Anda di halaman 1dari 13

Tugas Tidak Terstuktur Guru Pembimbing

Ushul Fiqih Umi. Nur ‘Aini S.Ag.MA

MAKALAH

Tentang:

HUKUM MANDI WAJIB


(Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i)

DISUSUN

O
L
E
H:

ROSALINA
KELAS : XII IPS

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM ABUYA HAJI BAKHTIAR DAUD


PONDOK PESANTREN ISLAMIC CENTRE AL-HIDAYAH
KAMPA
TA. 2020/2021
KATA PENGANTAR

“Assalamu’alaikum wr. wb.”

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas
karenaNya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai HUKUM MANDI WAJIB
dalam mata pelajaran Ushul Fiqih yang dibimbing oleh Umi Nur ‘Aini, S.Ag. M. Pd .
Atas dukungan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, Penulis mengucapkan
terimakasih.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, demikian dengan makalah ini. Oleh
karena itu, Penulis menharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini selanjutnya.

“Wassalamualaikum wr. wb.”

Kampar, 7 Februari 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................... 2
1.4 Ruang Lingup.................................................................................................... 2
1.5 Metode dan Pengumpulan Data......................................................................... 2
1.6 Sistematika......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Mandi Wajib....................................................................................... 3

2.2 Dail tentang Mandi Wajib................................................................................. 3

2.3 Hukum Mandi Wajib ........................................................................................ 4

2.4 Mahkum fih....................................................................................................... 7

2.5 Mahkum ‘Alaih.................................................................................................. 7

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 9

4.2 Kritikan dan Saran............................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Segala amal perbuatan manusia, perilaku dan tutur katanya tidak dapat lepas dari
ketentuan hukum syari'at, baik hukum syari'at yang tercantum di dalam Quran dan
Sunnah, maupun yang tidak tercantum pada keduanya, akan tetapi terdapat pada sumber
lain yang diakui syari'at.

Sebagaimana yang di katakan imam Ghazali, bahwa mengetahui hukum syara'


merupakan buah (inti) dari ilmu Fiqh dan Ushul fiqh. Sasaran kedua disiplin ilmu ini
memang mengetahui hukum syara' yang berhubungan dengan perbuatan orang
mukallaf. Meskipun dengan tinjauan yang berbeda. Ushul fiqh meninjau hukum syara'
dari segi metodologi dan sumber-sumbernya, sementara ilmu fiqh meninjau dari segi
hasil penggalian hukum syara', yakni ketetapan Allah yang berhubungan dengan
perbuatan orang-orang mukallaf, baik berupa igtidha (tuntutan perintah dan larangan),
takhyir (pilihan), maupun berupa wadh’i (sebab akibat), yang di maksud dengan
ketetapan Allah ialah sifat yang telah di berikan oleh Allah terhadap sesuatu yang
berhubungan dengan orang-orang mukallaf. Seperti hukum haram, makruh, wajib,
sunnah, mubah, sah, batal, syarat, sebab, halangan (mani')dan ungkapan lain yang akan
kami jelaskan pada makalah ini yang kesemuanya itu merupakan objek pembahasan
ilmu Ushul fiqh.
Perihal bersuci, merupakan bab utama yang dibahas dalam kitab-kitab fiqih. Hal ini
tentunya bukan tanpa alasan. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa dalam pelaksanaan
ibadah-ibadah seorang mukallaf seharusnya senantiasa dalam keadaan suci. Dan
diantara cara bersuci tersebut adalah mandi yang tujuannya menghilangkan hadast besar
yang menempel pada tubuh seorang mukallaf. Untuk itu, perlu rasanya penulis
menjadikan perihal mandi wajib sebagai pembahasan yang dilihat dari sisi hukum taklifi
dan hukum wadh’inya.

iii
1.2 Rumusan Masalah
Adapunn Rumusan Masalah dalam makalah ini:
1) Bagaimanakah defenisi Mandi Wajib dalam pandangan syara’?
2) Bagaimanakah hukum Mandi Wajib dilihat dari sisi hukum taklifi dan hukum
wadh’i?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulis membahas judul makalah ini adalah agar para pembaca
maupun penulis pribadi dapat lebih mengetahui dan lebih mengerti tentang HUKUM
MANDI WAJIB (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i) tersebut.

1.4 Ruang Lingkup

Penulis membatasi Permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini yakni
hanya mencakup “HUKUM MANDI WAJIB (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum
Wadh’i)” dan disertai dalil - dalilnya.

1.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data


Library. Dimana data dikupulkan melalui membaca buku-buku cetak, mapun eBook,
dan beberapa tulisan di Internet terkait pembahasan yang penulis sebutkan diatas.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulis menyusun makalah ini dalam 3 Bab, yaitu ;


BAB I PENDAHULUAN : Pada Bab pertama ini penulis mencoba memaparkan
gabaran secara umum terkait pembahasan yang akan penulis paparkan nantinya.
BAB II PEMBAHASAN : Pada Bab ini penulis mencoba menjabarkan hal-hal yang
penulis ketahui dari data-data yang penilis kumpulkan mengenai hukum Mandi Wajib ;
Hukum Taklifi ; Hukum Wadh’i. Dimulai dari defenisi, hukum-hukum, serta dalil-dalil
terait Wudhu’ yang penulis kumpulkan.
BAB III PENUTUP : Pada Bab ini, berisi mengenai kesimpulan dari pmaparan makalah
yang sudah penulis jabarkan sebelumnya. Pada Bab ini juga berisi kritikan dan saran
atas kekurangan makalah yang penulis susun.

iv
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Mandi Wajib

Mandi wajib atau disebut juga mandi junub merupakan bentuk mensucikan diri dari
hadas besar. Dalam Islam, mandi atau al ghuslu menjadi salah satu cara ibadah yang
terbilang mudah. Dalam bahasa arab, mandi berasal dari kata Al-Ghuslu, yang artinya
mengalirkan air pada sesuatu. Menurut istilah, Al-Ghuslu adalah menuangkan air ke
seluruh badan dengan tata cara yang khusus bertujuan untuk menghilangkan hadast
besar.  Mandi wajib dalam islam ditujukan untuk membersihkan diri sekaligus
mensucikan diri dari segala najis atau kotoran yang menempel pada tubuh manusia.

2.2 Dalil tentang Pelaksanaan Qishash

Qs. Al-Maidah : 6

ِ ۗ ‫امْس ح ُْوا ِب ُرء ُْو ِس ُك ْم َواَرْ ُجلَ ُك ْم ِالَى ْال َكعْ َبي‬
ْ‫ْن َواِن‬ َ ‫اغ ِس لُ ْوا وُ ُج ْو َه ُك ْم َواَ ْي ِد َي ُك ْم ِالَى ْال َم َرافِ ِق َو‬ ْ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا ِا َذا قُ ْم ُت ْم ِالَى الص َّٰلو ِة َف‬
‫ص ِعي ًْدا‬َ ‫غَا ِٕىطِ اَ ْو ٰل َمسْ ُت ُم ال ِّن َس ۤا َء َفلَ ْم َت ِجد ُْوا َم ۤا ًء َف َت َي َّم ُم ْوا‬ ۤ ‫ضى اَ ْو َع ٰلى َس َف ٍر اَ ْو َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم م َِّن ْال‬ ٓ ٰ ْ‫اط َّهر ُْو ۗا َواِنْ ُك ْن ُت ْم مَّر‬ َّ ‫ُك ْن ُت ْم ُج ُنبًا َف‬
‫امْسح ُْوا ِبوُ ج ُْو ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ِّم ْن ُه ۗ َما ي ُِر ْي ُد هّٰللا ُ لِ َيجْ َع َل َعلَ ْي ُك ْم مِّنْ َح َر ٍج وَّ ٰلكِنْ ي ُِّر ْي ُد لِي َُطه َِّر ُك ْم َولِ ُي ِت َّم نِعْ َم َت ٗه َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َت ْش ُكر ُْو َن‬
َ ‫َط ِّيبًا َف‬

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan


salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu
dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka
mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang
air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan
(debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu
dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”

2.3 Hukum Syara’ terkait Pelaksanaan Qishash

Hukum Syara’ merupakan seperangkat peraturan yang bersumber dari ketentuan


Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta mengikat
untuk semua umat yang beragama Islam. Hukum syara terbagi dua macam: Pertama,
Hukum taklifi adalah firman Allah yang menuntut manusia untuk melakukan atau
meninggalkan sesuatu atau memilih antara berbuat atau meninggalkan. Dan keduaa,

v
Hukum wadh’i adalah firman Allah swt. yang menuntuk untuk menjadikan sesuatu
sebab, syarat atau penghalang dari sesuatu yang lain.

a) Hukum Taklifi dalam Pelaksanaan Mandi Wajib

Pelaksanaan Mandi Wajib, juga disebutkan dalam ketentuan syara’ baik dari
segi hukum taklifi maupun hukum wadh’inya. Berdasarkan surah Al-Maidah : 6,

ۗ‫َواِنْ ُك ْن ُت ْم ُج ُنبًا َفا َّط َّه ُر ْوا‬

Artinya : “Jika kamu junub, maka mandilah...,.” (Qs. al-Maidah : 6)

َّ ‫( َف‬Fathohharuu) berbentuk fi’il amar yang nantinya sangat


Kata ‫اط َّه ُر ْوا‬
menentukan penarikan hukum dalam ayat ini. Dalam ushul fikih kalimat yang
berbentuk fi’il amar/sighat amar berkonotasi sebagai perintah yang mengharuskan
sasarannya melakukan kegiatan tersebut. Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fikih
yang menyebutkan bahwa ‫( اال صل في المرااليجاب‬Asal dari pada amar itu ialah wajib.)
Dengan demikian maka wajiblah hukum mandi dalam keadaan berhadats besar.1

b) Hukum Wadh’i dalam Pelaksanaan Qishash


Hukum wadh’i merupakan titah Allah swt yang menjadikan sesuatu sebagai
sebab bagi adanya sesuatu yang lain, atau sebagai syarat bagi adanya sesuatu yang
lain atau juga sebagai penghalang bagi adanya sesuatu yang lain tersebut. 2 Dengan
demikian, ulama membagi hukum wadh’i kepada : Sebab, Syarat, Sah dan Batal,
Rukhsah, dan Azimah.
Dalam pelaksanaan hukuman Mandi juga demikian. Terdapat hal-hal yang
terkait dengan hukum wadh’i, yaitu :
1) Sebab
Adapun sebab-sebab pelaksanaan hukuman Mandi, diantaranya :
 Keluar Mani
 Bertemunya dua khitan
 Haid
 Nifas
 Mati

1
https://galamedia.pikiran-rakyat.com/humaniora/pr-35582467/al-quran-menjelaskan-tata-cara-mandi-
wajib-tatkala-sedang-sakit-atau-tak-tersedia-air
2
Prof. Dr. H. Alaidin Koto, M.A, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta, Rajawali Press: 2016) , Hal. 46

vi
2) Syarat
Syarat merupakan segala sesuatu yang tergantung adanya hukum dengan
adanya sesuatu tersebut3, dan semikian pula sebaliknya. Diantara syarat-
syarat sahnya Pelaksanaan Mandi ialah :
 Niat mandi wajib
 Mengalirkan air ke seluruh anggota badan, mulai ujung rambut sampai
ujung kaki. Pastikan seluruh anggota badan tersiram dengan air terutama
pada bagian-bagian yang tertutup misalnya yang di bawah kuku, dubur
yang luar, kulit di bawah rambut dan lain-lain.
 Menghilangkan najis yang melekat di badan.4
3) Mani’ (Penghalang)
Mani’ merupakan segala sesuatu yang dengan keberadaannya dapat
menghalangi atau membatalkan atau meniadakan sebab hukum. Dalam
pelaksanaan Mandi ada beberapa hal yang dapat menjadi penghalang,
diantaranya adalah belum berhentinya haid, belum habisnya/keringnya nifas.
4) Sah & Batal
Sah dan batalnya Pelaksanaan mandi wajib bergantung pada terpenuhi atau
tidaknya syarat dan rukunnya, jika syarat dan rukun waris sudah terpenuhi
maka sah-lah mandi tersebut.
5) Rukhsah & Azimah

Sama halnya dengan wudhu’ sesuai QS. al-Maidah : 6, rukhsah(keringanan)


bagi mukallaf yang tidak mampu melaksanakan mandi wajib sebagaimana
mestinya, seperti mukallaf yang mengidap penyakit kulit, atau sedang dalam
perjalanan, dan sulit mendapatkan air. Maka dalam keadaan yang demikian
mukallaf boleh tidak melaksanakan mandi wajib sebelum melaksanaan sholat.
Namun, mukallaf tetap harus bersuci dengan cara yang lain, yaitu dengan
bertayamum.

‫ضى اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر اَوْ َج[ ۤا َء اَ َح[ ٌد ِّم ْن ُك ْم ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط اَوْ ٰل َم ْس[تُ ُم النِّ َس[ ۤا َء فَلَ ْم‬ ٓ ٰ ْ‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوْ ۗا َواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر‬
‫هّٰللا‬
‫ج و َّٰل ِك ْن‬ٍ ‫ص ِع ْيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوْ ا بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ِّم ْنهُ ۗ َما ي ُِريْ[ ُد ُ لِيَجْ َع[ َل َعلَ ْي ُك ْم ِّم ْن َح[ َر‬ َ ‫تَ ِج ُدوْ ا َم ۤا ًء فَتَيَ َّم ُموْ ا‬
َ‫ي ُِّر ْي ُد لِيُطَهِّ َر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهٗ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬

3
Ibid. Hal. 47
4
https://dalamislam.com/info-islami/mandi-wajib

vii
Artinya : “Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu)
itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan
kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”

2.4 Mahkum Fih

Mahkum fih merupakan perbuatan mukallaf yang berkaitan dengan-atau dibebani-


dengan hukum syara’. Maksudnya setiap perbuatan yang jika dilakukan ataupun
ditinggalkan tetap mengandung hukum syara’. Sebagaimana halnya pelaksanaan
wudhu’ dalam sholat yang dihukum wajib untuk dilaksanakan sebelum sholat, dan tetap
harus melaksanakan penggantinya saat ada kendala yang sesuai syara’ dalam
melaksanakan mandi tersebut. Seperti halnya mengganti wudhu’ dengan bertayamum
dikarenakan adanya penykit yang menjadikan seseorang tidak boleh tersentuh air.
Dengan kata lain yang menjadi objek dari hukum itu adalah perbuatan mukallaf itu
sendiri. Qs. al-Maidah : 6

‫ضى اَ ْو َع ٰلى َس َف ٍر اَ ْو َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم م َِّن ْالغ َۤا ِٕىطِ اَ ْو ٰل َم ْس ُت ُم ال ِّن َس ۤا َء َفلَ ْم َت ِج د ُْوا َم ۤا ًء َف َت َي َّم ُم ْوا‬ ٓ ٰ ْ‫َواِنْ ُك ْن ُت ْم ُج ُنبًا َفا َّط َّه ُر ْو ۗا َواِنْ ُك ْن ُت ْم مَّر‬
‫امْسح ُْوا ِبوُ ج ُْو ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ِّم ْن ُه ۗ َما ي ُِر ْي ُد هّٰللا ُ لِ َيجْ َع َل َعلَ ْي ُك ْم مِّنْ َح َر ٍج َّو ٰلكِنْ ي ُِّر ْي ُد لِ ُي َطه َِّر ُك ْم َولِ ُي ِت َّم نِعْ َم َت ٗه َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬
َ ‫ص ِع ْي ًدا َط ِّيبًا َف‬ َ
‫َت ْش ُكر ُْو َن‬

Artinya : Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika
kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci);
usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya
bagimu, agar kamu bersyukur.”

2.5 Mahkum ‘Alaih

Mahkum ‘Alaih merupakan mukallaf yang melakukan tindakan yang berhubungan


dengan hukum syara’. Dalam hal mandi wajib maka yang menjadi mahkum ‘alaihnya
adalah mukallaf yang sudah memenuhi syarat mandi wajib sepeti yang penulis sebutkan
diatas. Sebab, mukallaflah yang dibebani hukum mandi wajib yang dimaksud pada Qs.
al-Maidah : 6 tersebut.

viii
‫ضى اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر اَوْ َج ۤا َء اَ َح[ ٌد ِّم ْن ُك ْم ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط اَوْ ٰل َم ْس[تُ ُم النِّ َس[ ۤا َء فَلَ ْم ت َِج[ ُدوْ ا َم[ ۤ[ا ًء‬ ٓ ٰ ْ‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوْ ۗا َواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر‬
‫ج و َّٰل ِك ْن ي ُِّر ْي[ ُد ِليُطَه َِّر ُك ْم َولِيُتِ َّم‬ ‫هّٰللا‬
ٍ ‫[ل َعلَ ْي ُك ْم ِّم ْن َح[ َر‬َ [‫طيِّبًا فَا ْم َسحُوْ ا بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ِّم ْن[هُ ۗ َم[[ا ي ُِر ْي[ ُد ُ لِيَجْ َع‬ َ ‫ص ِع ْيدًا‬ َ ‫فَتَيَ َّم ُموْ ا‬
َ‫نِ ْع َمتَهٗ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬

Artinya : “Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,
maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik
(suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”

ix
BAB III

3.1 Kesimpulan

Mandi wajib adalah mandi yang dilakukan untuk menhilangkan hadas-hadas besar.
Ada sebab-sebab yang mengharuskan kita untuk melakukan mandi wajib, seperti selesai
menstruasi, usai berhubungan seksual, mengeluarkan air mani, melahirkan, dan orang
yang meninggal Mereka yang melakukan mandi wajib haruslah dilakukan secara benar
dan sah. Kewajiban ini memang harus dilakukan ketika kita hendak menjalankan ibadah
yang mewajibkan diri dalam keadaan suci.

3.2 Kritikan dan Saran

Penulis menyadari bahwasanya Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan
masih terdapat banyak kesalahan – kesalahan untuk itu saya sangat mengaharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk lebih baiknya makalah
saya di kedepan hari. Dan saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua,khususnya diri saya pribadi untuk menambah wawasan kita bersama tentang
HUKUM PELAKSANAAN QISHASH ; dilihat dari sudut pandang “HUKUM MANDI
WAJIB (Menurut Hukum Taklifi Dan Hukum Wadh’i)” ini.

x
xi
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Alaidin Koto, M.A, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, (Jakarta, Rajawali Press: 2016)
https://dalamislam.com/info-islami/mandi-wajib
https://galamedia.pikiran-rakyat.com/humaniora/pr-35582467/al-quran-menjelaskan-tata-
cara-mandi-wajib-tatkala-sedang-sakit-atau-tak-tersedia-air

Anda mungkin juga menyukai