Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDEKATAN STUDI ILMU HADITS

Mata Kuliah: Pengantar Studi Islam

Dosen Pengampu: Ibu Nurul Qomariah, M.Fil.I

Di Susun Oleh :

Muhamad Hasby

Efendi

STAI AL FALAH BANJARBARU


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARBARU
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas
izin dan karunia- Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang
suatu apa pun. Tak lupa pula kamihaturkan shalawat serta salam kepada junjungan
Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnyamengalir pada kita di hari
akhir kelak.

Penulisan makalah ber judul “ PENDEKATAN STUDI FIQIH” bertujuan


untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Study Islam. Selama proses
penyusunan makalah, kami mendapatkan bantuan referensi dari beberapa pihak. Oleh
karena itu, kami berterima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan
penulis satu per satu.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Besar harapan kami agar pembaca berkenan memberikan masukkan
berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini bias memberikan manfaat bagi berbagai
pihak. Aamiin.Wassalamualaikum wr.wb

Banjarbaru, 01 November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang ................................................................................ 1
B Rumusan Masalah ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Islam, Syari’at dan Fiqih .................................. 3
B. Sumber-Sumber Hukum Islam ........................................................ 4
C . Mazhab Hukum Utama ................................................................... 4
D. Urgensi Pendekatan Fiqih dalam Studi Islam ….............................. 5
E. Perkembangan Kajian Hukum Islam ……………........................... 7
F. Strategi pendekatan Fiqh dalam Studi Islam ……………………… 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fiqih atau Hukum Islam merupakan salah satu bidang dari studi Islam
yang paling dirasakan oleh masyarakat muslim, karena fiqih atau hukum
Islam bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Contoh Fiqih atau
Hukum Islam secara sempit tentang ajaran wudhu, shalat, puasa dan tata cara
haji atau disebut fiqih Ibadah. Contoh fiqih atau Hukum Islam secara luas
seperti tata cara jual beli, perdagangan, sewa menyewa dapat disebut Fiqih
Muamalah.
Nabi Muhammad SAW merupakan aktor pelaksana Fiqih atau hukum
Islam, karena Nabi Muhammad secara langsung mendapatkan wahyu dari
Allah SWT. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Fiqih atau hukum Islam
mengalami stagnasi dan bersifat kekal. Fiqih atau Hukum Islam menjadi statis
dan tidak mampu menjawab persoalan yang semakin komplek. Dalam
menjawab tantangan zaman Fiqih atau Hukum Islam pada masa Rasul tentu
kesulitan untuk menjawab masalah kontemporer  seperti saat ini.
Kompleksitas masalah yang dihadapi umat Islam sekarang ini sangat
berat, Islam dianggap menjadi agama yang kaku dan sebagian orang melabeli
Islam sebagai agama garis keras, agama terorisme dan label-label yang
menyudutkan Islam lainnya yang menjadi pertanyaan substansinya adalah,
kenapa konsep maqashid al-syariah dari fiqih atau hukum Islam tidak
berjalan.
Supaya Islam menjadi agama yang sesuai dengan segala tempat dan
masa, Substansi dari Fiqih atau hukum Islam itu sendiri perlu digali ulang
supaya dapat menjawab segala persoalan umat yang semakin komplek seperti
saat ini.
Salah satu pendekatan yang perlu diterapkan dalam studi Islama dalah
pendekatan Fiqih atau hukum Islam. Pendekatan fiqih atau Hukum Islam
dalam paper ini pertama akan mencoba membedakan apa itu Hukum Islam,
Syariat dan Fiqih, Kedua, menjelaskan urgensi Pendekatan Fiqih atau Hukum
Islam, Ketiga,  Mendeskripsikan contoh model pendekatan fiqih dalam studi
Islam, setelah mengetahui perbedaan hukum Islam, Syariat dan Fiqih

1
kemudian memahami pentingnya pendekatan Fiqih atau Hukum Islam dalam
Studi Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan hukum Islam, syariat dan fiqih?
2. Apa sumber hukum Islam ?
3. Apa urgensi pendekatan fiqih dalam studi Islam?
4. Bagaimana perkembangan kajian hukum Islam ?
5. Bagaimana strategi, aplikasi dan contoh model pendekatan fiqih dalam
studi Islam?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Islam, Syari’at dan Fiqih


Terdapat istilah utama dalam hukum Islam yaitu din, syariat dan fikih.
Pertama din diterjemahkan sebagai agama dalam bahasa Indonesia. Kitab suci
Al-Qur’an sebagai rujukan pertama dan utama umat Islam, banyak memuat
kata ini dalam berbagai makna, namun semuanya mengandung pengertian
inti sari petunjuk Tuhan yang Maha Kuasa kepada manusia sejak awal masa
Nabi Adam a.s. hingga ke nabi penutup Muhammad SAW.
Istilah kedua syariat secara etimologis berarti jalan menuju, atau yang
memiliki, sumber air. Kata ini kemudian dipahami sebagai firman Allah
(Kitabullah) kepada umat manusia untuk membimbing mereka meraih
kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Jika din yang disampaikan
kepada semua rasul dan nabi pada dasarnya sama, maka syariat berbeda dari
satu rasul ke rasul berikutnya. Oleh Muslim, diyakini bahwa Syariat Islam
yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah syariat terakhir, yang
meluruskan, serta menyempurnakan syariat kepada nabi sebelumnya.1
Kemudian istilah berikutnya adalah fiqih yang secara etimologis berarti
pemahaman yang mendalam. Mereka yang memiliki pemahaman yang
mendalam disebut fakih, jamaknya fukaha. Adapun ilmu yang menjadi sarana
untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam itu disebut ilm al-fiqh. Ilmu
ini dalam literatur Eropa dikenal sebagai Islamic Jurisprudence.
Dalam tataran praktis, hasil dari upaya pemahaman dan perumusan fikih
ini (sebagai produk hukum Islam) dapat dalam bentuk qadha (putusan
pengadilan), fatwa (opini hukum), qanun (undang-undang dan peraturan
umum), dan siyasah yaitu kebijakan yang diambil pemerintah untuk
menegakkan hukum, serta qawl yaitu pendapat yang dikemukakan fakih
secara terbuka dan biasanya bersifat hipotesis.2
Semua produk fikih tersebut memuat hukum, yang asalnya berarti
ketentuan, keputusan atau aturan. Teori hukum Islam memilih hukum kepada

1
Cuzaimah Batubara, et.al, Handbook Metodologi Studi Islam. Jakarta: Prenadamedia Group, 2018,
h.102.
2
Ibid, h.103.

3
dua kategori, yaitu hukum taklifi dan hukum wadhi. Hukum taklifi memiliki
lima kemungkinan yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Adapun
hukum wadhi tersebut termasuk azimah (hukum asal), ruksah (keringanan),
syarat, sebab dan mani’ (pencegah). Dibandingkan dengan sistem hukum lain,
hukum Islam memiliki lingkup yang jauh lebih luas hingga mencakup hal-hal
yang bersifat internal-pribadi, akhlak-moral, ibadah ritual dan wilayah luas
yang disebut mubah (boleh).
B. Sumber-Sumber Hukum Islam
Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah memiliki aturan
dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh umatnya. Setiap
aturan dan hukum memiliki sumbernya sendiri sebagai pedoman dalam
pelaksanaannya.
Islam sebaagai agama yang sempurna memiliki hukum yang datang dari
Yang Maha Sempurna, yang disampaikan melalui Rasul-Nya Nabi
Muhammad SAW, yakni Al-Qur’an Al Kariim. Kemudian sumber hukum
agama Islam selanjutnya adalah sunnah atau yang kita kenal dengan Hadits.
Al-Qur’an dan Hadits merupakan dua hal yang menjadi pedoman utama bagi
umat Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai kebahagiaan dunia
akhirat.
Namun seriting dengan berkembangnya zaman ada saja hal-hal yang
tidak terdapat solusinya dalam Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karena itu, ada
sumber hukum Islam yang lain, di antaranya ijmak dan qiyas. Namu, ijmak
dan qiyas tetap merujuk pada Al-Qur’an dan Hadits karena ijmak dan qiyas
merupakan penjelasan dari keduanya.3
C. Mazhab Hukum Utama dan Pendekatan Mereka Terhadap Kajian Hukum
Al-Mazahib (aliran-aliran) dan arti secara sastranya merupakan “jalan
untuk pergi”. Dalam karya-karya tentang agama Islam, istilah mazahib erat
kaitannya dengan hukum Islam adapun mazhab hukum yang terkenal sampai
saat ini ada empat mazhab yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.
Ini merupakan hanya beberapa mazhab yang ada dalam Islam dan mereka
bukanlah hukum sunni yang representatif, karena sejak dari abad pertama
sampai kepada permulaan abad keempat tidak kurang dari sembilan belas
mazhab hukum atau lebih dalam Islam yang arti kata Muslim terdahulu tidak
henti-hentinya untuk menyesuaikan hukum dengan peradaban yang
berkembang.
3
Ibid, h.104.

4
Timbulnya mazhab-mazhab ini disebabkan oleh beberapa faktor yang
oleh Ali As-Sais dan Muhammad Syaltut mengemukakannya:
1. Perbedaan dalam memahami tentang lafal Nash
2. Perbedaan dalam memahami hadis
3. Perbedaan dalam memahami kaidah lughawiyah Nash
4. Perbedaan tentang Qiyas
5. Perbedaan tentang penggunaan dalil-dalil hukum
6. Perbedaan tentang mentarjih dalil-dalil yang berlawanan
7. Perbedaan dalam pemahaman Illat Hukum
8. Perbedaan dalam masalah Nasakh
Berbagai kemungkinan yang menjadi penyebab timbulnya selain yang
dikemukakan di atas, lahirnya mazhab juga terjadi karena perbedaan
lingkungan tempat tinggal mereka, para fuqaha terus mengembangkan
istinbat hukum yang mereka gunakan secara individu dari berbagai persoalan
hukum yang mereka hadapi dan metode yang mereka gunakan terus
melembaga dan terus diikuti oleh para pengikutnya yaitu para murid-murid
mereka.4

D. Urgensi Pendekatan Fiqih dalam Studi Islam


Fiqih sebagai pendekatan berusaha menjadi sebuah ilmu yang berfungsi
sebagai pisau analisis terhadap obyek yang ingin di dekati atau di bedah.
Islam sebagai agama universal menjadi obyek penelitian yang tidak hanya di
dekati dengan ilmu tunggal.
Pendekatan Fiqih sangat urgen dalam melakukan pendekatan dalam studi
Islam, karena Fiqih bersentuhan langsung dengan hukum-hukum keseharian
seorang Muslim. Dalam tataran realita, Hukum Islam atau Fiqih sering terjadi
perdebatan dan perbedaan, terjadinya perbedaan dan perdebatan tersebut
menjadi sesuatu yang wajar karena Fiqih adalah hasil ijtihad para Fuqaha.
Pendekatan Fiqih dapat dibagi menjadi dua hal.
1. Pendekatan Fiqih Secara Etimologi
Pendekatan Fiqih berasal dari dua suku kata, Pendekatan dan Fiqih, kedua
kata tersebut tentu memiliki pengertian berbeda.
Pendekatan berasal dari kata dasar “Dekat”, yang berarti tidak jauh,
Kemudian diberi imbuhan pe- di awal dan akhiran-an yang dapat diartikan
4
Faisar Ananda Arfa, et.al, Metode Studi Islam, Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada, 2015, h.99.

5
cara atau aktivitas untuk mendapatkan sesuatu.5Pendekatan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan mendekati (hendak
berdamai, bersahabat) atau usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk
mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai
pengertian tentang masalah penelitian, racangan.6
Adapun pengertian fiqh secara etimologi adalah sebagai berikut:
1. Fiqh dalam bahasa arab ‫ علم و فهم‬yang artinya pengetahuan dan
pemahaman.7
2. Menurut Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdlor dalam kamus Al-Bishri, fiqh
dalam bahasa arab juga berarti ‫ علم و فهم‬yang artinya pengetahuan dan
pemahaman.8
3. Pengertian fiqh dalam Kamus Ilmiah Populer Lengkap diartikan sebagai
hukum ilmu hukum Islam.9
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan fiqh secara etimologi adalah cara atau aktivitas untuk mendekati
Islam melalui ilmu hukum islam.
2. Pendekatan Secara Terminologi
Secara terminologi, pendekatan dapat diartikan sama dengan metodologi,
yaitu sudut pandang/cara pandang dan memperlakukan sesuatu masalah yang
dikaji. Makna metodologi juga mencakup berbagai teknik yang dilakukan
untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data. Dengan demikian,
pendekatan atau metodologi bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang
atau cara melihat suatu permasalahan, melainkan juga mencakup pengertian
metode-metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan
tersebut.10
Sehingga pendekatan fiqih dapat memiliki urgensi :
a. Cara untuk memahami islam melalui Ilmu (fiqh).
b. Tujuannya adalah mengetahui hukum-hukum syariat bidang amaliyah
(perbuatan nyata).

5
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003, Cet. II, h.62.
6
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka ,1990, h.193.
7
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka
Progressif, 2002, h. 1067.
8
Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia “Al-Ashri”, Yogyakarta:
Multi Karya Grafika, 1999, h.1344.
9
Risa Agustin, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Surabaya: Serba Jaya, h.126.
10
MamanKh, et al, MetodologiPenelitian Agama TeoridanPrektek, Jakarta: Raja grafindo Persada,
2006, h. 94.

6
c. Dalil-dalil terperinci merupakan cara mengetahui hukum-hukum syara’
amaliyah.
d. Cara untuk memahami Islam melalui hasil ilmu (produk ilmu fiqh).
e. Berupa kumpulan hukum-hukum syara’.
f. Ijtihad merupakan cara untuk memperolehnya.
E. Perkembangan Kajian Hukum Islam
Perkembangan terakhir dalam kajian hukum Islam ini terjadi setelah
adanya persentuhan budaya dengan barat. Bisa dikatakan awal perkembangan
mutakhir dalam hukum Islam dimulai di Turki dan Mesir yang menyadari
bahwa Islam semakin tertinggal dari Barat maka mulai saat itulah muncul
tokoh-tokoh dalam Islam yang mencoba mereformasi hukum Islam dengan
mengangkat tema bahwa pintu ijtihad telah terbuka demi perkembangan
Islam dari zaman ke zaman.
Dalam berbagai bidang muncul tokoh-tokoh yang mencoba memberikan
sumbangan pikirannya dalam perkembangan Islam dan hukum Islam sebaga
contoh: Abdul Qadir Audah dengan bukunya Tasyri’ul jina’i Al-Islamy bi al-
Qonun al-Wadhie yang mencoba membandingkan antara hukum Perancis
dengan hukum Islam. Muhammad Baqir Al-Sadr seorang ulama Syiah Irak,
Sayyid Abu a’la Al-Maududi seorang idiolog fundamentalis dalam Islam
khususnya Pakistan, Ali Abd Al-Razik yang menulis buku Al-Islam wa Ushul
Al-hukum, buku ini menimbulkan kontroversi di Mesir dan juga negeri-
negeri lain karena buku ini mengemukakan mengenai pembenaran
dihapuskannya kesultanan Utsmaniyah di Turki dan berpendapat Islam tidak
menentukan bentuk pemerintahan.
Di Indonesia sendiri pengkajian hukum Islam terus berkembang dengan
didirikannya IAIN serta banyaknya universitas-universitas swasta yang
mengkaji Islam di berbagai daerah di Indonesia khususnya di fakultas syariah
yang benar-benar kajian utama dari fakultas ini adalah hukum Islam.
Disamping itu adanya MUI yang selalu memberikan fatwa yang sesuai
dengan keadaan Islam di Indonesia dalam memberikan istinbat hukum sesuai
dengan masalah yang ada serta majelis-majelis lainnya di setiap organisasi
Islam di Indonesia, seperti majelis tarjihnya Muhammadiyah. Hal ini
merupakan suatu karya yang penting bagi umat Islam Indonesia serta
perkembangan yang baik bagi hukum Islam. Selanjutnya perkembangan yang
paling besar yang ada di Indonesia ini adalah lahirnya Kompilasi Hukum

7
Islam (KHI) yang merupakan fikihnya Indonesia serta telah banyaknya
dimulai pembentukan Undang-undang di Indonesia berasaskan hukum
Islam.11
Belakangan ini beredar wacana bahwa KHI yang ada sudah tidak cocok
lagi menurut kemajuan zaman, untuk itu beberapa tokoh Islam mencoba
memberikan pembaharuan KHI yang biasa saat ini dikenal dengan Counter
Legal Draft KHI (CLF KHI) yang sampai saat ini masih belum selesai
diperbincangkan karena masih terjadi pro dan kontra atas isi dari CLD KHI
tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan sebagian pihak memandang bahwa
sejumlah pasal yang ada di dalam CLD KHI itu melanggar ajaran Islam,
perbincangan dan wacana akan hal ini sangat menyoroti perhatian para tokoh-
tokoh Islam. Kontroversi ini terus di perdebatkan hingga saat ini. Kebanyakan
Ulama tidak menerima rancangan KHI tersebut karena dianggap nyeleneh
dan tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Di antara hal-hal yang paling
kontrversial dalam pasal-pasal CLD KHI ini adalah adanya idah bagi kaum
laki-laki, tidak diperbolehkannya berpoligami, anak berbeda agama mendapat
warisan, wanita bisa menikahkan dirinya sendiri dan banyak lagi hal-hal yang
menimbulkan pro dan kontra dalam CLD KHI.12
Meskipun demikian, hal ini merupakan salah satu contoh dari adanya
usaha tokoh-tokoh Islam mengadakan pembaharuan dalam hukum Islam.
Adapun metode yang mereka pijak dalam pembuatan CLD KHI ini salah
satunya adalah kaidah usul yang mengatakan jawaz nasakh al-nushush bi al-
masalahah serta yang pasti mengikuti metode ulama terdahulu ataupun
dengan metode baru. Patutlah hal ini dijadikan momentum adanya usaha
pembaharuan hukum Islam serta keseriusan tokoh Islam membuka kembalo
pintu ijtihad. Upaya mengaktualkan hukum Islam adalah suatu keniscayaan
yang tidak dapat di tawar-tawar lagi, upaya tersebut harus segera dilakukan
jika tidak mau hukum Islam tersebut ditinggalkan.13

F. Strategi pendekatan Fiqh dalam Studi Islam

11
Chuzainah, Handbook ..., h.114.
12
Faisar, Metode ..., h.105.
13
Ibid, h.106.

8
Strategi pendekatan Fiqh dalam hukum Islam meliputi, Pertama,
pendekatan tujuan syara’, pertimbangan ini dimaksud untuk melihat bahwa
istimbat hukum itu tidak hanya memperhatikan nas-nas Al quran dan hadist,
melainkan yang substansi adalah memperhatikan tujuan-tujuannya. Artinya
apa yang hendak dicapai dari nas itu. Strategi pendekatan tujuan syara’ telah
diperlihatkan oleh al-Buti yang menyatakan.14
“Dimana ditemukan (dicapai) kemaslahatan, maka disitulah syari’at
(hukum) Allah. Oleh karena itu, tidak patut kita berbuat kaku pada nas-nas
(teks al qur’an dan hadist) dan fatwa-fatwa terdahulu, dan tidak patut pula
kita menutup diri dari perkembangan zaman dan kemaslahatan kekinian.”
Tujuan syara’ menurut keterangan diatas adalah terciptanya
kemaslahatan dalam kehidupan manusia. Kemaslahatan yang dimaksud
adalah bersifat dinamis dan fleksibel. Artinya pertimbangan kemaslahatan di
sesuaikan dengan perkembangan zaman. Belum tentu maslahat pada zaman
dahulu juga maslahat pada zaman sekarang. Sehingga tujuan maslahat dalam
hukum Islam itu adalah prinsip, dan keprinsipan maslahat sebagai tujuan
hukum Islam ini telah disepakati oleh ahli hukum Islam. Menurut al-Buti
terdapat lima kriteria dalam menentukan kemaslahatan, yaitu: Pertama,
Memprioritaskan tujuan-tujuan syara’ (syari’at), kedua, Tidak bertentangan
dengan Al Qur’an, Ketiga, Tidak bertentangan dengan As Sunah, Keempat,
tidak bertentangan dengan prinsip, kelima, memperhatikan kemaslahatan
yang lebih penting (besar).15
Kedua, pertimbangan tatbiq melalui prinsip bidang/kewenangan (al-
asliyah). Perimbangan ini memprioritaskan pada akar masalah atau termasuk
pada bidang apa masalah itu menempatkan dirinya, baik seluruh maupun
sebagianya. Secara garis besar hukum syara’ itu terpilih dalam dua kapling
(bidang), yaitu bidang ibadah dan bidang mu’amalat. Untuk itulah ulama
fiqih membangun suatu rumusan (kaidah) sebagai berikut:16Dalam bidang
ibadah “Suatu ibadah pada dasarnya batal hukumnya kecuali terdapat dalil
yang memerintahnya”. Kaidah dalam bidang muamalah “Suatu mu’amalat itu
pada dasarnya sah hukumnya kecuali terdapat dalil yang mengharamkannya”.
Ketiga, pertimbangan Tatbiq melalui pendekatan aktif-pasif. Pendekatan
ini dilakukan untuk menyatakan apakah suatu keadaan (perbuatan, peraturan)
14
Muhammad Sa’id Ramdan a-Buti, Dawabit al-maslahah fi asy-syari’ah al-Islamiyah, Beirut:
Muassasah ar-Risalah, 1986, hlm.12.
15
Ibid, h.142.
16
Ibid, h.16.

9
itu sesuai dengan hukum Islam atau tidak, atau bagaimana hukum islam
menghendaki sesuatu perbuatan/keadaan manusia.Pendekatan ini hanya
melihat kepentingan dalil (nas) secara ideal. Seorang mujtahid
menginterpretasi nas sehingga dari nas tersebut muncul suatu hukum yang
mengatur manusia. Sebaliknya, jika pendekatan pasif dilakukan, yang muncul
adalah apakah sesuatu keadaan/perbuatan itu bertentangan dengan hukum
Islam atau tidak.
Kaidah tersebut menunjukkan ada dua strategi dalam menentukan
hukum, yaitu yang pertama strategi deduktif dan induktif. Strategi deduktif
bersifat aktif, karena nas yang menyatakan hukumnya, sedangkan strategi
induktif bersifat pasif , sebab nas hanya bertindak sebagai pemberi legitimasi.
Salah satu keistimewaan ajaran Islam adalah memiliki sistem hukum yang
dinamis, karena dalil-dalilnya.baik mansuh (jelas dalam nas) maupun tidak
mansuh (berdasarkan prinsip-prinsip ketuhanan dan kemanusiaan).
Untuk merealisasikan bangunan fiqih (sebagai ilmu) Mutawali
menyarankan hal-hal sebagai berikut.17
1. Membuka pintu ijtihad lebar-lebar yang berarti menempatkan fiqih
sebagai ilmu. Fiqih harus di posisikan dalam tataran akademik dengan
tujuan berkembangnya diskursus keilmuan.
2. Membendung adanya anggapan bahwa proses tasyri’ (penentuan hukum)
telah selesai.
3. Memperjelas batas kewenangan dalam studi keagamaan
(fiqiyah/furuqiyah) dan studi non keagamaan.
4. Bijaksana dalam menerima pendapat-pendapat ahli fiqih masa lampau
(fuqaha dahulu).
Dalam kaitanya fiqih sebagai ilmu, Terdapat beberapa tokoh
kontemporer yang melakukan penelitian intens terhadap Fiqih, antara lain
Harun Nasution, Noul J. Coulson dan Muhammad Atha Muzhar. 18Masing-
masing dari ketiganya memiliki model tersendiri dalam melakukan penelitian
Fiqih.
a. Model Harun Nasution
Harun Nasution merupakan guru besar dalam bidang teologi dan filsafat
Islam. Hasil penelitiannya dituangkan dalam buku “Islam Ditinjau dari
berbagai aspeknya jilid II”. Harun Nasution dalam melakukan penelitian

17
Abdul Wahab Afif, Figh, h.20.
18
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT RajaGafindo Persada, 2011, h. 300.

10
terhadap Fiqih atau Hukum Islam menggunakan pendekatan sejarah. Harun
Nasution berhasil mendeskripsikan struktur Fiqih atau Hukum Islam secara
komprehensif.
Hasil dari penelitian Harun Nasution antara lain, menginformasikan
bahwa dalam Al Quran terdapat 368 ayat-ayat Hukum, 228 ayat menyoal
masalah kehidupan kemasyarakatan umat, yaitu ayat-ayat tentang
kekeluargaan, perkawinan, perceraian dan hak waris. Selebihnya menyoal
tentang perdagangan, perekonomian, jual beli, sewa menyewa,pinjam
meminjam, gadai, perseroan, ayat-ayat kriminal semisal hubungan Islam
dengan non Islam, pengadilan hubungan antara si kaya dengan si miskin dan
ayat kenegaraan.
Hasil lain dari penelitian Harun Nasution adalah, membagi
perkembangan Fiqih atau Hukum Islam ke dalam empat periode :
1. Periode Nabi
Segala persoalan Fiqih atau hukum Islam di kembalikan kepada Nabi,
ketika Nabi masih hidup urusan Fiqih dan Hukum Islam tidak terjadi
perbedaaan, karena Nabi memiliki otoritas dalam menghukumi sesuatu.
Segala yang disampaikan dan dicontohkan Nabi adalah ketetapan hukum
yang bersumber dari wahyu Allah.
2. Periode Sahabat
Semenjak Nabi Wafat dan wilayah kekuasaan Islam semakin
berkembang dan termasuk kedalamnya daerah luar semenanjung arab
yang memiliki peradaban dan struktur masyarakat yang maju dibanding
Arab. Sehingga kompleksitas permasalahan hukum mengalami persoalan
yang beragam, kemudian para sahabat disamping berpegang kepada Al
Qur’an dan As Sunnah, para sahabat menggunakan sunah para sahabat
dalam menyelesaikan kasus huku.
3. Periode Ijtihad dan Kemajuan Islam.
Adat Istiadat masing-masing daerah kekuasaan Islam membawa
konsekuensi tersendiri terhadap semakin kompleksitasnya persoalan Fiqih
atau Hukum Islam. Kemudian muncullah tokoh-tokoh Fiqih atau disebut
Fuqaha sebagai ijtihad terhadap masalah Fiqih atau Hukum Islam yang
semakin beragam. Dalam periode ini kemudian munculah empat Imam
Mazhab yang dapat disebut Empat Imam Fiqih, Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Bin Hanbal.

11
4. Periode Taklid dan Kemunduran
Periode ini munculah wacana bahwa Pintu ijtihad telah tertutup pada
abad sebelas masehi. Mazhab-mazhab sebelumnya telah mengalamai
stabilitas dalam sendi kehidupan masyarakat Islam waktu itu. Islam
mengalami kemunduran setelah pernyataan Pintu Ijtihad telah tertutup.
Pada akhir abad sembilan belas dan awal abad dua puluh tokoh-tokoh
pembaharu Islam mulai menentang pendapat yang mengatakan bahwa
pintu Ijtihad telah tertutup, tokoh-tokoh tersebut seperti Al-Tahtawi,
Jamaludin Al Afghani dan Muhammad Abduh. Ketiganya menganjurkan
umat Islam harus kembali kepada Al Qur’an dan As Sunah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Harun Nasution melakukan model
penelitian hukum Islam atau Fikih adalah penelitian eksploratif, deskriptif,
dengan menggunakan pendekatan kesejarahan. Interpretasi yang dilakukan
atas data-data historis tersebut selalu dikaitkan dengan konteks sejarahnya.
b. Model Noel J. Coulson
Penelitian Fikih yang dilakukan oleh Noel J. Coulson bersifat deskiptif
analitis dengan pendekatan sejarah.Seluruh informasi tentang perkembangan
hukum pada setiap periode selalu dilihat dari faktor – faktor sosio kultural
yang mempengaruhinya, sehingga tidak ada satupun produk hukum yang
dibuat dari ruang yang hampa sejarah.
Hasil penelitian Coulson adalah bahwa problema yang dasar saat ini ialah
pertentangan antara ketentuan-ketentuan hukum tradisional yang dinyatakan
secara kaku disatu pihak, dan tuntutan-tuntutan masyarakat modern di pihak
lain.
Coulson membagi dua alasan prinsip tentang keberagaman hukum Islam
di Abad Pertama Islam, Pertama, Lazim masing-masing qadi cenderung
menerapkan aturan setempat yang tentu berbeda-beda antara satu daerah
dengan daerah lain. Kedua,Wewenang hakim untuk memutus perkara sesuai
dengan pendapatnya sendiri (ra’yu) untuk maksud apapun, tidak dibatasi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dengan menggunakan pendekatan
historis, Coulson lebih berhasil menggambarkan perjalanan hukum Islam atau
Fiqih dari berdirinya sampai sekarang secara utuh. Coulson berhasil
menempatkan hukum Islam atau Fiqih sebagai perangkat norma dari perilaku
teratur dan merupakan sesuatu lembaga sosial. Didalam lembaga sesial,

12
hukum Islam atau Fiqih dapat memnuhi kebutuhan pokok manusia yaitu
kedamaian masyarakat.
c. Model Mohammad Atho Mudzar
Mudzar meneliti produk-produk fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun
1975-1988. Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Atho
Mudzar ingin mengetahui materi fatwa yang dikemukakan oleh Majelis
Ulama Indonesia serta latar belakang sosial politik yang melatarbelakangi
timbulnya fatwa-fatwa tersebut.
Kesimpulan dari penelitian Mohammad Atho Mudzar adalah bahwa
fatwa majelis Ulama Indonesia dalam kenyataanya tidak selalu konsisten
mengikuti pola metodologi dalam penerapan fatwa sebagaimana dijumpai
dalam ilmu Fiqih. Fatwa-fatwa MUI sebagain langsung merujuk pada Al
Qur’an sebelum merujuk pada hadis dan fiqih yang ditulis oleh ulama
mazhab. Sebab ketidaksinkronan fatwa MUI salah satu sebabnya adalah
faktor politik.
Dari ketiga contoh pendekatan penelitian fiqih diatas sebenarnya dalam
upaya membuka pikiran dan pandangan para ulama Fiqih Kontemporer untuk
tidak ragu dalam mengeluarkan fatwa untuk menjawab berbagai persoalan
agama yang semakin komplek dewasa ini.
Terdapat metode-metode lain yang di kembangkan oleh para ahli, salah
satunya yang tertuang dalam ushul fiqih dan qawaid al-fiqiyah, diantaranya
yaitu:19
1. Metode deduktif (istinbat). Yaitu metode penarikan kesimpulan
khusus (mikro) dari dalil-dalil yang umum (Al Qur’an dan
Hadist).Metode ini dipakai untuk menjabarkan atau
menginterpretasikan dalil-dalil Al-Quran dan hadist menjadi masalah-
masalah ushul fiqh aliran mutakalimin (fokus kajian
kebahasaan/skripturalis).
2. Metode Induktif (istiqra’i), yaitu metode pengambilan kesimpulan
umum yang dihasilkan dari fakta-fakta khusus. Kesimpulan dimaksud
adalah kesimpulan hukum atas suatu masalah yang memang tidak
disebutkan rincian ketentuanya dalma nas al-qur’an dan hadis.
3. Metode Genetika (takwini), yaitu metode penelusuran titi mangsa
dalam mengetahui latar belakang terbitnya nas dan kualitas nas

19
A. Chozin Nasuha, “Epistemologi Kitab Kuning” dalam pesantren, Vol VI, Jakarta: P3M, 1989,
h.16.

13
(hadis).Metode ini memprioritaskan kajian tentang sebab-sebab
terjadinya atau melihat sejarah kemunculan masalah yang dipecahkan
oleh nas atau memperhatikan kualitas periwayatan nas (hadis).
4. Metode Dialektika (jadali), yaitu metode yang menggunakan
penalaran melalui pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan
yang bersifat tesa (tesis-tesis) dan antitesa. Metode ini juga dapat
menggunakan pendekatan analogi (qiyas) dan arqumentasi (illat).

BAB III
PENUTUP

14
A. Kesimpulan
Secara garis besar kajian hukum Islam tidak lepas dari pemahaman atas
Syar’iah, Fiqih, Ushul Al-Fiqih, serta hal lain yang berkenaan dengan dasar
pembentukan hukum Islam yang kesemuanya bisa dikatakan merupakan asas
dari aturan dan kaidah dalam Islam sebagai pengatur kehidupan umat Islam
dari masa ke masa, yang tidak lepas dari sumber utamanya yaitu wahyu Allah
yang disampaikan kepada Rasulnya yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
itu sendiri serta dilengkapi dengan ijtihad ulama-ulama fakih dalam
pengistinbatan hukum Islam yang belum ada kepastian hukumnya dalam Al-
Qur’an dan Sunnah.
Terdapat beberapa ulama hukum yang paling dikenal dalam sumbangan
pikirannya sampai saat ini masih dikenal dan dipakai dalam kehidupan
ummat Muslim di seluruh Dunia yaitu Imam Ja’fary, Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibn Hanbal. Kelima ulama ini
banyak memberikan wacana hukum dan penyelesaian hukum dalam berbagai
kasus hukum Islam yang dikenal dengan fikih dan pada akhirnya menjadi
disiplin ilmu yang bercabang-cabang dan terus berkembang dan
dikembangkan oleh para ulama-ulama fikih setelahnya.

DAFTAR PUSTAKA

15
Agustina, Risa. Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Surabaya: Serba Jaya, t.thn.

Ali , Atabik dan A. Zuhdi Muhdlor. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia “Al-


Ashri”. Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999.

Arfa , Faisar Ananda, et al. Metode Studi Islam. Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada,
2015.

Batubara, Cuzaimah, et al. Handbook Metodologi Studi Islam. Jakarta: Prenadamedia


Group, 2018.

MamanKh, et al. Metodologi Penelitian Agama Teori dan Prektek. Jakarta: Raja
grafindo Persada, 2006.

Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.


Surabaya: Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, 2002.

Nasuha, A.Chozin. Epistemologi Kitab Kuning dalam Pesantren Vol VI. Jakarta:
P3M, 1989.

Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGafindo Persada, 2011.

Ramdan a-Buti, Muhammad Sa'id. Dawabit al-maslahah fi asy-syari’ah al-


Islamiyah. Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1986.

Suprayogo , Imam dan Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Cet. II.


Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.

Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

16

Anda mungkin juga menyukai