- FERI LESMANA
- GUSTIA PURNAMA
- MAHARANI
- RIZKI RAYMANZA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, rahmat, taufik
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menghimpun dan menyelesaikan makalah ini.
Tujuan dibuatnya makalah ini guna mengetahui tentang definisi dari ijtihad,
kedudukan ijtihad, dan macam-macam ijtihad.
Tak lupa juga penulis berterimakasih kepada Guru Pengajar Fiqih yang telah
membimbing kami dalam menyusun makalah ini. Serta teman-teman yang sudah
menyediakan waktu luangnya untuk bersama-sama menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini jauh dari kesempurnaan sehingga segala kritik dan saran akan penulis
terima dengan lapang dada. Sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................3
3.1 Kesimpulan......................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dan dalam bentuknya yang telah mengalami kemajuan, teori hukum Islam
(Islamic Legal Theory) mengenal berbagai sumber dan metode yang darinya dan
melaluinya hukum (Islam) diambil. Sumber-sumber yang darinya hukum diambil adalah
Al-Quran dan As-Sunnah Nabi, yang keduanya memberikan materi hukum. Sedangkan,
sumber-sumber yang melaluinya hukum berasal adalah metode-metode ijtihad dan
interpretasi, atau pencapaian sebuah konsensus ( Ijma’, kesepakatan).
Oleh karena itu, penulis membuat makalah bertemakan ijtihad sebagai solusi dari
pengambilan keputusan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Quran dan As-
Sunnah.
1
1.3 Batasan Masalah
Makalah ini hanya membahas masalah ijtihad serta kedudukannya sebagai sumber
hukum Islam dan hasil-hasil ijtihad serta pengertian dari hasil-hasil ijtihad tersebut.
Tujuan penulis membahas kedudukan ijtihad sebagai sumber hukum Islam adalah:
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ijtihad seakar kata dengan juhd, jihad, dan mujahadah, yang artinya
kesungguhan dan usaha keras. Ijtihad dalam pengertian yang luas berarti
penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan, dan mengambil kesimpulan
dari sesuatu ayat atau hadits. Sedangkan dalam konteks istimbat (penetapan)
hukum, ijtihad adalah penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang
tidak ditentukan secara eksplisit dalam Al-Quran dan Hadits Nabawi.
b. Terhadap kejadian yang sama sekali tidak terdapat dalam nash, nalar dapat
menjalankan fungsi formulasi.
3
d. Penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak
ditentukan secara eksplisit oleh Al-Quran dan As-Sunnah.
Tujuan adanya ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan
pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah SWT di suatu tempat tertentu atau
pada suatu waktu tertentu.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu
atau disuatu masa waktu tertentu, maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara
yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al-Quran dan
Hadits. Sekiranya sudah ada, maka persoalannya harus mengikuti ketentuan yang
ada berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Namun jika persoalannya merupakan
perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al-Quran dan Hadits
maka umat Islam memerlukan ijtihad, tapi yang berhak membuat ijtihad adalah
mereka yang paham Al-Quran dan Hadits yang disebut dengan mujtahid.
a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan
yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia
4
yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusan
daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
Kedudukan ijtihad sebagai sumber hukum Islam adalah sebagai sumber hukum ketiga
setelah Al-Quran dan Al-Hadits.
5
Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan didalam
Al-Quran atau Hadist dengan kasus baru yang memiliki persamaan
sebab (illat).
Fatwa yang dikeliarkan oleh seorang faqih (ahli fiqih), hanya karena dia
merasa hal itu adalah benar.
6
4. Mashalihul Mursalah, yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu
persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang
sesuai dengan tujuan syari’at. Perbedaan antara istihsan dan mashalitul
mursalah ialah, istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahatan (kebaikan)
itu dengan disertai dalil Al-Quran atau Al-Hadits yang umum, sedang
mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan
dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis dalam Al-Quran atau Al-
Hadits.
5. Urf, adalah sesuatu yang telah biasa berlaku, diterima, dan dianggap
baik oleh masyarakat. Juga didefinisikan sebagai tindakan menentukan masih
bolehnya suatu adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama
kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Al-
Quran dan Al-Hadits.
7
10. Ta’arud Ad-Dilalah, artinya pertentangan (secara lahir dalam
pandangan mujtahid) antara satu dalil dengan dalil lainnya pada derajat yang
sama (ayat dengan ayat; atau antara sunah dengan sunah).
BAB III
KESIMPULAN
2. Kedudukan ijtihad sebagai sumber hukum Islam adalah sebagai sumber hukum
ketiga setelah Al-Quran dan Al-Hadits.
3. Hasil ijtihad antara lain adalah: qiyas, ijma’, istihsan, mashalihul mursalah, urf,
istishab, dan sududz dzariah.
8
DAFTAR PUSTAKA
Ballaq, B. Wael. 2000. Sejarah Teori Hukum Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Khallaf, Abdul Wahhab. 2002. Kaidah-kaidah Hukum Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada
Ramulyo, Mohd. Idris. 2004. Asas-asas Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika