Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TENTANG

IJTIHAD

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Ushul Fiqh

Dosen Pengampu : Herianto Hasibuan, MA

Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. Tilawatil Huda

2. Rahmania Fitri

3. Aljeski Febrianda

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH NAHDLATUL ULAMA

(STITNU) SAKINAH DHARMASRAYA

HUKUM EKONOMI SYARI’AH

TAHUN AJARAN 2023


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga sayadapan mengerjakan tugas makalah yang berjudul “
Ijtihad “ Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Ushul Fiqh.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Herianto Hasibuan, MA selaku
Dosen Pengampu mata kuliah Ushul Fiqh yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, Kritik
dan Saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Stitnu Sakinah, 11 April 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................I


DAFTAR ISI ..................................................................................................II
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang ............................................................................................1
B. Rumusan masalah .......................................................................................1
C. Tujuan .........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Ijtihad .....................................................................................2
2. Pengertian Istinbath ..................................................................................2
3. Sumber Hukum Ijtihad .............................................................................3
4. Fungsi Ijtihad ............................................................................................3
5. Syarat-syarat Mujtahid .............................................................................3
6. Macam-macam Ijtihad ..............................................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA

I
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi di dunia, menyebabkan
adanya masalah masalah baru yang belum terdapat dalam al quran dan as sunnah.
Banyak umat islam yang mulai bertanya status hukum islam tentang hal hal baru
tersebut. Sehingga, perlu yang namanya ijtihad untuk menjawab bagaimana status
hukumnya dalam syari’at islam.
Namun pada abad ke-4 H, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa pintu
ijtihad telah tertutup, sehingga menyebabkan ulama zaman sekarang merasa tidak
pantas untuk melakukan ijtihad.
Berangkat dari hal tersebut, perlu kiranya kita meneliti dan mempelajari
kembali tentang ijtihad. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang
ijtihad tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ijtihad?
2. Apa pengertian dari istinbath?
3. Apa saja dasar-dasar hukum ijtihad?
4. Apa fungsi dari ijtihad?
5. Apa saja syarat-syarat mujtahid
6. Apa saja macam-macam ijtihad?
C. Tujuan Masalah
1. Dapat mengetahui pengertian dari ijtihad
2. Dapat mengetahui pengertian dari istinbath
3. Dapat mengetahui apa saja dasar-dasar ijtihad
4. Dapat mengetahui fungsi dari ijtihad
5. Dapat mengetahui apa saja syarat-syarat mujtahid
6. Dapat mengetahui apa saja macam-macam ijtihad

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ijtihad
Secara etimologi ijtihad berasal dari bahasa arab yaitu ijtihada yang diambil
dari masdar ghoiru mim yang artinya bersungguh-sungguh, rajin, dan giat. Jadi
menurut bahasa ijtihad itu ialah berusaha atau berupaya dengan sungguh-sungguh.
Perkataan ini tidak dipergunakan dalam suatu yang tidak mengandung kesulitan dan
keberatan.
Sedangkan secara terminologi, banyak para ulama yang mendefinisikan
ijtihad. Namun pada dasarnya ijtihad adalah aktivitas untuk memperoleh pengetahuan
(istinbat) hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syariat.
Dengan kata lain, ijtihad adalah pengerahan segala kemampuan seorang faqih
(pakar fiqih islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui
dali syara’.
2. Pengertian Istinbath
Secara bahasa, kata istinbath berasal dari kata istanbatha-yastanithu-
istinbathan yang berarti menciptakan, mengeluarkan, mengungkapkan atau menarik
kesimpulan. Dengan demikian, istinbath hukum adalah suatu cara yang dilakukan atau
dikeluarkan oleh pakar hukum (fikih) untuk mengungkapkan suatu dalil hukum guna
menjawab persoalan-persoalan yang terjadi.
Pengertian istinbath hukum sering juga diartikan secara kurang tepat, di mana
ia diartikan sebagai dalil hukum. Padahal keduanya memiliki arti yang berbeda.
Secara bahasa, kata dalil berarti petunjuk kepada sesuatu yang dapat dirasa maupun
yang tidak dapat dirasa, baik petunjuk yang baik maupun buruk. Menurut ahli ushul
fikih dalil adalah sesuatu yang menunjukkan pada pandangan yang benar terhadap
hukum syari’ah yang bersifat praktis melalui jalan yang qath’i atau zhanni. Dalam
ushul fiqh ada beberapa lafal yang mempunyai arti yang sama yaitu dalil al-hakam,
ushul al-hakam, al-mashadir al-tasyri’iyyah li al-hakam. Lafal-lafal ini mempunyai
arti yang sama, yaitu sumber hukum.
Tujuan istinbath hukum adalah menetapkan hukum setiap perbuatan atau
perkataan mukallaf dengan meletakkan kaidah-kaidah hukum yang ditetapkan.
Melalui kaidah-kaidah itu kita dapat memahami hukum-hukum syara’ yang ditunjuk
oleh nash, mengetahui sumber hukum yang kuat apabila terjadi pertentangan antara
dua buah sumber hukum dan mengetahui perbedaan pendapat para ahli fikih dalam
2
menentukan hukum suatu kasus tertentu. Jika seorang ahli fikih menetapkan hukum
syariah atas perbuatan seorang mukallaf, ia sebenarnya telah meng-istinbath-kan
hukum dengan sumber hukum yang terdapat di dalam kaidah-kaidah yang telah
ditetapkan oleh ahli ushul fikih.
3. Dasar Hukum Ijtihad
Ijtihad merupakan salah satu metode untuk istinbath hukum Islam.
Dibolehkannya ijtihad ini tentunya berdasarkan firman Allah atau hadits Rasullullah.
Baik yang dinyatakan dengan jelas maupun yang dinyatakan dengan isyarat,
diantaranya yaitu firman Allah SWT dalam surah An nisaa’ayat 105:
“Sesungguhnya kami turunkan kitab kepadamu secara hak, agar dapat menghukumi
diantara manusia dengan apa yang Allah mengetahui kepadamu, dan janganlah
kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-
orang yang khianat”.
Dalam ayat tersebut terdapat penetapan ijtihad yaitu berupa qiyas.
Dibolehkannya ijtihad juga berdasarkan keterangan dari sunah, diantaranya yaitu:
Hadits yang diriwayatkan oleh Umar:
‫اذا حكم الحاكم فاجتهد فاصاب فله اجران و اذا حكم فاجتهد ثم اخطأ فله اجر‬
Artinya: jika seorang hakim menghukumi sesuatu, dan benar, maka itu mendapat dua,
dan bila dia salah mak dia mendapat satu pahala.
Ijtihad telah dilakukan oleh para sahabat sejak wafatnya Rasulullah SAW.
Mereka selalu berijtihad ketika mendapatkan masalah-masalah baru yang belum di
jelaskan  secara jelas baik dalam Alquran dan Sunnah rasul.
4. Fungsi Ijtihad
Ijtihad berfungsi baik untuk  menguji kebenaran riwayat hadis yang tidak
sampai ke tingkat Hadis Mutawatir seperti hadis ahad, atau sebgai upaya memahami
redaksi ayat atau hadis yang tidak tegas pengertiannya sehingga tidak langsung dapat
dipahami kecuali dengan ijtihad, dan berfungsi untuk mengembangkan perinsip-
perinsip hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah seperti dengan qiyas,
isithsan, dan maslahah mursalah. Hal yang disebut ini, yaitu pengembangan perinsip-
perinsip hokum dalam al-Qur’an dan Sunnah adalah penting, karena dengan  itu ayat-
ayat dan hadis-hadis hukum yang sangat terbatas jumlahnya itu dapat menjawab
permasalahan yang tidak terbatas jumlahnya.
5. Syarat-Syarat Mujtahid

3
Mujtahid adalah orang yang berijtihad. Berbicara tentang syarat  - syarat 
ijtihad tidak lain dari berbicara syarat-syaratnya mujtahid begitu pula sebaliknya. Ada
beberapa imam yang menjelaskan syarat-syaratnya Ijtihad :
1) Imam Al-ghazali
Menurut Imam Al – ghozali didalam kitabnya al – musthofa mengatakan
mujtahid memiliki dua syarat :
a. Mengetahui dan menguasai ilmu syara’ dan dapat melihat dzon yang sesuai
dengan syar’i dengan mendahulukan apa yang wajib di dahulukan dan sebaliknya
b. Hendaknya seseorang itu bersikap adil, menjauhi maksiat yang dapat
mencemarkan sifat dan sikap keadilannya karena ini menjadi landasan apakah
fatwanya dapat menjadi pandangan atau tidak
2) Imam Asy-Syathiby
Beliau mengatakan seseorang dapat diterima ijtihadnya apabila memiliki dua
sifat, yaitu:
a. Mengerti dan paham akan tujuan-tujuannya syariat dengan sepenuhnya secara
keseluruhan
b. Mampu melakukan istinbath berdasarkan kepemahaman terhadap tujuan syariat
tersebut
3) Al-amidi dan Al-baidlawi
Menjelaskan seseorang dapat melakukan Ijtihad apabila ia memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut:
a. Mengetahui apa yang ada pada tuhan dari sifat-sifat yang wajib, percaya pada
rasul dan apa yang dibawa olehnya, daru mukjizat-mukjizat dan ayat-ayat yang
nyata. Sehingga pendapat dan hukum yang ia dapatkan itu memang nyata ada dan
benar. Dan tidak disyaratkan baginya mengetahui ilmu kalam secara detail.
Cukup mengetahui perkara dengan global.
b. Hendaknya dia seorang yang pandai (alim) dan bijaksana (arif) tentang
keseluruhan hukum syariat dan pembagiannya
Memang sulit menjadi seorang mujtahid mutlak. Ada saja kelemahan
seseorang dibeberapa bidang. Agar seseorang mencapai tingkatan ijtihad yang
sesungguhnya Ia dituntut untuk mengerti makna ayat-ayat hukum daam Alquran baik
secara bahasa maupun secara syara’. Dan juga mengetahui Hadits Ahkam atau hadits-
hadits hukum serta mampu memilih hadits mana yang sesuai dengan permasalahan
yang ada.
4
Seorang Mujtahid memang seharusnya hafal akan Alquran dan Hadits yang
diperlukan serta mengetahui Nasikh dan Mansukhnya baik yang terdapat dalam
Alquran ataupun Assunnah. 
Terlepas dari pendapat dari ulama’, maka dapat di simpulkan bahwa syarat-
syarat mujtahid atau ulama’ untuk melakukan ijtihad, yaitu:
a. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Alquran, 
baik menurut bahasa maupun syaria’ah.
b. Menguasai dan mengetahui hadits-hadits hukum, baik menurut bahasa maupun
syari’ah.
c. Mengetahui nasakh dari Alquran dan Assunnah, supaya tidak salah dalam
menetapkan hukum.
d. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama’, sehingga
ijtihadnya tidak bertentangan dengan ijma’ ulama’.
e. Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratan serta menginstinbatnya, karena qiyas
merupakan kaidah dalam berijtihad.
f. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan
bahasa, serta berbagai problematikanya.
g. Mengetahui Ilmu Ushul Fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad.
h. Mengetahui maqashidu al syari’ah (tujuan syariat) secara umum, karena
bagaimanapun juga syari’at itu berhubungan dengan maqashidu al syari’ah atau
rahasia yang disyariatkannya suatu hukum.
6. Macam-macam Ijtihad
Dr. Dawalibi membagi Ijtihad menjadi tiga bagian, yang sebagiannya sesuai
dengan pendapat As- Syathibi dalam kitab Almuafaqat, yaitu:
a. Ijtihad Al Batani, yaitu ijtihad untuk menjelasakan hukum-hukum syara’ dari
nash.
b. Ijtihad Al Qiyasi, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam
Alquran dan Assunnah dengan menggunakan metode qiyas.
c. Ijtihad Al Istishlah, yaitu ijtiha terhadap permasalan yang tidak terdapat dalam
Alqura dan Assunnah dengan menggunakan ra’yu
berdasarkan kaidah istilah Pembagian diatas masih belum sempurna,
seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Taqiyyu Alhakim dengan
mengemukakan beberapa alasan, diantaranya jami’ wal mani. Menurutnya, ijtihad
itu dapat di bagi menjadi dua bagian saja, yaitu:
5
a. Ijtihad Al-aqli, yaitu ijtihad yang didasarkan pada akal, tidak menggunakan
dalil syara’. Mujtahid dibebasakan untuk berfikir dengan mengikuti kaidah-
kaidah yang pasti. Misalnya, menjaga kemudharatan, hukuman jelek bila tidak
disertai penjelasan, dan lain sebagainya.
b. Ijtihad Syar’i, yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’. Termasuk dalm
pembagian ini adalah ijma’, qiyas, istihsan, istishlah, urf, isttishab dan lain-
lain.

6
BAB III
PENUTUP
A. Penutup
Secara terminologi Ijtihad adalah aktivitas untuk memperoleh pengetahuan
(istinbat) hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syariat. Sedangkan Secara
etimologi ijthad berasal dari bahasa Arab yaitu ijtihada yang di ambil dari masdar
ghoiru mim yang artinya bersungguh-sungguh, rajin, dan giat.
Dasar hukum yang membolehkan Ijtihad adalah Alquran dan hadits Rasul.
Salah satunya yaitu Alquran Surah Annisaa’ ayat 105 serta Hadits Rasul yang
diriwayatkan oleh Umar.
Syarat-syarat untuk menjadi mujtahid yaitu: mengetahui dan menguasai ayat-
ayat hukum dalam Alquran, mengetahui dan mengasai Hadits-hadits Ahkam,
mengetahui nasakh dan mansukh dari Alquran dan Assunnah, mengetahui
permasalahan yang telah ditetapkan melalui ijma’ ulama’, mengetahu qiyas dan
berbagai persyaratannya, mengetahu bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang
berkaitan, dan mengetahui Ilmu Ushul Fiqih, mengetahu Maqasidu As sayari’ah.
Sedangkan macam-macam ijtihad adalah ijtihad Al-Batani, Al-qiyasi, dan Al
isstishlah. Ada juga macam-macam ijtihad yaitu ijtihad Al aqli dan ijtihad Al Syar’i.

7
DAFTAR PUSTAKA

Al dzarwy, Ibrahim Abbas. 1987. Ijtihad Dalam Syari’at Islam. Jakarta: Jakarta Indo.
Al Qardawy, Yusuf. 1987. Ijtihad Dalam Syari’at Islam. Jakarta: Jakarta Indo.
Khalaf, Abdul Wahab. 2004. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Rineka Cipta.
Syafe’i, Rahmat. 1999. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia.

VIII

Anda mungkin juga menyukai