DIBUAT OLEH :
LINDA ROSALINA 202151019
MALDINO AKBAR 202151063
NAFIATUL NURAZIZAH 202151025
SILVYA INDRIANI 202151032
DEFINISI
TEGANGAN PERMUKAAN
• Tegangan Permukaan adalah gaya atau tarikan ke bawah yang
menyebabkan permukaan cairan berkontraksi dan benda dalam keadaan
tegang. Tegangan Permukaan merupakan suatu kemampuan atau
kecenderungan zat cair untuk selalu menuju ke keadaan yang luas
permukaannya lebih kecil yaitu permukaan datar , atau bulat seperti bola
atau usaha untuk membentuk luas permukaan baru.
Faktor – factor yang mempengaruhi FAKTOR
Tegangan Permukaan
• Densitas ->Semakin tinggi densitas cairan semakin tinggi harga tegangan
permukaannya.
• Konsentrasi ->Solut yang ditambahkan ke dalam larutan akan menurunkan
tegangan muka , karena mempunyai konsentrasi dipermukaan yang lebih besar
daripada di dalam larutan.
• Suhu -> Semakin tinggi suhu semakin rendah harga tegangan permukaannya.
• Viskositas -> Semakin tinggi viskositas cairan semakin tinggi tegangan
permukaannya.
Metode Penentuan Tegangan
METODE
3. Metode Cincin Du
Nuouy. Bisa digunakan
Permukaan
untuk mengukur
1. Metode Kenaikan tegangan permukaan
4. Metode Tetes ( Weight
Pipa Kapiler. ataupun tegangan antar
– Drop ). Jika cairan
muka. Dengan metode
Tegangan ini , tegangan
tepat akan menetes maka
Permukaan diukur gaya tegangan
2. Metode permukaan dapat
permukaan sama dengan
dengan melihat ditentukan dengan
ketinggian air /
Tekanan cepat dengan hanya
gaya yang disebabkan
cairan yang naik Maksimum menggunakan sedikit
oleh gaya berat itu
sendiri , maka :mg = 2
melalui suatu Gelembung. cairan. Alatnya dikenal
dengan m = massa zat
kapiler. Metode Dasarnya adalah dengan nama
cair. Harus diusahakan
Tensiomete r Duitog,
kenaikan pipa bahwa tegangan yang berupa cincin
agar jatuhnya tetesan
kapiler hanya dapat muka = tekanan hanya disebabkan oleh
kawat Pt yang dipasang
digunakan untuk berat tetesannya sendiri
maksimum pada salah satu lengan
dan bukan oleh sebab
mengukur tegangan dikurangi gaya timbangan. Cincin ini
yang lain. Selain itu juga
permukaan , tidak dimaskkan ke dalam
bisa untuk yang menekan cairan yang akan
digunakan metode
pembanding
mengukur tegangan gas keluar. diselidiki tegangan
denganjumlah tetesan
mukanya dengan
antar muka.https menggunakan kawat .
untuk volume ( V )
://youtu.be/ tertentu Berat satu
Lengan lain diberi gaya
QmnLwVsroug tetesan = V.p/n.
sehingga cincin
terangkat di permukaan
Peristiwa Tegangan Permukaan APLIKAS
I
Minyak pelumas bekas atau yang dalam kesehariannya disebut juga dengan
oli bekas, pada dasarnya adalah minyak pelumas yang dalam pemakaiannya
telah mengalami berbagai macam gesekan, dan tercampur dengan kotoran
dari komponen komponen mesin, sisa pembakaran maupun debu. Menurut
Mukhlishoh (2008), pelumas bekas merupakan limbah B3 karena dapat
menyebabkan tanah menjadi tandus dan kehilangan unsur haranya.
TEORI TERKAIT :
• Daur ulang minyak pelumas bekas merupakan salah satu alternatif dalam rangka efisiensi, penghematan konsumsi
minyak bumi, serta mengurangi pencemaran. Salah satu upaya menjernihkan minyak pelumas bekas adalah dengan
memisahkan zat-zat pengotor melalui metode adsorpsi. Adsorben yang dapat digunakan adalah bentonit.
• Pemurnian minyak pelumas bekas yang dilakukan dengan penambahan asam (acid treatment) membentuk endapan.
Endapan tersebut berupa kontaminan karbon dan asam sulfat yang membentuk larutan garam dan terendap ke dasar
larutan tersebut masih terdapat sisa dari kontaminan karbon yang tidak ikut terendap, sehingga menghasilkan warna
yang masih gelap.
• Minyak pelumas terdiri dari senyawa - senyawa hidrokarbon, yaitu parafin, naften, senyawa aromatik dan sejumlah
kecil senyawa organik yang mengandung oksigen dan belerang yang dipandang sebagai pengotor (Harjono, 2001).
Minyak pelumas yang telah digunakan dalam waktu cukup lama akan mengalami perubahan komposisi atau susunan
kimia, selain itu juga akan mengalami perubahan sifat fisik maupun mekanis. Hal ini disebabkan karena pengaruh
tekanan dan suhu selama penggunaan, dan juga kotoran-kotoran yang masuk ke dalam minyak pelumas itu sendiri.
Teori Terkait
• Salah satu reaksi kontaminan logam ketika proses acid treatment: 2Fe(aq) +
3H2SO4(l) → 3H2(g) + Fe2(SO4)3(s)↓ Pada dasarnya pelumas murni pada
pengolahannya dari minyak mentah (crude oil) memiliki warna dasar coklat
kemerahan yang kemudian diolah untuk mengubah warna tersebut menjadi
jernih. Pada tahap pemurnian pelumas bekas dengan penambahan asam sulfat
(acid treatment). Asam sulfat memiliki sifat dapat bekerja menurunkan tegangan
permukaan cairan, sehingga dapat digunakan dalam menghilangkan sejumlah
kontaminan yang terkandung dalam minyak pelumas bekas. Tahap acid
treatment ini memudahkan tahap adsorpsi karena telah mengurangi kontaminan.
Metode
• Penelitian terdiri dari preparasi dan aktivasi bentonit, preparasi sampel
pelumas bekas, pemurnian dengan metode adsorpsi dengan variasi
konsentrasi bentonit dan suhu adsorpsi. Kemudian dilanjutkan pengolahan
data dan interpretasi. Data yang diperoleh dibandingkan dengan data
sebelum pemurnian dan spesifikasi minyak pelumas tersebut.
INTERPRETASI DATA
1.Viskositas Kinematik
• Data viskositas kinematik pada suhu 40 °C dan 100 °C didapatkan bahwa semakin banyak bentonit yang digunakan dan
semakin tinggi suhu adsorpsi pada minyak pelumas maka semakin besar nilai kenaikan viskositas kinematik dari minyak
pelumas hasil daur ulang. Perubahan viskositas kinematik tertinggi pada variasi campuran B30T70 sebesar 109,92 cSt
untuk suhu 40°C dan 14,57 cSt untuk suhu 100°C, dengan % efisiensi kenaikan viskositas kinematik sebesar 49,15%
untuk suhu 40°C dan 30,79% untuk suhu 100°C. Hal tersebut menandakan bahwa tingginya nilai kontaminan yang dapat
diserap pada variasi campuran ini, sehingga mampu meningkatkan kekentalan pada sampel hasil pemurnian. Jika dilihat
dari nilai viskositas kinematik dari minyak pelumas bekas adalah 73,74 cSt untuk suhu 40°C dan 11,14 cSt untuk suhu
100°C dan nilai viskositas kinematik standar yaitu 116,35 cSt untuk suhu 40°C dan 14,85 untuk suhu 100°C, maka
didapatkan hubungan antara viskositas minyak pelumas bekas dengan kontaminan adalah semakin rendah nilai viskositas
kinematik minyak pelumas bekas maka akan semakin tinggi pula nilai kontaminan pada minyak pelumas bekas.
Viskositas kinematik minyak pelumas bekas dipengaruhi oleh logam dalam minyak pelumas bekas. Perubahan atau
penurunan viskositas kinematik tertinggi pada campuran B30T70 sebesar 109,94 cSt untuk suhu 40°C dan 14,57 untuk
suhu 100°C dapat dijadikan standar penurunan viskositas kinematik optimal dikarenakan nilai viskositas kinematik ini
yang paling mendekati dengan standar.
INTERPRETASI DATA
2. Indeks Viskositas
• Kekentalan zat cair biasanya akan menurun bila terjadi kenaikan suhu. Nilai indeks viskositas menunjukkan kemampuan
pelumas mempertahankan kekentalan-nya terhadap perubahan suhu (Harjono, 2001). Semakin tinggi angka indeks minyak
pelumas, maka semakin kecil perubahan viskositasnya pada penurunan atau kenaikan suhu. Berdasarkan data indeks
viskositas diperoleh hasil bahwa semakin banyak bentonit yang digunakan dan semakin tinggi suhu adsorpsi pada minyak
pelumas maka semakin rendah nilai indeks viskositas dari minyak pelumas hasil daur ulang.
3. Specific Gravity
Pengujian kualitas pelumas bekas, specific gravity menjadi tolak ukur dalam pengurangan nilai kontaminan, semakin mendekati
standar nilai massa jenis minyak pelumas, maka semakin banyak kontaminan yang dihilangkan. Nilai specific grafity pada 15 °C
dari Meditran SX SAE 15W-40 CH-4 adalah 0,8890 dan specific gravity dari pelumas bekas 0,8667. Berdasarakan data hasil
pengujian diperoleh bahwa campuran B30T70 paling mendekati dengan nilai standar dengan hasil 0,8872. Oleh karena itu,
campuran B30T70 merupakan hasil yang paling optimal dikarenakan nilai specific gravity paling mendekati dengan standar.
INTERPRETASI DATA
4. Warna
Pengujian warna bertujuan untuk menentukan warna visual dari minyak pelumas bekas yang dihasilkan dan
dibandingkan dengan minyak pelumas murni. Tingkat kejernihan warna dari yang terendah ke tertinggi adalah D8,0-
L0,5. L adalah singkatan dari light, dan D adalah singkatan dari too dark menandakan bahwa kejernihan warna dari
minyak pelumas terdeteksi melampaui batas terendah kejernihan warna. Bentonit sebagai adsorben mengikat sisa karbon
dan warna gelap dari minyak pelumas hasil dari proses acid treatment dan diendapkan ke dasar larutan. Perubahan warna
pada minyak pelumas sebagian besar terjadi pada proses adsorpsi. Pada campuran B30T25, B30T50, dan B30T70
menghasilkan warna L5,0 yang paling mendekati dengan warna standar yaitu 4,0. Pada pengujian warna, suhu adsorpsi
tidak terlalu mempengaruhi hasil yang diperoleh. Hal ini dapat terjadi karena besarnya rentang pengukururan warna
pada ASTM D1500, sehingga warna yang dihasilkan tidak dapat terlihat dengan lebih spesifik. Namun, konsentrasi
bentonit berpengaruh untuk menghasilkan warna yang lebih jernih. Semakin banyak konsentrasi bentonit, semakin jernih
warna yang dihasilkan. Oleh karena itu, campuran B30T25, B30T50, dan B30T70 merupakan hasil yang paling optimal
karena merupakan warna yang paling mendekati dengan standar.
KESIMPULAN JURNAL 2
• Konsentrasi Bentonit sebagai adsorben dan suhu adsorpsi berpengaruh
dalam pemurnian minyak pelumas bekas. Konsentrasi Bentonit optimum
adalah 30 % dan suhu adsorpsi optimum adalah 70 derajat Celcius.
Menghasilkan % efisiensi kenaikan viskositas sebesar 49,15% untuk suhu
40 derajat Celcius dan 30,79 % untuk suhu 100 derajat Celcius.
Karakteristik minyak pelumas yang dihasilkan yaitu : viskositas kinematic
40 derajat Celcius dan 100 derajat Celcius sebesar 109,94 cSt dan 14,57
cSt;indeks viskositas sebesar 136, specific gravity 15 derajat Celcius
sebesar 0,8872; serta warna yang dihasilkan adalah L5,0.
JURNAL 3
UJI STABILITAS BAHAN
POLYDIMETHYLSILOXANE
Polydimethylsiloxane (PDMS) atau umumnya dikenal dengan nama silicone oil adalah cairan buatan yang
berfungsi sebagai bahan pengganti vitreous humour (agen tamponade) dan menjadi sangat penting untuk keperluan
bedah vitreoretina. Bedah vitreoretina merupakan tindakan operasi yang berhubungan dengan organ mata manusia.
INTERPRETASI DATA
• Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan nilai transmitansi seluruh sampel setelah sintesis
ataupun setelah penyimpanan selama 90 hari hampir mendekati 100 % dengan nilai indeks bias
masing masing sebesar 1,4040, 1,4092 dan 1,4121 untuk sampel dengan viskositas 1,07 Pa.s, 1,69
Pa.s, dan 3,00 Pa.s.
• Nilai tegangan permukaan sampel dengan viskositas 1,07 Pa.s memiliki nilai 19 mN/m, sedangkan
untuk sampel dengan viskositas 1,69 Pa.s dan 3,00 Pa.s memiliki nilai tegangan permukaan masing-
masing sebesar 19,7 mN/m dan 18 mN/m.
• Ketiga sampel PDMS memiliki serapan gugus fungsi yang menyerupai PDMS standar yaitu
terdapat vibrasi ikatan Si–O–Si, Si– CH3, Si–C dan C–H dan tidak ditemukan serapan gugus C – Cl
yang mengindikasikan senyawa kloroform. Ketiga sampel PDMS tersebut tidak mengalami
perubahan sifat fisis secara signifikan setelah disimpan selama 90 hari.
METODE
• Dalam penelitian ini, sintesis polydimethylsiloxane (PDMS) dilakukan dengan metode
polimerisasi pembukaan cincin (ring-opening polymerization (ROP)). Selanjutnya
pada sampel PDMS tersebut dilakukan proses pemurnian dengan cara ekstraksi yaitu
menambahkan PDMS dengan kloroform. Lalu pada campuran tersebut ditambahkan
mili-q water. Setelah itu mili-q water dan kloroform dihilangkan dari sampel PDMS.
Kemudian sampel PDMS hasil pemurnian di karakterisasi menggunakan UV-Vis
spectrometer PG Instruments Ltd. model T+70, spektrometer FTIR Perkin Elmer
Spectrum 100, rekfraktometerAS ONE I-500 (Brix 0 ~ 90%), surfgauge dan viskositas
SEKONIK VISCOMATE model VM-10A-MH. Untuk sampel PDMS yang telah
disimpan selama 90 hari dikarakterisasi menggunakan instrumen yang sama
METODE
1. Sintesis Polydimethylsiloxane (PDMS)
• Sintesis PDMS dilakukan dengan mencampurkan monomer senyawa siloksan siklik yaitu
octamethylcyclotetrasiloxane (D4) kemurnian tinggi (Sigma Aldrich) dan chain terminator hexamethyldisiloxane
(MM) (Sigma Aldrich) dengan perbandingan 26 : 10 dengan penambahan larutan KOH 20% dan dilakukan proses
purfikasi. Seluruh proses purifikasi telah dijelaskan dengan lengkap pada purifikasi di penelitian sebelumnya
2. Karakterisasi Sampel PDMS
• Sampel PDMS hasil pemurnian di karakterisasi menggunakan UV-Vis spectrometer PG Instruments Ltd. model
T+70 untuk menentukan transparansi sampel PDMS pada daerah panjang gelombang ultraviolet hingga cahaya
tampak (200-750 nm). Spektrometer FTIR Perkin Elmer Spectrum 100 untuk mengidentifikasikan gugus fungsi
gel PDMS, rekfraktometer AS ONE I-500 (Brix 0 ~ 90%) untuk menentukan indeks bias sampel PDMS,
surfgauge untuk menentukan tegangan permukaan dan viskositas gel PDMS diukur menggunakan SEKONIK
VISCOMATE model VM-10A-MH.
TEORI TERKAIT
1. Sintesis Polydimethylsiloxane (PDMS)
• Pada penelitian ini, PDMS disintesis dengan menggunakan metode ring-opening
polymerization (ROP) dengan bantuan inisiator KOH, sehingga rantai siklik akan terputus
pada suhu tinggi membentuk spesi linear yang satu sama lain akan berikatan membentuk
polimer.
2. Purifikasi Polydimethylsiloxane (PDMS)
• Sampel PDMS hasil polimerisasi kemudian di ekstraksi dengan cara mengencerkan gel
menggunakan kloroform untuk melarutkan sisa prekursor. Kemudian ditambahkan mili-q
water pada campuran untuk melarutkan dan memisahkan keberadaan KOH dalam sampel.
Campuran didiamkan hingga gel dan mili-q water terpisah menjadi dua fasa
3. Karakterisasi UV-Vis
• Hasil spektroskopi UV-Vis sampel PDMS dengan viskositas 1,07 Pa.s, 1,69 Pa.s, dan 3,00 Pa.s. Masing-
masing serapannya pada panjang gelombang 400-900 nm. Menunjukkan bahwa ketiga sampel PDMS
tidak mengabsorpsi cahaya tampak (visible). Nilai transmitansi ketiga sampel PDMS pada daerah visible
hampir mendekati 100 %.
4. Karakterisasi FTIR
• Beberapa gugus fungsi pada ketiga sampel PDMS memiliki serapan pada 792 – 823,8 cm-1 sebagai
vibrasi regangan ikatan Si-C dan CH3, vibrasi regangan ikatan Si-O-Si yang merupakan serapan khas
pada 1.022,8 and 1.111,9 cm-1 , serapan pada daerah 1263 cm-1 mencirikan vibrasi deformasi simetrik
ikatan CH3 dari Si – CH3, vibrasi deformasi asimetrik ikatan CH3 dari Si – CH3 pada 1412,3 cm-1 dan
vibrasi regangan ikatan CH dari CH3 pada 2.905,5 dan 2.971,7 cm -1.
5. Pengukuran Indeks Bias
• Pada bulan pertama indeks bias masing-masing sampel PDMS dengan viskositas 1,07 Pa.s, 1,69 Pa.s dan
3,00 Pa.s adalah 1,4040, 1,4092 dan 1,4121. Indeks bias tersebut lebih besar dari pada indeks bias cairan
vitreous humour yaitu sekitar 1,3345 – 1,3348. Perbedaan nilai indeks bias dapat berdampak pada
perubahan lintasan cahaya yang menuju retina. Perubahan lintasan cahaya ini dapat mengakibatkan mata
yang awalnya normal menjadi rabun dekat karena adanya penambahan nilai dioptri.
6. Pengukuran Viskositas :
• Suhu yang digunakan selama sintesis yaitu 170 o C dengan konsentrasi KOH yang sama. Lama ekstraksi
sampel PDMS dan penguapan pelarut pada saat purifikasi akan mempengaruhi viskositas sampel PDMS,
karena perlakuan pelarut dan suhu dapat mempengaruhi karakteristik fisis dan kimia PDMS.
KESIMPULAN JURNAL 3
• Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan nilai transmitansi seluruh sampel setelah sintesis
ataupun setelah penyimpanan selama 90 hari hampir mendekati 100 % dengan nilai indeks
bias masing masing sebesar 1,4040, 1,4092 dan 1,4121 untuk sampel dengan viskositas 1,07
Pa.s, 1,69 Pa.s, dan 3,00 Pa.s. Nilai tegangan permukaan sampel dengan viskositas 1,07 Pa.s
memiliki nilai 19 mN/m, sedangkan untuk sampel dengan viskositas 1,69 Pa.s dan 3,00 Pa.s
memiliki nilai tegangan permukaan masing-masing sebesar 19,7 mN/m dan 18 mN/m.
Ketiga sampel PDMS memiliki serapan gugus fungsi yang menyerupai PDMS standar yaitu
terdapat vibrasi ikatan Si–O–Si, Si– CH3, Si–C dan C–H dan tidak ditemukan serapan
gugus C – Cl yang mengindikasikan senyawa kloroform. Ketiga sampel PDMS tersebut
tidak mengalami perubahan sifat fisis secara signifikan setelah disimpan selama 90 hari.
JURNAL 4
PENGARUH KONSENTRASI HPMC
(HIDROXYPROPYL METHYL CELLULOSE)
TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK
VELVA JERUK MANIS
Velva merupakan salah satu frozen dessert yang terbuat dari campuran bubur (puree) buah, gula dan bahan
penstabil yang dibekukan dengan alat pembeku es krim
TEORI TERKAIT
• Velva merupakan salah satu frozen dessert yang terbuat dari campuran bubur (puree) buah, gula dan
bahan penstabil yang dibekukan dengan alat pembeku es krim. Ciri-ciri velva yang baik adalah tekstur
halus, tidak mudah meleleh, kenampakan seragam, warna menarik, dan citarasa yang sesuai dengan buah
aslinya (Charley, 1982). Penggunaan buah Jeruk Manis sebagai bahan baku velva memiliki prospek yang
baik karena jumlah produksi yang tinggi serta karakteristik fisik berupa warna yang menarik dan flavor
yang kuat.
• Komposisi adonan terutama jenis dan jumlah penstabil yang digunakan sangatlah penting untuk
menghasilkan velva yang baik. Bahan penstabil berupa hidrokoloid pada velva akan mempengaruhi sifat
fisik dan organoleptiknya. Hidrokoloid akan mengikat dan/atau memerangkap air bebas dalam adonan
velva sehingga meningkatkan viskositas akibat tegangan permukaan meningkat. Peningkatan viskositas
tersebut dapat membantu pemerangkapan udara dan mempermudah pembentukan kristal es yang kecil dan
seragam pada saat churning (Dewi, 2010).
TEORI TERKAIT
• Salah satu bahan penstabil yang dapat digunakan yaitu HPMC (Hidroxypropyl
Methyl Cellulose) karena kemampuannya untuk mengembang terbatas dalam air dan
pembentuk hidrogel yang baik. Penggunaan HPMC ini diharapkan tidak akan
memberi pengaruh terhadap hasil organoleptik karena sifat HPMC yang tidak
bewarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Percobaan pendahuluan dilakukan untuk
menentukan perbandingan yang tepat antara puree, gula, dan air yang digunakan. Dari
percobaan pendahuluan tersebut didapat perbandingan puree dan air 3:1 dan
penambahan gula 40% karena menghasilkan sistem koloid velva yang stabil.
Penambahan HPMC diberhentikan pada konsentrasi 3% karena pada konsentrasi
tersebut telah mengalami penurunan terhadap karakteristik velva yang dihasilkan.
METODE
Proses pembuatan velva jeruk manis diawali dengan preparasi buah meliputi
pencucian dan pemerasan. Adonan dibuat dengan mencampur air perasan
jeruk manis, gula, air, HPMC dan buffer sitrat hingga merata. Adonan yang
terbentuk dimasukkan ke dalam kantung plastik dan di-aging pada suhu 2-
4oC selama 24 jam. Kemudian dilakukan proses churning pada suhu ± -5oC
selama 30 menit dan dikemas dalam cup dengan berat 50±0,5 gram. Velva
yang telah dikemas segera dimasukkan ke dalam case freezer untuk proses
hardening selama 24 jam.
METODE
1. Total Padatan Terlarut
• Prinsip pengukuran total padatan terlarut (TPT) adalah mengukur banyaknya jumlah padatan
terlarut dalam sampel dengan menggunakan alat refraktometer. Pengukuran ini dilakukan
dengan cara meneteskan produk pada kaca sensor yang terdapat pada hand refraktometer
sehingga nilai brix dapat segera dibaca (Ranggana, 1986).
2. pH
• Prinsip pengukuran potensial hidrogen (pH) yaitu hasil pengukuran terhadap konsentrasi ion
hidrogen bebas yang menyatakan ukuran keasaman atau alkalinitas suatu larutan dengan
menggunakan pH meter. Prinsip pengukuran pH adonan velva dengan menggunakan alat pH
meter pada suhu terukur (Ressang dan Nasution, 1982).
METODE
4. Viskositas
• Prinsip pengujian viskositas atau kekentalan dengan viscosimeter adalah mengukur kemampuan velva untuk
menahan gaya putar jarum spindel yang berputar. Nilai yang muncul pada layar adalah viskositas velva jeruk
manis (Susanto dan Yuwono, 2001).
5. Overrun
• Pengembangan volume velva dinyatakan sebagai overrun dan dihitung berdasarkan selisih volume velva
dengan volume adonan mula-mula dengan massa yang sama atau berdasarkan selisih massa velva dengan
massa adonan mula-mula pada volume yang sama (Marshall, 1996).
6. Laju Pelelehan
• Laju pelelehan diukur dengan cara menimbang berat tetesan per satuan waktu (5 menit) selama 30 menit
(Gunawan, 2006).
METODE
7. Uji Organoleptik
• Analisis organoleptik velva jeruk manis dilakukan dengan uji kesukaan terhadap pelelehan di dalam mulut, kesan
berpasir, dan flavor. Uji organoleptik menggunakan metode skoring dengan kisaran 1 hingga 9. Semakin tinggi
nilai diberikan menunjukkan kesukaan yang semakin tinggi terhadap parameter yang diuji (Kartika, 1992)
8. Analisis Statistik
• Rancangan Penelitian yang dilakukan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor, yaitu
konsentrasi HPMC yang ditambahkan terdiri dari tujuh level yaitu 0,6% (H1), 1,0% (H2), 1,4% (H3), 1,8% (H4),
2,2% (H5), 2,6% (H6), 3,0% (H7). Percobaan ini dilakukan pengulangan sebanyak empat kali. Parameter
penelitian terhadap sifat fisik (viskositas, overrun, dan laju pelelehan) dan sifat organoleptik (pelelehan di dalam
mulut, sandness, dan flavor) dari velva. Data disajikan dalam bentuk tabel, kecuali untuk data pelelehan disajikan
dalam bentuk grafik. Data pendukung adalah TPT (%), dan pH. Data dianalisis secara statistik dengan ANOVA
pada α = 5% dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan's Multiple Range Test) pada α = 5%.
INTERPRETASI DATA
• Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata overrun berkisar 6,28%-16,87% dengan
overrun tertinggi dihasilkan oleh perlakuan H4 (1,8%) dan mengalami penurunan
kembali seiring bertambahnya konsentrasi HPMC. Sesuai dengan penelitian Dewi (2010)
bahwa bahan penstabil memiliki kemampuan mengikat air bebas yang ada dalam adonan
sehingga pada saat churning udara yang terperangkap lebih banyak dan adonan lebih
mengembang.
• Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi menurunkan laju
pelelehan hingga konsentrasi 2,2% (H5) lalu kembali naik pada penambahan konsentrasi
2,6% (H6) dan 3,0% (H7). Hal ini dipengaruhi oleh overrun velva. Semakin tinggi
overrun semakin banyak udara yang terperangkap.
INTERPRETASI DATA
• Hasil uji ANAVA pada α = 5% menunjukkan tidak ada beda nyata terhadap
flavor velva, sedangkan terhadap melting dan sandness terdapat beda nyata dari
velva yang dihasilkan.
• Konsentrasi HPMC memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fisik (viskositas,
overrun, dan laju pelelehan) Velva Jeruk Manis. Berdasarkan sifat organoleptik,
konsentrasi HPMC memberikan pengaruh nyata terhadap pelelehan di mulut
(melting) dan sandness. Perlakuan terbaik dari hasil uji sifat organoleptik Velva
Jeruk Manis adalah penambahan HPMC sebesar 1,4%.
KESIMPULAN JURNAL 4
Konsentrasi HPMC memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fisik
(viskositas, overrun, dan laju pelelehan) Velva Jeruk Manis. Berdasarkan
sifat organoleptik, konsentrasi HPMC memberikan pengaruh nyata terhadap
pelelehan di mulut (melting) dan sandness. Perlakuan terbaik dari hasil uji
sifat organoleptik Velva Jeruk Manis adalah penambahan HPMC sebesar
1,4%.
JURNAL 5
Identifikasi Karakteristik Pengecilan Ukuran dengan Metode
Sonikasi dari Formula Insektisida yang Ditambahkan Surfaktan
Berbasis Sawit
• Tegangan permukaan merupakan indikator dimana stabilitas emulsi dari
suatu formulasi.
• Emamektin benzoate adalah salah satu bahan aktif yang digunakan dalam
pengendalian hama. Emamektin benzoat merupakan jenis bahan aktif baru
yang dikembangkan dari avermekttin.
TEORI TERKAIT
• Pestisida menjadi salah satu bentuk pengendalian hama, penyakit dan gulma pada tanaman.
Efektifitas penggunaan pestisida ini dipengaruhi oleh bahan aktif dan bentuk formulasi pestisida.
Emamektin benzoat memiliki spektrum yang luas, efisiensi tinggi, toksisitas rendah, residu,
polusi lingkungan dan stabilitas termal yang lebih baik dibandingkan dengan avermektin. Pada
penggunaannya, bahan aktif ini memerlukan formulasi dan pelarut.
• Formulasi yang umumnya dikembangkan untuk bahan aktif emamektin benzoat adalah
Emulsifiable Concentrate (EC) yang membutuhkan banyak pelarut dan Water Dispersible
Granule (WDG) yang membutuhkan banyak surfaktan. Formulasi EC paling banyak digunakan
karena memiliki keunggulan diantaranya mudah dalam penanganan, transportasi dan
penyimpanan, tidak memerlukan pengadukan dalam waktu lama dan residu yang dihasilkan lebih
sedikit.
TEORI TERKAIT
• Formulasi EC merupakan formulasi yang paling stabil. Aplikasi sistem EC ini dengan melarutkan
formulasi dalam air dengan pembentukan emulsi minyak dalam air. Formulasi dengan ukuran partikel
yang lebih kecil akan mampu melapisi permukaan target dengan lebih baik, sehingga dalam
aplikasinya mampu menghasilkan efektivitas pengendalian yang lebih baik. Pengecilan ukuran dengan
metode sonikasi juga mampu meningkatkan daya dispersi emulsi dalam air dari formulasi pestisida
yang dikembangkan, Kemampuan dispersi ini juga didukung dengan penggunaan surfaktan sebagai
agen pengemulsi dalam pembentukan sistem emulsi yang lebih baik.
• Surfaktan sintesis dari minyak bumi banyak digunakan dalam formulasi pestisida. Surfaktan berbasis
minyak bumi ini bersifat non biodegradable dan menimbulkan berbagai masalah lingkungan seperti
kerusakan tanah dan polusi air. Penggunaan surfaktan berbasis kelapa sawit mampu memperkecil
sudut kontak dan tegangan permukaan dari sediaan formulasi insektisida profenofos.
METODE
• Metode pengecilan ukuran diantaranya adalah pengadukan kecepatan tinggi, emulsifikasi dengan ultrasonik,
homogenisasi dengan tekanan tinggi, mikrofluida dan emulsifikasi membran. Metode homogenizer dan
sonikasi merupakan metode yang paling banyak digunakan karena efektivitas pengecilan ukuran cukup tinggi.
• Formulasi insektisida yang dibuat adalah emulsifiable concentrate berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
(Yunira et al. 2020). Formulasi insektisida emulsifiable concentrate (EC) terbaik yang dihasilkan dari
penelitian sebelumnya yaitu menggunakan 15% bahan aktif emamektin benzoate, pelarut xilen, surfaktan
kationik 1% dan rasio perbandingan surfaktan nonionic DEA: APG yaitu 2:3. Formulasi insektisida terbaik ini,
kemudian dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan homogenizer 4000 rpm dan alat sonikator pada
frekuensi 42 kHz dengan variasi waktu pengecilan ukuran yaitu 15, 30 dan 45 menit. Formulasi
microemulsifiable concentrate ini dianalisis sifat fisiko kimianya yaitu stabilitas emulsi, densitas, tegangan
permukaan (Spinning drop tensiometer), pH, sudut kontak (Contact angle analyzer phoenix 300) dan ukuran
partikel.
INTERPRETASI DATA
A. Stabilitas Emulsi
• Emulsi merupakan sistem yang terdiri dari dua fase yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi.
Emulsi dapat terbentuk kembali setelah dilakukan re-emulsi dengan pencampuran kembali
formulasi insektisida tersebut. Kelarutan Emamektin benzoat dalam air sebesar 24 mg/L. Oleh
karena itu, dibutuhkan surfaktan yang membantu bahan aktif dan pelarutnya untuk dapat larut
dalam air.
B. Ukuran Partikel
• Hasil penelitian menunjukkan pengecilan ukuran menggunakan homogenizer dan sonikasi
mampu mengecilkan ukuran partikel dari 4.64 menjadi 1.12, 0,82 dan 0.70 µm. Hasil penelitian
juga menunjukkan semakin lama sonikasi dilakukan, maka ukuran partikel juga semakin kecil.
INTERPRETASI DATA
C. Densitas dan pH
• Hasil analisis menunjukkan nilai densitas rata-rata setelah pengecilan ukuran adalah 0,9954 –
0,9958 g/cm3. Analisis lainnya dilakukan terhadap pH dari formulasi insektisida yang telah
dilakukan pengecilan ukurannya. Nilai pH formulasi insektisida yang dihasilkan setelah pengecilan
ukuran berkisar 7,26 – 7,72. Nilai pH yang dihasilkan menunjukkan nilai pH yang netral. Standar
nilai pH dari formulasi insektisida dalam air sebesar 5 – 7.
D. Tegangan permukaan
• Tegangan permukaan merupakan indikator dimana stabilitas emulsi dari suatu formulasi. Tegangan
permukaan yang rendah menunjukkan adanya stabilitas emulsi yang baik. Hasil penelitian
menunjukkan pada waktu sonikasi 45 menit memiliki nilai tegangan permukaan terendah.
INTERPRETASI DATA
E. Sudut Kontak
• Sudut kontak formulasi pestisida diukur dengan menggunakan Contact angle
analyzer phoenix 300. . Pada penelitian ini, analisis sudut kontak dengan
meneteskan sedian formulasi insektisida yang telah dicampurkan pada air, dan
diteteskan pada daun kedelai. Hasil penelitian ini menunjukkan mampu
menurunkan sudut kontak formulasi pestisida dari 35.81 ⁰ menjadi 25 ⁰ pada saat
pertama kali diteteskan diatas daun kedelai. Setelah 15 menit penetesan sediaan
formulasi insektisida, dapat dilihat nilai sudut kontak berkurang dari 35.81 ⁰
menjadi 21.61⁰ dan dari 25.05⁰ menjadi 0 ⁰.
Kesimpulan Jurnal 5
Pengecilan ukuran formulasi insektisida EC dilakukan dengan metode
homogenizer dan sonikasi. Hasil penelitian menunjukkan pengecilan ukuran
mampu memperbaiki sifat fisiko kimia formulasi insektisida. Metode terbaik
Kesimpulan