GURU PEMBIMBING:
Safri S.Pd.I
DI SUSUN OLEH:
M.Adzin Hilmi
Nurhaizi Izati
Jumila
Juliasri Nurlaili
Teddy Setiawan
Zahrotul Ahya
Muhammad Nazarudin
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Ijtihad sebagai
metode kajian hukum Islam”, yang penulis sajikan berdasarkan dari berbagai sumber
buku maupun internet. Makalah ini di susun oleh penulis dengan berbagai rintangan.
Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan
Makalah ini mengenai ijtihad, jenis-jenis ijtihad, objek ijtihad dan hikmah
mempelajari ijtihad sebagai kajian hukum Islam. Karena ijtihad merupakan sumber
hukum Islam. Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan
tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Walaupun makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Penulis membutuhkan kritik dan
saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.
Selatpanjang, 25 juli
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata pengantar...................................................................................................
ii
Daftar isi............................................................................................................
iii
BAB I
Pendahuluan......................................................................................................
1
a. Latar Belakang.............................................................................................
1
b. Rumusan Masalah........................................................................................
2
c. Tujuan...........................................................................................................
2
d. Manfaat.........................................................................................................
2
BAB II
Pembahasan.......................................................................................................
3
a. Pengertian Ijtihad.........................................................................................
3
b. Jenis-jenis ijtihad..........................................................................................
10
c. Objek ijtihad.................................................................................................
18
d. Hikmah mempelajari ijtihad sebagai metode kajian hukum Islam..............
19..................................................................................................................
BAB III
iii
Penutup..............................................................................................................
20
a. Kesimpulan...................................................................................................
20
b. Saran.............................................................................................................
21
Daftar Pustaka...................................................................................................
22
iv
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat
tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji
apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya
dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan
tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan
dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut
merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam
Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan
ketetapan.
1
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu untuk memberikan pengetahuan
kepada pembaca tentang:
Pengertian dari ijtihad
Jenis-jenis ijtihad
Objek yang ditujukan oleh ijtihad, serta
Hikmah mempelajari ijtihad sebagai metode kajian hukum islam
d. Manfaat
Makalah ini di buat agar pembaca mengenal dan bisa menambah
wawasan tentang ijtihad sebagai metode kajian hukum Islam. Manfaat
yang akan kita dapat setelah membaca makalah ini, yaitu; dapat
mengetahui pengertian ijtihad, jenis-jenis ijtihad, objek ijtihad, dan
hikmah mempelajari ijtihad sebagai metode kajian hukum Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad, secara bahasa berasal dari kata al-jahd dan al-juhd yang
berarti kemampuan, potensi, dan kapasitas. Ijtihad menurut bahasa
artinya mengeluarkan segala upaya dan memeras segala kemampuan
untuk sampai pada satu hal dari berbagai hal yang masing-masing
mengandung konsekuensi kesulitan dan keberatan.Definisi ijtihad
secara terminologis (istilah) yaitu: upaya keras seorang ahli fiqih
untuk sampai pada hipotesa terhadap hukum syariah.
Arti ijtihad menurut istilah yang berlaku di kalangan ahli fiqh adalah:
“mempergunakan segala kesanggupan dengan sungguh-sungguh
untuk memperoleh hukum syara’ dari kitab Allah (al-qur’an) dan
sunnah rasul serta kaidah-kaidah syara’ yang umum”. Rasulullah saw
pernah bersabda kepada Abdullah Bin Mas’ud sebagai berikut :
“berhukumlah engkau dengan al-qur’an dan as-Sunnah, apabila suatu
persoalan itu engkau temukan pada dua sumber tersebut. Tetapi
apabila engkau tidak menemukannya pada dua sumber itu, maka
ijtihad lah”.
4
kaidah itu dapat diubahnya sendiri manakala dipandang perlu.
Mujtahid dari tingkatan ini contohnya seperti Imam Hanafi,
Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad yang terkenal dengan
sebutan Mazhab Empat.
5
dengan kemaslahatan sesuai dengan tuntunan zaman. Dalam
mazhab Syafi'i, hal itu bisa kita lihat pada Imam Nawawi dan
Imam Rafi'i. Sebagian ulama mengatakan bahwa antara kelompok
ketiga dan keempat ini sedikit sekali perbedaannya; sehingga
sangat sulit untuk dibedakan. Oleh karena itu mereka
menjadikannya satu tingkatan.
6
kesulitan dan juga bisa membawa pada pemahaman global terhadap
nash yang bersifat lahir sehingga sering menimbulkan perselisihan.
2. Mengetahui as-sunnah
Syarat mujtahid selanjutnya adalah ia harus mengetahui as-Sunnah.
Yang dimaksudkan as-Sunnah adalah ucapan, perbuatan atau
ketentuan yang diriwayatkan dari Nabi SAW.
7
- Mengetahui asbab al-wurud hadis
8
dalam tiga tingkatan maslahat, yakni dlaruriyyat (apabila dilanggar
akan mengancam jiwa, agama, harta, akal, dan keturunan), hajiyyat
(kelapangan hidup, missal memberi rukshah dalam kesulitan), dan
tahsiniat (pelengkap yang terdiri dari kebiasaan dan akhlak yang baik).
# Ijma'
# Qiyas
# Istihsan
# Mashlahah Murshalah
# Sududz Zharia
# Istishab
# Urf
a. Ijma'
Ijma' artinya kesepakatan. Ijmā adalah kesepakatan para ulama
mujtahid dalam memutuskan suatu perkara atau hukum. Ijmā
dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan
secara khusus dalam kitab Al-Qur’an dan sunah.
Menurut istilah ahli ushul fiqh, yang dimaksud dengan ijma’ adalah
kesepakatan para mujtahid (orang yang berijtihad) dari kaum
muslimin dalam suatu masa sepeninggal Rasulullah SAW. Terhadap
suatu hukum syar’i mengenai suatu peristiwa.
Sebagai realisasi definisi tersebut ialah apabilah terjadi suatu peristiwa
yang memerlukan adanya ketentuan hukum, kemudian setelah
peristiwa itu dikemukakan kepada para mujtahid, mereka lalu
mengambil kesepakatan itu sendiri mengingatkan akan adanya
beberapa orang untuk bermusyawarah. Pada hakikatnya mereka tidak
perlu bermusyawarah, cukuplah kiranya apabila mereka menanyakan
saja kepada Rasulullah SAW.
9
Kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum dalam
agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang
terjadi masyarakat. Sebuah keputusan bersama yang
dilakukan oleh para ulama yang kemudian harus melalui proses
perundingan, baru kemudian disepakati. Hasil dari Ijma'adalah Fatwa.
Fatwa adalah keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang
berwenang untuk diikuti seluruh umat.
1) Rukun Ijma’
Adanya beberapa pendapat yang yang menjadi suatu masa
tertentu
Adanya kesepakatan pendapat semua mujtahid dari kaum
muslimin atas suatu hukum syara’ mengenai suatu perkara
hukum pada waktu terjadinya tampa memandang tempat,
kebangsaan dan kelompok mereka
Kesepakatan pendapat itu nyata, baik berupa perkataan atau
perbuatan
Kesepatan dari seluruh mujtahid itu benar-benar teralisir, apabila
hanya sebagian saja dari mereka maka tidak terjadi ijma’.
Menurut Abdul Wahab Khalaf ijma ’ tidak mungkin terjadi
apabila diserahkan hanya kepada seseorang, dan munkin terjadi
apabila diserahkan kepada pemerintah islam, masing-masing
ditanya pendapatnya, dan mujtahid mengukapkan pendapatnya
dan kebetulan pendapatnya mereka sama, maka pendapat itu
menjadi ijma’ dan hukum di ijma’kan itu menjadi hukum syara’
yang wajib di ikuti oleh kaum muslimin.
2) Macam-macam ijma’
Al-Ijma’ As Sarih adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu
masa atas hukum suatu peristiwa dengan menampilkan
pendapatnya masing secar jelas, baik dengan perkatan ataupun
dengan tulisan atau dengan perbuatan.
Al-Ijma’ As Sukuty adalah jika sebagian mujtahid itu berdiam
diri tidak berterus terang mengeluarkan pendapatnya dan
10
diamnya itu bukan karena takut, segan atau karena malu, akan
tetapi diamnya itu karena karena betul-betul tidak menangapi
atas pendapat yang lain, baik menyetujuai atau menolaknya
3) Contoh Ijma’:
11
Beberapa definisi Qiyas :
1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada
cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya,
melalui suatu persamaan di antaranya.
3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di
dalam Al-Qur'an atau Hadis dengan kasus baru yang memiliki
persamaan sebab (iladh).
Contoh Qiyas :
Setiap minuman yang memabukan contohnya mensen, sabu-
sabu dan lain-lain disamakan dengan khamar, ilatnya sama-
sama memabukan.
Harta anak wajib dikeluarkan zakat disamakan dengan harta
dewasa. Menurut syafei karena sama-sama dapat tumbuh dan
berkembang, dan dapat menolong fakir miskin.
Mengatakan telmi kepada ortu disamakan dengan membentak
dan ah, karena ilatnya sama-sama menyakiti dengan ucapan.
B. Istihsan
Yang di maksud dengan ihtisan adalah menetapkan hukum
terhadap suatu persoalan ijtihad atas dasar prinsip-prinsip umum
ajaran Islam, di sebabkan karena ada dalil yang menurut logika
membenarkannya.
Sebagai misal, apabila seorang yang berwakaf telah mewakafkan
sebidang tanah pertaniannya, maka menurut ihtisan, hak-hak yang
bersangkutan dengan tanah itu, seperti halnya hak mengairi, hak
membuat saluran air dan lorong di atas tanah tersebut sudah tercakup
dalam pengertian wakaf secara langsung, biarpun hak-hak itu tidak di
sebutkan dengan terperinci pada saat wakaf di ucapkan. Sedang
menurut qiyas hak hak itu tidak secara langsung dapat masuk
kedalamnya, kecuali kalau hak hak itu dapat tercakup di dalamnya
atas ketetapan nash, sebagaimana halnya dalam perikatan jual beli.
12
Istihsan adalah beralihnya seseorang dari memberi hukum suatu
masalah dengan yang serupa karena adanya kesamaan – kesamaan
kepada hal yang berbeda karena pertimbangan yang lebih kuat yang
mengaharuskan beralih dari yang pertama.
Pada awalnya Imam Hanafi tidak pernah menjelaskan pengertian
Istihsan itu sendiri, namun beliau hanya mengatakan “astahsin” yang
artinya saya beranggapan baik yang kemudian para muridnya
berusaha mendefinisikan Istihsan yang banyak dilakukan oleh Imam
mereka. Menurut madzhab hanafy Istihsan mempunyai dua arti yatiu,
(1). Mengambil Qiyas yang samar ‘illatnya dan meninggalkan qiyas
yang jelas ‘illatnya. (2). Mengecualikan masalah yang bersifat parsial
(Juz’i) dari kaidah umum, karena terdapat dalil yang menuntut
demikian.
Sekedar tambahan, perbedaan antara Imam Hanafi yang mengambil
istihsan sebagai sumber hukum dan Imam Syafi’i yang menolak
Istihsan sebagai sumber hukum tidaklah sepenuhnya benar, sebetulnya
secara teori Imam Syafi’i memang menolak istihsan, namun tidak
dalam prakteknya. Ini merupakan respon terhadap kondisi dari
banyaknya orang yang beristinbath pada masa itu dengan dalil yang
tidak jelas dengan mengambinghitamkan Istihsan sebagai dasarnya.
13
Contoh Istihsan :
D. Maslahah murshalah
14
dengan ketentuan mereka di kenakan kewajiban membayar pajak atau
kewajiban-kewajiban lainnya.
Usaha-usaha dan tindakan tersebut dilakukan oleh para sahabat adalah
karena memperhatikan kemuslahatan yang menghendaki di adakannya
usaha-usaha dan tindakan-tindakan itu.
E. Sududz Dzariah
4) Contoh Al-Dzari’ah:
a. Permainan judi
b. Minum minuman keras
15
c. Melihat aurat orang lain
d. Anggur dibuat minuman khamar
F. Istishab
G. Urf
16
Apa-apa yang telah di biasakan oleh masyarakat dan di jalankan
terus menerus baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagai
misal, jual beli di mana si pembeli menyerahkan uang sebagai
pembayaran atas barang yang telah di ambilnya, tanpa mengadakan
ijab Kabul, karena harga barang tersebut telah di maklumi bersama.
‘Urf dapat di bedakan menjadi dua macam, yaitu : ‘urf shahih (benar)
dan ‘urf fasid (rusak).
Yang di maksud dengan ‘urf fasid adalah adat kebiasaan yang
dilakukan oleh orang2, berlawanan dengan ketentuan syara’ karena
membawa ke arah menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal.
Urf adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat
dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak
bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan
Hadis.
17
H. Objek Ijtihad
Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada
pada zaman Rasulullah SAW. Hingga dalam perkembangannya,
ijtihad dilakukan oleh para sahabat, tabi’in serta masa-masa
selanjutnya hingga sekarang ini. Meskipun pada periode tertentu apa
yang kita kenal dengan masa taqlid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi
pada masa periode tertentu pula (kebangkitan atau pembaharuan),
ijtihad mulai dibuka kembali. Karena tidak bisa dipungkiri, ijtihad
adalah suatu keharusan, untuk menanggapi tantangan kehidupan yang
semakin kompleks problematikanya.
18
I. Syarat-Syarat Ijtihad
Secara umum ijtihad haruslah dilakukan dengan dalil aqli atau akal
untuk menentukan sumber hukum Islam yang tidak bertentangan
dengan ketetapan Alquran dan hadist. Dalam ajaran agama Islam
sendiri, ijtihad dapat dilakukan dengan dua cara yakni ijma dan qiyas.
Adapun yang disebut ijma ialah ketetapan hukum yang diambil
berdasarkan kesepakatan para ulama terhadap suatu perkara,
sedangkan qiyas ialah ketetapan hukum yang diambil setelah
membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lain yang
hukumnya sudah ditetapkan oleh nash/syara.
19
J. Hikmah Mempelajari Ijtihad Sebagai Metode Kajian Hukum
Islam
Dalam mempelajari ijtihad kita mengetahui bahwa tujuan ijtihad
adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan
hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau
pada suatu waktu tertentu. Dan hikmah mempelajari ijtihad ialah
untuk mengetahui, bahwa ijtihad itu menetapkan hukum sesuatu, yang
tidak ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam A-lqur’an dan
hadits.Hukum Islam yang berhubungan dengan tingkah laku dan
perbuatan orang-orang dewasa.
ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang di atur oleh para mujtahid
tidak boleh bertentangan dengan isi Al-qur’an dan sunnah tersebut.
Karena itu, ijtihad di pandang sebagai salah satu sumber hukum islam
yang sangat di butuhkan sepanjang masa setelah Rasulallah wafat.
Dengan ijtihad, syariat Islam menjadi “tidak bisu” dalam menghadapi
problematika kehidupan yang semakin kompleks.
20
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu
yang dimiliki oleh ilmuan syari’at islam untuk menentukan/menetapkan sesuatu
hukum syari’at islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh
Al-qur’an dan Sunnah. Kata ijtihad dapat berarti al-thaqah (kemampuan, kekuatan)
atau berarti al-masyaqqah (kesulitan, kesukaran). Dikatakan demikian, karena
lapangan ijtihad adalah masalah-masalah yang sukar dan berat. Orang yang mampu
melakukan ijtihad adalah orang yang benar-benar pakar. Berkaitan dengan itu, isu
pintu ijtihad tertutup karena semakin banyak orang yang sembarangan dalam ijtihad,
walaupun sebenarnya tidak ada yang menutup pintu ijtihad. Orang yang melakukan
ijtihad disebut mujtahid. Untuk menjadi seorang mujtahid harus memenuhi beberapa
persyaratan.
Ulama berpendapat, jika seorang Muslim dihadapkan kepada suatu peristiwa, atau
ditanya tentang suatu masalah yang berkaitan dengan hukum syara’, maka hukum
ijtihad bagi orang itu bisawajib ‘ain, wajib kifayah, sunat, atau haram, bergantung
pada kapasitas orang tersebut.
Ijtihad dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam yang ketiga. Landasannya
berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nabi Saw Muadz ibn Jabal
ketika diutus keyaman sebagai berikut?
“Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi
bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata: “Saya
berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam kitab
Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata:
“Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ?ia berkata: “Saya akan berijtihad dan
tidak berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz dan
berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya (Muadz)
dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw”. (HR.Tirmidzi).
b. Saran
Demikian makalah ijtihad dalam mata kuliah yang tentunya masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh
pembelajaran, untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Harapan penulis semoga dapat dijadikan suatu ilmu
yang bermanfaat bagi kita semua. Amin!
22
Daftar Pustaka
http://hukum.kompasiana.com/2012/07/02/makalah-tentang-ijtihad-
474137.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad
http://kajianfahmilquranhfd.wordpress.com/2013/10/09/sumber-hukum-
islam-hukum-taklifi-dan-hikmah-ibadah/
http://lylamasiv.blogspot.com/2013/05/ijtihad-dan-fungsi-hukum-islam-
dalam.html
http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/11/i-j-t-i-h-d.html
http://makalahtekniksipil.blogspot.com/2012/01/makalah-agama-
islam.html
http://otodidakilmu.blogspot.com/2007/12/taqlid-dan-ijtihad.html
http://temansekamar.blogspot.com/2012/10/jenis-jenis-ijtihad.html
23