Makalah
Dianjurkan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah
Oleh
Kelompok 4:
EKA ALLAFTA FIRMAN
NIM 602022023005
RINA ANUGRA
NIM 602022023017
Dosen Pengampu:
Baharuddin, S.Pd,.M.Pd.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi bagi pendengar dan pembaca
Penyusun
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar belakang....................................................................................................1
B. Rumusan masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
A. Ijtihad................................................................................................................3
B. Am, Khass, Amr, dan Nahi..............................................................................7
1. Amm...............................................................................................................7
2. Khass.............................................................................................................11
3. Amr...............................................................................................................14
4. Nahi...............................................................................................................17
BAB III PENUTUP...................................................................................................21
A. Kesimpulan.......................................................................................................21
B. Saran.................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................23
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Fikih, terdapat beberapa konsep inti yang menjadi dasar dari pemahaman
dan penentuan hukum dalam Islam. Dalam makalah ini, kita akan
(larangan).
Ilmu ushul fiqh merupkan ilmu yang penting dalam bidang ilmu
agama Islam. Ilmu ini akan membantu ulama dalam bidang ulumul qur’an,
ulumul hadits, dan juga ulama fiqh untuk mendalami bidang ilmu-ilmu
tersebut. Dalam kajian ulumul qur’an dan ulumul hadits, ushul fiqh
diperlukan untuk memahami nash-nash yang ada dalam alqur’an dan
hadis. Urgensi ushul fiqh lebih diperlukan dalam bidang kajian fiqh dan
sharih dari alqur’an dan hadis. Dalam khazanah hukum islam, diyakini
bahwa orang yang tidak memahami ushul fiqh dengan baik, tidak akan
1
Agus Miswanto, ushul fiqh: metode ijtihad hukum islam (cetakan I, Maret 2019) h. iii
1
B. Rumusan masalah
1. Ijtihad
C. Tujuan
BAB II
2
PEMBAHASAN
A. Ijtihad
1. Pengertian ijtihad
Kata ijtihad berakar dari kata al-juhd, yang berarti al-
thaqah (daya, kemampuan, kekuatan) atau dari kata al-jahd yang
berarti al-masyaqqah (kesulitan, kesukaran). Dari itu, ijtihad
menurut pengetian kebahasaannya bermakna “badzl al-wus‘ wa
al-majhud” (pengerahan daya dan kemampuan), atau
“pengerahan segala daya dan kemampuan dalam suatu aktivitas
dari aktivitas-aktivitas yang berat dan sukar”.
Ijtihad dalam terminologi usul fikih secara khusus dan
spesifik mengacu kepada upaya maksimal dalam mendapatkan
ketentuan syarak. Dalam hal ini, al-Syaukani memberikan
defenisi ijtihad dengan rumusan : “mengerahkan segenap
kemampuan dalam mendapatkan hukum syarak yang praktis
dengan menggunakan metode istinbath”. Atau dengan rumusan
yang lebih sempit : “upaya seseorang ahli fikih (al-faqih)
mengerahkan kemampuannya secara optimal dalam
mendapatkan suatu hukum syariat yang bersifat zhanni”.
Sedangkan pengertian ijtihad menurut istilah hukum
islam ialah mencurahkan tenaga (memeras fikiran) untuk
menemukan hukum agama (Syara‘) melalui salah satu dalil
Syara‘, dan dengan cara-cara tertentu, sebab tanpa dalil
Syara‘ dan tanpa cara-cara tertentu tersebut, maka usaha
tersebut merupakan pemikiran dengan kemauan sendiri
menemukan hukum agama (Syara‘) melalui salah satu dalil
semata-mata dan sudah barang tentu cara ini tidak disebut
ijtihad.
3
Ijtihad menurut ulama ushul merupakan pokok syari’at yang
melalui Alquran dan al-Sunnah. Cara seperti ini, menurut para ulama
Beliau meriwayatkan dengan sanad yang berasal dari Amr bin Ash
اذا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران واذا حكم فاجتهد ثم اخطأ فله اجر
واحد
4
itu menjelaskan hukum-hukum Allah SWT. Pendapat ini juga
belum terjadi.5
4
Hakim, Abdul Hamid, al-Bayan, (Jakarta: Penerbit Sa’adiyah Putra, tt), h.171.
5
Muhammad Khudlari, Ushul al-Fiqh, (Bairut-Libanon: dar al-fikr, 1988), h. 368
5
Hadist. Hukum islam tentang sesuatu yang ditunjukkan oleh
meyakinkan.
2) Pembagian ijtihad
macam:
hukum syar`i.
6
kehidupan manusia. Menurut Dr. Yusuf Qordhowi
dalam hidupnya.
4. Syarat-syarat ijtihad
diperlukan.
7
- Kedua, mengetahui ijmak, sehingga ia tidak
8
ma‘ani dan bayan. Akan tetapi, menurutnya, pengetahuan
pula . Dasar dan cara itu dijelaskan secara luas di dalam ilmu
9
tenteng usul fikih sebagai syarat ijtihad, segenap
ditemukan.
atau hadits-hadits.
1. Amm
1) Pengertian Am
10
suatu lafadz yang dipergunakan untuk menunjukkan suatu arti yang
[3]: 185)
Penjelasan: Siapa saja yang bernyawa pasti akan mati dan apa
saja semua yang ada di muka bumi dijadikan Allah Swt. untuk
manusia.
الَّز اِنَيُة َو الَّز اِني َفاْج ِلُدوا ُك َّل َو اِحٍد ِّم ْنُهَم ا ِم اَئَة َج ْلَدٍة
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka
َو اْلُم َطَّلَقاُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأنُفِس ِهَّن َثاَل َثَة ُقُروٍء
6
Dwi Masyitoh, Nur Kholis, fikih (XII MA, Cetakan-1, 2019) h. 150
11
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri
231)
nikmat.
12
g) Isim nakiroh sesudah ألnafi, seperti pada sabda Nabi
Muhammad Saw.:
dinamakan hijrah.
َيا َم ْعَش َر الَّش َباِب َمِن اْسَتَطاَع ِم ْنُك ُم اْلَباَء َة َفْلَيَتَز َّو ْج )رواه البخاری و مسلم
“Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu mampu untuk
Muslim)
3) Kaidah ‘Am
a) Kaidah pertama
b) Kaidah kedua
13
Makna tersirat (mafhum) itu mempunyai bentuk umum.
c) Kaidah ketiga
perintah tersebut.
d) Kaidah keempat
الِع ْبَر ُة ِبُع ُم وِم الَّلْفِظ اَل ِبُخ ُصوِص الَّس َبِب
Pelajaran diambil berdasarkan keumuman lafad bukan karena
kekhususan sebab.8
2. Khass
1) Pengertian Khass
istilah ushul fikih khaash adalah Khaas adalah lafad yang dipakai
yang dipakai untuk arti satu yang tersendiri dan terhindar dari arti
14
Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan lafad-lafad yang
dengan sesuatu.
hukumnya wajib.
9
Dwi Masyitoh, Nur Kholis, fikih (XII MA, Cetakan-1, 2019) h. 155-156
15
lain yang tidak berdasar pada dalil, maka ke qathian dilalahnya tidak
terpengaruhi.
orang yang diperintahkan (ma’mur bih) selama tidak ada dalil yang
Demikian juga, jika lafadz itu dalam bentuk larangan (nahy), maka
3. Amr
1) Pengertian Amr
kedudukannya dalam hal ini adalah Allah Swt. dan yang lebih rendah
10
Misbahuddin, Ushul Fiqh II(UIN Alauddin, Makassar, 2015) h. 11-12
16
mengerjakannya. Perintah-perintah Allah Swt. itu terdapat dalam al-
a. Fi’il amar, atau kata kerja bentuk perintah, contoh lafadz أقيموا
b. Fi’il mudhari’ yang didahului oleh “ ”لamar, contoh lafad َو ْلَتُك ن
3) Kaidah Amar
a) Kaidah pertama
wajib”
11
Dwi Masyitoh, Nur Kholis, fikih (XII MA, Cetakan-1, 2019) h. 131
12
Dwi Masyitoh, Nur Kholis, fikih (XII MA, Cetakan-1, 2019) h. 131-133
17
b. Irsyad artinya membimbing atau memberi petunjuk.
tidak.
b) Kaidah kedua
syarat.
18
c) Kaidah ketiga
kesegeraan.”
d) Kaidah keempat
perantaranya (wasilahnya)."
e) Kaidah kelima
mengerjakan kebalikannya.”
dikerjakan.13
13
Dwi Masyitoh, Nur Kholis, fikih (XII MA, Cetakan-1, 2019) h. 133-137
19
4. Nahi
1) Pengertian Nahi
kedudukannya dalam hal ini adalah Allah Swt. dan yang lebih rendah
adalah manusia (mukallaf). Jadi nahi itu adalah larangan Allah Swt.
Swt. itu terdapat dalam Al-Qur’an dan al-Hadis. Yang lebih tinggi
kedudukannya dalam hal ini adalah Allah Swt. dan yang lebih rendah
adalah manusia (mukallaf). Jadi nahi itu adalah larangan Allah Swt.
3) Kaidah Nahi
a) Kaidah pertama
14
Dwi Masyitoh, Nur Kholis, fikih (XII MA, Cetakan-1, 2019) h. 137-138
15
Dwi Masyitoh, Nur Kholis, fikih (XII MA, Cetakan-1, 2019) h. 138
20
اَأْلْص ُل ِفي الَّنْهِي ِللَّتْح ِر يِم
“Pada asalnya nahi itu menunjukkan pada haram.”
Maksud dari kaidah ini adalah apabila dalil itu isinya larangan,
b) Kaidah kedua
secara muthlaq.”
orang lain.
c) Kaidah ketiga
21
Maksud kaidah ini adalah bahwa suatu larangan itu bersifat
lamanya.
d) Kaidah keempat
kebalikannya”.
kebalikannya.16
16
Dwi Masyitoh, Nur Kholis, fikih (XII MA, Cetakan-1, 2019) h. 138-141
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
situasi yang tidak diatur secara eksplisit dalam Al-Quran atau hadis.
konteks zaman.
spesifik.
ini, hukum berlaku hanya untuk situasi tertentu yang diatur oleh
teks tersebut.
23
individu atau umat Muslim. Perintah ini bisa berupa tugas ibadah
B. Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
Agus Miswanto, ushul fiqh: metode ijtihad hukum islam (cetakan I, Maret 2019)
h. 11-20
Abu Abdullah Muhammad Bin Idris Bin Al-Abbas Al-Syafii, Al-Risalah, ditahqiq
oleh Ahmad Syakir, (Mesir: Maktabah al-halabiy, 1940)
Dwi Masyitoh, Nur Kholis, fikih (XII MA, Cetakan-1, 2019) h. 131-156
Hakim, Abdul Hamid, al-Bayan, (Jakarta: Penerbit Sa’adiyah Putra, tt), h.171.
25