Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

IJMA’
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Ushul Fiqh
Dosen Pengampu: Sultan Antus Muhammad, MA

Disusun oleh:
Kelompok 4/Kelas 1A

Naila Maulidinna K (22312516)


Sayidah Izza Nafsi (22312542)
Siti Mariyam (22312490)
Syifa El Syarif (22312522)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN
JAKARTA
1444 H/2022 M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah Ta’ala atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, MAKALH IJMA’ dapat
tersusun hingga selesai. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah
SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber
yakni melalui beberapa buku terkait materi yang disampaikan maupun melalui media
internet.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bimbingan dosen pengampu,
Bpk. Sultan Antus Muhammad, MA dan para tim penyusun makalah ini yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Tim penulis
berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca tentang ijma’ sebagai dalil
hukum para muslim dan muslimah.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau
pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami jelaskan pada makalah ini, kami mohon maaf.
Tim penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar kami dapat
membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Tangerang, 8 Oktober 2022

Penulis 

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................................1
D. Sistematika Penulisan....................................................................................................2
E. Metode Penelitian..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
A. Pengertian Ijma’.............................................................................................................3
B. Kehujjahan Ijma’............................................................................................................3
C. Rukun Ijma’...................................................................................................................4
D. Produk Hukum yang Berdasarkan Ijma’........................................................................4
E. Khilaf Ulama tentang Ijma’...........................................................................................5
F. Ijma’ Sukuti dan Khilaf Ulama tentang Kehujjaannya..................................................6
BAB III PENUTUP..................................................................................................................8
A. Kesimpulan....................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menjalankan syaria’at islam. Umat islam perlu mengetahui dalil-dalil
yang menjelaskan tentang syari’at tersebut. Baik tata cara, larangan maupun perintah
tertulis untuk melakukanya. Al-Qur’an dan Hadist merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat di pisahkan dalam menjelaskan syari’at islam. Keduanya merupakan dalil
nash yang kehujjahanya diakui dan di sepakati oleh umat islam di seluruh penjuru
dunia sebagai ajaran dasar mereka.
Masalah yang timbul dalam masyarakat modern seperti saat ini tidak semua
dapat cukup teratasi dengan kedua dalil tersebut. perkembangan teknologi dan pola
piker manusia jugalah yang memengaruhi munculnya berbagai perkembangna dalam
masyarakat. Dari uraian ini, ijma’ merupakan sumber hukum alternatif yang dapat di
ambil kehujjahannya. Lalu bagaimana ijma’ itu sendiri kami akan membahasnya
secara terperinci.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian ijma’
2. Apa yang di maksud dengan kehujjahan ijma’
3. Apa yang di maksud dengan rukun ijma’
4. Mengetahui Hukum yang berdasarkan ijma’
5. Khilaf Ulama tentang ijma’
6. Apa itu ijma’ sukuti dan Khilaf Ulama Tentang Kehujjahanya

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, makalah ini disusun dengan bertujuan untuk
mengetahui:
1. Dapat mengetahui pengertian ijma’
2. Dapat mengetahui kehujjhan ijma’
3. Dapat mengetahui rukun ijma’

1
2

4. Dapat mengetahui hukum yang berdasarkan ijma’


5. Dapat mengetahui khilaf ulama tentang ijma’
6. Dapat mengetahui ijma’ sukuti dan khilaf ulama tentang kehujjahanya

D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penyusun membagi tiga bab pokok pembahasan
yang di dalamnya terdapat sub-sub bab yang akan diuraikan dengan sistematika
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan uraian-uraian yang akan dibahas dalam makalah, seperti:
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, sistematika penulisan, dan metode
penelitian.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan rumusan masalah yang dibahas di makalah ini.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini secara
keseluruhan.

E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
metode studi literature review. Sumber pustaka yang digunakan dalam penyusunan
literature review ini melalui buku terkait materi yang disampaikan dan melalui media
internet.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijma’
Secara bahasa ijma' berarti sepakat, kebulatan tekad terhadap sesuatu persoalan,
kesepakatan tentang suatu masalah atau konsensus dari sejumlah orang terhadap
sesuatu. Adapun ijma’ dalam pengertian istilah ushul fiqh adalah sebagai berikut:
1. Menurut Imam al-Ghazali yang dinyatakannya dalam kitab al-Mustasfa
Ijma’ adalah kesepakatan umat Muhammad ‫ ﷺ‬atas suatu perkara yang
berhubungan dengan urusan agama.
2. Menurut Imam al-Subki dalam kitabnya Matn Jami’ al-Jawami
Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid setelah wafatnya Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
terhadap persoalan yang berkaitan dengan hukum syara’.
3. Menurut Ali Abdul Razak
Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid umat Islam pada suatu masa atas sesuatu
perkara hukum syara’.
4. Menurut Abdul Karim Zaidan dalam kitab al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh
Ijma’ adalah kesepakatan dari para mujtahid umat Islam pada suatu masa tentang
hukum syara’ setelah wafatnya Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.1
Jadi, dapat disimpulkan seperti yang dikemukakan oleh ‘Abdul Karim Zaidan,
ijma’ menurut istilah ushul fiqh adalah kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat
Islam tentang hukum syara’ pada suatu masa setelah Rasulullah ‫ ﷺ‬wafat. 

B. Kehujjahan Ijma’
Ijma’ menjadi hujjah (pegangan) dengan sendirinya di tempat yang tidak
ditempati dalil (nash), yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan tidak menjadi ijma’
kecuali telah disepakati oleh para ulama Islam, selama tidak menyalahi nash yang
qath’i (Kitabullah dan hadist mutawatir).
Menurut Sya’ban Muhammad Ismail, ijma’ menempati urutan ketiga setelah Al-
Qur’an dan Sunnah serta merupakan salah satu dari dalil hukum syara’.2

1
Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh Metodologi Penetapan Hukum Islam, (Depok: KENCANA, 2017),
h.86-87
2
Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh Metodologi Penetapan Hukum Islam, (Depok: KENCANA, 2017), h.101

3
4

Sebagai rujukan hukum, ijma’ menempati urutan ketiga ketika apabila kita tidak
mendapatkan hukum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka kita tinjau apakah para
ulama’ kaum muslimin telah melakukan ijma’. Apakah ternyata demikian, maka ijma’
mereka kita ambil dan kita laksanakan. 

C. Rukun Ijma’
Terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai rukun ijma’, di antaranya:
1. Abdul Wahab Khalaf dan Safi Hasan Abu Talib
Menurut kedua ulama ini, rukun ijma’ terbagi menjadi empat, yaitu:
a) Adanya kesepakatan sejumlah mujtahid pada suatu masa tentang suatu
peristiwa yang terjadi.
Kesepakatan ini harus dari sejumlah mujtahid dan tidak dipandang ijma’ jika
hanya ada seorang mujtahid.
b) Kesepakatan para mujtahid itu harus berasal dari semua tempat dan golongan.
Tidak dipandang ijma’ jika kesepakatan tersebut hanya berasal dari suatu
tempat.
c) Kesepakatan para mujtahid itu harus nyata, baik dinyatakan dengan lisan
maupun dapat dilihat dalam perbuatan atau sikap.
d) Kesepakatan itu adalah kesepakatan yang bulat dari seluruh mujtahid.
Tidak dipandang ijma’ jika kesepakatan itu hanya berasal dari sebagian besar
mujtahid, sedangkan Sebagian kecil lainnya menyalahinya.

2. Zaky al-Din Sya’ban dan Abdul Karim Zaidan


Kedua ulama ini menambahkan dua rukun ijma’ dari empat rukun ijma’ di atas
yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf dan Safi Hasan Abu Talib, yaitu:
a) Ijma’ terjadi sesudah wafatnya Nabi Muhammad.
b) Ijma’ berkaitan dengan masalah hukum syara’, seperti wajib, haram, sunnah,
dan seterusnya.3

D. Produk Hukum yang Berdasarkan Ijma’


1. Hak menerima waris atas kakek bersama-sama dengan anak, apabila seseorang
meninggalkan ahli waris (yaitu) anak dan kakek.
3
Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh Metodologi Penetapan Hukum Islam, (Depok: KENCANA, 2017),
h.89-90
5

Kakek ketika tidak ada bapak bisa menggantikan posisinya dalam penerimaan
warisan, sehingga bisa menerima warisan seperenam harta sebagaimana (yang
diperoleh) bapak, meskipun terdapat anak dari orang yang meninggal.
2. Saudara-saudara seibu-sebapak, baik laki-laki maupun perempuan (banu al-a’yan
wa al-a’lat4) terhalang dari menerima warisan oleh bapak.
3. Wajib memilih Khalifah dalam tenggat waktu tiga hari sejak berakhirnya ke-
Khalifahan sebelumnya.5

E. Khilaf Ulama tentang Ijma’


1. Menurut Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah adalah orang yang pertama berupaya menjadikan ijma'
sebagai suatu prinsip hukum jika dilihat dari segi perkembangan ijma' itu sendiri.
Sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Y. Faruqi, bahwa menurut perkiraan,
Imam Abu Hanifah telah mendiskusikan ijma' sebagai sumber fiqh dengan
sejumlah muridnya dan ini terjadi pada abad kedua Hijriah.
2. Menurut Imam Malik
Imam Malik juga berhujjah dengan ijma', Hasbi ash-Shiddiqi menjelaskan
bahwa Imam Malik paling banyak menyandarkan pendapatnya atas ijma'. Imam
Malik hanya menerima ijma' yang bersumber dari para ahli ijtihad.
Imam Malik menjadikan ijma’ sebagai hujjah dengan melihat sumber
pembentukannya dan terbagi menjadi dua macam, yaitu ijma’ ahlu ijtihad yang
berdasarkan kepada kesepakatan para mujtahid dan ijma’ ahlu Madinah yang
berasal dari praktik penduduk Madinah.
3. Menurut Imam Syafi’i
Imam Syafi’i menerima ijma’ sebagai hujjah yang berarti sebagai kesepakatan
seluruh ulama atau mujtahid dari seluruh dunia. Dengan kata lain, Imam Syafi’I
tidak menerima ijma’ yang bersumber dari suatu golongan, mujtahid atau lokal.
4. Menurut Imam Ahmad Ibn Hanbal
Imam Ahmad Ibn Hanbal memiliki dua pendapat tentang ijma. Dalam catatan
Zaky al-Din Sya’ban, pendapat pertama beliau mengatakan bahwa Imam Ahmad

4
Banu al-a’yan adalah saudara-saudara laki-laki atau perempuan yang seibu-sebapak. Banu al-a’lat adalah
saudara-saudara laki-laki dan perempuan yang sebapak. Banu al-akhyaf adalah saudara-saudara laki-laki atau
perempuan yang seibu. 
5
Yasin as-Siba’i, Ushul Fiqih Kajian Ushul Fiqih Mudah dan Praktis, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2010),
h.105-106
6

Ibn Hanbal menolak dan tidak mengakui ijma’ sebagai hujjah. Sementera itu,
pendapat kedua menyebutkan, Imam Ahmad Ibn Hanbal mengakui adanya ijma’
dan menjadikannya hujjah.
Bagi Imam Ahmad Ibn Hanbal dan pengikutnya ijma’ yang dapat dijadikan
hujjah ialah kesepakatan yang tidak diketahui adanya orang lain yang menyalahi
atau menolaknya.6

F. Ijma’ Sukuti dan Khilaf Ulama tentang Kehujjaannya


1. Ijma’ Sukuti
Secara definitif, ijma’ sukuti berarti kondisi ketika ada satu atau sebagian
mujtahid yang mengeluarkan pendapat mengenai suatu masalah yang tersebar luas
di kalangan masyarakat dan mujtahid lainnya tidak memberikan tanggapan atau
diam dengan pendapat tersebut. Pendapat dalam hal ini bisa berupa fatwa ataupun
putusan hukum.7

2. Kekhilafan Ulama tentang Kehujjahan Ijma’ Sukuti


Kekhilafan ulama tentang kehujjahan ijma’ terbagi menjadi 3 pendapat, yaitu:
a) Menurut Imam Syafi’i dan sebagian pengikut Imam Malik
Pendapat ini menyatakan bahwa ijma’ sukuti bukanlah ijma’, apalagi untuk
dijadikan hujjah sekalipun sifatnya zanniy (dugaan) sama sekali tidak bisa
diterima.
Alasan golongan ini tidak menerima ijma’ sukuti sebagai hujjah adalah
karena sikap diamnya sejumlah mujtahid atas sesuatu yang telah diijtihadkan
oleh mujtahid yang lain, hal ini tidak bisa dipastikan sebagai sesuatu
kesepakatan, sebab boleh jadi sikap diam mujtahid tersebut mengandung
beberapa kemungkinan. Karena muncul banyak kemungkinan, maka sikap
diamnya sejumlah mujtahid terhadap suatu masalah yang telah diijtihadkan
oleh mujtahid yang lain belum dan tidak dapat dipastikan sebagai ijma’ atau
kesepakatan, dan karena ketidakjelasan inilah ijma’ sukuti tidak dapat
dijadakan sebagai hujjah.

6
Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh Metodologi Penetapan Hukum Islam, (Depok: KENCANA, 2017),
h.110-114
7
https://bincangsyariah.com/kolom/mengenal-istilah-ijma-sukuti/
7

b) Menurut sebagian besar pengikut Imam Abu Hanifah dan pengikut Imam
Ahmad Ibn Hanbal
Pendapat ini menyatakan ijma sukuti’ itu merupakan hujjah yang dan tidak
boleh ditolak karena ia sama seperti ijma sharih meskipun kekuatannya sedikit
lebih rendah dari ijma sarih.
Alasan golongan ini mengemukakan pendapat tersebut adalah karena
sesungguhnya diamnya sejumlah mujtahid atau sesuatu yang diciptakan oleh
mujtahid lain menunjukkan kepada pengakuan atau kesepakatan itu dapat
dilihat dengan adanya qarinah (petunjuk) tentang itu, yaitu sikap diam.

c) Menurut sebagian pengikut Imam Abu Hanifah dan sebagian dari pengikut
Imam Syafi’i
Pendapat ini menyatakan bahwa ijma’ sukuti itu tidak dapat digolongkan
kepada ijma, tetapi hujjah yang bersifat zanniy.
Alasan golongan ini mengemukakan pendapat tersebut karena
sesungguhnya hakikat ijma’ itu kesepakatan secara bulat dan hal ini tidak ada
ukurannya. Sementara itu, ijma’ sukuti meskipun menunjukkan adanya
kesepakatan, namun ia tidak setara dengan ijma’ sarih. Oleh karena itu, ia
tidak dapat dipandang sebagai ijma’, tetapi hanya lebih mendekati atau
mengarah kepada kesepakatan. Oleh karena itu, jika ijma’ sukuti dilihat dari
segi kehujahannya maka sifatnya adalah zanniy.8

8
Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh Metodologi Penetapan Hukum Islam, (Depok: KENCANA, 2017),
h.105-107
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa ijma’ merupakan sumber hukum
Islam yang ketiga setelah Al-Qur'an dan hadits dan dapat dijadikan sebagai hujjah
bagi permasalahan hukum yang tidak terdapat dalam nash atau yang terdapat dalam
nash yang nilainya zanniy ,sehingga dengan telah diijma’kannya maka berubahlah
kedudukan nash yang zanniy itu menjadi qoth'i.
Ada kelompok yang toleran terhadap apapun, bahkan terhadap perkara yang
jelas-jelas menyelisihi ijma’. Ada juga kelompok yang terlalu kaku, tak bisa toleran
terhadap khilaf ulama yang mu’tabar. Dua kelompok ini telah salah dalam bersikap.
kekeruhan hubungan antar umat Islam banyak disebabkan oleh dua kelompok ini.
Dengan mengetahui perkara ijma’ dan khilaf di kalangan ulama, kita bisa
menempatkan diri dalam ranah ilmiah secara tepat. Tidak ifrath dan tidak tafrith, tidak
ghuluw dan tidak taqshir.

8
DAFTAR PUSTAKA

Romli SA, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh Metodologi Penetapan Hukum Islam, (Depok:
KENCANA, 2017)
Yasin as-Siba’i, Ushul Fiqih Kajian Ushul Fiqih Mudah dan Praktis, (Bogor: Pustaka
Thariqul Izzah, 2010)https://bincangsyariah.com/kolom/mengenal-istilah-ijma-sukuti/

Anda mungkin juga menyukai