Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KAIDAH FIKIH ASAS KELIMA

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fikih

Dosen Pembimbing : Mohamad Toha M. A

Disusun Oleh:

Muchammad Izul Aufa (224110103070)

Muflikhatur Rovingah (224110103071)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH

UIN PROF K. H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta
karuniya-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa juga sholawat serta
salam selalu mencurahkan kepada junjungan kita Rasulullah Saw. Semoga syafaat-Nya
mengalir pada kita dihari akhir kelak. Penulisan makalah ini yang berjudul “Kaidah Fikih Asas
Kelima” yang bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fikih.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mohamad Toha M.A.
selaku dosen mata kuliah Ushul Fikih yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini. Kami juga ingin mengucapkan kepada pihak
pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Akhir kata kami
sampaikan terima kasih, semoga Allah Swt senantiasa meridhoi usaha kami. Amin.

Purwokerto, 01 Juni 2023

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... II

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

A. Pengertian Kaidah Asas Fikih Kelima .................................................................... 3


B. Sumber Kaidah........................................................................................................ 4
C. Cabang-Cabang Kaidah .......................................................................................... 5

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 6

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 6
B. Saran ....................................................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 7

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa
Indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan. Ahmad
Warson menembahkan bahwa, kaidah bisa berarti al-asas (dasar atau pondasi), al-
Qanun (peraturan dan kaidah dasar), al-Mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau
cara). Qowa’idul fiqiyyah atau kaidah-kaidah fiqih yaitu kaidah-kaidah yang bersifat
umum (kulli) yang mengelompokkan masalah-masalah fiqih terperinci menjadi
beberapa kelompok yang pula merupakan kaidah atau pedoman yang memudahkan
dalam mengistinbathkan (menyimpulkan) hukum bagi suatu masalah yaitu dengan cara
menggolongkan masalah-masalah yang serupa dengan suatu kaidah.Para fuqoha pada
umumnya memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan kaidah fiqhiyyah
ialah hukum kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagiannya
atau cabang-cabangnya.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa setiap qaidah fiqhiyyah telah
mengatur dan menghimpun beberapa banyak masalah fiqh dari berbagai bab dan juga
diketahui bahwa para fuqoha’ telah benar-benar mengembalikan masalah-masalah
hukum fiqh kepada kaidah-kaidahnya. Maka, Qawaidul fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqih)
adalah sesuatu yang sangat penting dan menjadi kebutuhan bagi kaum Muslim. Akan
tetapi tidak sedikit orang yang kurang memahami tentang hal ini, untuk itu perlu
kiranya bagi kaum muslim untuk mempelajari dan mengkaji ulang ilmu ini.
Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqih seorang muslim akan mengetahui
benang merah yang menguasai fiqih, karena kaidah fiqih itu menjadi titik temu dari
masalah-masalah fiqih. Selain itu juga akan menjadi lebih arif dalam menerapkan fiqih
pada waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang
berlainan. Dengan mempelajari kaidah fiqih, diharapkan pada akhirnya juga bisa
menjadi lebih moderat dalam menyikapi masalah-masalah politik, ekonomi, sosial,

1
budaya sehingga kaum muslimbisa mencari solusi terhadap problem-problem yang
terus muncul dan berkembang dalam masyarakat dengan lebih baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kaidah Fikih Asas Kelima?
2. Apa Sumber Kaidah?
3. Apa Cabang-Cabang Kaidah?
C. Tujuan
1. Memahami Pengertian Kaidah Fikih Asas Kelima
2. Memahami Sumber Kaidah
3. Memahami Cabang-Cabang Kaidah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penegrtian Kaidah Fikih Kelima


Suatu kebiasaan bisa dijadikan patokan hukum. Kebiasaan dalam istilah hukum
sering disebut sabagai urf atau adat. Meskipun banyak ulama yang membedakan di
antara keduanya. Namun, menurut kesepakatan jumhur ulama, suatu adat atau urf bisa
diterima jika memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Tidak bertentangan dengan syari’at.
b. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan menghilangkan kemaslahatan.
c. Telah berlaku pada umumnya orang muslim.
d. Tidak berlaku dalam ibadah mahdlah.
e. Urf tersebut sudah memasyarakatan ketika akan ditetapkan hukumnya.
f. Tidak bertentangan dengan yang diungkapkan dengan jelas (A. Jazuli dan I Nural
Aen: 145).
Sebelum Nabi Muhammad SAW. Diutus, adat kebiasaan sudah berlaku di
masyarkat baik di dunia Arab maupun di bagian lain termasuk di indonseia. Adat
kebiasaan suatu masyarakat dibangun atas dasar nilai-nilai yang dianggap oleh
masyarakat tersebut. Ketika islam datang membawa ajaran yang mengandung nilai-
nilai uluhiyah (ketuhanan) dan nilai-nilai insaniyah (kemanusiaan) bertemu dengan
nilai-nilai adat kebiasaan di masyarakat. Di antaranya ada yang sesuai dengan nilai-
nilai islam meskipun aspek filosofisnya berbeda.
Imam Izzuddin bin Abd al-Salam menyatakan bahwa kemaslahatan dan
kemafsadatan dunia dan akhirat tidak bisa diketahui kecuali dengan syari’ah.
Sedangkan kemaslahatan dan kemafsadatan dunia saja, bisa dikenal dengan
pengalaman, adat kebiasaan, pemikiran yang benar, serta indikator.1
Abu Ishak al-Syathibi (w. 790 H) menyatakan bahwa dilihat dari sisi bentuknya
dalam realitas, adat dapat dibagi dua : pertama, al-adah al-ammah (adat kebiasaan yang
umum), yaitu, adat kebiasaan manusia yang tidak berbeda karena perbedaan waktu,
tempat, dan keadaan seprti kebiasaan untuk makan, minum dan lain-lain. Kedua, adat

1
Izzuddin, Op. cit., hal. 10.
3
kebiasaan yang berbeda karena perbedaan waktu, tempat, dan keadaan seperti bentuk-
bentuk pakaian, rumah, dan lain sebagainya.2
B. Sumber Kaidah
Kaidah diambil dari beberapa sumber, antara lain:
A. Firman Allah SWT, dalam surat Al-Hajj ayat 78

ِ ‫علَ ْي ُك ْم فِى‬
‫الدي ِْن ِم ْن َح َرج‬ َ ‫َو َما َجعَ َل‬

Artinya :

“Dan dia sekali-sekali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan.” (QS, Al-Hajj : 78)

B. Firman Allah SWT, dalam surat An-Nisa ayat 19

ُ ‫س ۤا َء َك ْر ًها َو ََل ت َ ْع‬


ِ ‫ضلُ ْو ُه َّن ِلت َ ْذ َهب ُْوا بِبَ ْع‬
ٓ ‫ض َما‬ َ ِ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََل يَ ِح ُّل لَ ُك ْم ا َ ْن ت َِرثُوا الن‬
‫ف ۚ فَا ِْن َك ِر ْهت ُ ُم ْو ُه َّن فَعَسٰ ٓى ا َ ْن‬ ِ ‫عا ِش ُر ْو ُه َّن بِ ْال َم ْع ُر ْو‬َ ‫احشَة ُّمبَيِنَة ۚ َو‬ ِ َ‫َِل ا َ ْن يَّأْتِيْنَ بِف‬
ٓ َّ ‫ٰات َ ْيت ُ ُم ْو ُه َّن ا‬
‫ّٰللاُ فِ ْي ِه َخي ًْرا َكثِي ًْرا‬ َ ‫ت َ ْك َر ُه ْوا‬
‫شيْـًٔا َّويَجْ عَ َل ه‬
Artinya :
“Wahai orang-orang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan
jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila
mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka
menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan
kebaikan yang banyak padanya.”
Tradisi atau adat sangat berperan dalam pembentukan dan pengembangan
hukum islam. Adanya berbagai aliran hukum dalam sejarah, sesesungguhnya juga
karena andil adat istiadat masyarakat setempat. Imam Abu Hanifah banyak
mempertimbangkan adat atau kebiasaan masyarakat dalam menerapkan hukumnya.
Banyak sekali aturan hukum islam atau fikih yang ditetapkan dengan
mempertimbangkan adat kebiasaan. Umpamanya, jual beli ta’athi (ngambil barang atau

2
Abu Ishaq al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, (Kairo: t, pn, tt.) Juz II, hal. 297.

4
benda, kemudian memberikan sejumlah uang atau alat tukar lainnya yang telah
diketahui),
C. Cabang-Cabang Kaidah
Adapun cabang-cabang kaidah yang diungkapkan oleh para ulama antara lain:
1. Kaidah:
‫َلينكرتغيير اَلحكام بتغيير اَلزمنة واَلمكنة‬
Artinya:
“Tidak diingkari perubahan hukum disebabkan perubahan zaman dan tempat.”

2. Kaidah:
‫المعروف عرفا كالمشروط شرطا‬
Artinya:
“Yang baik itu menjadi ‘urf, sebagaimana yang diisyaratkan itu menjadi syarat.”

3. Kaidah:
‫الثابت بامعروف كالثابت بالنص‬
Artinya:
“Yang ditetapkan melalui ‘urf sama dengan yang ditetapkan melalui nash.”

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kaidah adalah prinsip atau aturan yang digunakan untuk mengarahkan tindakan
atau pemikiran dalam suatu konteks tertentu. Kesimpulan kaidah dapat berbeda
tergantung pada kaidah yang spesifik dan konteksnya. Namun, secara umum, beberapa
kesimpulan umum yang dapat ditarik dari penerapan kaidah adalah sebagai berikut: 1)
Kaidah membantu mengatur dan memandu perilaku: Dengan mengikuti kaidah,
seseorang dapat memiliki panduan tentang apa yang benar atau salah, baik atau buruk,
dan bagaimana bertindak dalam situasi tertentu. 2) Kaidah membantu menjaga
konsistensi dan keadilan: Kaidah dapat memastikan bahwa tindakan yang diambil
konsisten dan adil. Mereka memberikan kerangka kerja yang konsisten untuk menilai
situasi dan membuat keputusan. 3)Kaidah mempromosikan efisiensi dan efektivitas:
Dengan mengikuti kaidah, seseorang dapat menghindari kesalahan atau kegagalan yang
mungkin terjadi. Mereka dapat membantu mempercepat proses pengambilan keputusan
dan tindakan yang tepat. Perlu diingat bahwa kesimpulan kaidah dapat berbeda-beda
tergantung pada kaidah dan konteks yang spesifik. Hal ini dapat bervariasi dalam
disiplin ilmu atau bidang tertentu, seperti hukum, etika, atau norma sosial.
B. Saran
Dari makalah ini, kami berharap para pembaca mampu memanfaatkannya
sebagai sumber belajar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Dan tak lupa saran
dalam bentuk apapun sangat kami hargai agar kedepannya penulisan makalah kami
menjadi lebih baik.

6
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Asymuni. (1976). Kaidah-Kaidah Fiqih (Qawa’id Fiqhiyah), Bandung: Bulan


Bintang

al-Syathibi, Abu Ishaq. al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.

al-Salam, Izzuddin Ibn Abd. (1997) Qawa`id al-Ahkam fi masalih al-Anam. Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyah.

Mudjib, Abdul. (2001). Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh (Qawa’id al-Fiqhiyah). Jakarta: Kalam
Mulia

Musbikin, Imam. (2001). Qawa’id al-Fiqhiyah. Jakarta: Radja Grafindo Persada

Usman, Muslih. (1997). Kaidah-Kaidah Ushuliah dan Fiqhiyah. Jakarta: Rajawali Press

Anda mungkin juga menyukai