Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN
ILMU FIKIH
Disusun sebagai tugas Mata Kuliah Ilmu Fikih
KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
BAB II....................................................................................................................................2
PEMBAHASAN....................................................................................................................2
1. Sejarah Perkembangan Fiqh Periode Nabi Muhammad SAW....................................2
2. Sejarah perkembangan Fiqh pada Masa Khulafa’al-Rasyidin....................................3
3. Sejarah perkembangan Fiqh pada Masa Tabi’in.........................................................3
4. Perkembangan fiqh pada masa mujtahidin (fiqh madzhab)........................................4
BAB III...................................................................................................................................7
PENUTUP..............................................................................................................................7
A. Kesimpulan.................................................................................................................7
B. Saran............................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa hukum merupakan salah satu aspek  terpenting


dalam islam disamping beberapa aspek terpenting lainnya. Dengan adanya hukum,
manusia bersama komunitasnya dapat menjalankan beragam aktivitasnya dengan
tenang dan tanpa ada perasaan was-was.
Dengan hukum pula manusia dapat mengetahui manakah pekerjaan-pekerjaan yang
diperbolehkan untuk dilakukan. Fiqh sebagai sebuah produk hukum tentu perlu
mendapat penjelasan tentang apa dan bagaimana fiqh bisa menjadi sebuah ketetapan
hukum.
Ilmu fiqh merupakan bagian dari masalah-masalah terkait dengan kegiatan
Pendidikan Islam.
Kaitannya dengan filsafat pendidikan islam yang merupakan proses berfikir yang
mendasar, sistematik, logis dan menyeluruh (universal) tentang Pendidikan Islam
dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai acuan dasar. Pembahasannya tidak hanya
pengetahuan agama islam saja, melainkan juga ilmu-ilmu lain yang relevan. Hal inilah
yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan islam yaitu masalah-masalah yang
terdapat dalam kegiatan pendidikan, karena pendidikan islam membawa manusia
untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah nilai-nilai
islam tentang manusia, hakekat dan sifat-sifatnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Fiqh Periode Nabi Muhammad SAW?


2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Fiqh periode Sahabat?
3. Bagaimana Sejarah Perkembangan Fiqh periode Tabi’in?
4. Bagaimana Sejarah Perkembangan Fiqh periode Imam Mujtahidin?
 

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Perkembangan Fiqh Periode Nabi Muhammad SAW

Periode Rasulullah ini muncul sejak Muhammad diangkat memjadi Nabi dan Rasul
(tahun 13 sebelum Hijrah) sampai wafatnya Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awal tahun
11 H. Solusi Al-Qur’an atas persoalan kemasyarakatan tidaklah diberiakn secara
sekaligus, melainkan secara bertahap (tadrij) sesuai dengan kebutuhan riil yang
dihadapi masyarakat saat itu. Sumber pembuatan hukum pada masa Nabi adalah wahyu
Al-Qur’an, Sunnah Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, atau ketetapannya yang bisa
merupakan suatu ilham (intuitif dari Allah)dan bisa merupakan ijtihad Nabi. Posisi
Nabi pada waktu itu adalah sebagai pemimpin umat, pemberi keputusan hukum, dan
mufti (pemberi fatwa). Sumber penetapan hukum (Fiqh) yang diambil Rasulullah yaitu
al-Qur’an dan al-Sunnah.

Ada tiga bentuk sikap islam terhadap tradisi dan adat Jahiliyyah yaitu:

1. Ada sebagian yang dihapus secara terang-terangan


2. Ada sebagian yang diakui oleh Islam didalam nas-nas Al-Qur’an
3. Adat yang didiamkan oleh Nabi

Periode masa Rasulullah dibagi menjadi dua fase yaitu fase Makkiyyah dan fase
Madaniyyah. Pada fase Makkiyyah pembebanan dalam bentuk hukum sangatlah
sedikit dan terbatas. Karena pada masa ini keadaan kaum Muslimin masih lemah
sehinggabelum diijinkan untuk jihad melawan orang kafir. Pada fase ini, ayat Al-
Qur’an lebih banyak difokuskan untuk menjelaskan tentang pokok-pokok keimanan
dan ajakan untuk keimanan serta penjelasan tentang perintah untuk menghiasi diri
dengan akhlak yang yang baik. Pada fase Madaniyyah mencakup seluruh perbuatan
manusia yang dijelaskan secara rinci yang mengatur hukum-hukum praktis dan
Rasulullah memberikan takhshis (pengkhususuan) dan taqyid  (pembatasan) atas
keumuman al-Qur’an, juga menentukan hukum baru ketika al-Qur’an tidak
menyinggungnya sama sekali.[1]

Dengan turunnya wahyu kepada Rasulullah dalm bentuk al-Qur’an dan al-Sunnah,
selain dari kedua sumber diatas, Nabi sendiri memberi contoh berijtihad apabila tidak
ada nash al-Qur’an, sedangkan persoalan harus diselesaikan. Untuk mengatasi
masalah itu Nabi memiliki multi tugas, tugas pembuat hukum sekaligus

2
pelaksanaanya, seperti imam al-ummah,hakim,mufti akbar,muballigh dan sebagainya.
[2]

2. Sejarah perkembangan Fiqh pada Masa Khulafa’al-Rasyidin

Pada masa Abu Bakar al-Shiddiq, khalifah pertama disebut sebagai masa penetapan
tiang-tiang hukum islam. Para sahabat telah mewarisi apa yang pernah ada pada masa
Rasulullah dan dihadapkan pula kepada mereka masalah-masalah baru. Metode
pengajaran hukum yang dilakukan para sahabat adalah mengembalikan permasalahan
terlebih dahulu kepada al-Qur’an. Jika tidak didapatkan pemecahan didalamnya,
mereka kembalikan kepada Sunnah Nabi. Apabila tidak bisa terselesaikan , maka
mereka melakukan ijtihad untuk mendapatkan hukum yang dicari. Berijtihad mereka
dengan cara berpegang kepada ma’qul al-nasb dan mengeluarkan ‘illah (penyebab
adanya hukum) atau hikmah yang dimaksud daripada nash itu, kemudian
menerapkannya pada semua masalah yang sesuai illahnya dengan illah yang ada pada
nash. Inilah yang kemudian disebut al-qiyas. Dengan bermusyawarah dalam mencari
hukum yang tidak ada nashnya, kemudian mereka bersepakat dalam hukum yang
mereka temukan atas suatu masalah. Inilah yang dimaksud dengan ijma’.
Sahabat adalah generasi teladan terdekat dengan kehidupan Rasulullah. Mereka
mendapat ajaran langsung dari al-Qur’an dan bimbingan lansung dari Rasulullah. Pada
masa ini, Syari’at Islam lah yang menjadi pedoman untuk mengatur kehidupan mereka
dan sumber untuk menetapkan hukum berupa al-Qur’an, al-Sunnah dan ijtihad sahabat
yang mereka sebut dengan nama al-ra’y.[3]

3. Sejarah perkembangan Fiqh pada Masa Tabi’in

Pada masa ini yaitu masa pembentukan hukum islamyang sudah menjurus kepada
furu’ syar’iyah, hukum-hukumnya diambil dari dalil-dalil yang terperinci , dan
mendahulukan hadist dan riwayat dari qiyas, atau mendahulukan qiyas dari hadist ahad,
yaitu pokok perbedaan pendapat antara ahli hadist dan ahli ra’y dalam madzhab-
madzab fiqh. Pada masa ini telah dimulai usaha penafsiran al-Qur’an dan pengumpulan
hadist, mempelajari dan mendalaminya, menjaga kepalsuannya dari pengaruh politik
atau pengaruh golongan, atau sebab-sebab lain.[4]
Sumber rujukan penetapan hukum pada masa Tabi’in ini adalah al-Qur’an , al-
Sunnah dan ijtihad para sahabat. Para Tabi’in ber-ijtihad dengan mendasarkan pada
patokan dan sinaran ajaran dalam al-Qur’an, al-Sunnah serta kaidah-kaidah yang
digunakan sahabat dalam ber-ijtihad. Pada masa Tabi’in ini ada dua kelompok yang
berbeda dalam merumuskan hukum yaitu kelompok Madinah dan kelompok Kufah.

3
Kelompok Madinah lebih mengedepankan peran dalil naqli (nash al-Qur’an dan al-
Sunnah) dibandingkan peran ra’y (akal).  Tokoh Tabi’in dari kelompok Madinah antara
lain Sa’id bin al-Musayyab (w.94 II), Urwah bin al-Zubayr (w. 93 H), Abu bakar bin
Abdurrahman al-Makhzumi (94 H). Sementara kelompok kufah lebih mendahulukan
peran ra’y (akal) dibandingkan penggunaan dalil nas Al-Quran dan Al-Sunnah.
Diantara tokohnya adalah: Alqamah bin Qays al-Nakhai (w.62 H), al Azwad bin yazid
al-Nakhai,  Abu Maysarah.[5]

4. Perkembangan fiqh pada masa mujtahidin (fiqh madzhab)

Akhir abad pertama muncul mujtahid-mujtahid dalam furu’. Yang termashur


antaranya:

1. Madzhab Aby Hanifah

Madzhab ini yang pertama muncul dan di kalangan madzhab sunni terkenal dengan
madzhab yang sangat banyak mermpergunakan ra’yu. Madzhab ini dinamai dengan
dinisbahkan kepada mujtahid yang menjadi imamnya Abu Hanifah An-Nu’maan Ibn
Tsabit, asli dari parsi, lahir di kufah 80 H/699 M dan wafat tahun 150 H/676 M. Dalam
ijtihadnya selain berpegang kepada Al-Quran, Al-Hadist, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas beliau
memakai dalil Al-Istihsan sebagai dalil yang khusus.
Madzhab Hanafi merupakan madzhab yang banyak diikuti terutama di zaman
Abbasiyah dan menjadi madzjhab resmi pemerintahan Utsmaniyah. Pada masa
mujtahidin dan pengikut-pengikutnya, maudlu’ fiqh disusun secara keseluruhan,
walaupun sudah ada suatu maudlu’ yang disusun tersendiri, selain secara fiqh
menyeluruh, seperti kitab-kitab fiqh, disusun pula kitab-kitab Ushul Fiqh yang diambil
dari fatwa-fatwa Abu Hanifah, antara lain:
1. Ushul Fiqh oleh Abu Zaid Ad-Duyuusi (wafat: 430 H)
2. Ushul Fiqh oleh Fakhrul-islam Al-Bazdawi (wafat: 430 H)
3. Al-Manaar oleh An-Nasafi (wafat:790 H) dan syarahnya, kitab Misykaatul-
Anwaar.

2. Madzhab Maliki

Madzhab ini lahir Hijaz, Madinah, dengan tokoh yang menjadi imam madzhabnya
bernama malik Ibn Anas (95-179 H / 713-759 H). Madzhab ini terkenal sebagai
madrasah Ahlu-Hadits. Pegangan dalam beristinbath hukum selain Al-Quran dan

4
Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyaas, juga dipakai Al-Mashlahatul-Mursalah, yamng
merupakan pengecualian dari hukum-hukum umum karena untuk mencapai
kemaslahatan dan karena darurat. Selain itu juga berpegang kepada qaul shahabi dan
adat yang diikuti Madinah.Malik Ibn Anas menyusun kitab Al-Muwaththa’ yang
merupakan kumpulan dari hadis-hadist dan kaul shahabi serta atsar yang disusun
menurut bab-bab fiqh.

3. Madzhab Asy-Syafi’i

Tokoh yang mnjadi imam madzhab ini Muhammad Ibn Idris Asy-Syafi’i (150-240
H/ 767-819 M). Madzhab ini merupakan pertengahan antara Madzhab Hanafi dan
Madzhab Maliki dalam mempergunakan Qiyas dan Hadits. Asy-Syafi’i dalam
beristinbath hukumnya berpegang kepada Al-Quran Dan As-Sunnah, kepada Al-Ijtima’
dan AlQiyas, beliau menolak Al-Istihsan dari Hanafi dan menolak Al-Mashlahatul-
mursalah dari maliki.
Asy-Syafi’i adalah orang pertama kali yang menyusun kitab Ushul-Fiqh secara
disiplinair dengan nama kitabnya Ar-Risaalah, yang dijadikan dasar dalam bristinbath.
Dalam furu’ fiqhnya beliau mempunyai fatwa-fatwa yang dihimpun dalam kitab Al-
Umn (tujuh juz) yang dihimpun berdasar riwayat muridnya  Ar-Rabi’i Ibn Sulaiman
Al-Muraadi. Dalam juz ketujuh mengandung semacam fiqh muqaran antara bermacam
madzhab seperti perbedaan terhadapMas’ud; khilafah antara Asy-Syafi’i dan Malik.
Fasal-fasal mengenai Ushul fiqh, Siyar Al-Quza’i mengambil dari Abi yusuf, khilafah
antara Abi Hanifah dan Abi Laila.

4. Madzhab Ahmad Ibn Hambal

Madzhab ini sebagai madzhab terakhir diantara madzhab ahli Sunni yang masih
banyak pengikutnya. Tokoh yang menjadi imamnya adalah Abu Abdillah / Ahmad Ibn
Hanbal (164-241 H/ 780-855 M).
Ahmad Ibn Hanbal adalah murid Asy-Syafi’iyang berdiri sendiri mempunyai
madzhab tersendiri. Kitab susunan Ahmad Ibn Hanbal adalah : Musnad yang terkenal
dengan Musnad Al-Imamu Ahmad dalam enam juz. Sebagaimana pada Madzhab-
madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i, maka dalam masa Ahmad Ibn Hanbal masalah
Ilmu fiqh tersusun dalam:

1. Kitab Ushul Fiqh dan kitab-kitab aqidah fiqhiyyah serta kaidah-kaidah kuliyah.
2. Kitab-kitab fiqh, yang meliputi macam-macam maudlu fiqhiyyah.
3. Beberapa kitab yang khusus mengenai sesuatu masalah.[6]

5
Pada awal kurun waktu kedua ini, lahir dan berkembang madzhab-madzhab fiqh dalam
islam yang menyebar ke seluruh daerah yang dikuasai oleh umat islam. Para
pengembang madzhab ini sangat berjasa dalam memperkembangkan ilmu fiqh dan
telah meninggalkan hazanah fiqh yang sangat berharga. Al Qur’an dan Al-Sunnah
telah dibukukan dan pendapat para sahabat dan tabi’in serta ilmu pengetahuan lainnya
sudah dibukukan. Madzhab-madzhab yang tumbuh dan berkembang pada waktu kurun
waktu kedua ini ada dua macam yaitu madzhab fardiyah dan madzhab jama’iyah.[7]

Klasifikasi Mujtahid

Kerja para ulama’ pada masa ini masih sekitar hasil ijtihad para imam-imam mujtahid yang
sebelumnya. Misalnya membuat ikhtisar-ikhtisar yang disebut matan.kadang-kadang juha
mengumpulkan pendapat-pendapat yang ada dalam satu madzab tertentu kemudian
memisah-misahkannya antara penapat yang kuat dari pendapat yang kurang kuat. Atas
dasar ini kemudian timbul istilah-istilah, antara lain:

1. Mujtahid mutlak yaitu mujtahid yang mempunyai metodologi yang mandiri dalam
istinbath hukum-hukum, antara lain seperti madzhab Imam Abu Hanifah, Maliki, Al-
Syafi’i, dan Hambali.
2. Mujtahid Muntasid yaitu mujtahid yang mengikuti pendapat Imam madzhab dalam usul
atau metode berijtihad.
3. Mujtahid Fi al-Madzhab yaitu mujtahid yang mengikuti imam madzhab baik dalam
usul maupun furu hanya berbeda dalam penerapannya.
4. Mujtahid fi al-Masail, yaitu mujtahid yang membatasi diri hanya berijtihad dalam hal-
hal yang belum diijtihadi oleh imam-imam mereka, dengan menggunakan metode
imam-imam mereka.
5. Ahlu Takhrij, yaitu Fuqoha yang kegiatannya terbatas menguraikan dan memperjelas
pendapat-pendapat yang sama dan janggal yang ada dalam madzhabnya.
6. Ahli Tarjih, yaitu Fuqoha yang kegiatannya hanya menarjih atau menguatkan
pendapat-pendapat yang berbeda yang ada dalam madzhabnya.[8]
 

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Sumber pembuatan hukum pada masa Nabi adalah wahyu Al-Qur’an, Sunnah Nabi
baik berupa perkataan, perbuatan, atau ketetapannya yang bisa merupakan suatu
ilham (intuitif dari Allah)dan bisa merupakan ijtihad Nabi. Posisi Nabi pada waktu
itu adalah sebagai pemimpin umat, pemberi keputusan hukum, dan mufti (pemberi
fatwa). Sumber penetapan hukum (Fiqh) yang diambil Rasulullah yaitu al-Qur’an
dan al-Sunnah.
2. Sahabat adalah generasi teladan terdekat dengan kehidupan Rasulullah. Mereka
mendapat ajaran langsung dari al-Qur’an dan bimbingan lansung dari Rasulullah.
Pada masa ini, Syari’at Islam lah yang menjadi pedoman untuk mengatur
kehidupan mereka dan sumber untuk menetapkan hukum berupa al-Qur’an, al-
Sunnah dan ijtihad sahabat yang mereka sebut dengan nama al-ra’y.
3. Sumber rujukan penetapan hukum pada masa Tabi’in ini adalah al-Qur’an , al-
Sunnah dan ijtihad para sahabat. Para Tabi’in ber-ijtihad dengan mendasarkan pada
patokan dan sinaran ajaran dalam al-Qur’an, al-Sunnah serta kaidah-kaidah yang
digunakan sahabat dalam ber-ijtihad. Pada masa Tabi’in ini ada dua kelompok yang
berbeda dalam merumuskan hukum yaitu kelompok Madinah dan kelompok Kufah.
4. Akhir abad pertama muncul mujtahid-mujtahid dalam furu’. Yang termashur
antaranya: Imam aby Hanifah, imam syafi’i, imam Hambali, dan Imam Maliki.

B. Saran

Terimakasih telah membaca dan memahami makalah kami, jika ada penulisan kata
yang kurang tepat dan menyinggung perasaan, kami mohon maaf karena manusia
tidak jauh dari kesalahan dan kami menerima kritik terhadap kelompok kami.
 

7
DAFTAR PUSTAKA

Nata Abuddin, Masail Al-Fiqhiyah, Jakarta: Kencana Prenada Media                     


Group,2006.
Fauzi Moh, Sejarah Sosial Fikih, Semarang: CV. Karya Abadi Jaya,2015.
Djazuli, Ilmu Fiqh, Jakarta: Prenada Media,2005.

[1]Fauzi Moh, Sejarah Sosial Fikih, CV.Karya Abadi Jaya,Semarang hal 38-43
[2] Nata Abuddin, Masail Al-Fiqhiyah, Prenada Media Group, Jakarta hal 7-11
[3] Fauzi, Moh, Sejarah Sosial Fikih, CV. Karya Abadi Jaya, Semarang  hal 46
[4][4] Nata Abuddin, Masail Al-Fiqhiyah, Prenada Media Group, Jakarta hal 12-13
[5] Fauzi Moh, Sejarah Sosial Fikih, CV. Karya Abadi Jaya, Semarang  hal 51-52
[6] Muchtarom Zaeni, Perkembangan Ilmu Fiqh di Dunia Islam, IAIN Jakarta hal 15-20
[7] Syukur Asywadie, Pengantar Ilmu Fikih dan Ushul Fikih,PT Bina Ilmu Offset,
Surabaya hal 24
[8]Djazuli, Ilmu Fiqh, Prenada Media, Jakarta hal 157-158

Anda mungkin juga menyukai