niat
2) Memcuci telapak tangan
3) Bersiwak
4) Kumur, Istinsyaq, Istintsar
5) TakhlilMembasuh kepala
6) Membasuh telinga
7) Mengawali dari bagian kanan
8) Tahjil 2
9) Tiga kali basuhan

2. Tahjil Ialah Membasuh Sampai Di Atas Kedua Siku Dan Di Atas Mata Kaki

3
10) Dalk3
11) Muawalah
12) Tertib
13) Doa
14) Shalat sunah
b) Wudhu Rasulullah saw Menurut Mazhab Maliki

Imam Abu an-Naja al-‘Asymawi (w. Sebelum Abad 10 H), seorang ulama
bermazhab Maliki, dalam kitab matan-nya; Matan al-‘Asymawiyyah, yang
menjadi salah satu rujukan dalam mazhab Maliki, menetapkan praktik
wudhu dari sisi rukun dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:

a. Adapun fardhu wudhu, ada 7:


1) Niat
2) Membasuh wajah.
3) Membasuh kedua tangan sampai kedua siku.
4) Mengusap seluruh kepala.
5) Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki.
6) Faur/muwalah.
7) Dalk
8) Tertib

b. Sedangkan sunnah-sunnah wudhu, ada 11:


1) Mencuci telapak tangan
2) Bersiwak
3) Kumur, Istinsyaq,Istintsar; yaitu membuang air yang dimasukkan ke
dalam hidup.
4) Takhlil
5) Mengusap kepala dengan membalikkannya dari belakang.
6) Mengusap sisi luar dan dalam telinga.
7) Mengusap sebanyak tiga kali.
8) Membasuh dari sebelah kanan terlebih dahulu
9) Tahjil
10)Doa
11) Shala sunah

3.Maksudnya ialah menggosok-gosok Tangan Ke Anggota Badan.

4
c. Adapun fadhilahnya (anjuran di bawah kualitas sunnah), ada 7:
1) Tasmiyyah.4
2) Berwudhu di tempat yang suci.
3) Meminimalkan penggunaan air.
4) Meletakkan wadah air di atas tangan kanan.
5) Basuhan kedua dan ketiga, jika telah sempurna pada basuhan pertama.
6) Memulai usapan kepada dari arah depan.
7) Bersiwak. Wallahua’lam.

c) Wudhu Rasulullah saw Menurut Mazhab Syafi’i


Imam Abu Syuja’ al-Ashfahani (w. 593 H), seorang ulama bermazhab
Syafi’i, dalam kitab matan-nya; alGhayah wa at-Taqrib, yang menjadi
salah satu rujukan dalam mazhab Syafi’i, menetapkan praktikwudhu
dari sisi rukun dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:
a. Fardhu wudhu ada 6:
1) Niat
2) Membasuh wajah
3) Membasuh kedua tangan dan juga kedua siku
4) Mengusap sebagian kepala
5) Membasuh kedua kaki dan juga kedua mata kaki
6) Tertib anggota wudhu sebagaimana telah disebutkan.

b. Sunnah-sunnahnya ada 13:


1) Mencuci telapak tangan
2) Bersiwak
3) Kumur, Istisyaq, Istintsar
4) Takhlil
5) Membasuh sisi dalam dan luar telingan
6) Membasuh dari bagian kanan
7) Mengusap kepala
8) Tahjil
9) Basuhan berulang 3 kali
10)Dalk
11) Muwalah
12) Doa
13) Shalat Sunah

d) Wudhu Rasulullah saw Menurut Mazhab Hanbali


4. Tasmiyah Ialah Membaca Bismillah

5
Imam Mar’i bin Yusuf al-Karmi (w. 1033 H), seorang ulama bermazhab
Hanbali, dalam kitab matan-nya; Dalil ath-Thalib li Nail al-Mathalib, yang
menjadi salah satu rujukan dalam mazhab Hanbali, menetapkan praktik
wudhu dari sisi rukun dan sunnahnnya, sebagaimana berikut:

a. Fardhu wudhu ada 9:


1) Mencuci telapak tangan
2) Kumur, Istinsyaq, Istintsar
3) Membasuh Wajah
4) Membasuh kedua tangan dan juga kedua siku
5) Mengusap seluruh kepala
6) Mengusap kedua telinga
7) Membasuh kedua kaki dan juga kedua mata kaki
8) Muwalah5
9) Tertib

b. Sunnah wudhu ada 9:


1) Bersiwak
2) Membasuh telapak tangan 3 kali
3) Takhlil jenggot yang tebal dan ruas-ruas jari
4) Tahjil
5) Dalk
6) Mendahulukan anggota wudhu yang kanan atas kiri
7) Mandiri dalam berwudhu, tanpa bantuan orang lain
8) Doa
9) Shalat sunah
2. Rukun Tayammum
1) Menyiapkan tanah berdebu atau debu yang bersih
2) Menepukkan kedua telapak tangan ke permukaan tanah dengan sekali pukulan
3) Mengusapkan kedua telapak tangan pada seluruh wajah disertai dengan niat
tayamum dalam hati atau diucapkan dengan surah pelan

4) Setelah itu, menyapu punggung telapak tangan dengan tangan kiri dan
sebaliknya sapu punggung telapak kiri dengan tangan kanan.

5. Muwalah Ialah Membiarkan Air Wudhu Mengering Dengan Sendirinya.

6
5) Semua usapan baik saat mengusap punggung telapak tangan dan wajah
dilakukan sekali usapan saja
6) Bagian tangan yang diusap sampai pergelangan tangan saja, tidak sama seperti
wudhu yang mana dibasuh sampai siku.

C. Syarat-Syarat Wudhu dan Tayamum

Adapun syarat wajib wudhu sebagaimana berikut:

1) Muslim.
2) Aqil atau berakal.
3) Baligh.6
4) Terhentinya hal-hal yang meniadakan wudhu seperti haid dan nifas.
5) Keberadaan air mutlak yang cukup, dengan volume minimal satu mud (0,688
liter/688 ml) sebagaimana disebutkan dalam hadits, “Dari Anas ra berkata:
bahwa Rasulullah saw berwudlu dengan satu mud air dan mandi dengan satu
sha’ hingga lima mud7 air. (HR. Bukhari Muslim)
6) Mampu menggunakan air.
7) Masuknya waktu ibadah yang mensyaratkan wudhu, khusus bagi wanita yang
mendapati istihadhah dan kasus semisal.
8) Adanya hadats
9) Sampainya dakwah Nabi saw.

Sedangkan syarat sah wudhu sebagaimana berikut:

1) Ratanya air membasahi anggota wudhu.


2) Tidak adanya penghalang di kulit seperti lilin, lemak, adonan, tanah, lem, cat,
karet, atau benda apapun yang menjadi penghalang basahnya bagian anggota
wudhu dari air.
3) Berhentinya penyebab hadats, dengan demikian maka orang yang berwudhu
sambil kencing misalnya, maka hukum wudhu'nya tidak sah. Demikian juga
orang yang sudah selesai buang air tapi belum beristinja', kalau dia berwudhu'
maka hukum wudhu'nya tidak sah.
4) Ilmu tentang wudhu.
5) Halalnya air. Syarat ini hanya diajukan oleh Hanbali saja dalam pandangan
resmi mazhab.

Syarat- syarat tayamum

6. Baligh Ialah Fase Pertumbuhan Anak Yang Dikenal Dengan Masa Pubertas.
7 Mud adalah istilah yang menunjukan ukuran volume,bukan ukuran berat.

7
1) Sulit menemukan air
2) Debu yang digunakan suci
3) Mengerti cara tayamum
4) Tayamum di lakukan dalam waktu sholat
5) Mengetahui arah kiblat sebelum melakukan tayamum
6) Satu kali tayamum untuk satu kali sholat fardhu

D. Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu dan Tayamum


a. Hal-hal yang Membatalkan Wudhu

Dalam madzhab Syafi’i, dubur itu termasuk al-farju. Maka dalil yang


8

menunjukkan batalnya wudhu karena menyentuh kemaluan, dijadikan sebagai


dalil untuk menunjukkan bahwa menyentuh dubur termasuk pembatal
wudhu.Menyentuh kemaluan anak Adam dengan bathinnya telapak tangan dari
diri orang yang berwudhu dan lainnya, baik itu laki-laki atau perempuan, kecil
atau besar, masih hidup atau sudah mati.

Hanafiyah berpendapat, bahwa menyentuh kemaluan, tidak membatalkan


wudhu maupun menyentuh kemaluan sendiri atau orang lain. Mereka berpegang
kepada hadits yang artinya: Seorang bertanya kepada Nabi: “ Saya menyentuh
kemaluan saya sendiri atau katanya seseorang menyentuh kemaluannya sewaktu
shalat, haruskah ia berwudhu? Nabi menjawab, “Tidak, sesungguhnya ia
(kemaluan) adalah bagian dari tubuhmu” (HR.Lima Ahli Hadits dan dinyatakan
shahih oleh Ibnu Hibban).

Malikiyah berpendapat, bahwa seseorang yang menyentuh kemaluan wudhunya


batal dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Orang itu menyentuh kemaluannya sendiri.


b. Orang itu sudah balig.
c. Sentuhan itu tanpa batas penghalang.
d. Sentuhan itu dengan bagian dalam telapak tangan, atau bagian tepi
telapak tangan, atau bagian dalam jemari, atau bagian tepi jemari atau
ujung jari tangan.
e. Golongan Malikiyah,9tidak mempersoalkan, apakah sentuhan itu
merasakan nikmat atau tidak, asal sudah memenuhi ketentuan di atas,
wudhu menjadi batal.

8 Dubur ialah sebuah bukaan dari rectum ke lingkungan luar tubuh (anus)
9 Golongan Malikiyah ialah suatu kelompok yang mengikuti madzab imam maliki

8
Syafi’iyah berpendapat, bahwa menyentuh kemaluan sendiri dan orang lain,
membatalkan wudhu, bahkan menyentuh kemaluan mayat pun membatalkan
wudhu. Sebagai dasarnya adalah hadits : ”Siapa saja laki-laki yang menyentuh
kemaluannya, hendaklah ia berwudhu”’. (HR,Lima Ahli Hadist). Sabda Rasullah:
“Siapa saja laki-laki yang menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu, dan
siapa saja wanita yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu.” (H.R.
Ahmad). Sebagaimana telah dijelaskan pada uraian dahulu, bahwa menyentuh
wanita tanpa pengahalang batas, membatalkan wudhu. Menyentuh kemaluan tentu
sudah termasuk pengertian di atas, baik menyentuh kemaluan anak kecil maupun
orang mati. Hendaknya diingat bahwa pengertian “farj” dalam hadits di atas
adalah “qubul dan dubur”. Dengan demikian, menyentuh dubur pun membatalkan
wudhu.Hambaliah  pendapat mereka sama dengan Syafi’iyah, dan yang berbeda
adalah sentuhan dengan belakang telapak tangan pun membatalkan wudhu,
sedangkan Syafi’iyah sentuhan dengan telapak tangan bagian dalam, membatalkan
wudhu, dengan belakang telapak tangan tidak.

Imām Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī sepakat bahwa
tidur dengan berbaring dan bersandar membatalkan wudhu’.

Asy-Syāfi‘ī berkata: “Bila dia duduk maka wudhu’nya tidak batal, sedangkan
bila posisinya selain duduk maka wudhu’nya batal – menurut Qaul Jadīd –”.
Sedangkan menurut Qaul Qadīm wudhu’nya tidak batal.

Mereka sepakat bahwa sesuatu yang keluar dari Qubul dan Dubur (kemaluan &
anus) membatalkan wudhu’, baik yang keluarnya jarang maupun sering, sedikit
maupun banyak, najis maupun suci. Kecuali Mālik yang berpendapat bahwa
wudhu’ tidak batal yang keluar dari dua jalan sesuatu yang jarang seperti ulat
cacing, kerikil dan lainnya.

Mereka berbeda pendapat tentang keluarnya najis dari selain dua jalan seperti
muntah, darah bekam, plebotomi10 dan mimisan.

Abū Ḥanīfah berkata: “Apabila muntahnya sedikit maka wudhu’nya tidak batal.
Sedangkan bila yang keluarnya ulat cacing atau kerikil (batu empedu) atau
potongan daging maka wudhu’nya batal. Bila yang keluar selain yang kami
sebutkan tadi maka wudhu’nya batal meskipun hanya sedikit.”

Mālik dan asy-Syāfi‘ī berkata: “Wudhu’nya tidak batal bila yang keluar itu
semua.”

Mereka berbeda pendapat tentang batalnya wudhu’ bila menyentuh perempuan.

10 Plebotomi adalah salah satu jenis prosedur leaboratorium yang dikhususkan untuk mengobati beberapa
penyakit kelainan darah.

9
Abū Ḥanīfah berkata: “Wudhu’nya tidak batal, kecuali bila terjadi kontak
langsung dengannya selain memasukkan kemaluan.”

Mālik berkata: “Apabila ketika bersentuhan dengannya ada syahwat maka


wudhu’nya batal, sedangkan bila tidak ada syahwat maka wudhu’nya tidak batal,
Kecuali mencium menurut riwayat Ashbagh bin al-Faraj bahwa ia membatalkan
wudhu’ dalam kondisi apapun.”

Asy-Syāfi‘ī berkata: “Apabila seorang laki-laki menyentuh perempuan yang


bukan mahramnya tanpa adanya penghalang (kain dsb.) maka wudhu’nya batal.”

Sedangkan bila yang disentuh perempuan yang semahram, dalam hal ini ada dua
pendapat imam asy-Syāfi‘ī.Pertama, wudhu’nya batal.Kedua, wudhu’nya tidak
batal,Menurut ulama Syāfi‘īyyah,

Mereka berbeda pendapat tentang menyentuh kemaluan orang lain.Asy-Syāfi‘ī


dan Aḥmad berkata: “Wudhu’ orang yang menyentuh kemaluan batal, baik yang
disentuh masih kecil atau sudah dewasa, baik masih hidup maupun sudah
meninggal.”Mālik berkata: “Wudhu’nya batal, kecuali bila yang disentuh masih
kecil.”Abū Ḥanīfah berkata: “Wudhu’nya tidak batal.”

Mereka sepakat bahwa orang yang memegang testis 11tidak perlu berwudhu’ baik
dengan penghalang atau tanpa penghalang.

Mereka sepakat bahwa menyentuh remaja belia yang rupawan (Amrād) tidak
membatalkan wudhu’ bila tidak disertai syahwat. Kecuali Mālik yang
mengatakan bahwa wudhu’nya batal. Pendapatnya ini disetujui oleh Abū Sa‘īd al-
Ishthakhrī dari kalangan fuqahā’ Syāfi‘īyyah.

Mereka berbeda pendapat tentang orang yang memegang lingkaran dubur


(pantat).Abū Ḥanīfah, Mālik dan Aḥmad dalam salah satu dari dua riwayat
darinya berkata: “Wudhu’nya tidak batal.”Asy-Syāfi‘ī dan Aḥmad dalam
riwayat lain berkata: “Wudhu’nya batal.”

Asy-Syāfi‘ī Mereka sepakat bahwa memakan daging onta, murtad,12 dan


memandikan mayat tidak membatalkan wudhu’. Kecuali Aḥmad yang berpendapat
bahwa semua itu membatalkan wudhu’.

Mereka sepakat bahwa tertawa terbahak-bahak saat melaksanakan shalat


membatalkan shalat.Mereka berbeda pendapat tentang batalnya wudhu’ karena
tertawa terbahak-bahak.Mereka mengatakan: “Wudhu’nya tidak batal.” Kecuali
Abū Ḥanīfah yang berkata: “Wudhu’nya juga batal bila shalatnya ada ruku‘ dan
sujudnya.”
11 Testis ialah organ reproduksi pria
12 Murtad ialah meninggalkan agama

10
Mereka sepakat bahwa orang yang yakin telah bersuci dan ragu apakah terkena
hadats atau tidak, hukum yang berlaku adalah bahwa dia dalam kondisi suci.
Kecuali Mālik yang mengatakan: “Dia dianggap berhadats13 dan harus
berwudhu’.”

13 Hadas ialah Keadaan tidak suci seseorang muslim yang menyebabkan ia tidak sholat,tawaf,dan lain sebagainya.

11
b. Hal-hal yang Membatalkan Tayamum

1. Segala Yang Mengatakan Wudhu '


2. Ditemukannya Air

Bila ditemukan maka sistem secara otomatis menjadi gugur. Yang harus


dilakukan adalah berwudhu dengan air yang baru saja ditemukan.

Yang jadi masalah bila seseorang bertayammum lalu shalat dan telah
selesai dari shalatnya tiba-tiba dia mendapatkan air dan waktu shalat masih
ada. Apa yang harus dilakukan?

Para ulama mengatakan bahwa tayammum dan shalatnya sudah sah dan tidak
perlu untuk menyatakan shalat yang telah dilaksanakan. Sebab tayammumnya
pada saat itu memang benar lantaran memang saat itu dia tidak menemukan
air. Sehingga bertayammumnya sah. Dan shalatnya pun sah karena dengan
bersuci tayammum. Apapun bahwa setelah itu dia menemukan kewajibannya
untuk shalat sudah gugur.

3. Penghalang Hilangnya

Para ulama telah bersepakat, apabila seorang yang telah bertayamum


kemudian mendapati air, maka batallah tayamumnya. Hal ini mengingat
tayamum hanya bersifat sebagai pengganti wudhu karena adanya sebab, yakni
ketiadaan air.
Maka ketika sebabnya sudah hilang, seseorang tersebut harus membatalkan
tayamumnya dan melakukan wudhu dengan air tersebut. Dan ia tidak boleh
mengerjakan sholat hingga berwudhu terlebih dahulu.

BAB III

12
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Menurut para ulama dapat ditarik kesimpulan berwudhu adalah bersuci atau
membersihkan diri menggunakan air pada anggota badan dengan tata cara.
Farduh wudhu yaitu membasuh wajah,membasuh tangan,mengusap kepala dan
membasuh kaki. Adapun sunnah sunnah wudhu yang dapat dilakukan sesuai
dengan mazhab mazhab tertentu. Salah satu batalnya wudhu menurut madzhab
syafi’i yaitu menyentuhnya kemaluan anak adam dengan batinnya telapak
tangan dari diri yng berwudhu dan lainnya,baik laki- laki maupun
perempun,kecil atau besar, masih hidup atau mati.
Tayamum menurut para ulama adalah mengusap wajah dan kedua tangah
menggunakan tanah atau debu yang suci. Tayamum dilakukan jika tidak
ditemukannya air. Apabila seorang mendapatkan air maka batallah
tayamumnya dan hendaklah seorang melakukan wudhu dengan air tersebut.

B. SARAN
Dari uraian ringkasan di atas, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi penulisan

maupun dari sumber  yang penulis miliki, oleh karena itu penulis

mengharapkan kritik dan sarannya yang bertujuan agar makalah yang

selanjutnya lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

13
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2009), h. 305-306 2Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar Mengajar,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 24
http://repository.uin-suska.ac.id/13211/11/6.%20BAB%20%20I_2018598PAI.pdf
Ibnu Maudud al-Maushuli, Al-Ikhtiyar li Ta’lil al-Mukhtar, (Damaskus:
Mathba’ah al-Halabi, 1356/1937), hlm. 1/7.
Ad-Dirdir, asy-Syarh ash-Shaghir, hlm. 1/104. 3 Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj,
hlm. 1/47.
Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, hlm. 1/47
Abdullah bin Mahmud Ibnu Maudud al-Mushili, Mukhtar alFatwa dan Syarahanya
al-Ikhtiyar li Ta’lil al-Mukhtar, (Kairo: Mathba’ah al-Halabi, 1937/1356), hlm.
1/7-8.
Abdul Bari bin Ahmad Abu an-Naja al-‘Asymawi, Matan al- ‘Asymawiyyah fi
Madzhab al-Imam Malik, (Mesir: Syarikah asy-Syamurali, t.th), hlm. 4.
Ahmad bin al-Husain Abu Syuja’ al-Ashfahani, Matan alGhayah wa at-Taqrib,
(t.t: ‘Alam al-Kutub, ), hlm. 3-4.
175). Lih al-Hidāyah (1/15), al-Mughnī (1/197), dan Raḥmat-ul-Ummah (21). 
176). Lih. Mukhtashar-ul-Khiraqī (14). 
177). Lih. al-Irsyādu Ilā Sabīl-ir-Rasyād (18). 
178). Lih. al-Majmū‘ (2/14), Bidāyat-ul-Mujtahid (1/76), al-Mughnī (1/197),
dan al-Hidāyah (1/61). 
179). Lih. al-Umm (2/38), at-Talqīn (47), al-‘Uddah (1/39), dan al-
Hidāyah (1/14). 
180). Lih. al-Irsyādu Ilā Sabīl-ir-Rasyād (19). 
181). Lih. at-Taḥqīq (2/5), at-Talqīn (47), al-‘Uddah (1/39), dan al-
Hidāyah (1/14). 
182). Ashbāgh bin al-Faraj bin Sa‘īd bin Nāfi‘ al-Umawī Abū ‘Abdillāh, seorang
ahli fikih dan mufti Mesir. As-Suyūthī berkata: ‘Dia memiliki karya-karya bagus.
Dia lahir pada tahun 150 Hijriyyah dan wafat pada tahun 225 Hijriyyah.”
Lih. Hadiyyat-ul-‘Ārifīn (1/224). 
183). Ini adalah masalah pertama yang ditarjih (dipilih yang paling kuat) oleh Ibnu
Hubairah dalam kitabnya. 

14
BIODATA MAHASISWA

Nama : Wulan Nisfu Saumi

TTG : Bandar jaya,11 Desember 2000

Alamat : Jln. Mangga, Bandar Jaya


Barat,

Lampung
Tengah, Lampung.

Prodi : PGMI/2B

Motto : Kalau bisa sekarang kenapa

nanti

Nama : Eka Yunita

TTG : Bandar jaya,06 Juni 2000

Alamat : Jln. Jatayu,Bandar Jaya Timur,


Lampung Tengah,Lampung.

Prodi : PGMI/ 2B

Motto : Libatkan Allah dalam


setiap

langkah.

15

Anda mungkin juga menyukai