Oleh :
1. Linda Rosalina 202151019
2. Mutoharoh Fauziah 202151023
3. Maulidya ferliani 202151020
4. Maldino 202151063
5. Septilia Adinda Putri 202151031
6. Dian Eka Nurma Sari 201751075
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
karunia Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Tidak lupa sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah meninggalkan contoh cemerlang tentang bagaimana seharusnya menjalani
hidup dan kehidupan kita di dunia ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ...……………………………………………………………………… i
ii
iii
iii
D. Dasar Hukum Bagi Ijtihad ……………………………………………….
5
E. Pendapat Para Ulama Tentang Kehujjahan Ijtihad ………………………
5
F. Ijtihad Pada Masa Kini …………………………………………………..
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melaluidalil-dalil agama
yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang
menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap
sesuatu hukum agama. Oleh karena itu kita harusberterima kasih kepada para mujtahid yang telah
mengorbankan waktu,tenaga, danpikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi
oleh umat Islambaik yang sudah lama terjadi di zaman Rosullulloh maupun yang baru terjadi. Kita telah
mengetahui bersama bahwa sumber hukum tertinggi dalam Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Di
dalam keduanya terdapat hukum-hukum yang relevan dalam kehidupan kita bermasyarakat, beragama dan
menjalani kehidupan kita sebagai khalifah di muka bumi ini. Tanpa disadari, keterikatan muslimin untuk taat
kepada Allah dan Rasul-Nya dan dengan kekhawatiran akan jatuh dalam kekufuran, menjadikan setiap
muslim berjanji untuk mengikuti Al-Qur’an dan Hadits atau Sunnah. Tapi ada hal yang tidak dapat ditolak,
yakni adanya perubahan persepsi di kalangan muslim dalam memahami keduanya. Dari dasar sumber
yang sama ternyata muslimin memahami dengan berbeda. Awal perbedaan ini, nampak jelas ketika
Rasulullah SAW wafat. Al-Quran, dalam artian wahyu atau kalam Ilahi dan penjelas dalam praktik
kehidupan sehari-hari Nabi SAW itu terhenti. Sebagian muslimin berpandangan bahwa periode dasar
hukum telah terhenti, sehingga mereka berpandangan hanya Al-Quran dan Sunnah Nabi saja sebagai
sumber hukum yang mutlak. Sebagian muslimin yang lain memiliki pandangan dan keyakinanberbeda.
Seiring berjalannya waktu, permasalahan-permasalahan yang ditemui umat islam pun kian berkembang.
Ketika permasalahan - permasalahan tersebut tidak dapat lagi diselesaikan hanya melalui nash Al-Qur’an
dan Hadist secara eksplisit, timbul istilah ijtihad. Oleh karena itu makalah ini membahas tentang “
IJTIHAD SEBAGAI METODOLOGI SUMBER HUKUM DALAM ISLAM.”.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1
D. Manfaat Penulisan
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka, yaitu mendapatkan
sumber dari buku dan internet yang kemudian disusun dan dijabarkan kembali dengan bahasa yang sesuai
kemampuan dan keterampilan diri sendiri.
F. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama sebagai pendahuluan yang memiliki sub - bab limabuahyang
terdiri dari latar belakang , rumusan masalah , tujuan penulisan , metode penulisan, dan sistematika penulisan
, kemudian dilanjutkan pada bab kedua dengan berisi pembahasan yang memiliki enam sub – bab , yaitu :
kapan umat perlu ijtihad , pengertian ijtihad, metodologi ijtihad , dasar hukum bagi ijtihad , pendapat para
ulama tentang kehujjahan ijtihad , ijtihad pada masa kini dan di bab ketiga penutup , yang berisikan
kesimpulan dan saran dari semua pembahasan dalam makalah ini
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
umum yang sudah jelas dan terang benderang dalam Al-Qur’an dan Assunnah yang
dijadikan sandaran dalam berijtihad adalah hadist tentang Muadz bin Jabal tatkala di utus
oleh Nabi saw. Untuk menjadi hakim di negeri Yaman.
Rasulullah saw. Bertanya “Bagaimana engkau akan memutus perkara apabila dihadapkan
kepadamu suatu pengaduan?”. Ia menjawab “Saya akan memutus dengan hukum yang
tercantum di dalam Al-Qur’an. Beliau bertanya “Apabila tidak di dalam Al-Qur’an?”. Ia
menjawab “Dengan Assunnah Rasulullah saw”. Beliau bertanya lagi “Apabila tidak ada di
dalam Assunnah Rasulullah?”. Ia menjawab “Saya akan berusaha keras menggunakan
fikiranku dan tidak berhenti berusaha”.
C. Metodologi Ijtihad
Dilihat dari pelaksanaannya, ijtihad dibagi dua macam, yaitu ijtihad fardhi dan ijtihad jama’i.
Ijtihad fardhi adalah ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara pribadi. Sedangkan
ijtihad jamai’ adalah ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid secara berkelompok.
Metode yang umumnya digunakan dalam berijtihad yaitu :
• Ijma' : Kebulatan pendapat atau kesepakatan semua ahli ijtihad ummat setelah
wafatnya nabi pada suatu masa tentang suatu hukum. Seperti mendirikan Negara bagi
masyarakat Islam dan mengangkat pemimpin bagi umat, pembukuan Al Quran dan
sebagainya.
Ijma terdiri atas ijma qauli (ucapan), dan ijma sukuti (diam). Ijma qauli yaitu : para ulama
mujtahidin menetapkan pendapatnya baik dengan ucapan maupun dengan tulisan yang
menerangkan persetujuan atas pendapat mujtahid lain di masanya. Ijma sukuti ayaitu : ketika
para ulama mujtahidin berdiam diri tidak mengeluarkan pendapatnya atas hasil ijtihad para
ulama lain, diamnya itu bukan karena takut atau malu.
• Qiyas :Menetapkan suatu perbutan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan
suatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, didasarkan adanya persamaan diantara
keduanya. Contoh hukum berKB era sekarang dengan sistem ‘azl pada zaman Nabi saw.
Karena ada kesamaan ‚ilat hukum (sebab dan tujuan), KB era sekarang dan sistem ‚azl sama-
sama cara berKB maka para ulama sepakat menetapkan bolehnya berKB. Contoh lainnya
zakat padi. Nash yang sudah ada hanya menyebutkan gandum, bukannya padi. Karena ada
kesamaan ‚ilat hukum (sebab dan tujuan), padi dan gandum sama-sama makanan pokok,
maka para ulama sepakat menetapkan wajibnya zakat atas padi.
• Istihsan : Merupakan perluasan dari qiyas, yang dimaksud dengan istihsan adalah :
1) Meninggalkan qiyas jalli (qiyas nyata) untuk menjalankan qiyas khafi (qiyas samar-
samar) atau meninggalkan hukum kulli (hukum umum) untuk menjalankan hukum istisna’i
(pengecualian).
2) Menetapkan suatu hukum yang berlainan dengan hasil qiyas karena pertimbangan
kepentingan dan kemaslahatan umat untuk menghindarkan terjadinya kesulitan dan
kezaliman. Contoh : Islam hanya membenarkan transaksi jual beli jika barangnya sudah
nyata-nyata ada. Praktek salam, yakni jual beli dengan cara bayar duluan sementara
barangnya belakangan dilarang oleh Islam. Tentu saja maksudnya agar tidak terjadi
kecurangan. Tapi zaman berkembang dan sistem trnsaski bisnis bergerak lebih cepat.
4
Seringkali produsen tidak sanggup menyediakan barang yang dibutuhkan pelanggan karena
keterbatasan modal. Atas dasar kebutuhan dan kepercayaan, pelanggan akhirnya membayar
duluan, sementara barang yang dipesannya baru diproduksi setelah pelanggan membayar
(penuh atau sebagian) dari keseluruhan harga barang yang dipesannya. Pembayaran secara
salam tersebut merupakan “kekecualian“ dari salam yang umum.
5
Pengertian tersebur terlalu jaun melangkah. Dari pengertian atau makna ijtihad
sesungguhnya. Sebab pengkajian yang dilakukan oleh para mujtahid dalam disiplin ilmu
hukum tidak berbeda dengan pengakajian yang dilakukan oleh mujtahid dalam disiplin ilmu
lain.
Mempertegas perbedaan antara ijtihad dengan transpormasi pemikiran. DR.Yusuf Al-
Qardhawi menyatakan bahwa:
ijtihad lebih ditekakan dalam bidang pemikiran yang bersifat ilmiah, sedangkantranspormasi
pemikiran meliputi bidang pemikiran, sikap mental, dan perilaku atautindakan manusia yang meliputi
bidang iman, amal ilmu, dan amal.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ijtihad adalah berusaha bersungguh-sungguh atau mengarahkan segala kemampuan. Ijtihad
berfungsi sebagai penggerak, tanpa ijtihad sumber syari’at Islam itu akan rapuh, itulah
sebabnya ijtihad sebagai sumber ketiga yang tidak dapat dipisahkan dari Al-qur’an dan Al-
Hadits.
Dengan pendekatan istinbath akan diperoleh hukum Islam dari sumber-sumbernya.
Usaha ushul fiqih tidak akan berhasil tanpa didukung oleh cara-cara pendekatan istinbath
yang benar dan tepat, disamping ditopang oleh pengetahuannya yang memadai tentang
sumber-sumber hukum Islam.
B. Saran
Demikian makalah ijtihad dan metodologi hukum islam dalam mata kuliah pendidikan
agam islam, yang tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan
proses dalam menempuh pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang
membangun demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan
suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, Amin.
7
Daftar Pustaka