Dosen Pembimbing
NUR GHOZI, SHI., MA
Disusun Oleh:
1. KHILWIYA RARIN ERLINA
2. SITI KHOLISHOH
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan contoh makalah mata kuliah studi hadist dengan judul
“RUANG LINGKUP IJTIHAD”.
Terima kasih kami ucapkan kepada bapak Dainuri, S.PdI, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah studi hadist ,serta kepada teman- teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat keslahan
didalamnya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah
ini agar lebih baik lagi. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membimbing dan membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan ......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2
A. Pengertian Ijtihad....................................................................................2
B. Fungsi dan Kedudukan Ijtihad...............................................................3
C. Ruang lingkup Ijtihad.............................................................................4
D. Syarat-syarat ijtihad……………………………………………………4
BAB III PENUTUP...........................................................................................6
A. Kesimpulan...............................................................................................6
B. Saran.........................................................................................................6
DARTAR PUSTAKA........................................................................................7
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Ijtihad dan Bagaimana Ruang Lingkup
Ijtihad?
C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui tentang Ijtihad dan Ruang Lingkup Ijtihad.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad
secara bahasa Ijtihad berasal dari kata Ijtihada – yajtahidu yang berarti bersungguh-
sungguh dalam menggunakan tenaga, baik fisik maupun pikiran.1
Menurut kamus dalam ilmu mawaris ijtihad adalah menggunakan seluruh kemampuan
berfikir untuk menetapkan suatu hukum syari’at.
Ibrahim Husain mengidentifikasikan makna ijtihad dengan istinbath. Istinbath berasal
dari kata ‘nabath’ (air yang mula-mula memancar dari sumber yang digali). Oleh karena
itu menurut bahasa arti istinbath sebagai murodhif 2 dari ijtihad yaitu mengeluarkan sesuatu
dari persembunyian.
Orang yang mempunyai kelengkapan syarat ijtihad ditugaskan mengistinbathkan
hukum atas dasar fardhu kifayah. Ada ulama’ yang berkata “kita perlu membayangkan hal-
hal yang mungkin terjadi lalu kita bahas hukumnya, agar ketika terjadi hal-hal itu hukum
telah ada,” inilah jalan yang ditempuh oleh fuqoha’ akhir ro’yi dan golongan hanafiyah.
Dan haram berijtihad pada masalah-masalah yang terjadi ijma’.
Menurut istilah ijtihad berarti pengarahan segenap kemampuan untuk menemukan
hukum syara’ melalui dalil-dalil yang rinci dengan metode tertentu. Definisi ijtihad
menurut para ulama adalah sebagai berikut:
Menurut Imam Ghozali ijtihad adalah pengerahan kemampuan oleh seorang fiqih atau
mujtahid dalam rangka menghasilkan hukum syara’.
Menurut Abdul Wahab Kholaf ijtihad adalah pengerahan kemampuan menghasilkan
hukum syara’ dari dalil-dalil yang rinci yang bersumber dari dalil-dalil syara’.
Dengan demikian dapat dinamakan ijtihad apabila memenuhi tiga unsur yaitu usaha
yang sungguh-sungguh, menemukan atau mengistinbathkan hukum islam, dan
menggunakan dalil-dalil yang rinci. Pertama, tidak dinamakan ijtihad apabila usaha yang
dilakukan tidak bersungguh-sungguh. Persyaratan ini sekaligus membatasi pelaksanaan
ijtihad, yaitu hanya kepada mereka yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang
berhubungan dengan masalah yang diijtihadi. Kedua, tujuan ijtihad adalah untuk
menemukan atau merumuskan ketetapan hukum islam yang belum ada kepastian
hukumnya dalam Al-Qur’an maupun hadits. Ketiga, menggunakan dalil-dalil yang rinci
yaitu dalil yang bersumber dari nash al-Qur’an dan hadist. Oleh karena itu, penguasa
1
Ali Shodiqin, Fiqih, dan Ushul Fiqih, Yogyakarta:Beranda Publishing,2012:99
2
Persamaan kata
2
terhadap metode istinbath hukum menjadi sangat penting dalam pelaksaan ijtihad. Karena
metode inilah yang akan menghasilkan ketetapan hukum yang dihasilkan dengan nash al-
Qur’an dan hadist yag menjadi dasar hukumnya ketika unsur diatas adalah satu kesatuan,
jadi jika salah satunya tidak terpenuhi maka usaha tersebut tidak dinamakan ijtihad.
3
al-hukmi). Kedudukannya sama dengan Allah SWT. Sehingga al-Qur’andan hadist
dapat sebagai sumber hukum. Kelompok mukhatti’at berpendapat lain, bahwa
fungsi mujtahid adalah pengungkap hukum (kasy al-hukmi), bukan pembuat
hukum. Hasil ijtihadnya relative, bisa benar bisa juga salah. Ijtihad berkedudukan
sebagai metode bukan sumber hukum.
D. Syarat-syarat Ijtihad
Syarat-syarat umum :
1. Baligh
2. Berakal sehat
3. Memahami masalah
4. Beriman
Syarat-syarat khusus :
3
Teungku Muhammad semarang; pustaka rizki putra,1967:200
4
1. Mengetahui ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan masalah yang
dianalisis
2. Mengetahui sunah nadi yang berhubungan dengan yang dianalisis
3. Mengetahui maksud dan rahasia hukum islam
4. Mengetahui kaidah bahasa arab
5. Mengetahui ilmu mantiq
Syarat-syarat tambahan :
1. Mengetahui bahwa tidak ada dalil qot’I yang berkaitan
dengan masalah yang akan ditetapkan hukumnya
2. Mengetahui masalah yang diperselisihkan oleh ulama dan
yang akan mereka sepakati
3. Mengetahui bahwa hasil ijtihad itu tidak bersifat mutlak.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam berijtihad Umar bin Khattab sering kali mempertimbangkan
kemaslahatan umat, dibandingkan sekedar menerapkan nash secara dzahir,
sementara tujuan hukum tidak tercapai. Ali bin Abi Tholib melakukan ijtihad
juga menggunakan qiyas.
Setelah itu muncul para imam mujtahid yang empat. Yang masing-masing
imam merumuskan metode usul fiqh sendiri. Sehimgga terlihat dengan jelas
perdebaan antara satu imam dengan imam yang lain dalam mengistinbatkan
hukum dari al-qur’an dan sunah. Imam madzhab yang empat tersebut sepakat
dengan dalili-dalil yang dikemukakan oleh imam syafi’i yaitu, al-Qur’an,
sunnah, ijma’, dan qiyas. namun masing-masing mazhab menambahkan metode
istinbat hukum lainnya. Perbedaan pandangan tersebut para peniliti ushul fiqh
menyatakan bahwa pada keempat imam madzhab tersebut menemukan bentuk
usul fiqh yang sempurna, sehingga generasi berikutnya cenderung menngunakan
metode yang sesuai dengan kasus yang mereka hadapi pada zamannya masing-
masing.
B. Saran
Kami selaku penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran pembangun dari
pembaca sangat disarankan demi penyempurnaan makalah-makalah selanjutnya
6
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Hasbi Ash Shiddieq. 1999. Pengantar Ilmu Fiqh. Semarang : Pustaka Rizki
Putra
Ali Shodiqin. 2021. Fiqh Ushul Fiqh. Yogyakarta : Beranda Publishing.
Ash-Shiddieqy. Teungku Muhammad Hasbi, Pengantar Hukum Islam, semarang Pustaka
Rizki Putra, 1997
Uman Chairul, dkk. 1998. Ushul Fiqh 1. Bandung : Pustaka setia.