Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA

Judul : Ijtihad Sebagai Sumber dan Metodologi Hukum Islam

Disusun Oleh : Kelompok 5

Atril Miran Eri

Ikawati

Safarina Isram

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah tentang ”IJTIHAD DAN METODOLOGI HUKUM
ISLAM” ini. Makalah  ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi
kriteria mata kuliah. Salawat serta salam kami panjatkan kepada junjungan kita tercinta
Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap
teguh dalam ajaran beliau.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh kedangkalan dalam
memahami teori, keterbatasan keahlian, dan tenaga penulis. Semoga segala bantuan, dorongan,
dan petunjuk serta bimbingan yang telah diberikan kepada kami dapat bernilai ibadah di sisi
Allah Subhana wa Taala. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfat  bagi kita semua,
khususnya bagi penulis sendiri.

Baubau, 13 novermber 2021

Ikawati
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................1

KATA PENGANTAR......................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................4

A. Latar Belakang.............................................................................................4

B. Rumusan Masalah........................................................................................5

C. Tujuan Penulisan..........................................................................................5

D. Metode penulisan.........................................................................................5

E. Sistematika Penulisan ..................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................6

A. Kapan umat perlu ijtihad..............................................................................6

B. Pengertian Ijtihad.........................................................................................6

C. Metodologi Hukum Islam............................................................................7

BAB 3 PENUTUP............................................................................................10

A. Kesimpulan..................................................................................................10

B. Saran.............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................11
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesungguhnya ijtihad artinya suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil
agama yaitu Al-Qur'an dan Al-hadits dengan jalan istimbat. Adapun mujtahiditu adalah ahli fiqih
yg menghabiskan atau mengerahkan semua kesanggupannya buat memperoleh persangkaan kuat
terhadap sesuatu aturan kepercayaan . Oleh karena itu kita wajib berterima kasih pada para
mujtahid yg telah mengorbankan waktu,energi, serta pikiran buat menggali aturan tentang
masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yg sudah usang terjadi di zaman
Rosullulloh maupun yg baru terjadi. Kita sudah mengetahui bersama bahwa sumber hukum
tertinggi dalam Islam ialah Al-Qur’an serta Hadits. pada dalam keduanya terdapat hukum-hukum
yang relevan dalam kehidupan kita bermasyarakat, beragama serta menjalani kehidupan kita
menjadi khalifah di muka bumi ini. Tanpa disadari, keterikatan muslimin untuk taat kepada
Allah serta Rasul-Nya dan dengan kekhawatiran akan jatuh pada kekufuran, berakibat setiap
muslim berjanji buat mengikuti Al-Qur’an serta Hadits atau Sunnah. akan tetapi terdapat hal yg
tidak dapat ditolak, yakni adanya perubahan persepsi di kalangan muslim pada memahami
keduanya. berasal dasar sumber yang sama ternyata muslimin memahami dengan berbeda. Awal
disparitas ini, nampak jelas waktu Rasulullah SAW wafat. Al-Quran, dalam artian wahyu atau
kalam ilahi dan penjelas dalam praktik kehidupan sehari-hari Nabi SAW itu terhenti. Sebagian
muslimin berpandangan bahwa periode dasar hukum sudah terhenti, sebagai akibatnya mereka
berpandangan hanya Al-Quran dan Sunnah Nabi saja sebagai asal hukum yg absolut. Sebagian
muslimin yg lain mempunyai pandangan serta keyakinan tidak sinkron. Seiring berjalannya
waktu, konflik-pertarungan yang ditemui umat islam pun kian berkembang. waktu pertarungan-
konflik tadi tidak bisa lagi diselesaikan hanya melalui nash Al-Qur’an serta Hadist secara
eksplisit, timbul kata ijtihad.
B. Rumusan Masalah

 Kapan umat perlu ijtihad?


 Apa itu ijtihad?
 Apa saja Metodologi ijtihad?

C. Tujuan Penulisan

 Untuk mengetahui  waktu umat islam  berijtihad.


 Untuk mengetahui pengertian ijtihad
 Untuk mengetahui metodologi ijtihad.

D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka, dimana penulis
mendapatkan sumber dari buku dan internet yang kemudian disusun dan dijabarkan kembali
dengan bahasa yang sesuai kemampuan dan keterampilan diri sendiri.

E.   Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama sebagai pendahuluan yang memiliki sub-bab lima
buah yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan yang kemudian dilanjutkan pada bab kedua dengan berisi pembahasan
yang memiliki tiga sub-bab yaitu : kapan umat perlu ijtihad, pengertian ijtihad, metodologi
ijtihad, dan di bab terakhir terdapat bab ketiga yaitu : penutup yang berisikan kesimpulan dan
saran dari semua pembahasan yang telah dijelaskan dalam makalah ini.
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Waktu Umat Islam Berijtihad

Seorang yang melakukan ijtihad tergantung pada niatnya sendiri karena  pengertian ijtihad
sendiri luas. Contoh :  seseorang belajar  bersungguh-sungguh, proses belajar bersungguh-
sungguh itu termasuk ijtihad dengan di sertai oleh niat seseorang yang melakukan itu. Ijtihad
sendiri telah dilakukan sejak masa Nabi. Beberapa kali, Nabi melakukan ijtihad. Namun, Nabi
selalu mendapat bimbingan Allah. Bila hasil ijtihadnya salah, Allah segera meluruskannya. Bila
hasil ijtihadnya benar, Allah menegaskannya kembali. Setelah Nabi wafat, ijtihad terus dikem-
bangkan oleh para sahabat dan kemudian tabi’in. Demikian seterusnya, ijtihad terus-menerus
dikembangkan. Jika pada masa lalu ijtihad telah dilakukan, kebutuhan kita sekarang untuk
berijtihad tentu saja semakin besar.

B. Pengertian Ijtihad

Ijtihad sebagai kata bahasa arab berakar dari bahasa al-juhd, yang berarti althaqah (daya
kemampuan, kekuatan) atau dari kata al-jahd yang berati al-masyaqah (kesulitan, kesukaran).
Sedangkan ijtihad dalam artian terminologi ishuliyah adalah kemampuan secara maksimal untuk
mendapatkan pengetahuan tentang hukum hukum syari’at. Dalam arti luas atau umum, ijtihad
juga digunakan dalam bidang bidang lain agama. misalnya, Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa
ijtihad juga digunakan dalam bidang tasawuf dan lain-lain, mengatakan: “sebenarnya mereka
(kaum sufi) adalah mujtahid-mujtahid dalam masalah-masalah kepatuhan, sebagaimana
mujtahid-mujtahid lain.” “dan pada hakikatnya mereka (kaum sufi di Bashrah), dalam masalah
ibadah dan ahwal (hal ihwal) ini adalah mujtahid-mujtahid, seperti halnya dengan tetangga
mereka di Kuffah yang juga mujtahid-mujtahid dalam masalah hukum, tata Negara, dan lain-
lain.

Ijtihad ialah mencurahkan segala kemampuan dalam mencapai hukum syara’ dengan cara istinba
th (menyelidiki dan mengambil kesimpulan hukum yang terkandung) pada Alquran dan sunah.
Orang-orang yang mampu berijtihad disebut mujtahid. Agar ijtihadnya dapat di
pertanggungjawabkan, seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
bersifat adil dan takwa, menguasai bahasa Arab  dan  cabang-cabangnya, ilmu tafsir, ushul
fiqih, dan ulumul hadits. Ilmu-ilmu tersebut diperlukan untuk meneliti dan memahami makna-
makna lafal dan maksud-maksud ungkapan dalam Alquran dan sunah. [1]

Ijtihad berasal dari kata ijtahada yang artinya berusaha bersungguh-sungguh  atau  mengerahkan
segala kemampuan. Ijtihad secara istilah di definisikan para Ushul Fikih sebagai usaha mutjahid
(orang yang beritjihad) dengan segenap kesungguhan dan kesanggupan untuk mendapatkan
ketentuan hukum sesuai masalah dengan menggunakan metodologi yang benar, dari kedua
sumber hukum Al-Qur’an dan Assunnah. Ijtihad bukanlah dilakukan oleh sembarang orang.
Orang yang memiliki otoritas untuk melakukan ijtihad disebut mutjahid. Para mutjahid harus
melakukan ijtihadnya dengan penuh kesungguhan dan dalam bidang yang sangat dikuasainya
disertai metodologi yang benar. Sumber hukumnya yang pertama adalah ayat-ayat Al-Qur’an
yang berjumlah lebih dari enam ribu ayat, baik sebagai kesatuan yang utuh-bulat, satu kesatuan
surat persurat maupun secara parsial ayat perayat, selanjutnya yang ke dua adalah hadist-hadist
Nabi yang juga berjumlah ribuan dan melalui seleksi yang ketat tentang ke shahisannya, dan
yang ketiga adalah ijma para sahabat Nabi, para Imammutjahid mutlak (yaitu Imam Jafar, Imam
Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali)  merumuskannya dengan  langkah-
langkah  gambling,  tetapi ketat. Metode yang dimaksud terutama qiyas (Empat Mazhab),
istihsan (Imam Hanafi), mashalih mursalah (Imam Maliki), danistidlal (Imam Syafi’i). Dalam
Islam Syi’ah, ijtihad  tidak menggunakan metode-metode semacam qiyas dan mashalih mursalah
tersebut. Ijtihad  adalah  penyimpulan hukum dari Al-Qu’an dan Sunah melalui prinsip-prinsip
umum syara’atau penyimpulan suatu hukum pada kasus baru dengan bersandar pada prinsip-
prinsip umum yang sudah jelas dan terang benderang dalam Al-Qur’an dan  Assunnah yang
dijadikan sandaran dalam berijtihad adalah hadist tentang  Muadz bin Jabal tatkala di utus oleh
Nabi saw. Untuk menjadi hakim di negeri Yaman. Rasulullah saw. Bertanya “Bagaimana
engkau  akan  memutus  perkara  apabila dihadapkan kepadamu  suatu pengaduan?”. Ia
menjawab “Saya akan memutus dengan hukum yang tercantum di dalam Al-Qur’an.
Beliau bertanya “Apabila tidak di dalam Al-Qur’an?”. Ia menjawab “Dengan Assunnah
Rasulullah saw”. Beliau bertanya lagi “Apabila tidak ada di dalam Assunnah Rasulullah?”. Ia
menjawab “Saya akan berusaha keras menggunakan fikiranku dan tidak berhenti berusaha”.
Imam syafi’i r.a. mengatakn bahwa seorang mujtahid tidak boleh mengatakan “tidak tahu” dalam
suatu permasalahan sebelum ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menelitinya dan tidak
memenuhi hukumnya. Sebagaimana juga seorang mujtahid tidak boleh mengatakan “aku tahu”
seraya menyebutkan hukum yang diketahuinya itu sebelum ia mencurahkan kemampuannya dan
mendapatkan hukum itu.

Syarat-syarat Mujtahid

 Mengetahui segala ayat dan sunnah yang berhubungan dengan hukum.


 Mengetahui masalah-masalah yang telah di ijma’kan oleh para ahlinya
 Mengetahui Nasikh dan Mansukh.
 Mengetahui bahasa arab dan ilmu-ilmunya secara sempurna.
 Mengetahui ushul fiqh
 Mengetahui rahasia-rahasia tasyrie’ (Asrarusyayari’ah).
 Menghetahui kaidah-kaidah ushul fiqh
 Mengetahui seluk beluk qiyas.

C.    Metodologi Ijtihad

Hukum Islam (Ushul fiqh) merupakan metodologi penggalian hukum Islam yang berperan cukup
penting dalam menampilkan dasar-dasar yang rasional bagi pengembangan pemikiran hukum
Islam. Sebagai komponen metodologi bagi penggalian dan pengembangan hukum islam, ia telah
digunakan oleh para ahli hukum Islam klasik, baik melalui pendekatan bayani, ta’lili dan
istishlahi sehingga dijuluki juga sebagai metodologi tradisional yang dianggap mapan, karena
secara bayani dimulai dan berakar dari Nash Al-Qur’an dan Al-Sunnah sebagai dalil yang
munsyi’. Untuk itu ilmu pengetahuan ini menjadi produk khas umat Islam dan tidak pernah
dimiliki oleh peradaban manapun.

Dilihat dari pelaksanaannya, ijtihad dibagi dua macam, yaitu ijtihad fardhi dan ijtihad jama’i.
Ijtihad fardhi adalah ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara pribadi. Sedangkan ijtihad
jamai’ adalah ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid secara berkelompok.

Metode yang umumnya digunakan dalam berijtihad yaitu :


 Ijma' : Kebulatan pendapat atau kesepakatan semua ahli ijtihad ummat setelah wafatnya
nabi pada suatu masa tentang suatu hukum. Seperti mendirikan Negara bagi masyarakat
Islam dan mengangkat pemimpin bagi umat, pembukuan Al Quran dan sebagainya.

Ijma terdiri atas ijma qauli (ucapan), dan ijma sukuti (diam). Ijma qauli yaitu :  para ulama
mujtahidin menetapkan pendapatnya baik dengan ucapan maupun dengan tulisan yang
menerangkan persetujuan atas pendapat mujtahid lain di masanya. Ijma sukuti ayaitu : ketika
para ulama mujtahidin berdiam diri tidak mengeluarkan pendapatnya atas hasil ijtihad para
ulama lain, diamnya itu bukan karena takut atau malu. 

 Qiyas :Menetapkan suatu perbutan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan
suatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, didasarkan adanya persamaan diantara
keduanya.  Contoh hukum berKB era sekarang dengan sistem ‘azl pada zaman Nabi saw.
Karena ada kesamaan ‚ilat hukum (sebab dan tujuan), KB era sekarang dan sistem ‚azl
sama-sama cara berKB maka para ulama sepakat menetapkan bolehnya berKB. Contoh
lainnya zakat padi. Nash yang sudah ada hanya menyebutkan gandum, bukannya padi.
Karena ada kesamaan ‚ilat hukum (sebab dan tujuan), padi dan gandum sama-sama
makanan pokok, maka para ulama sepakat menetapkan wajibnya zakat atas padi.
 Istihsan : Merupakan perluasan dari qiyas, yang dimaksud dengan istihsan adalah :      1)
Meninggalkan qiyas jalli (qiyas nyata) untuk menjalankan qiyas khafi (qiyas samar-
samar) atau meninggalkan hukum kulli (hukum umum) untuk menjalankan hukum
istisna’i (pengecualian).

Macam-macam Ijtihad

1. Ijma’ yaitu kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal mengenai hukum syara’
dari suatu peristiwa setelah wafatnya Rasul.

2. Qiyas Qias yaitu menyamakan,membandingkan atau menetapkan hukum suatu


kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan yang telah ditetapkan
hukumnya berdasarkan nash.
3. Ihtisan
Ihtisan yaitu menunggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau
kejadian yang ditetapkan berdasarkan dalil dan syara’

4. Maslahah adalah suatu kemaslahatan.

5. Urf adalah kebiasaan yang dikenal orang banyak dan menjadi tradisi.

6. Istishab
Menetapkan hukum terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya sehingga ada dalil
yang menyebut perubahan tersebut.
BAB 3

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ijtihad adalah berusaha bersungguh-sungguh  atau  mengarahkan segala kemampuan. Ijtihad


berfungsi sebagai penggerak, tanpa ijtihad sumber syari’at Islam itu akan rapuh, itulah sebabnya
ijtihad sebagai sumber ketiga yang tidak dapat dipisahkan dari Al-qur’an dan Al-Hadits.

Dengan pendekatan istinbath akan diperoleh hukum Islam dari sumber-sumbernya. Usaha ushul
fiqih tidak akan berhasil tanpa didukung oleh cara-cara pendekatan istinbath yang benar dan
tepat, disamping ditopang oleh pengetahuannya yang memadai tentang sumber-sumber hukum
Islam.

B.     Saran

Demikian makalah ijtihad dan metodologi hukum islam dalam mata kuliah pendidikan agam
islam, yang tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan proses
dalam menempuh pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang
membangun demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu
ilmu yang bermanfaat bagi kita semua Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA

Alkaf, Idrus H, 1988. Ijtihad Menjawab Tantangan Zaman, Solo : CV Ramadhani

Abdurahman, Asymuni, 1978. Penghantar Kepada Ijtihad,  Jakarta : Bulan Bintang

Naufal, Erlan, Urgensi Ijtihad Dalam Pengembangan Hukum Islam DiIndonesia,ditulis dalam
sebuah artikel

Anda mungkin juga menyukai