Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

IJTIHAD SEBAGAI METODOLOGI SUMBER HUKUM


DALAM ISLAM

DOSEN : Bpk. ABDUL ROSYID, Drs.,M.Pd

Oleh :
1. Linda Rosalina 202151019
2. Mutoharoh Fauziah 202151023
3. Maulidya ferliani 202151020
4. Maldino 202151063
5. Septilia Adinda Putri 202151031
6. Dian Eka Nurma Sari 201751075

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PROGRAM STUDI FARMASI
2021/2022
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
karunia Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Tidak lupa sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah meninggalkan contoh cemerlang tentang bagaimana seharusnya menjalani
hidup dan kehidupan kita di dunia ini.

Penulisan makalah “Ijtihad Sebagai Metodologi Sumber Hukum Dalam


Islam” ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Kami menyadari keterbatasan pengetahuan dan
wawasan dalam menyusun kalimat, atau tata bahasa atau ejaan yang dipakai
dalam menyelesaikan makala ini. Namun berkat usaha dan kekompakan
anggota dalam kelompok ini, akhirnya makalah ini bisa selesai tepat waktu.

Kami meminta maaf apabila dalam penulisan makalah ini banyak di


temukan berbagai kekurangan dan kelemahan, karena kesempurnaan itu adalah
milik Allah. Oleh karena itu sumbangan, saran, kritik pendapat yang sehat dan
membangun sangatlah kami harapkan agar makalah ini menjadi hasil karya
ilmiah yang sangat baik. Tidak lupa pula kami mohon ampunan kepada Allah
SWT atas segala dosa yang pernah kami lakukan. Amin.

Jakarta, 1 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ...……………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR …………………………………………….…………..

ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….

iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………….. 1


A. Latar Belakang ………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………….
1
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………...
1
D. Manfaat Penulisan ……………………………………………………….
2
E. Metode Penulisan ………………………………………………………..
2
F. Sistematika Penulisan ……………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………... 3


A. Waktu Umat Islam Berijtihad …………………………………………... 3
B. Pengertian Ijtihad ……………………………………………………….. 3
C. Metodologi Ijtihad ……………………………………………………….
4

iii
D. Dasar Hukum Bagi Ijtihad ……………………………………………….
5
E. Pendapat Para Ulama Tentang Kehujjahan Ijtihad ………………………
5
F. Ijtihad Pada Masa Kini …………………………………………………..

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………


7
A. Kesimpulan ……………………………………………………………... 7
B. Saran ……………………………………………………………………. 7
C. Daftar Pustaka ………………………………………………………….. 8

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar  Belakang  

Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melaluidalil-dalil agama
yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang
menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap
sesuatu hukum agama. Oleh karena itu kita harusberterima kasih kepada para mujtahid yang telah
mengorbankan waktu,tenaga, danpikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi
oleh umat Islambaik yang sudah lama terjadi di zaman Rosullulloh  maupun yang baru terjadi. Kita telah
mengetahui bersama bahwa sumber hukum tertinggi dalam Islam  adalah Al-Qur’an dan Hadits. Di
dalam keduanya terdapat hukum-hukum yang relevan dalam kehidupan kita bermasyarakat, beragama dan
menjalani kehidupan kita sebagai khalifah di muka bumi ini. Tanpa disadari, keterikatan muslimin untuk taat
kepada Allah dan Rasul-Nya dan dengan kekhawatiran akan jatuh dalam kekufuran, menjadikan setiap
muslim berjanji untuk mengikuti Al-Qur’an dan Hadits atau Sunnah. Tapi ada hal yang tidak dapat ditolak,
yakni adanya perubahan persepsi di kalangan muslim dalam  memahami  keduanya. Dari dasar sumber
yang sama ternyata muslimin memahami dengan berbeda. Awal  perbedaan ini, nampak jelas ketika
Rasulullah SAW wafat. Al-Quran, dalam  artian wahyu  atau  kalam Ilahi dan penjelas dalam praktik
kehidupan sehari-hari Nabi SAW itu terhenti. Sebagian muslimin berpandangan bahwa periode dasar
hukum telah terhenti, sehingga mereka berpandangan hanya Al-Quran dan Sunnah Nabi saja sebagai
sumber hukum yang mutlak. Sebagian muslimin yang lain memiliki pandangan dan keyakinanberbeda.
Seiring berjalannya waktu, permasalahan-permasalahan yang ditemui umat islam pun kian berkembang.
Ketika permasalahan - permasalahan tersebut tidak dapat lagi diselesaikan hanya melalui nash Al-Qur’an
dan Hadist secara eksplisit, timbul istilah ijtihad. Oleh karena itu makalah ini membahas tentang “
IJTIHAD SEBAGAI METODOLOGI SUMBER HUKUM DALAM ISLAM.”.

B. Rumusan Masalah

1.      Kapan umat Islam perlu Ijtihad?


2.      Apa itu Ijtihad?
3.      Apa saja Metodologi Ijtihad?
4. Apa dasar hukum bagi Ijtihad ?
5. Bagaimana pendapat para ulama tentang kehujjahan Ijtihad ?
6. Bagaimanakah Ijtihad Pada Masa Kini ?

C. Tujuan Penulisan

1.        Untuk mengetahui  waktu umat Islam  berijtihad.


2.      Untuk mengetahui pengertian Ijtihad.
3.      Untuk mengetahui metodologi Ijgtihad.
4. Untuk mengetahui dasar hukum bagi Ijtihad.
5. Untuk mengetahui pendapat para ulama tentang kehujjahan Ijtihad.
6. Untuk mengetahui Ijtihad Pada Masa Kini.
7. Untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Pendidikan Agama.

1
D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan


pengetahuan mengenai ijtihad sebagai metodologi sumber hukum dalam Islam. Baik bagi
para pembaca dan penulisnya.

E.     Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka, yaitu mendapatkan
sumber dari buku dan internet yang kemudian disusun dan dijabarkan kembali dengan bahasa yang sesuai
kemampuan dan keterampilan diri sendiri.

F. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama sebagai pendahuluan yang memiliki sub - bab limabuahyang
terdiri dari latar belakang , rumusan masalah , tujuan penulisan , metode penulisan, dan sistematika penulisan
, kemudian dilanjutkan pada bab kedua dengan berisi pembahasan yang memiliki enam sub – bab , yaitu :
kapan umat perlu ijtihad , pengertian ijtihad, metodologi ijtihad , dasar hukum bagi ijtihad , pendapat para
ulama tentang kehujjahan ijtihad , ijtihad pada masa kini dan di bab ketiga penutup , yang berisikan
kesimpulan dan saran dari semua pembahasan dalam makalah ini

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Waktu Umat Islam Berijtihad


Seorang yang melakukan ijtihad tergantung pada niatnya sendiri karena pengertian
ijtihad sendiri luas. Contoh : seseorang belajar bersungguh-sungguh, proses belajar
bersungguh-sungguh itu termasuk ijtihad dengan di sertai oleh niat seseorang yang
melakukan itu.
Ijtihad sendiri telah dilakukan sejak masa Nabi. Beberapa kali, Nabi melakukan ijtihad.
Namun, Nabi selalu mendapat bimbingan Allah. Bila hasil ijtihadnya salah, Allah segera
meluruskannya. Bila hasil ijtihadnya benar, Allah menegaskannya kembali. Setelah Nabi
wafat, ijtihad terus dikembangkan oleh para sahabat dan kemudian tabi’in. Demikian
seterusnya, ijtihad terus-menerus dikembangkan. Jika pada masa lalu ijtihad telah dilakukan,
kebutuhan kita sekarang untuk berijtihad tentu saja semakin besar.
B. Pengertian Ijtihad
Ijtihad ialah mencurahkan segala kemampuan dalam mencapai hukum syara’ dengan cara
istinbath (menyelidiki dan mengambil kesimpulan hukum yang terkandung) pada Alquran
dan sunah.
Orang-orang yang mampu berijtihad disebut mujtahid. Agar ijtihadnya dapat di
pertanggungjawabkan, seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
bersifat adil dan takwa, menguasai bahasa Arab dan cabang-cabangnya, ilmu tafsir, ushul
fiqih, dan ulumul hadits. Ilmu-ilmu tersebut diperlukan untuk meneliti dan memahami
makna-makna lafal dan maksud-maksud ungkapan dalam Alquran dan sunah.
Ijtihad berasal dari kata ijtahada yang artinya berusaha bersungguh-sungguh atau
mengerahkan segala kemampuan. Ijtihad secara istilah di definisikan para Ushul Fikih
sebagai usaha mutjahid (orang yang beritjihad) dengan segenap kesungguhan dan
kesanggupan untuk mendapatkan ketentuan hukum sesuai masalah dengan menggunakan
metodologi yang benar, dari kedua sumber hukum Al-Qur’an dan Assunnah. Ijtihad bukanlah
dilakukan oleh sembarang orang. Orang yang memiliki otoritas untuk melakukan ijtihad
disebut mutjahid. Para mutjahid harus melakukan ijtihadnya dengan penuh kesungguhan dan
dalam bidang yang sangat dikuasainya disertai metodologi yang benar. Sumber hukumnya
yang pertama adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang berjumlah lebih dari enam ribu ayat, baik
sebagai kesatuan yang utuh-bulat, satu kesatuan surat persurat maupun secara parsial ayat
perayat, selanjutnya yang ke dua adalah hadist-hadist Nabi yang juga berjumlah ribuan dan
melalui seleksi yang ketat tentang ke shahisannya, dan yang ketiga adalah ijma para sahabat
Nabi, para Imammutjahid mutlak (yaitu Imam Jafar, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’i, dan Imam Hanbali) merumuskannya dengan langkah-langkah gambling, tetapi
ketat. Metode yang dimaksud terutama qiyas (Empat Mazhab), istihsan (Imam Hanafi),
mashalih mursalah (Imam Maliki), danistidlal (Imam Syafi’i). Dalam Islam Syi’ah, ijtihad
tidak menggunakan metode-metode semacam qiyas dan mashalih mursalah tersebut. Ijtihad
adalah penyimpulan hukum dari Al-Qu’an dan Sunah melalui prinsip-prinsip umum
syara’atau penyimpulan suatu hukum pada kasus baru dengan bersandar pada prinsip-prinsip

3
umum yang sudah jelas dan terang benderang dalam Al-Qur’an dan Assunnah yang
dijadikan sandaran dalam berijtihad adalah hadist tentang Muadz bin Jabal tatkala di utus
oleh Nabi saw. Untuk menjadi hakim di negeri Yaman.
Rasulullah saw. Bertanya “Bagaimana engkau akan memutus perkara apabila dihadapkan
kepadamu suatu pengaduan?”. Ia menjawab “Saya akan memutus dengan hukum yang
tercantum di dalam Al-Qur’an. Beliau bertanya “Apabila tidak di dalam Al-Qur’an?”. Ia
menjawab “Dengan Assunnah Rasulullah saw”. Beliau bertanya lagi “Apabila tidak ada di
dalam Assunnah Rasulullah?”. Ia menjawab “Saya akan berusaha keras menggunakan
fikiranku dan tidak berhenti berusaha”.
C. Metodologi Ijtihad
Dilihat dari pelaksanaannya, ijtihad dibagi dua macam, yaitu ijtihad fardhi dan ijtihad jama’i.
Ijtihad fardhi adalah ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara pribadi. Sedangkan
ijtihad jamai’ adalah ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid secara berkelompok.
Metode yang umumnya digunakan dalam berijtihad yaitu :
• Ijma' : Kebulatan pendapat atau kesepakatan semua ahli ijtihad ummat setelah
wafatnya nabi pada suatu masa tentang suatu hukum. Seperti mendirikan Negara bagi
masyarakat Islam dan mengangkat pemimpin bagi umat, pembukuan Al Quran dan
sebagainya.
Ijma terdiri atas ijma qauli (ucapan), dan ijma sukuti (diam). Ijma qauli yaitu : para ulama
mujtahidin menetapkan pendapatnya baik dengan ucapan maupun dengan tulisan yang
menerangkan persetujuan atas pendapat mujtahid lain di masanya. Ijma sukuti ayaitu : ketika
para ulama mujtahidin berdiam diri tidak mengeluarkan pendapatnya atas hasil ijtihad para
ulama lain, diamnya itu bukan karena takut atau malu.
• Qiyas :Menetapkan suatu perbutan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan
suatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, didasarkan adanya persamaan diantara
keduanya. Contoh hukum berKB era sekarang dengan sistem ‘azl pada zaman Nabi saw.
Karena ada kesamaan ‚ilat hukum (sebab dan tujuan), KB era sekarang dan sistem ‚azl sama-
sama cara berKB maka para ulama sepakat menetapkan bolehnya berKB. Contoh lainnya
zakat padi. Nash yang sudah ada hanya menyebutkan gandum, bukannya padi. Karena ada
kesamaan ‚ilat hukum (sebab dan tujuan), padi dan gandum sama-sama makanan pokok,
maka para ulama sepakat menetapkan wajibnya zakat atas padi.
• Istihsan : Merupakan perluasan dari qiyas, yang dimaksud dengan istihsan adalah :
1) Meninggalkan qiyas jalli (qiyas nyata) untuk menjalankan qiyas khafi (qiyas samar-
samar) atau meninggalkan hukum kulli (hukum umum) untuk menjalankan hukum istisna’i
(pengecualian).
2) Menetapkan suatu hukum yang berlainan dengan hasil qiyas karena pertimbangan
kepentingan dan kemaslahatan umat untuk menghindarkan terjadinya kesulitan dan
kezaliman. Contoh : Islam hanya membenarkan transaksi jual beli jika barangnya sudah
nyata-nyata ada. Praktek salam, yakni jual beli dengan cara bayar duluan sementara
barangnya belakangan dilarang oleh Islam. Tentu saja maksudnya agar tidak terjadi
kecurangan. Tapi zaman berkembang dan sistem trnsaski bisnis bergerak lebih cepat.

4
Seringkali produsen tidak sanggup menyediakan barang yang dibutuhkan pelanggan karena
keterbatasan modal. Atas dasar kebutuhan dan kepercayaan, pelanggan akhirnya membayar
duluan, sementara barang yang dipesannya baru diproduksi setelah pelanggan membayar
(penuh atau sebagian) dari keseluruhan harga barang yang dipesannya. Pembayaran secara
salam tersebut merupakan “kekecualian“ dari salam yang umum.

D. Dasar hukum bagi ijtihad


Posisi ijitihad memiliki dasar yang kuat dalam ajaran hukum islam. Dalam Al-Qur’an
terdapat aya-ayat yang menunjukan perintah untuk berijtihad baik diungkapan secara isyarat
maupun secara jelas.
Di zama nabi orang tadik butuh ijtihad, karena permalsahan baru yang belum ada hukumnya
dapat ditanyakan langsung kepada Nabi dan langsung menjawabnya berdasakan petunjuk
wahyu yang terjamin kebenerannya. Setalah nabi wafat barulah ijtihad diperlakukan oleh
ulama mujtahid untuk menjawab hukum permasalah baru yang timbul dengan tetap
berpegangan kepada perinsip-perinsipyang terkandung dalam al-qur’an. Permasalah yang
timbul sekarang ini sangat kompleks dan jawabnya tidak terdapat dalam al-qur’an maupun
hadits, jika tidak ada usaha yang sungguh-sungguh dari orang yang pantas berijtihad, maka
akan terjadi kekosongan hukum. Hal ini tidak sejalan dengan tukuan hukum. Oleh karna ini,
ijtihad untuk sekarang merupakn hal yang mendesaak untuk dilakukan, karna begitu banyak
kasus permasalahan yang baru yang sifatnya kompleks dan rumit yang memerlukan jawaban
dari hukum islam.

E. Pendapat para ulama tentang kehujjahan ijtihad


Jumhur ulama membolehkan ijtihad menjadi hujjah dalam menepatkan hukum berdasakan
dalil al-qur’an Terjemahnya:
‘ Hai orang-orang yang berimam taatilah Allah dan taatilah rasul (Nya), dan ulil amri diantara
kamu kemudian jika kamu kerlainan. Pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul(Nya).
Yang dimaksud mentaati Allah dan Rasulnya dalam dalil tersebut ialah mengikuti sesuatu
yang telah diketahui melalui nash Al-Quq’an dan As-sunnah sedangkan yang diamksud
dengan mengambalikan kepad allah dan rasulnya bila terjadi persengketaan ialah
menghindari untuk mengikuti hawa nafsu kembali kepada apa yang telah disyariatkan allah
dan rasulnya dengan meneliti nash-nash yang kadang-kadang tersembunyi atau hilang dari
perhatian menerepakn aqidah-aqidah umum.

F. Ijtihad pada masa kini


Ternyata mereka membatasi ruang lingkup ijtihad kepada persoalan hukum saja. Seseorang
yang melakukan pengakajian dari luar bidang hukum islan tidak disebut sebagai mujtahid.

5
Pengertian tersebur terlalu jaun melangkah. Dari pengertian atau makna ijtihad
sesungguhnya. Sebab pengkajian yang dilakukan oleh para mujtahid dalam disiplin ilmu
hukum tidak berbeda dengan pengakajian yang dilakukan oleh mujtahid dalam disiplin ilmu
lain.
Mempertegas perbedaan antara ijtihad dengan transpormasi pemikiran. DR.Yusuf Al-
Qardhawi menyatakan bahwa:
ijtihad lebih ditekakan dalam bidang pemikiran yang bersifat ilmiah, sedangkantranspormasi
pemikiran meliputi bidang pemikiran, sikap mental, dan perilaku atautindakan manusia yang meliputi
bidang iman, amal ilmu, dan amal.

6
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ijtihad adalah berusaha bersungguh-sungguh  atau  mengarahkan segala kemampuan. Ijtihad
berfungsi sebagai penggerak, tanpa ijtihad sumber syari’at Islam itu akan rapuh, itulah
sebabnya ijtihad sebagai sumber ketiga yang tidak dapat dipisahkan dari Al-qur’an dan Al-
Hadits.
Dengan pendekatan istinbath akan diperoleh hukum Islam dari sumber-sumbernya.
Usaha ushul fiqih tidak akan berhasil tanpa didukung oleh cara-cara pendekatan istinbath
yang benar dan tepat, disamping ditopang oleh pengetahuannya yang memadai tentang
sumber-sumber hukum Islam.

B.     Saran
Demikian makalah ijtihad dan metodologi hukum islam dalam mata kuliah pendidikan
agam islam, yang tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan
proses dalam menempuh pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang
membangun demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan
suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, Amin.

7
Daftar Pustaka

Alkaf, Idrus H, 1988. Ijtihad Menjawab Tantangan Zaman, Solo : CV Ramadhani


Abdurahman, Asymuni, 1978. Penghantar Kepada Ijtihad,  Jakarta : Bulan Bintang
Abu Zahra, Muhammad. Ushul Fiqh, Beirut: Dasar al-Fikr al-Araby, 1958
Abd.Wahhab, Tajjudin bin Ali al-Subki,Jumu’u al-Jawami’I fi Ushul al-Fiqh.
Beirut: Dar al-kutub al-Ilmiyah, 2002, Cet. Ke-2
Shiddiq, Saipudin, Ushul Fiqh, Jakarta. Penerbit Kencana, 2011 Google.com

Anda mungkin juga menyukai