Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AL-’AADAH MUHAKKAMAH
(Adat Kebiasaan Dapat dijadikan Hukum)

(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Qawaid dan Masail


Fiqhiyah)

DOSEN PENGAMPU
Hj. Masa’adah, M.Pd.I

Oleh:
Kelompok 6
1. Ika Diah Aprillia
2. Yanis Nur Naini

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH RADEN WIJAYA MOJOKERTO
2018

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan, adapaun
makalah ini membahas tentang “Al-’Aadah Muhakkamah (Adat Kebiasaan Dapat dijadikan
Hukum)” Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW. Dan tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada orang tua dan teman-
teman, khususnya kepada Dosen Pembimbing pada mata kuliah Qawaid dan Masail Fiqhiyah,
terima kasih kepada Ibu Hj.Masa’adah, M.Pd.I yang telah membimbing dalam pembuatan
makalah ini.
Kami menyadari, bahwa proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran
dan usulan guna penyempurnaan makalah ini di kemudian hari. Dan semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi pembaca.

Mojokerto, 24 Maret 2018

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................1

KATA PENGANTAR..........................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan..................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
A. pengertian dari Al-’Aadah Muhakkamah ......................................................5
B. Dasar hukum Al’Aadah Muhakkamah...........................................................7
C. Macam-macam kaidah cabang Al-’Aadah Muhakkamah...............................8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................................12
B. Saran ................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Qawaidul fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqih) adalah suatu hukum kully (menyeluruh) yang
mencakup intisari hukum-hukum fiqih. Qawa’id fiqhiyah mempunyai beberapa kaidah,
diantaranya adalah seperti pembahasan dalam makalah ini yaitu al-‘adah al-muhakkamah
(adat atau kebiasaan itu bisa menjadi dasar dalam menetapkan suatu hukum) yang diambil
dari kebiasaan-kebiasaan baik yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat sehingga
dapat dijadikan dasar dalam menetapkan suatu hukum sesuai dengan nilai-nilai yang
berkembang di dalam masyarakat. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqih kita akan
mengetahui segala permasalahan fiqih, karena kaidah fiqih menjadi titik temu dari masalah-
masalah fiqih sehingga dapat dengan bijak dalam menerapkan hukum fiqih dalam waktu,
tepat, situasi dan kondisi yang seringkali berubah-ubah.
Dan dengan memahami kaidah fiqih, kita akan lebih bijak di dalam menyikapi
masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, dan lebih khususnya budaya (adat atau kebiasaan )
serta lebih mudah mencari solusi terhadap masalah-masalah yang terus muncul dan
berkembang dalam masyarakat. Didasari itulah pemakalah merasa tertarik untuk mengkaji
salah satu kaidah fiqih khususnya berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari atau yang
sering kita jumpai yaitu tentang adat (kebiasaan) dengan kaidah, al-‘adah al-muhakkamah
dengan arti adat atau kebiasaan itu bisa menjadi dasar dalam menetapkan suatu hukum.
Dalam makalah ini akan dikaji mengenai pengertian al-‘aadah, dasar-dasar hukum, cabang
kaidah al-a’aadah muhkamah.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Al-’Aadah Muhakkamah ?

2. Apa dasar hukum Al-’Aadah Muhakkamah ?

3. Apa saja macam-macam kaidah cabang Al-’Aadah Muhakkamah ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Al-’Aadah Muhakkamah

2. Untuk mengetahui lamdasan dalil dan makna dalil Al-’Aadah Muhakkamah

3. Untuk mengetahui macam-macam kaidah cabang Al-’Aadah Muhakkamah

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-’Aadah Muhakkamah

‫امللمعاَمدةم مممحككممةة‬

“’Adah (adat) itu bisa dijadikan patokan hukum”


Yang dimaksud dengan kaidah ini bahwa di suatu keadaan, adat bisa dijadikan
pijakan untuk mencetuskan hukum ketika tidak ada dalil dari syari’. Namun, tidak semua
adat bisa dijadikan pijakan hukum. Dan pada dasarnya atau asal mula kaidah ini ada,
diambil dari realita sosial kemasyarakatan bahwa semua cara hidup dan kehidupan itu
dibentuk oleh nilai-nilai yang diyakini sebagai norma yang sudah berjalan sejak lama
sehingga mereka memiliki pola hidup dan kehidupan sendiri secara khusus berdasarkan
nilai-nilai yang sudah dihayati bersama. Jika ditemukan suatu masyarakat meninggalkan
suatu amaliyah yang selama ini sudah biasa dilakukan, maka mereka sudah dianggap
telah mengalami pergeseran nilai. Nilai-nilai seperti inilah yang dikenal dengan sebutan
‘adah (adat atau kebiasaan), budaya, tradisi dan sebagainya. Dan Islam dalam berbagai
ajaran yang didalamnya menganggap adat sebagai pendamping dan elemen yang bisa
diadopsi secara selektif dan proposional, sehingga bisa dijadikan sebagai salah satu alat
penunjang hukum-hukum syara’.1

Al-‘aadah muhakkamah secara bahasa, al-‘aadah diambil dari kata al-‘aud (‫ )العود‬atau
al-mu’awadah ( ‫ )المعععاَودة‬yang artinya berulang (‫)التععاَكرار‬. Ibnu nuzaim mendifinisikan
al-‘aadah dengan

‫عباَرة عماَ يستقق ر في ا لنفو س من ال مو ر المتكررة المقبولة عند الطباَع الساَليمة‬

“sesuatu ungkapan dari apa yang terpendam dalam diri, perkara yang berulang-ulang
yang biasa diterima oleh tabi’at (perangai) yang sehat.”

Menurut al-Jurjani:

1 Dahlan, Tamrin, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Kulliyah al-Khamsah),(Malang: UIN Maliki


Press,2010). h. 203

5
“Al-‘aadah ialah sesuatu(perbuatan/perkataan) yang terus menerus dilakukan oleh
manusia, karena dapat diterima oleh akal, dan manusia mengulang-ulanginya terus
menerus”.

Para ulama mengartikan al-‘aadah dalam pengertian yang sama dengan al-urf, karena
substansinya sama, meskipun dengan ungkapan yang berbeda, misalnya al-‘urf di
definisikan dengan:

َ‫العرف هو ماَ تعاَرف عليه الناَس واعتاَده فى اقوالهم وافعاَلهم حتى طاَر ذالك مطردا غاَلبا‬

‘urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan mengulang-ulangnya dalam
ucapannya dan perbuatannya sampai hal tersebut menjadi biasa dan berlaku umum.”

Menurut abdul wahab khalaf:

“al-‘urf ialah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan oleh
mereka, dari:perkataan,perbuatan atau sesuatu yang ditinggalkan.hal ini dinamakan pula
dengan al-‘aadah.dan dalam bahasa ahli syara’ tidak ada perbedaan antara al-‘urf dan
al-‘aadah.

Dari memperhatikan ta’rif-ta’rif diatas, dan juga ta’rif yang diberikan oleh ulama-
ulama, dapat di fahami bahwa al-‘urf dan al-‘aadah adalah semakna, yang merupakan
perbuatan atau perkataan. Keduanya harus betul-betul telah berulang-ulang di kerjakan
oleh manusia,sehingga melekat pada jiwa, dibenarkan oleh akal dan pertimbangan yang
sehat tabi’at yang sejahtera.

Hal yang demikian itu tentu merupakan hal yang bermanfaat dan tidak bertentangan
dengan syara’.

Akan tetapi tidaklah termasuk dalam pengertian al-‘aadah dengan al-‘urf hal-hal
yang membawa kerusakan, kedurhakaan dan tidak ada faedahnya sama sekali. Misalnya:
mu’amalah dengan riba, judi, saling menipu, dan sebagainya. Meskipun perbuatan-
perbuatan itu telah menjadi kebiasaan dan bahkan mungkin sudah tidak dirasa lagi
keburukannya.

Diantara perbuatan yang hukumnya oleh rosulullah SAW ditetapkan berdasarkan


adat ialah seperti yang diterangkan hadist:

6
‫ من سلف في شمر فليسلف في‬:‫قدالنبي صلى ا وسلم المدينة وهم يسلفون فىاَلسماَر السنة والسنتين فقاَل‬
‫كيل معلوم ووزن معلوم الى اجل معلوم ) اخرجه البجاَرى عن ابن عباَس‬

“ketika nabi SAW datang dimadinah,mereka (penduduk madinah) telah biasa memberi
uang panjar (uang muka) pada buah-buahan untuk waktu satu tahun atau dua tahun.
maka nabi bersabda:barang siapa yang memberi uang panjar pada buah-buahan, maka
berikanlah uang panjar itu pada takaran yang tertentu, timbangan yang tertentu dan
waktu yang tertentu.”

Demikianlah maka semua kebiasaan yang bermanfaat dan tidak bertentangan dengan
syara dalam muammalah seperti dalam jual beli, sewa menyewa, kerja samanya pemilik
sawah dengan penggarap dan sebagainya adalah merupakan dasar hukum, sehingga
seandainya terjadi perselisihan diantara mereka, maka penyelesaiannya harus
dikembalikan pada adat kebiasaan atau urf’ yang berlaku.

Hal itu perlu adanya pemahaman dan pelaksanaannya juga dikembalikan pada
kebiasaan yang berlaku dimana kesemuanya itu terjadi.2

B. Dasar Hukum Al-’Aadah Muhakkamah

Dasar hukum didalam Al-Qur’an yaitu:

‫ض معلن اللمجاَلهلليمن‬ ‫مولأمملر لباَللمعلر ل‬


‫ف موأملعلر ل‬
“Dan suruhlah orang-orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari
orang-orang bodoh”.(QS. Al-A’raf: 199).
Menurut Al-Suyuthi seperti dikutip Saikh yasin bin Isa al-Fadani kata al-‘urf pada
ayat diatas bisa diartikan sebagai kebiasaan atau adat. Ditegaskan juga, adat yang
dimaksud disini adalah adat yang tidak bertentangan dengan syariat. Namun pendapat ini
dianggap lemah oleh komunitas ulama lain. Sebab jika al-‘urf diartikan sebagai adat
istiadat, maka sangat tidak selaras dengan asbab al nuzul-nya, dimana ayat ini diturunkan
dalam konteks dakwah yang telah dilakukan Nabi SAW kepada orang-orang Arab yang
berkarakter keras dan kasar, juga kepada orang-orang yang masih lemah imannya.3

2 https://habyb-mudzakir-08.blogspot.com/2014/04/al-adatu-muhakkamah.html. diakses pada tanggal 12


maret 2019 jam 17.28 wib

3 Abdul Haq dkk, Formulasi Nalar Fiqh: Telaah Kaidah fiqih Konseptual, Surabaya; Khalista,2009. hal: 270

7
Dasar hukum didalam Hadits yaitu:

‫مماَ مرمءاهم لالمملسللمملومن محمسئناَ فمهممو لعلنمد ال محمسةن مومماَ مرمءاهم المملسللمملومن مسليئئاَ فمهممو لعلنمداال مسليةء‬
“Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam maka baik pula di sisi Allah, dan
apa saja yang dipandang buruk oleh orang Islam maka menurut Allah pun digolongkan
sebagai perkara yang buruk” (HR. Ahmad, Bazar, Thabrani dalam Kitab Al-Kabir dari
Ibnu Mas'ud)4
Setelah diadakan penelitian secara mendalam, diketahui bahwa hadis ini adalah
bukan Marfu’ akan tetapi perkataan Ibn Mas’ud Mawquf yang diriwayatkan oleh Ahmad
bin Hambal dalam kitab musnadnya.

Hadits yang dikutip oleh al-Shafi’I tentang unta milik sahabat Barra’ bin ‘Azib al-
Ansari RA. yang memasuki kebun milik orang lain dan merusak tanamannya, Nabi
menegakan:
‫ان علي اهل الحلوائط حفظها بالنهار و علي اهل المواشي حفظها بالليل‬
“Pemilik kebun harus nejaga kebunnya di siang hari dan pemilik ternak harus
menjaga ternaknya di malam hari” Penunjukan hadis diatas adalah jika ternak yang
merusak tanaman pada waktu malam, maka pemilik ternak wajib membayar ganti rugi,
karena kebiasaan arab ketika itu adalah semua ternak dimasukkan ke dalam kandangnya
pada malam hari, akan tetapi apabila ternak tersebut merusak tanaman pada siang hari,
maka pemilik ternak tidak mempunyai kewajiban membayar ganti rugi.

C. Macam-Macam Kaidah Cabang Al-’Aadah Muhakkamah

1.

‫س محكجةة يملج م‬
َ‫ب المعمممل بلمها‬ ‫اللستللعمماَمل الكناَ ل‬
“Apa yang biasa diperbuat orang banyak adalah hujjah (alasan/argument/dalil)
yang wajib diamalkan”
Maksud kaidah ini adalah apa yang sudah menjadi adat kebiasaan di masyarakat,
menjadi pegangan, dalam arti setiap anggota masyarakat menaatinya.

4 Dahlan, Tamrin, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Kulliyah al-Khamsah),(Malang: UIN Maliki


Press,2010). h. 209

8
Contoh: Apabila tidak ada perjanjian antara sopir truk dan kuli mengenai menaikkan
dan menurunkan batu bata, maka sopir diharuskan membayar ongkos sebesar kebiasaan
yang berlaku.
2.
‫ت ماو مغلمبم ل‬
‫ت‬ ‫طمرمد ل‬
‫ض م‬
‫النكمماَ تملعتمبممر المعاَمدةم المذا ا ل‬
“Adat yang dianggap (sebagai pertimbangan hukum) itu hanyalah adat yang terus-
menerus berlaku atau berlaku umum”

Dalam masyarakat suatu perbuatan atau perkataan yang dapat diterima sebagai adat
kebiasaan, apabila perbuatan atau perkataan tersebut sering berlakunya, atau dengan kata lain
sering berlakunya itu sebagai suatu syarat (salah satu syarat) bagi suatu adat untuk dapat
dijadikan sebagai dasar hukum.
Contoh: Apabila seorang yang berlangganan koran selalu diantar ke rumahnya, ketika
koran tersebut tidak di antar ke rumahnya, maka orang tersebut dapat menuntut kepada pihak
pengusaha koran tersebut.
3.

‫ب الكشاَ ئللع لم لللكناَلدلر‬


‫اللعلبمرةم لللمغاَلل ل‬
“Adat yang diakui adalah yang umumnya terjadi yang dikenal oleh manusia bukan
dengan yang jarang terjadi”
Ibnu Rusydi menggunakan ungkapan lain, yaitu:
‫المحلكمم لباَ لمملعمتاَ لدلم لباَ الكناَلدلر‬
“Hukum itu dengan yang biasa terjadi bukan dengan yang jarang terjadi”
Contoh: Menetapkan hukum mahar dalam perkawinan namun tidak ada kejelasan berapa
banyak ketentuan mahar, maka ketentuan mahar berdasarkan pada kebiasaan.

4.
‫ف معلرمفاَ مكاَللمملشمرلولط مشلر ئ‬
َ‫طا‬ ‫المملعمرلو م‬
“Sesuatu yang telah dikenal ‘urf seperti yang disyaratkan dengan suatu syarat”
Maksudnya adat kebiasaan dalam bermuamalah mempunyai daya ikat seperti suatu syarat
yang dibuat.
Contoh: Menjual buah di pohon tidak boleh karena tidak jelas jumlahnya, tetapi karena
sudah menjadi kebiasaan maka para ulama membolehkannya.

9
5.
‫ف بمليمن تمكجاَلر مكاَللمملشمرلولط بملينمهملم‬
‫اللمملعمرلو م‬
“Sesuatu yang telah dikenal di antara pedagang berlaku sebagai syarat di antara
mereka”
Maksudnya adalah sesuatu yang menjadi adat di antara pedagang, seperti yang telah
disyaratkan dalam transaksi.
Contoh: Transaksi jual beli batu bata, bagi penjual untuk menyediakan angkutan
sampai kerumah pembeli. Biasanya harga batu bata yang dibeli sudah termasuk biaya
angkutan ke lokasi pembeli.

6.

‫التكلعيلليمن باَ لللمعلر ل‬


َّ‫ف مكاَلتكلعيلليلن لباَلكنص‬
“Ketentuan berdasarkan ‘urf seperti ketentuan berdasarkan nash”

Penetapan suatu hukum tertentu yang didasarkan pada ‘urf dan telah memenuhi syarat-syarat
sebagai dasar hukum, maka kedudukannya sama dengan penetapan suatu hukum yang
didasarkan pada nash.
Contoh: Apabila orang memelihara sapi orang lain, maka upah memeliharanya adalah
anak dari sapi itu dengan perhitungan, anak pertama untuk yang memelihara dan anak yang
kedua utuk yang punya, begitulah selanjutnya secara beganti-ganti.

7.
‫المملمتمنممع معاَمدةئ مكاَللمملمتمنملع محقلليقمةئ‬
“Sesuatu yang tidak berlaku berdasarkan adat kebiasaan seperti yang tidak berlaku
dalam kenyataan”
Maksud kaidah ini adalah apabila tidak mungkin terjadi berdasarkan adat kebiasaan secara
rasional, maka tidak mungkin terjadi dalam kenyataannya.
Contoh: Seseorang mengaku bahwa tanah yang ada pada orang itu miliknya, tetapi dia
tidak bisa menjelaskan dari mana asal-usul tanah tersebut.

8.
‫المحقلليقمةم تملتمر م‬
‫ك بلمدلململة المعاَمدلة‬
“Arti hakiki (yang sebenarnya) ditinggalkan karena ada petunjuk arti menurut adat”

10
Contoh: Apabila seseorang membeli batu bata sudah menyerahkan uang muka, maka
berdasarkan adat kebiasaan akad jual beli telah terjadi, maka seorang penjual batu bata tidak
bisa membatalkan jual belinya meskipun harga batu bata naik.
9.

‫ف مكاَلللذلن اللملفلظى‬
‫الللذمن المعلر ل‬
“Pemberian izin menurut adat kebiasaan adalah sama dengan pemberian izin
menurut ucapan”

Contoh: Apabila tuan rumah menghidangkan makanan untuk tamu tetapi tuan rumah
tidak mempersilahkan, maka tamu boleh memakannya, sebab menurut kebiasaan bahwa
dengan menghidangkan berarti mempersilahkannya5

5 http://aviqjames.blogspot.com/2017/07/makalah-tentang-kaidah-usul.html. Diakses pada tanggal 24 Maret


2019 jam 21.29 wib

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-‘aadah muhakkamah secara bahasa, al-‘aadah diambil dari kata al-‘aud (‫ )العود‬atau
al-mu’awadah ( ‫ )المعاَودة‬yang artinya berulang (‫)التععاَكر ار‬. Menurut al-jurjani Al-‘aadah
ialah sesuatu(perbuatan/perkataan) yang terus menerus dilakukan oleh manusia, karena
dapat diterima oleh akal, dan manusia mengulang-ulanginya terus menerus”.

Al-’aadah muhakkamah mempunyai 9 kaidah yaitu:

‫س لحججةة يهبج ل‬
‫ب الهعهملل ببهها‬ ‫ستبععهمالل الجنا ب‬
‫اب ع‬
“Apa yang biasa diperbuat orang banyak adalah hujjah (alasan/argument/dalil)
yang wajib diamalkan”
‫ت ماو مغلمبم ل‬
‫ت‬ ‫طمرمد ل‬
‫ض م‬
‫النكمماَ تملعتمبممر المعاَمدةم المذا ا ل‬
“Adat yang dianggap (sebagai pertimbangan hukum) itu hanyalah adat yang terus-
menerus berlaku atau berlaku umum”

‫ب الكشاَ ئللع لم لللكناَلدلر‬


‫اللعلبمرةم لللمغاَلل ل‬
“Adat yang diakui adalah yang umumnya terjadi yang dikenal oleh manusia bukan
dengan yang jarang terjadi”
‫ف معلرمفاَ مكاَللمملشمرلولط مشلر ئ‬
َ‫طا‬ ‫المملعمرلو م‬
“Sesuatu yang telah dikenal ‘urf seperti yang disyaratkan dengan suatu syarat”

‫ف بمليمن تمكجاَلر مكاَللمملشمرلولط بملينمهملم‬


‫اللمملعمرلو م‬
“Sesuatu yang telah dikenal di antara pedagang berlaku sebagai syarat di antara
mereka”

‫التكلعيلليمن باَ لللمعلر ل‬


َّ‫ف مكاَلتكلعيلليلن لباَلكنص‬
“Ketentuan berdasarkan ‘urf seperti ketentuan berdasarkan nash”
‫المملمتمنممع معاَمدةئ مكاَللمملمتمنملع محقلليقمةئ‬
“Sesuatu yang tidak berlaku berdasarkan adat kebiasaan seperti yang tidak berlaku
dalam kenyataan”
‫المحقلليقمةم تملتمر م‬
‫ك بلمدلململة المعاَمدلة‬

12
“Arti hakiki (yang sebenarnya) ditinggalkan karena ada petunjuk arti menurut adat”

‫ف مكاَلللذلن اللملفلظى‬
‫الللذمن المعلر ل‬
“Pemberian izin menurut adat kebiasaan adalah sama dengan pemberian izin
menurut ucapan”

B. Saran

Penulis sadar bahwa makalah ini memang jauh dari kata sempurna dan
hakikatnya manusia merupakan tempat nya salah dan kesempurnaan semata hanya
milik Allah SWT saja. Oleh karena itu, penulis akan menerima dengan senang hati
segalam macam kritik maupun saran apapun yang membangun demi terbentuknya
makalah yang lebih baik di kesempatan berikutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Tamrin, Dahlan, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Kulliyah al-Khamsah), Malang: UIN Maliki
Press,2010

Haq, Abdul dkk, Formulasi Nalar Fiqh: Telaah Kaidah fiqih Konseptual, Surabaya; Khalista,
2009

https://habyb-mudzakir-08.blogspot.com/2014/04/al-adatu-muhakkamah.html. diakses pada


tanggal 12 maret 2019

http://aviqjames.blogspot.com/2017/07/makalah-tentang-kaidah-usul.html. Diakses pada


tanggal 24 Maret 2019

14

Anda mungkin juga menyukai