Anda di halaman 1dari 17

Makalah Kelompok 5

QAWA’ID AL-FIQHIYYAH YANG ASASI ( AL-


QAWA’ID AL-ASASIYYAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah : Qawaidul Fihiyyah

Dosen Pengampu : Lisnawati, S.H.,M.H.

Disusun oleh :

Khoirul Mansyah
2112130188
Rahmad Puji Nur P
2112130141

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

FAKULTAS SYARIAH JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

TAHUN 2024 M/1445 H


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami haturkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena


berkat rahmat taufik serta hidayahnya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “QAWA’ID AL-FIQHIYYAH YANG ASASI ( AL-QAWA’ID
AL-ASASIYYAH”. Sholawat serta salam juga tak lupa kita haturkan kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah menunjukan kepada kita
jalan yang lurus berupa ajaran Islam yang sempurna dan menjadi rahmat bagi
seluruh alam semesta.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Lisnawati, S.H.,M.H.
Selaku dosen pengampu mata kuliah Qawa’id Fiqhiyah yang telah memberikan
bimbingan dan kesempatan pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Tak lupa
kami mengucapkan terimakasih kepada rekan yang membantu dalam penyelesaian
makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna, masih banyak
terdapat kekurangan dalam penulisannya mengingatkan kemampuan penulis yang
sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini serta sebagai acuan dalam pembuatan
karya ilmiah selanjutnya supaya lebih baik lagi. Mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Palangka Raya, Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

BAB I..............................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2

D. Metode Penulisan............................................................................................2

BAB II....................................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Bagaimana Meraih Kemaslahatan Dan Menolak Kemafsadatan..........3

B. Apa Yang Di Maksud Al-Qawa’id Al-Khamsah (Lima Kaidah Kasasi................6

BAB III......................................................................................................................... 12

A. Kesimpulan.....................................................................................................1

ii
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................11

ii
i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Qawaidu fiqhiyah (kaidah-kaidah furu’iyah) dan Qawaidul


Ushuliyah (kaidah-kaidah asasiyah) adalah suatu kebutuhan bagi kita
semua khususnya mahasiswa. Banyak dari kita yang kurang mengerti
bahkan ada yang belum mengerti sama sekali apa itu Qawaidul fiqhiyah
dan kaidah ushuliyah. Melihat dari fungsinya kaidah ushuliyah dan kaidah
fiqhiyah digunakan sebagai sarana ushul dalam menggali hukum syar’i.
maka dari itu kedua ushul ini sangat penting untuk di pelajari. Maka dari
itu, kami selaku penulis mencoba untuk menerangkan tentang kaidah-
kaidah fiqh.
Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui benang
merah yang menguaai fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari
masalah-masalah fiqh, dan lebih arif di dalam menerapkan fiqh dalam
waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang
berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di dalam menyikapi masalah-
masalah sosial, ekonomi, politik, budaya dan lebih mudah mencari solusi
terhadap problem-problem yang muncul dan berkembang dalam
masyarakat.Kaidah fiqih yaitu kaidah-kaidah yang bersifat umum, yang
mengelompokkan masalah-masalah fiqih spesifik menjadi beberapa
kelompok, juga merupakan pedoman yang memudahkan penyimpulan
hukum bagi suatu masalah, yaitu dengancara menggolongkan masalah-
masalah yang serupa dibawah satu kaidah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Meraih Kemaslahatan dan Menolak Kemafsadatan ?


2. Apa Yang Di Maksud Al-Qawāʻid alKhamsah (Lima Kaidah Asasi)?

1
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Bagaimana Meraih Kemaslahatan dan


Menolak Kemafsadatan
2. Untuk mengetahui Al-Qawāʻid alKhamsah (Lima Kaidah Asasi)
D. Metode Penulisan

Data dan informasi yang digunakan yaitu data dari media


elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan untuk melakukan
pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh. Pengolahan
data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data,
kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif
berdasarkan data sekunder.
Metode penulisan yang kami gunakan dalam pembuatan makalah
ini juga berasal dari beberapa buku, artikel, jurnal, literatur, pencarian
perpustakaan, dan browsing internet guna menambah referensi dan
wawasan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan


Izzuddin bin Abdul as-Salam di dalam kitabnya Qawaidul al-Ahkam fi
mushalih al-Anam mengatakan bahwa seluruh syari’ah itu adalah
muslahat, baik dengan cara menolak mafsadat atau dengan meraih
maslahat. Kerja manusia itu ada yang membawa kepada
kemaslahatan, adapula ynag menyebabkan mafsadat. Seluruh maslahat
itu diperintahkan oleh syari’ah dan seluruh yang mafsadat dilarang
oleh syari’ah. Al-Qawaid al-Khamsah lima kaidah asasi Kelima
kaidah asasi tersebut sebagai berikut:
1. Kaidah asasi pertama “segala perkara tergantung kepada
niatnya” Niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun
makna perbuatan seseorang, apakah seseorang melakukan
perbuatan itu dengan niat ibadah kepada Allah dengan melakukan
perintah dan menjauhi laranganNya. Ataukah dia tidak niat karena
Allah, tetapi agar disanjung orang lain.
2. Kaidah asasi kedua “keyakinan tisak bisa dihilangkan dengan
adanya keraguan
3. Kaidah asasi ketiga “kesulitan mendatangkan kemudahan”
Makna dari kaidah diatas adalah bahwa hukum-hukum yang
dalam penerapannya menimbulkan kesulitan dan kesukaran bagi
mukallaf , maka syari’ah meringankannya, sehingga mukallaf
mampu melaksanakannya tanpa kesulitan dan kesukaran.
4. Kaidah asasi keempat “kemudhoratan harus dihilangkan”
Kaidah tersebut kembali kepada tujuan merealisasikan maqasid
al-Syari’ah dengan menolak yang mufsadat, dengan cara
menghilangkan kemudhoratan atau setidak-tidaknya
meringankannya.
3
5. Kaidah asasi kelima “adat kebiasaan dapat dijadikan
pertimbangan hukum” Adat yang dimaksudkan kaidah diatas
mencakup hal yang penting, yaitu : di dalam adapt ada unsure
berulang-ulang dilakukan, yang dikenal sebagai sesuatu yang
baik.
Kaidah-kaidah Fiqh yang umum Kaidah-kaidah Fiqh yang umum terdiri
dari 38 kaidah, namun disini kami hanya menjelaskan sebagiannya saja,
yaitu :
1.)“ijthat yang telah lalu tidak bisa dibatalkan oleh ijtihat yang
baru” Hail ini berdasarkan perkataan Umar bin Khattab itu adalah
yang kami putuskan pada masa lalu dan ini adalah yang kami
putuskan sekarang”
2. )“apa yang haram diambil haram pula diberikannya” Atas
dasar kaidah ini, maka haram memberikan uang hasil korupsi atau
hasil suap. Sebab, perbuatan demikian bisa diartikan tolong
menolong dalam dosa
3.)“Apa yang tidak bisa dilaksanakan seluruhnya, jangan
ditinggalkan seluruhnya”
4.) “Petunjuk sesuatu pada unsure-unsur yang tersembunyi
mempunyai kekuatan sebagai dalil” Maksud kaidah ini adalah ada
hal-hal yang sulit diketahui oleh umum, akan tetapi ada tanda-
tanda yang menunjukkan hal tadi.
Contoh dari kaidah ini, seperti : Barang yang dicuri ada pada si,
keadaan ini setidaknya bisa jadi petunjuk bahwa si B adalah pencurinya,
kecuali dia bisa membuktikan bahwa barang tersebut bukan hasil
curian.“Barang siapa yang mempercepat sesuatu sebelum waktunya,
maka menanggung akibat tidak mendapat sesuatu tersebut”
Contah dari kaidah ini : Kita mempercepat berbuka pada saat
kita puasa sebelum maghrib tiba.Kaidah-kaidah Fiqh yang khusus
Banyak kaidah fiqh yang ruang lingkup dan cakupannya lebih sempit dan
isi kandungan lebih sedikit. Kaidah yang semacam ini hanya berlaku
dalam cabang fioqh tertentu, yaitu :
4
Kaidah fiqh yang khusus di bidang ibadah mahdah “Setiap yang sah
digunakan untuk shalat sunnah secara mutlak sah pula digunakan shalat
fardhu” Kaidah fiqh yang khusuh di bidang al-Ahwal al-Syakhshiyah
Dalam hukum islam, hukum keluarga meliputi : pernikahan, waris,
wasiat, waqaf dzurri keluarga dan hibah di kalangan keluarga. Salah satu
dari kaidah ini, yaitu
“Hukum asal pada masalah seks adalah haram” Maksud kaidah
ini adalah dalam hubungan seks, pada asalnya haram sampai datang
sebab-sebab yang jelasdan tanpa meragukan lagi yang menghalalkannya,
yaitu dengan adanya akad pernikahan. Kaidah fiqh yang khusus di bidang
muamalah atau transaksi “Hukum asal dalam semua bentuk muamalah
adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Maksud dari kaidah ini adalah bahwa setiap muamalah dan transaksi,
pada dasarnya boleh, seperti : jual beli, sewa-menyewa, kerja sama.
Kecuali yang tegas-tegas diharamkan seperti yang mengakibatkan
kemudharatan, penipuan, judi dan riba.Kaidah fiqh yang khusus di
bidang jinayah Fiqh jinayah adalah hukum islam yang membahas tentang
aturan berbagai kejahatan dan sanksinya; membahas tentang pelaku
kejahatan dan perbuatannya. Salah satu kaidah khusus fiqh jinayah adalah
:
Tidak boleh seseorang mengambil harta orang lain tanpa
dibenarkan syari’ah” Pengambilan harta orang lain tanpa dibenarkan
oleh syari’ah adalah pencurian atau perampokan harta yang ada
sanksinya, tetapi jika dibenarkan oleh syari’ah maka diperbolehkan.
Misalnya :
petugas zakat dibolehkan mengambil harta zakat dari muzaki
yang sudah wajib mengeluarkan zakat. Kaidah fiqh yang khusus di
bidang siyasah “Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya
bergantung kepada kemaslahatan” Kaidah ini menegaskan bahwa seorang
pemimpin harus beorientasi kepada kemaslahatan rakyat, bukan
mengikuti keinginan hawa nafsunya atau keluarganya maupun
golongannya. Kaidah fiqh yang khusus fiqh qadha peradilan dan hukum
5
acara Lembaga peradilan saat ini berkembang dengan pesat, baik dalam
bidangnya, seperti mahkamah konstitusi maupun tingkatnya, yaitu dari
daerah sampai mahkamah agung. Dalam islam hal ini sah-sah saja,
diantara kaidah fiqh dalam bidang ini yaitu:“Prdamaian diantara kaum
muslimin adalah boleh kecuali perdamaian yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram” Perdamaian antara penggugat dan
tergugat adalah baik dan diperbolehkan, kecuali perdamaian yang berisi
menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal1
B. Al-Qawāʻid alKhamsah (Lima Kaidah Asasi)
Kaidah asasi atau yang dikenal dengan al-Qawa’id al-Kubra merupakan
penyederhanaan (penjelasan yang lebih detail) dari kaidah intitersebut.
Adapun kaidah asasi ini adalah kaidah fikih yang tingkat kesahihannya
diakui oleh seluruh aliran hukum islam. 2Kaidah tersebut adalah:
‫مقاِص دَها األُ ُم وُر ِب‬
“Segala perkara tergantung kepada niatnya”.

‫الَيِقُن اَل ُيَزاُل ِبالَّشِّك‬


“Keyakinan tidak hilang dengan keraguan”.

‫الَم َش َّقُة َتْج ِلُب الَّتيِس يَر‬


“Kesulitan mendatangkan kemudahan”.

‫الَّض َر اُر ُيَزاُل‬


“Kesulitan harus dihilangkan”.

‫الَع اَد ُة ُمَح َّك َم ٌة‬


“Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan dan menerapkan
1. Segala Perkara Tergantung Kepada Niatnya
kaidah ini merupakan kaidah asasi yang pertama. Dan kaidah ini
1
ext-id.123dok.com/document/4zpx07voq-kaidah-kaidah-fiqh-yang-asasi-1-meraih-kemaslahatan-dan-
menolak-kemafsadatan.html
2
Abdul Helim, Kaidah Prinsip dan kaidah Asasiyyah tentang al-Umuru bi
Maqashidiha,http://www.abdulhelim.com/2012/05/kaidah-prinsip-dan-kaidah
asasiyyah.html#ixzz30MflVBjQ (daikses pada tanggal 15 Mei 2014).
6
menjelaskan tentang niat. Niat di kalangan ulama-ulama Syafi’iyah
diartikan dengan, bermaksud untuk melakukan sesuatu yang disertai
dengan pelaksanaanya. Niat sangat penting dalam menentukan kualitas
ataupun makna perbuatan seseorang, apakah seseorang itu melakukan
suatu perbuatan dengan niat ibadah kepada Allah ataukah dia melakukan
perbuatan tersebut bukan dengan niat ibadah kepada Allah, tetapi
sematamata karena nafsu atau kebiasaan 3.Misalnya seperti, niat untuk
menikah, apabila menikah itu dilakukan karena menghindari dari
perbuatan zina maka hal itu halal untuk dilakukan, tetapi jika hal itu
dilakukan hanya sematamata untuk menyiksa dan menyakiti istrinya,
maka hal itu haram untuk dilakukan. Adapun dasar-dasar pengambilan
kaidah asasiyyah yang pertama mengenai niat, diantaranya sebagai
berikut:4
‫ُّد ْنَيا ُنْؤ ِت ٖه ِم ْنَه ۚا َو َم ْن ُّي ِرْد‬v ‫َو َم ا َك اَن ِلَنْفٍس َاْن َتُم ْو َت ِااَّل ِبِاْذ ِن ِهّٰللا ِكٰت ًبا ُّم َؤ َّج اًل ۗ َو َم ْن ُّي ِرْد َث َو اَب ال‬
‫َثَو اَب اٰاْل ِخ َرِة ُنْؤ ِتٖه ِم ْنَهاۗ َو َس َنْج ِز ى الّٰش ِك ِرْيَن‬
Artinya: “Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami
berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki
pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu”.
(QS. Al-Imran: 145)

‫ِإَّنَم ااَألعَم ا ُل بالنياِت َو ِاَّنَم ا لكلمِر‬


Artinya: “Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat, dan
sesungguhnya bagi seseorang itu hanyalah apa yang ia niati.”
(HR. Bukhari dari Umar bin Khattab)
“Niat orang mukmin itu lebih baik daripada perbuatannya (yang kosong
dari niat)”. (HR. Thabrani dari Shalan Ibnu Said)
2. Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan Karena Adanya Keraguan
Kaidah fikih yang kedua adalah kaidah tentang keyakinan dan keraguan
Mengenai keragu-raguan ini, menurut asy-Syaikh al-Imam Abu
3
Djazuli, Kaidah-kaidah Fiqih: Kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan
masalah yang praktis, (Jakarta: Kencana, 2007), 34
4
Imam Musbikin, Qawaid al-Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada,
2001) 39.

7
Hamidal-Asfirayniy, itu ada tiga macam, yaitu:
1. Keragu-raguan yang berasal dari haram.
2. Keragu-raguan yang berasal dari mubah.
3. Keragu-raguan yang tidak diketahui pangkal asalnya atau syubhat.
Dari uraian diatas maka dapat diperoleh pengertian secara jelas bahwa
sesuatu yang bersifat tetap dan pasti tidak dapat dihapus kedudukannya
oleh keraguan. Sebagai penjelasan lebih lanjut ‫ل‬v‫(الذمة براءة األص‬hukum
asal sesuatu itu adalah terbebas seseorang dari beban tanggung jawab)
sehingga al-yaqin bukan termasuk sesuatu yang terbebankan. Adapun
dasar-dasar pengambilan kaidah asasiyyah yang kedua ini mengenai
keyakinan dean keraguan, antara lain sebagai berikut:
Sebagaimana yang dikutip oleh Muchlis Usman, bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللَا – صلى هللا عليه وسلم – – ِإَذ ا َو َج َد‬: ‫َو َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة – رضي هللا عنه – َقاَل‬
‫ َأْم اَل ? َفاَل َيْخ ُر َج َّن ِم ْن َاْلَم ْس ِج ِد َح َّتى َيْس َم َع‬, ‫ َأَخ َر َج ِم ْنُه َش ْي ٌء‬:‫ َفَأْش َك َل َع َلْيِه‬,‫َأَح ُد ُك ْم ِفي َبْطِنِه َشْيًئا‬
‫ َأْو َيِج َد ِريًحا – َأْخ َر َج ُه ُم ْس ِلم‬,‫َص ْو ًتا‬
Artinya: “ Dari Abu Hurairah berkata : Rosululloh bersabda :
“Apabila salahseorang diantara kalian merasakan sesuatu dalam
perutnya, lalu diakesulitan menetukan apakah sudah keluar sesuatu
(kentut) ataukah belum,maka jangan membatalkan sholatnya sampai
dia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Muslim).
3. Kesulitan Mendatangkan Kemudahan
Kaidah Al-Masyaqqah Tajlib tl-Taisir/‫ التيسير تجلب المشقه‬ialah kaidah yang
bermakna kesulitan menyebabkan adanya kemudahan atau kesulitan
mendatangkan kemudahan bagi mukallaf (subjek hukum), maka
syari’ahmeringankannya sehingga mukallaf dalam situasi dan kondisi
tertentumampu menerapkan dan melaksakan hukum tanpa ada kesulitan
dankesukaran. Kaidah Al-Masyaqqah Tajlib tl-Taisir/ ‫التيسير تجلب المشقه‬
menunjukkan fleksibilitas hukum Islam yang bisa diterapkan secara
tepatpada setiap keadaan yang sulit atau sukar tetapi ada kemudahan di
alamnya yang mampu menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi
oleh mukallaf dengan menggunakan salah satu kaidah asasiyyah tersebut
8
berdasarkan sub atau pada bab-bab tertentu yang kondisional dan
situasional pada prosedur yang tepat berdasarkan kaidah fiqih. QS. An-
Nahl ayat 7:
‫َو َتْح ِم ُل َاْثَقاَلُك ْم ِاٰل ى َبَلٍد َّلْم َتُك ْو ُنْو ا ٰب ِلِغ ْيِه ِااَّل ِبِش ِّق اَاْلْنُفِۗس ِاَّن َر َّبُك ْم َلَر ُءْو ٌف َّر ِح ْيٌۙم‬
“Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang akmu tidak
sampai ke tempat tersebut kecuali dengan kelelahan diri
(kesukaran)”Yang dimaksud ialah kelonggaran atau keringanan hukum
yang disebabkan oleh adanya kesukaran sebagai pengecualian dari
pada kaidah hukum.
Dan yang dimaksud kesukaran ialah yang di dalamnya
mengandung unsur-unsur terpaksa dan kepentingan, sehingga tidak
termasuk didalamnya pengertian kemaslahatan yang bersifat
kesempurnaan komplementer.Sedangkan al-taisir secara etimologis
berarti kemudahan, seperti di dalam hadits nabi diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim disebutkan5:
‫إن الد ين يسر‬
“Agama itu mudah, tidak memberatkan” (yusrun lawan dari kata
‘usyrun)
4. Kesulitan Harus Dihilangkan
Kaidah ini menjelaskan bahwa: Pertama, bahaya itu harus dihilangkan
yang didasarkan pada hadist nabi. Kedua,bahwa keadaan dharurat dapat
memperbolehkan hal yang dilarang. Ketiga,kebolehan ( dalam
melakukan hal yang dilarang ) itu sekedarnya saja. Keempat, bahaya
tidak boleh dihilangkan dengan bahaya serupa. Kelima,bahaya khusus
ditanggung untuk mencegah bahaya umum. Dharurat bermakna sesuatu
( bahaya ) yang menimpa manusia jika ditinggalkan sekiranya tak ada
sesuatu lain yang dapat menempati posisinya. Sebagian ulama
berargumen bahwa hal yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa atau
hilangnya anggota tubuh. Sedangkan kebutuhan ialah sesuatu ( bahaya )
yang menimpa manusia jika ditinggalkan namun posisinya masih dapat
5
bdul Helim, Kaidah Asasiyah tentang al-Masyaqqah Tajlib at Taisir,
http://www.abdulhelim.com/2012/05/kaidah-asasiyah-tentang-al masyaqqah.html, ( diakses
pada tanggal 20 Mei 2014)
9
diselesaikan dengan hal lain. Namun yang perlu diperhatikan adalah
syarat - syarat untuk memenuhi kaidah ini karena banyak orang yang
mengambil dispensasi dari kaidah ini tanpa memperhatikan syaratnya.
Diantaranya : Pertama, dharurat dapat dihilangkan dengan melakukan
yang dilarang. Kedua, tidak menemukan solusi lain. Ketiga, yang
dilarang lebih kecil ( resikonya dari pada dharurat.6 Kaidah untuk
memperbolehkan sesuatu yang dilarang syariat ini tidak bersifat mutlak,
di sisi lain mempunyai batas-batas tertentu. Dan disisi lain masih
memiliki ketergantungan pada kaidah lain. Maka perlu untuk
menyinergikan antara kaidah satu dengan yang lain.
‫ِاَّنَم ا َح َّر َم َع َلْيُك ُم اْلَم ْيَتَة َو الَّد َم َو َلْح َم اْلِخ ْنِزْيِر َو َم ٓا ُاِهَّل ِبٖه ِلَغْيِر ِهّٰللاۚ َفَمِن اْض ُطَّر َغْي َر َب اٍغ َّو اَل َع اٍد‬
‫َفٓاَل ِاْثَم َع َلْيِهۗ ِاَّن َهّٰللا َغ ُفْو ٌر َّر ِح ْيٌم‬
Artinya:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah.tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa
(memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
5. Adat Dapat Dijadikan Pertimbangan Dalam Menetapkan Dan
Menerapkan Hukum Kaidah fikih asasi kelima adalah tentang adat atau
kebiasaan, dalam bahasa Arab terdapat dua istilah yang berkenaan
dengan kebiasaan yaitu al-adat dan al-‘urf. Adat adalah suatu perbuatan
atau perkataan yang terus menerus dilakukan oleh manusia lantaran
dapat diterima akal dan secara kontinyu manusia mau mengulanginya.
Sedangkan ‘Urf ialah sesuatu perbuatan atau perkataan dimana jiwa
merasakan suatu ketenangan dalam mengerjakannya karena sudah
sejalan dengan logika dan dapat diterima oleh watak kemanusiaannya7.
Menurut A. Djazuli mendefinisikan, bahwa al-‘adah atau al-‘urf8adalah

6
Al-Zarqa, Syarh Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, Maktabah Al-Syamilah, hlm. 48.
7
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh: Sejarah dan Kaidah-kaidah Asasi, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 153
8

10
“Apa yang dianggap baik dan benar oleh manusia secara umum
(al-‘adah al-‘aammah) yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga
menjadi kebiasaan”. ‘Urf ada dua macam, yaitu ‘urf yang shahih dan
‘urf yang fasid.‘Urf yang shahih ialah apa-apa yang telah menjadi
kebiasaan manusia dan tidak menyalahi dalil syara’, tidak menghalalkan
yang haram dam tidak membatalkan yang wajib. Sedangkan ‘urf yang
fasid ialah apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan manusia, tetapi
menyalahi syara’,
menghalalkan yang haram atau membatalkan yang wajib. Suatu adat
atau ‘urf dapat diterima jika memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Tidak bertentangan dengan syari'at.
2. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak menghilangkan
kemashlahatan.
3. Telah berlaku pada umumnya orang muslim.
4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdlah.
5. Urf tersebut sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan hukumnya.
6. Tidak bertentangan dengan yang diungkapkan dengan jelas.
Dasar Hukum Kaidah
‫ُخ ِذ اْلَع ْفَو َو ْأُم ْر ِباْلُعْر ِف َو َاْع ِر ْض َع ِن اْلٰج ِهِلْيَن‬.
Dan suruhlah orang-orang mengerjakan yang makruf serta
berpalinglah dariorang-orang bodoh (QS. Al-A’raf: 199).
‫َو َعاِش ُروُهَّن ِبٱْلَم ْعُروِف‬
Dan pergaulilah mereka secara patut (QS. An-Nisa: 19).
Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam maka baik
pula di sisiAllah, dan apa saja yang dipandang buruk oleh orang Islam
maka menurutAllah pun digolongkan sebagai perkara yang buruk" (HR.
Ahmad, Bazar,Thabrani dalam Kitab Al-Kabiir dari Ibnu Mas'ud.

11
BAB III

A. Kesimpulan

Izzuddin bin Abdul as-Salam di dalam kitabnya Qawaidul al-Ahkam fi


mushalih al-Anam mengatakan bahwa seluruh syari’ah itu adalah muslahat,
baik dengan cara menolak mafsadat atau dengan meraih maslahat. Kerja
manusia itu ada yang membawa kepada kemaslahatan, adapula ynag
menyebabkan mafsadat. Seluruh maslahat itu diperintahkan oleh syari’ah dan
seluruh yang mafsadat dilarang oleh syari’ah. Kaidah asasi atau yang dikenal
dengan al-Qawa’id al-Kubra merupakan penyederhanaan (penjelasan yang
lebih detail) dari kaidah inti
tersebut. Adapun kaidah asasi ini adalah kaidah fikih yang tingkat kesahihannya
diakui oleh seluruh aliran hukum islam. Kaidah tersebut adalah:
‫مقاِص دَها األُ ُم وُر ِب‬
“Segala perkara tergantung kepada niatnya”.

‫الَيِقُن اَل ُيَزاُل ِبالَّشِّك‬


“Keyakinan tidak hilang dengan keraguan”.

‫الَم َش َّقُة َتْج ِلُب الَّتيِس يَر‬


“Kesulitan mendatangkan kemudahan”.

‫الَّض َر اُر ُيَزاُل‬


“Kesulitan harus dihilangkan”.

‫الَع اَد ُة ُمَح َّك َم ٌة‬


“Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan dan menerapkan

B. Saran

Demikianlah tugas penyusunan makalah ini penulis persembahkan.


Harapan penulis dengan adanya makalah ini semoga dapat memberikan
manfaat kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran
maupun komentar dari para pembaca agar penulis dapat mengoreksi diri dan
semoga kedepannya dapat menciptakan makalah yang lebih baik lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA

ext-id.123dok.com/document/4zpx07voq-kaidah-kaidah-fiqh-yang-asasi-1-meraih-
kemaslahatan-dan-menolak-kemafsadatan.html
Abdul Helim, Kaidah Prinsip dan kaidah Asasiyyah tentang al-Umuru bi
Maqashidiha,
http://www.abdulhelim.com2012/05/
kaidah-prinsip-dan-kaidahasasiyyah.html#ixzz30MflVBjQ (daikses pada tanggal 15 Mei
2014).
Djazuli, Kaidah-kaidah Fiqih: Kaidah-kaidah hukum Islam dalam menyelesaikan masalah
yang praktis,
(Jakarta: Kencana, 2007), 34
Imam Musbikin, Qawaid al-Fiqhiyah, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada,
2001) 39
abdul Helim, Kaidah Asasiyah tentang al-Masyaqqah Tajlib at Taisir,
http://www.abdulhelim.com/2012/05/
kaidah-asasiyah-tentang-al masyaqqah.html, ( diaksespada tanggal 20 Mei 2014Al-Zarqa,
Syarh Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, Maktabah Al-Syamilah, hlm. 48.

13

Anda mungkin juga menyukai