Dosen Pembimbing:
Dra. Sahlia, S.Ag.
SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata
kuliah Metodologi Studi Islam, yang telah memberikan kami kesempatan
dan bimbingannya untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Ijtihad Sebagai
Sumber Ajaran Islam”. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah wawasan, baik untuk pembaca maupun penulis. Sehingga kedepannya
dapat menjadi pelajaran yang dapat diamalkan.
Pemakalah
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................3
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu
melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur’an dan Al-hadits dengan jalan istimbat.
Adapun mujtahid ituialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh
kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum
agama. Oleh Karena itu kita harusberterimakasih kepada para mujtahid yang telah
mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiranuntuk menggali hukum tentang masalah-
masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yangsudah lama terjadi di zaman
Rasullullah maupun yang baru terjadi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Diatas, Maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa itu Ijtihad?
2. Apa saja dasar – dasar Ijtihad?
3. Apa syarat – syarat Ijtihad?
4. Apa saja Lapangan Ijtihad?
5. Bagaimana Ijtihad sebagai sumber dinamika pembentukan kebudayaan islam?
C. Tujuan Masalah
1. Agar mengetahui pengertian Ijtihad
2. Agar mengetahui dasar – dasar Ijtihad
3. Agar mengetahui syarat – syarat mujtahid
4. Agar mengetahui lapangan Ijtihad
5. Agar mengetahui sumber dinamika pembentukan
kebudayaan islam
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ijtihad
1
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung : Pustaka Setia, 2015) hal 97
2
Harjan Syuhada, Fikih Madrasah Aliyah, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2011) hal 57
6
menafsirkan, dan mengambil
kesimpulan dari sesuatu
ayat atau hadits. Sedangkan
dalam
konteks istimbat (penetapan)
hukum, ijtihad adalah
penggunaan pikiran untuk
menentukan
sesuatu hukum yang tidak
ditentukan secaraeksplisit
dalam Al-Quran dan Hadits
Nabawi.
Pengertian-pengertian di
atas jelas memberikan
pandangan yang mendasar
bahwa
7
ijtihad adalah usaha
sungguh-sungguh dan
mendalam yang dilakukan
oleh individu atau
sekelompok untuk mencapai
atau memperoleh sesuatu
hukum syariat melalui
pemikiran yang
sungguh-sungguh
berdasarkan dalil naqli yakni
Al Quran dan Hadits
Ijtihad dalam pengertian yang luas berarti penggunaan pikiran dalam
mengartikan, menafsirkan, dan mengambil kesimpulan dari sesuatu ayat atau hadits.
Sedangkan dalamkonteks istimbat (penetapan) hukum, ijtihad adalah penggunaan pikiran
untuk menentukansesuatu hukum yang tidak ditentukan secaraeksplisit dalam Al-Quran
dan Hadits Nabawi.
Pengertian-pengertian diatas jelas memberikan pandangan yang mendasar
bahwa ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh dan mendalam yang dilakukan oleh
individu atau sekelompok untuk mencapai atau memperoleh sesuatu hukum syariat
melalui pemikiran yangsungguh-sungguh berdasarkan dalil naqli yakni Al Quran dan
Hadits. 3
3
Sudarsono, Filsafat Islam, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1996), hal 126
8
Orang-orang yang mampu menetapkan hukum suatu peristiwa dengan
jalan inidisebut Mujtahid. Mujtahid adalah orang yang mengerahkan segala daya dan
upayanya untukhal tersebut.4
Kata ijtihad tidak boleh dipakai kecuali dalam persoalan-persoalan yang
memangberat dan sulit. Kata ijtihad harus dipakai dalam persoalan-persoalan yang sulit
secara hissi(fisik) seperti suatu perjalanan. Atau persoalan-persoalan yang sulit
secara ma nawiʼ(nonfisik) seperti melakukan penelaahan teori ilmiah atau upaya
mengistinbat-kan hukum. Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam artian bahasa ijtihad
menunjukkan pada usaha yang sungguh-sungguh. Atas dasar ini, tidaklah tepat apabila
kata ijtihad itu digunakan untuk melakukan sesuatu kegiatan yang ringan.
5
Ibid., hlm. 80.
6
nadiyah syafari al-umari, t.th:199-200
7
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulul..., hlm. 388.
10
memahaminya. Dengan demikian ia harus mampu menerapkan kaidah pokok
bahasa untuk menyimpulkan arti dan ungkapan bahasa
2. Memiliki kemampuan atau pengetahuan tentang al-Qur’an, maksudnya
adalah mengerti hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur’an yang berupa
ayat-ayat yang menjadi nash hukum, dan juga menguasai metode menemukan
hukum dari ayat tersebut
3. Mengetahui pengetahuan tentang al-Sunnah, mujtahid harus mengerti
tentang hukum syar’i yang terdapat dalam sunnah serta mengerti tingkatan sanad
dari aspek shahih atau lemahnya suatu riwayat
8
Wael B. Hallaq. Sejarah teori Hukum..., hlm. 173.
11
kemungkinan yang kedua adalah ia salah, maka kepadanya diberikan satu pahala
sebagai pengakuan atas usahanya memenuhi kewajiban berijtihad.9
Syarat-syarat mujtahid adalah:10
1. Mukalaf, karena hanya mukalaflah yang mungkin dapat melakukan
penetapan hukum.
2. Mengetahui makna-makna lafad dan rahasianya.
3. Mengetahui keadaan mukhathab yang merupakan sebab pertama terjadinya
perintah atau larangan.
Contohnya, Al-Mujani dari mazhab Syafi’i dan Al-Hasan bin Ziyad dari
mazhab Hanafi. Mujtahid Fi Al-Mazhab ialah mujtahid yang mampu
mengeluarkan hukum-hukum agama yang tidak dan atau belum dikeluarkan oleh
mazhabnya dengan cara menggunakan metode yang telah disusun oleh
mazhabnya itu. Contohnya, Abu Ja’far Al-Thahtawi dalam mazhab Hanafi.
Kelompok mujtahid ini terbagi dua:
1. Mujtahid takhrij.
2. Mujtahid tarjih atau bisa disebut dengan mujtahid fatwa.
D. Lapangan Ijtihad
Wilayah ijtihad atau majalul ijtihad adalah masalah-masalah yang
diperbolehkan penetapan hukumnya dengan cara ijtihad. Sedangkan lapangan
ijtihad adalah pada setiap hukum syara yang tidak memiliki dalil qath’i. Adapun
hukum yang diketahui dari agama secara dharurah dan bida>hah (pasti benar
berdasarkan pertimbangan akal, tidak termasuk lapangan ijtihad)11.
Wahbah Azzuhaili menjelaskan sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil
qath’i atsubut dalalah tidaklah termasuk dari lapangan ijtihad yaitu persoalan
yang tergolong ma’ulima al-din bildho>ruroh, di antaranya kewajiban salat lima
waktu, puasa bulan ramadan, zakat, haji, mencuri dan meminum khomer 12.
Seperti dalam firman Allah dalam kewajiban salat dan zakat QS. An-Nur: 56:
11
Yusuf Qardawi, Ijtihad dalam Syariat Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), h. 390.
12
Ibid., h. 107.
13
Artinya: “Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat.” Dan juga Wahbah
Azzuhaili menegaskan bahwa yang menjadi lapangan ijtihad ada dua: pertama,
sesuatu yang tidak dijelaskan sama sekali oleh Allah dan Nabi Muhammad Saw
dalam al-Qur’an dan sunnah (mala> nasha>ha fi ashlain).
Kedua, sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil dhonnyut stubut wal
`adalah atau salah satunya (dhonnyut stubutataudhonny al- `adalah). Ulama telah
sepakat bahwa ijtihad telah dibenarkan serta akibat yang terjadi atau perbedaan
yang terjadi ditolerir, ketika ijtihad itu membawa kerahmatan dan telah memenuhi
persyaratan dan dilakukan di lapangannya:
cangkok mata, bayi tabung dan lain-lain, ijtihad tetap dibuka dengan berpedoman
pada kaidah-kaidah ulama yang terdahulu dalam ilmu ushul fiqh. Sebagaimana dijelaskan
dalam QS. 33: 36: Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak
pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah ia telah sesat, sesat
yang nyata.”
13
Ibid, h. 110.
15
Sebenarnya Ijtihad ini dilakukan dalam segala bidang, tetapi kemudian oranglebih
banyak menyoroti ijtihad di bidang fiqih atau hukum Islam.Tradisi ijtihad berkembang
terus, dan mengalami masa keemasannya pada abad ke-2sampai abad ke-4 H yang paling
banyak dilakukan pada masa tersebut muncullah nama-namamujtahid besar, yang
kemudian dikenal dengan iman-imam madzhab seperti imam hanafi,imam syafi’I, imam
hambali dan lain-lain.
16
Dengan kata lain, pesantren dapat diidentifikasikan dengan adanya lima elemen
pokok yaitu: pondok, masjid, santri, kyai dan kitab-kitab klasik. Melaluipesantren ini,
budaya Islam berkembang dan beradaptasi terhadap budaya lokal
yangberkembang disekitarnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian singkat yang telah penulis kemukakan di atas dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ijtihad merupakan petunjuk hukum yang sangat penting dalam perumusan
hukum Islam sebagai upaya menjawab persoalan-persoalan kemanusiaan yang
konkrit serta penjabaran konsepsi Islam dalam segala aspeknya. Selian itu, ijtihad
adalah juga merupakan salah satu hal yang dalam menyelesaikan permasalahan dalam
hal kejumudan Islam dan ketaqlidan penganutnya
2. Ruang lingkup permasalahan yang boleh dijadikan lapangan ijtihad adalah
mengenai hukum-hukum yang di dalamnya tidak ada nash yang qath’i
3. Dasar penetapan ijtihad sebagai sumber hukum Islam adalah al-Qur’an dan al-
Sunnah. Hal itu karena jika dalam berijtihad dan di dalamnya terjadi perselisihan
diperintahkan kembali merujuk kepada al-Qur’an dan al-Sunnah
4. Seorang faqih yang akan melakukan ijtihad harus memenuhi kriteria tertentu
untuk dapat mencapai derajat mujtahid. Secara umum adalah: memahami ilmu al-
Qur’an dan al-Sunnah serta nash-nash hukum di dalamnya, mengetahui metode
penemuan hukum, menguasai bahasa Arab, dan beberapa syarat lainnya.
B. Saran
17
Tentunya kami sebagai penyusun dan pembuat makalah ini meyadari bahwa
masih jauhnya makalah ini dari kata sempurna. Tentunya masih banyak sekali
kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karen itu, kami selaku pembuat makalah ini
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pada audience. Dan
semoga makalah ini bisa bermanfaat dan berguna kedepannya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Ushul Fiqih, 2008. Jogjakarta : Media Hidayah
Ajib Mas’adi, Ghufron.1997. Metodologi Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqh, terj. Moh. Zuhri dan Ahmad Qorib,
Semarang: Dina Utama, 1994.
Hallaq, Wael B. Sejarah Teori Hukum Islam: Pengantar untuk Ushul Fiqh
Syafe’I, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih, 2015. Bandung : Pustaka Setia
Syuhada, Harjan. Fikih Madrasah Aliyah. 2011. Jakarta : PT Bumi Aksara
Sudarsono. Filsafat Islam. 1996. Jakarta : PT Rineka Cipta
Qardawi, Yusuf, Ijtihad dalam Syariat Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987.
DAFTAR PUSTAKA
Syafe’I, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih, 2015. Bandung : Pustaka Setia
Syuhada, Harjan. Fikih Madrasah Aliyah. 2011. Jakarta : PT Bumi Aksara
Sudarsono. Filsafat Islam. 1996. Jakarta : PT Rineka Cipta
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Ushul Fiqih, 2008. Jogjakarta : Media Hidayah
Ali, Mukti.2000.Ijtihad dalam pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dakhlan, dan
19