DISUSUN OLEH :
i
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4
dalam masyarakat sehingga dapat dijadikandasar dalam menetapkan suatu
hukum sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat.
Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqih kita akan mengetahui segala
permasalahan fiqih, karena kaidah fiqih menjadi titik temu dari masalah-
masalah fiqih sehingga dapat dengan bijak dalam menerapkan hukum fiqih
dalam waktu, tepat, situasi dan kondisi yang seringkali berubah-ubah.
Dan dengan memahami kaidah fiqih, kita akan lebih bijak di dalam
menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, dan lebih khususnya
budaya (adat atau kebiasaan ) serta lebih mudah mencari solusi terhadap
masalah-masalah yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat.
Didasari itulah pemakalahmerasa tertarik untuk mengkaji salah satu kaidah
fiqih khususnya berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari atau yang
sering kita jumpai yaitu tentang adat (kebiasaan) dengan kaidah, al-adah
al-muhakkamah dengan arti adat atau kebiasaan itu bisa menjadi dasar
dalam menetapkan suatu hukum. Dalam makalah ini akan dikaji mengenai
pengertian al-aadah, dasar-dasar hukum, cabang kaidah al-‘adah
muhakamah
B. Rumusan Masalah
ْ
1. Bagaimana pengertian kaidah ?ال َعادَة ُ ُم َح َّك َمة
ْ
2. Bagaimana dasar hukum kaidah ?العَادَة ُ ُم َح َّك َمة
3. Bagaimana cabang-cabang kaidah ْالعَادَة ُ ُم َح َّك َمةbeserta contohnya?
C. Tujuan Penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
1
Dahlan, Tamrin, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Kulliyah al-Khamsah),(Malang: UIN
Maliki Press,2010). h. 203
2
Prof.H. A. Djazuli. KAIDAH KAIDAH FIKIH: kaidah-kaidah hukum islam dalam
menyelesaikan masalah yang praktis. (Jakarta: Prenada Media, 2007).cet. I, hlm.79.
6
substansinya sama, meskipun dengan ungkapan yang berbeda, misalnya
al-‘urf didefinisikan dengan:
َّ ار ٰذلِكَ ُم
ط ِردًا أ َ ْو َ صَ اس َوا ْعتَادَهُ فِى أ َ ْق َوا ِل ِه ْم َوأ َ ْفعَا ِل ِه ْم َحتَّى
ُ َّعلَ ْي ِه الن
َ ف ُ ْالعُ ْر
َ َف ه َُو َما تَع
َ ار
غَا ِلبًا
“Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan mengulang-ulangnya
dalam ucapannya dan perbuatannya sampai hal tersebut menjadi biasa dan
berlaku umum”
3
Abbas, Arfan, Kaidah-kaidah Fiqh Muamalah dan Aplikasinya dalam Ekonomi Islam
dan Perbankan Syariah,(Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Islam dan Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama RI,2012). h. 204.
7
B. Dasar Hukum Kaidah ا ْلعَا َدةُ ُم َح َّك َمة
8
yang engkau biasa menstruasi. Kemudian mandilah dan shaalatlah”.
(HR.Al-Bukhari dari ‘Aisyah)
Dari hadis diatas, jelas bahwa kebiasaan paawanita, baik itu
menstruasi, nifas, dan menghitung waktu hamil yang paling panjang
adalah jadi pegangan dalam penetapan hukum. Kata-kata qadra ayyam dan
seterusnya menunjukkan bahwa ukuran-ukuran terteentu bagi wanita
mengikuti yang biasa terjadi pada diri mereka.
9
agen majalah atau surat kabar tersebut.
العبرة للغالب الشائع َل للنادر
Artinya: “Adat yang diakui adalah yang umunya terjadi yang dikenal oleh
manusia bukan dengan yang jarang terjadi”
Ibnu Ruayidi menggunakan ungkapan lain yaitu:
الحكم بالمعتاد َل بالنادر
Artinya: “Hukum itu dengan yang biasa terjadi bukan dengan yang jarang
terjadi”
Contohnya para ulama berbeda pendapat tentang waktu hamil terpanjang,
tetapi bula menggunakan kaidah diatas, maka waktu hamil terpanjang
tidak akan melebihi satu tahun. Demikian pula menentukan menopause
dengan 55 tahun.
ً ف عُ ْر ًفا ك َْال َم ْش ُر ْوطِ ش َْر
طا ُ ْال َم ْع ُر ْو
Artinya: “Sesuatu yang telah dikenal karena’urf seperti yang diisyaratkan
dengan suatu syarat”
Maksudnya : adat kebiasaaan dalam bermuamalah mempunyai daya
ikat seperti suatu syarat yang di buat, meskipun tidak secara tegas
dinyatakan. Contohnya : apabila orang bergotong royong membangun
rumah yatim piatu, maka berdasarkan adat kebiasaan, orang-orang yang
bergotong royong itu tidak dibayar. Jadi tidak bisamenuntun bayaran. Lain
halnya apabila sudah dikenal sebagai tukang kayu atau tukang cat yang
biasa diupah, datang kesuatu rumah yang sedangdibangun. Lalu dia
bekerja disitu, maka dia harus dibayar upahnya seperti yang lainnya
meskipun dia tidak mensyaratkan apapun, sebab kebiasaan tukang kayu
atau tukang cat apabila dibayar, dia mendapatkan bayaran.
َّار ك َْال َم ْش ُر ْوطِ َب ْينَ ُه ْم ُ ْال َم ْع ُر ْو
ِ ف َبيْنَ التُّج
Artinya: “ Sesuatu yang telah dikenal di antara pedagang berlaku sebagai
syarat di antara mereka”
Sesungguhnya ini adalah dhabith karena berlaku hanya dibidang
muamalah saja, dan itu pun dikalangan pedagang.
Maksud kaidah ini yaitu sesuatu yang menjadi adat di antara
10
pedagang, seperti disyaratkan dalam transaksi. 4 Kaidah ini lebih
mengkhususkan adat atau ‘urf yang ada (terbiasa) diantara para pedagang
saja, dimasukan disini dikarenakan masih dalam kaitannya dengan kaidah
al-adah muhakkamah. Sehingga maksud kaidah ini adalah segala sesuatu
yang sudah umum (biasa) dikenal dikalangan para pedagang, maka posisi
(status hukum) sesuatu ini adalah sama dengan seperti sebuah ketetapan
syarat yang berlaku diantara mereka, walau sesuatu itu tidak disebutkan
dengan jelas dalam sebuah akad atau ucapan. Namun aplikasi kaidah ini
tidak hanya berlaku untuk transaksi antara sesama pedagang saja, akan
tetapi juga berlaku antara pedagang dan pembeli, selama terkait dalam
bidang perdagangan, sekalipun bukan jual beli. Adapun contoh aplikasi
kaidah ini yaitu, transaksi jual beli batu bata, bagi penjual untuk
menyediakan angkutan sampai kerumah pembeli. Biasanya harga batu bata
yang dibeli sudah termasuk biaya angkutan ke lokasi pembeli.
Contoh lainnya yaitu antara pedagang dan pembeli seperti biaya
pengiriman barang menurut kebiasaan perdagangan di Indonesia adalah
menjadi tanggung jawab pembeli, sehingga walaupun dalam akad
pembelian meubel misalnya, tidak disebutkan biaya (ongkos) pengiriman,
maka hukumnya tetap ada dan menjadi tanggungjawab penjual.
ِّ ِ َّالت َّ ْعيِيْنُ بِ ْالعُ ْرفِ كَالت َّ ْعيِي ِْن بِالن
ص
Artinya: “Ketentuan berdasarkan ‘urf seperti ketentuan berdasarkan nash”
Maksudnya kaidah ini adalah sesuatu ketentuan berdasarkan ‘urf
yang memenuhi syarat seperti telah dikemukakan pada bagian c. Adalah
mengikat dan sama kedudukannya seperti penetapan hukum berdasarkan
nash. Contohnya: apabila sseseorang menyewa rumah atau toko
tanpamenjelaskansiapa yangbertempat tinggal dirumah atau toko tersebut,
maka si penyewa bisa memanfaatkan rumah tersebut tanpa mengubah
bentuk atau kamar-kamar rumah kecuali dengan izizn orang yang
menyewakan.
4
Jaih, Mubarok, Kaidah Fiqh (Sejarah dan Kaidah-Kaidah Asasi),(Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002). h. 157.
11
ًعادَة ً ك َْال ُم ْمتَن َِع َح ِق ْيقَة
َ ْال ُم ْمتَنَ ُع
Artinya: “Sesuatu yang tidak berlaku berdasarkann adat kebiasaan seperti
yang tidak berlaku dalam kenyataan’
Maksudnya kaidah ini adalah apabila tidak mungkin terjadi
berdasarkan adat kebiasaan secara rasional, maka tidak mungkin terjadi
dalam kenyataannya. Contohnya: seseorang mengaku bahwa harta yang
ada pada orang lain itu miliknya. Tetapi dia tidak bisa menjekaskan dari
mana asal harta tersebut. Sama halnya seseperti seseorang mengaku anak
si A, tetapi ternyata umur dia lebih tua dari si A yang diakui sebagai
bapaknya.
ْال َحق ْيقَةُ تُتْ َركُ بِدَ ََللَ ِة ْالعَادَ ِة
Artinya: “Arti hakiki ( yang sebenarnya) ditinggalkan karena ada petunjuk
arti menurut adat”
Maksudnya: arti yang sesungguhnya ditinggalkan apabila ada arti lain
yang ditunjukkan oleh adat kebiasaan. Contohnya; yang disebut jual beli
adalah penyerahan uang danpenerimaan barang olehsipembeli serta
sekaligus penyerahan barang dan penerimaan uang oleh si penjual. Akan
tetapi, apabila sipembeli sudahmenyerahkan tanda jadi (uang muka),maka
berdasarkan adat kebiasaan, akad jual beli itu telah terjadi. Maka si
penjualtidak bisa lagi membatalkan jual belinnya meskipun harga barang
naik.
اإلذن العرفى كاإلذن اللفظى
Artinya: “Pemberian izin menurut adat kebiasaan adalah sama dengan
pemberian izin menurut ucapan” 5
5
Prof. H. A. Dzazuli, Kaidah-Kaidah Fikih (Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis),(Jakarta:Kencana,2007). h. 84-88.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
B. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15