Anda di halaman 1dari 12

IJTIHAD

Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Ushul Fiqih


Dosen pengampu: Farisan Primana Muslim,L.C.

Disusun oleh:
Lailatul Hoiriyah (220101202)
Misroatun (220101226)
Silahudin ( 220101211)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)


JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM (STAI) MIFTAHUL ‘ULUM MUKOMUKO
TAHUN 2023M/1445H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt karena dengan rahmat,karunia,serta taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Ijtihad” ini dengan baik meskipun
terdapat kekurangan didalamnya. Dan kami juga berterima kasih kepada Farisan Primana
Muslim, L.C. yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka memenuhi mata
kuliah Ushul Fiqih dan menambah wawasan serta pengetahuan kami tentang ijtihad. Kami
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
di masa depan.

Sidodadi, November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................................2
BAB II.................................................................................................................................3
PEMBAHASAN .................................................................................................................3
A. Pengertian Ijtihad ....................................................................................................3
B. Ruang Lingkup Ijtihad ............................................................................................4
C. Macam-macam Ijtihad ............................................................................................4
D. Mujtahid ..................................................................................................................5
E. Tingkatan Mujtahid..................................................................................................6
BAB III................................................................................................................................8
PENUTUP ..........................................................................................................................8
A. Saran........................................................................................................................8
B. Kesimpulan .............................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Alquran dan Sunah yang merupakan sumber
hukum Islam yang utama dan terutama mengandung nilai-nilai normatif dan nilai-nilai etik
yang berfungsi sebagai pedoman bagi kehidupan manusia dalam menggapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.
Akan tetapi Alquran dan Sunah tidak akan memiliki kebermaknaan tanpa
pemahaman dan pengamalan yang benar oleh umatnya karena keduanya nyaris tidak pernah
diamalkan menurut arti harfiahnya. Nilai-nilai normatif dan nilai-nilai etik yang terkandung
dalam Alquran dan Sunah memerlukan interpretasi, internalisasi, dan implementasi oleh
umatnya untuk bisa landing dalam perikehidupan. Oleh karena itu, problem yang paling
mendasar bagi umat Islam adalah bagaimana proses interpretasi, internalisasi, dan aplikasi
pesan-pesan Alquran dan Sunah ke dalam realitas kehidupan.
Ketika Rasulullah saw. masih hidup, kompetensi untuk menetapkan dan atau
memutuskan hukum ada pada pribadi Rasulullah saw. sendiri. Dengan bimbingan wahyu.
Rasulullah saw. menjadi referensi tunggal ketika umat Islam menghadapi permasalahan
hukum. Namun, setelah Rasulullah saw. wafat, otomatis wahyu terhenti dan Sunah tidak
mungkin akan muncul lagi.
Menurut Sobhi Mahmassani, setelah Alquran dan Sunah terhenti, pada saat yang
sama perilaku, budaya, dan peradaban manusia tumbuh dan berkembang secara dinamis. Hal
ini mengandung makna bahwa akan terjadi ketidakseimbang-an antara ayat-ayat Alquran dan
Sunah yang terbatas dengan masalah-masalah sosial keagamaan yang tidak terbatas. Sebagai
konsekuensinya, umat Islam akan menghadapi masalah penentuan dan atau penetapan
hukum berkenaan dengan problematika yang tidak ditemukan dasar hukumnya secara
langsung dalam Alquran dan atau Sunah.
Dalam kondisi yang demikian, para ulama sebagai ahli waris para Nabi (waratsat al-
anbiya’) diberi perkenan oleh Syari‘ untuk berijtihad guna menentu-kan dan atau
menetapkan hukum Islam.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad?
2. Apa Ruang lingkup Ijtihad
3. Apa saja macam-macam Ijtihad?
4. Apa yang dimaksud dengan Mujtahid?
5. Apa saja tingkatan mujtahid ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Ijtihad.
2. Untuk mengetahui Ruang lingkup Ijtihad.
3. Untuk mengetahui macam-macam Ijtihad.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Mujtahid.
5. Untuk mengetahui tingkatan mujtahid.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad
Secara bahasa ijtihad berasal dari kata: ijtahada-yajtahidu, yang berarti
bersungguh-sungguh dalam menggunakan tenaga, baik fisik maupun pikiran. Ijtihad
hanya digunakan terhadap hal-hal yang mengandung kesulitan. Menurut istilah, ijtihad
adalah pengerahan segenap kemampuan untuk menemukan hukum syara’ melalui
dalil-dalil yang rinci dengan metode tertentu. Para ulama memberikan definisi tentang
ijtihad sebagai berikut:1
1. Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa ijtihad adalah pengerahan kemampuan
oleh seorang faqih (mujtahid) dalam rangka menghasilkan hukum syara’.
2. Al-Amidi mendefiniskan: ijtihad adalah mencurahkan semua kemampuan
untuk mencari hukum syara’ yang bersifat zhanni, sampai merasa tidak
mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu.
3. Wahbah Zuhaily mengemukakan bahwa ijtihad adalah usaha yang sungguh-
sungguh dari seorang ahli hukum dalam mencari tahu tentang hukum-hukum
syara’.
Dengan demikian dinamakan ijtihad jika memenuhi tiga unsur, yaitu: usaha
yang sungguh-sungguh, menemukan atau mengistimbatkan hukum Islam, dan
menggunakan dalil-dalil yang rinci. Pertama, tidak dinamakan ijtihad jika usaha yang
dilakukan tidak sungguh-sungguhKedua, tujuan ijtihad adalah untuk menemukan atau
me-rumuskan ketetapan hukum Islam, yang belum ada kepastian hukumnya dalam al-
Qur’an maupun Hadis. Ketiga, menggunakan dalil-dalil yang rinci, yaitu dalil yang
bersumber dari nash al-Qur’an dan Hadis.

B. Ruang Lingkup Ijtihad


1
Sodiqin Ali,Fiqh Ushul Fiqh Sejarah, Metodologi dan Implementasinya di Indonesia,(Yogyakarta:
Beranda Publishing, 2012),hlm 99.
3
Abdul Wahhab Khallaf menegaskan bahwa ruang lingkup ijtihad meliputi dua
lapangan kajian: 2

 Pertama, peristiwa yang terdapat nash, namun tidak cukup jelas dan pasti atau
bersifat dzanni.

 Kedua, peristiwa yang memang tidak ada nashnya sama sekali. Di sinilah
lapangan ijtihad tempat para mujtahid mencurahkan segenap daya
kemampuan intelektualnya untuk menemukan sebuah ketetapan hukum
sebagai sebuah solusi dan jalan keluar dari problematika yang dihadapi umat.
C. Macam-macam Ijtihad
Ijtihad dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk tergantung dari aspek mana
pembagian itu dilakukan.3 Dari segi pelaku atau siapa yang terlibat langsung dalam
pelaksanaannya, ijtihad dibagi dua, yaitu Ijtihad fardi dan Ijtihad jama’i. Ijtihad fardi ,
yaitu ijtihad yang dilakukan oleh satu orang saja. Ulama yang melakukan ijtihad fardi
adalah mereka yang sudah menguasai ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu lain yang terkait
dengan masalah yang diijtihadi. Contoh ulama yang melakukan ijtihad fardi adalah:
para sahabat Nabi, para Imam Mazhab, dan sebagainya.
Ijtihad jama’i, adalah ijtihad yang dilakukan oleh beberapa orang secara
bersama-sama untuk menyelesaikan suatu persoalan. Beberapa ulama dan orang-orang
yang memiliki keahlian tertentu secara bersama-sama membahas dan menetapkan
hukum suatu masalah. Ijtihad ini paling banyak dilakukan pada masa sekarang. Hal ini
disebabkan persoalan yang muncul tidak hanya berkaitan dengan agama saja, tetapi
berhubugan dengan masalah medis, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Dari segi pelaksanaan, ijtihad dibagi dua, yaitu ijtihad intiqa’i dan ijtihad
insyai. Ijtihad Intiqai yaitu ijtihad untuk memilih salah satu pendapat terkuat diantara
beberapa pendapat yang ada. Bentuknya adalah studi komparatif dengan meneliti
dalil-dalil yang dijadikan sebagai rujukan oleh para ulama sebelumnya. Ijtihad model
ini disebut juga dengan ijtihad selektif. Dasar penetapan pendapat yang dipilih sebagai
hasil seleksi tersebut harus mempertimbangkan pada:
1. Relevansinya (kecocokannya) dengan kondisi masyarakat sekarang.
2
Ahmad Hanany Naseh, Ijtihad dalam Hukum Islam, Jurnal An-Nûr, Vol. IV, No. 2, ( 2012), hlm 255.
3
Sodiqin Ali,Fiqh Ushul Fiqh Sejarah, Metodologi dan Implementasinya di Indonesia,(Yogyakarta:
Beranda Publishing, 2012),hlm 105-108.
4
2. Mencerminkan rahmat bagi manusia pada umumnya.
3. Kedekatannya pada prinsip kemudahan yang diberikan oleh syara’.
4. Keutamaannya dalam merealisasikan maksud penetapan hukum syara’
(maqasid syari’ah).
Ijtihad Insyai: yaitu mengambil konklusi hukum baru terhadap suatu permasalahan
yang belum ada ketetapan hukumnya. Model ijtihad ini disebut juga ijtihad kreatif. Ijtihad ini
memerlukan pemahaman tentang metode penetapan hukum. Dalam perkembangan
peradaban yang semakin maju, menimbulkan persoalan yang semakin kompleks. Akibatnya,
muncul peristiwa peristiwa baru yang belum ada nashnya dan juga belum ada ketetapan
ulama sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini, maka ijtihad insyai mutlak diperlukan.

D. Mujtahid
Mujtahid adalah orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengeluarkan
suatu hukum. Orang yang berijtihad adalah para ulama yang memiliki sejumlah ke-mampuan
untuk mengistimbatkan hukum syara’. Mereka berusaha menyimpulkan hukum suatu
persoalan yang muncul berdasarkan sumber dan dalil yang dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu tugas para mujtahid sangat berat, di satu sisi dia harus memahami kandungan
sumber hukum Islam, dan di sisi yang lain dia harus mengetahui seluk beluk persoalan yang
akan ditetapkan hukumnya.
Para ulama kemudian merumuskan sejumlah persayaratn yang harus dimiliki oleh
para ulama yang akan berijtihad. Syarat-syarat tersebut meliputi:
1. Umum: Islam, balligh dan berakal.
2. Pokok: mengetahui al-Qur’an (asbabun nuzul, nasikh mansukh), sunnah (asbabul
wurud, ilmu dirayah, ilmu riwayah, naskh mansukh), maqasid syar’iyah, qawaid
ushuliyyah, dan qawaid al-fiqhiyah.
3. Penting: menguasai bahasa Arab, ushul fiqh dan logika, mengetahui khilafiyah dan
masalah-masalah yang sudah diijmakkan.
4. Keahlian: yaitu pengetahuan mendalam tentang masalah yang sedang diijtihadi. Jika
masalah yang diijtihadi terkait dengan masalah kedokteran misalnya, maka harus ada
seseorang yang memiliki keahlian di bidang kedokteran, dan seterusnya.
E. Tingkatan Mujtahid

5
Para ulama membuat tingkatan mujtahid berdasarkan kemampuan atau
kualitas keilmuan yang dikuasainya. Tingkatan ini bersifat hirarkis, di mana
tingkatan yang lebih tinggi memiliki keutamaan lebih daripada tingkatan di
bawahnya. Tingkatan tersebut juga berpengaruh terhadap kekuatan hasil ijtihadnya.
Hasil ijtihad mujtahid pada tingkatan pertama dianggap lebih kuat daripada yang
dihasilkan oleh mujtahid pada tingkatan di bawahnya.
Secara umum, ulama fiqh dan ushul fiqih mengategorikan tingkatan mujtahid
dari yang tertinggi hingga yang terendah sebagai berikut:
a. Mujtahid Mutlak: yaitu mujtahid yang mampu mengistimbathkan hukum
dengan menggunakan metode yang disusun sendiri. Nama lain dari mujtahid
tingkatan ini adalah mujtahid mustaqil. Mujtahid tingkatan ini di dalam
berijtihadnya menggunakan metode atau dalil yang dirumuskannya sendiri.
Kemampuan merumuskan metode istimbat hukum inilah yang menjadikannya
disebut mujtahid mutlak. Contohnya adalah para Imam mazhab seperti Abu
Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris As-Syafi’i, dan Ahmad bin
Hanbal.
b. Mujtahid Muntasib, yaitu mujtahid yang mengistimbatkan hukum dengan
mengikuti metode imamnya tetapi tidak bertaklid. Mujtahid ini berada di
bawah mujtahid mutlak, karena mereka tidak merumuskan metode istimbat
hukum sendiri, tetapi menggunakan metode yang di-rumuskan oleh
pendahulunya. Namun demikian, hasil ketetapan hukumnya tidak selalu sama
dengan pendahulunya. Contoh mujtahid dalam kategori ini adalah: Abu Yusuf
(muridnya Hanafi), Al-Muzani (Syafi’i), Ibnu Abdil Hakam (Maliki), dan
Abu Hamid (Hanbali).
c. Mujtahid Mazhab, yaitu mujtahid yang mengikuti imamnya baik dalam usul
maupun furu’. Artinya, mujtahid tingkatan ini dalam berijtihad hanya
mengembangkan hasil ijtihad pendahulunya (imam mazhabnya). Ketetapan
hukum yang dihasilkan sama, baik dalam metode maupun produk fiqhnya.
Dia hanya memberikan ulasan dan perincian masalah yang sudah dibahas
oleh imam mazhabnya.
d. Mujtahid Murajjih, yaitu mujtahid yang membandingkan beberapa pendapat
imam dan memilih salah satu yang dipandang kuat. Mujtahid ini mengkaji
6
keputusan para imam mazhab sebelumnya pada satu masalah tertentu,
kemudian mengkomparasikan di antara pendapat-pendapat yang ada. Hasil
pengkomparasian tersebut menjadi dasar untuk melakukan seleksi pendapat
dan menetapkan satu pendapat yang diikuti. Jadi, mujtahid ini tidak
menetapkan hukum baru, tetapi memilih salah satu pendapat yang sudah ada
pada masa sebelumnya.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Menurut istilah, ijtihad adalah pengerahan segenap kemampuan untuk menemukan
hukum syara’ melalui dalil-dalil yang rinci dengan metode tertentu.
 Ruang lingkup Ijtihad meliputi pada dalil yang bersifat dzannj serta peristiwa yang
belum ada ketentuan hukumnya dalam nash.
 Macam-macam Ijtihad yaitu: Fardi,Jama’i,Intiqa’i,dan Insya’i.
 Mujtahid ialah orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengeluarkan
suatu hukum. Mujtahid adalah orang yang melakukan Ijtihad.
 Tingkatan Mujtahid yaitu: Mutlak, Muntasib,Mazhab, dan Murajjih.
B. Saran
Demikianlah makalah Mengenai Ijtihad. Semoga dengan pemaparan meteri diatas
para pembaca dapat memahami tentang Materi Ijtihad sehingga dapat dimanfaatkan untuk
kedepannya. Selanjutnya pemakalah juga menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat
banyak kekurangan baik itu segi penulisan maupun yang lainnya, jadi kami menerima atas
kritik dan saran kepada pemakalah agar dapat diperbaiki menjadi lebih baik.

8
DAFTAR PUSTAKA

Sodiqin Ali,Fiqh Ushul Fiqh Sejarah, Metodologi dan Implementasinya di Indonesia,


(Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012).

Ahmad Hanany Naseh, Ijtihad dalam Hukum Islam, Jurnal An-Nûr, Vol. IV, No. 2, ( 2012).

Anda mungkin juga menyukai