Anda di halaman 1dari 10

IJTIHAD DAN DINAMIKA PEMIKIRAN ISLAM

Disusun Oleh:

Kelompok 10

Dandi Febri Anto Siregar ( 0305202119 )

Dosen Pengampuh : Siti Ardianti, M.TH

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2022

KATA PENGANTAR

1
Puji dan syukur kami ucapka atas kehadirat Allah swt yang telah memberikan
nikmat kesehatan dan kelapangan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “Ijtihad dan Dinamika Pemikiran Islam”.

Dalam pembuatan makalah ini kami mengambil dari beberapa sumber berupa buku
dan jurnal sebagai bahan pembelajaran serta rujukan. Kami berharap pembaca dapat
memahami isi dari makalah yang kami perbuat dan dapat menambah wawasan atau
pengetahuan bagi kita semua. Sekiranya materi yang kami sajikan ini dapat membantu
dalam proses belajar mengajar.

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat dan kami sangat
menyadari bahwasannya makalah yang kami buat masih terdapat beberapa kekurangan.
Jika terdapat beberapa kata-kata yang salah maka mohon untuk dimaafkan, kami juga
sangat menerima masukan berupa kritik dan saran yang ingin disampaikan yang berguna
untuk memperbaiki makalah yang kami buat. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................4
C. Tujuan.................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad..................................................................................................5
B. Urgensi dan Kedudukan Ijtihad..........................................................................6
C. Syarat-Syarat Mujtahid.......................................................................................7
D. Ruang Lingkup Ijtihad........................................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................9
B. Saran...................................................................................................................9
Daftar Pustaka..............................................................................................................10

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada pada zaman
Rasulullah SAW. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan oleh para
sahabat, tabi’n serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini. Meskipun pada
periode apa yang kita kenal dengan masa taqklid, ijtihad tidak diperbolehkan, tetapi
pada masa periode tertentu pula, ijtihad mulai dibuka kembali. Karena tidak bisa
dipungkiri, ijtihad adalah suatu keseharusan, untuk menanggapi tantangan
kehidupan yang semakin kompleks problematikanya.

Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu


melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis dengan jalan istimbad.
Adapun mujtahid itu adalah ahli fiqih yang menghabiskan seluruh kesanggupannya
untuk memperoleh prasangka kuat terhadap suatu hukum agama. Oelh karena itu
kita harus berterima kasih kepada para mujahidin yang telah mengorbankan waktu,
tenaga, dan pikirannya untuk menggali hukum tentang masalah-masalahihadapi
oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman Rasulullah maupun yang
baru terjadi.

B.Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ijtihad ?

2. Apa urgensi dan kedudukan ijtihad ?

3. Apa syarat-syarat mujtahid ?

4. Bagaimana wilayah ijtihad ?

5. Bagaimana sebab yang menimbulkan perbedaan hasil ijtihad ?

C.Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini ialah sebagai tambahan pemahaman mengenai
ijtihad dan juga sebagai penyelesaian salah satu mata kuliah Metode Study Islam.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijtihad
a. Ijtihad (‫ ) االجتهاد‬dari segi bahasa berasal dari kata ijtihada (‫ )اجتهد‬yang berarti
bersungguh-sungguh, rajin, giat atau mencurahkan segala kemampuan (jahada).
Jadi, menurut bahasa, ijtihad ialah berupaya serius dalam berusaha atau
berusaha yang bersungguh-sungguh. Sementara secara istilah, para ulama ushul
mendefinisikan ijtihad sebagai berikut:

1. Wahbah al-Zuhaili

‫ هو عملية استنباط األحكام الشرعية من أدلتها التفصيلية في الشريعة‬: ‫االجتهاد‬.

Ijtihad adalah melakukan istimbath hukum syari`at dari segi dalildalilnya yang
terperinci di dalam syari`at.
2. Imam al-Ghazali ِ

Ijtihad adalah suatu istilah tentang mengerahkan segala yang diushakan dan
menghabiskan segenap upaya dalam suatu pekerjaan, dan istilah ini tidak
digunakan kecuali terdapat beban dan kesungguhan. Maka dikatakan dia
berusaha keras untuk membawa batu besar, dan tidak dikatan dia berusaha
(ijtihad) dalam membawa batu yang ringan. Dan kemudian lafaz ini menjadi
istilah secara khusus di kalangan ulama, yaitu usaha sungguh-sungguh dari
seorang mujtahid dalam rangka mencari pengetahuan hukum-hukum syari`at.
Dan ijtihad sempurna yaitu mengerahkan segenap usaha dalam rangka untuk
melakukan penncarian, sehingga sampai merasa tidak mampu lagi untuk
melakukan tambahan pencarian lagi.

3. Abdul Hamid Hakim

Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan dalam rangka untuk


memperoleh hukum syara’ dengan jalan istinbath dari alqur’an dan as-sunnah.

4. Abdul hamid Muhammad bin Badis al-shanhaji.


5
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk melakukan istibath
hukum dari dalil syara’ dengan kaidah-kaidah. Dan orang melakukan ijtihad
tersebut adalah orang yang pakar dalam bidang ilmu-ilmu al-Quran dan al-
sunnah, memiliki pengetahuan yang luas tentang maqasid syariah (tujuan-
tujuan hukum islam), dan memiliki pemahaman yang benar terkait dengan
bahasa Arab.4 Dari definisi di atas, dapat difahami bahwa ijtihad itu, pertama
usaha intelektual secara sungguh-sungguh; kedua, usaha yang dilakukan itu
adalah melakukan istibath (menyimpulkan) dan menemukan hukum; ketiga,
pencarian hukum dilakukan melalui dalildalil baik dari alqur’an dan Sunnah;
keempat, orang yang melakukan ijtihad itu adalah seorang ulama yang memiliki
kompetensi, dan keluasan wawasan serta pengetahuan dalam bidang hukum
Islam.1

B. Urgensi dan Kedudukan Ijtihad

Ijtihad menurut ulama ushul merupakan pokok syari’at yang ditetapkan oleh Allah
AWT dan rasul-Nya, dan dapat diketahui melalui kitabnya, Alquran dan al-Sunnah. Seperti
pada surah An-Nisa’ : 105 “Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab
dengan benar agar engkau menetapkan di antara manusia dengan jalan yang telah
ditunjukkan oleh Alloh kepadamu. ”

Ayat ini menunjukan ketetapan ijtihad dengan jalan menetapkan hukum melalui
Alquran dan al-Sunnah. Cara seperti ini, menurut para ulama adalah ijtihad dengan jalan
qiyas, yaitu menyamakan ketentuan hukum yang sudah ada ketetapannya di dalam nash
dengan kasus yang terjadi yang belum ada ketentuanya hukumnya dengan melihat
persamaan illat di antara keduanya.2

Sementara ketentuan ijtihad dari al-Sunnah sebagaimana yang dikutip oleh Imam Asy-
Syafi’iy di dalam kitabnya Al-Risalah. Beliau meriwayatkan dengan sanad yang berasal
dari Amr bin Ash yang mendengar dari Rasulullah saw bersabda:

‫اذا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران واذا حكم فاجتهد ثم اخطأ فله اجر واحد‬

1
Wahbah al-Zuhaili. Al-Wajiz Fi Ushul Al-Fiqh. (Bairut: dar al-fikr al-Mu’ashir, 1999), hlm 231.
2
Muhammad Khudlari. Ushul al-Fiqh. (Bairut-Libanon: dar al-fikr, 1988), hlm. 368

6
Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan ijtihad di dalam hal itu, kemudian ia
benar maka ia mendapatkan dua pahala, akan tetapi apabila ia menetapkan hukum,
berijtihad dan ia salah as mendapatkan satu pahala saja.

Menurut Syeikh Muhammad Khudlari Bik dalam kitabnya Ushul Al-Fiqh, bahwa
hukum ijtihad itu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :

1) Wajib ‘Ain, yaitu bagi seseorang yang ditanya tentang sesuatu masalah dan masalah
itu akan hilang sebelum hukumnya diketahui. Atau ia sendiri mengalami suatu peristiwa
yang ia sendiri juga ingin mengetahui hukumnya.

2) Wajib kifayah, yaitu apabila seseorang ditanya tentang sesuatu dan sesuatu itu tidak
hilang sebelum diketahui hukumnya, sedangkan selain dia masih ada mujtahid lain.
Apabila seorang mujtahid telah menyelesaikan dan menetapkan hukum sesuatu tersebut,
maka kewajiban mujtahid yang lain telah gugur. Namun bila tak seorang pun mujtahid
melakukan ijtihadnya, maka dosalah semua mujtahid tersebut.

3) Sunnah, yaitu ijtihad terhadap suatu masalah atau peristiwa yang belum terjadi.3

C. SYARAT- SYARAT MUJTAHID

Ijtihad merupakan tugas besar dan berat bagi seorang mujthid. Oleh karena itu para
ulama ushul menetapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang
akan melakukan ijtihad, baik syarat-syarat yang menyangkut pribadi maupun syarat-syarat
keilmuan yang harus dimilikinya. Menurut Abdul hamid Hakim bahwa seorang mujtahid
harus memenuhi empat syarat ijtihad, yaitu:

1. Mempunyai pengetahuan yang cukup (alim) tentang al-kitab dan al-Sunnah.

2. Mempunyai kemampuan berbahasa Arab yang memadai, sehingga mampu


menafsirkan kata-kata yang asing (gharib) dari Alquran dan sunnah.

3. Menguasai ilmu ushul fiqh.

4. Mempunyai pengetahuan yang memadai tentang nasikh dan mansukh.

3
Hakim, Abdul Hamid. al-Bayan. (Jakarta: Penerbit Sa’adiyah Putra, tt). hlm.171

7
Tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka sesorang tidak dapat dikategorikan
sebagai mujtahid yang berhak melakukan ijtihad. Ulama mujtahid menurut ahli ushul
dibedakan tingkatanya tergantung pada aktivitas ijtihad yang dilakukanya.4

D. RUANG LINGKUP IJTIHAD

Dilihat dari sisi ruang lingkupnya, ijtihad dapat dibedakan dalam dua kategori
yaitu:

1) Al-Masail Al-Furu'iyyah Al-Dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak


ditentukan secara pasti oleh nash Alquran dan Hadist. Hukum islam tentang sesuatu yang
ditunjukkan oleh dalil dhoni atau ayat-ayat Alquran dan hadis yang statusnya dhoni
mengandung banyak penafsiran sehingga memerlukan upaya ijtihad untuk sampainya pada
ketentuan yang meyakinkan.

2) Al-Masail Al-Fiqhiyah Al-Waqa’iyah Al-Mu’ashirah, yaitu hukum Islam


tentang sesuatu yang baru, yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung oleh
Alquran, hadist, maupan Ijmak para ulama'.5

4
Abd, Salam Arief. Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara fakta dan realita: kajian Pemikiran
Hukum Syaikh Mahmud Syaltut. (Yogyakarta: LESFI, 2003). hlm. 37-38.
5
Wahbah al-Zuhaili, Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, (Damaskus: Dar al-Fikr, ), hlm. 594

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian ijtihad yang berarti bersungguh-sungguh, rajin, giat atau mencurahkan


segala kemampuan (jahada). Jadi, menurut bahasa, ijtihad ialah berupaya serius dalam
berusaha atau berusaha yang bersungguh-sungguh. Ijtihad itu memiliki niatan untuk
menjadi pribadi yang lebih baik yang dimana selalu mendekatkan kepada Allah SWT.
Dimana kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW senantiasa menantikannya di akhirat
untuk menuju syurganya Allah yang kekal didalamnya. Dunia ini hanya sementara,
janganlah engkau terlena dengan dunia. Jika engkau mengejar akhirat, percaya lah dunia
itu akan mengikuti kamu. Jadi jangan bosan untuk senantiasa berijtihad dijalannya Allah.
Allah itu baik hanya saja kita yang kurang bersyukur dan senantiasa lupa kepadanya.

B. Saran
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, penulis menyarankan kepada pembaca, agar
dapat memanfaatkan makalah ini. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna jika ada
kesalahan itu dari saya sendiri karena manusia tidak luput dari kesalahan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abd, Salam Arief. 2003. Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara fakta dan realita:
kajian Pemikiran Hukum Syaikh Mahmud Syaltut. Yogyakarta: LESFI.

Hakim, Abdul Hamid. “al-Bayan”. Jakarta: Penerbit Sa’adiyah Putra.

Muhammad Khudlari. 1988. Ushul al-Fiqh. Bairut-Libanon: dar al-fikr.

Wahbah al-Zuhaili, “Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh”. Damaskus: Dar al-Fikr.

Wahbah al-Zuhaili. 1999. Al-Wajiz Fi Ushul Al-Fiqh. Bairut: dar al-fikr al-Mu’ashir.

10

Anda mungkin juga menyukai