Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Kategorisasi Kajian Fiqih, Ushul Fiqih dan Syari’ah

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

FIQIH DAN USHUL FIQIH

DOSEN PENGAMPU : Zuhrupatul Jannah M.Ag

Disusun oleh : Kelompok I


L. MUH. SOFYAN ALI FIKRI : 220601158

BQ. BERLIAN HADIAT PUTRI : 220601179

KELAS 1E
PRODI ILMU AL_QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamiin, Pertama marilah kita panjatkan puja serta puji syukur kita
kehadirat Allah SWT, yang telah memeberikan kita nikmat yan begitu banyak sehingga kita dapat
merasakan kehiudpan yang sehat dan terstruktur seperti sekarang ini.

Selanjutnya tak lupa kita haturkan sholawat dan salam keahadirat nabi Muhammad SAW,
yang telah berjuang untuk agama kita sehingga kita dapat merasakan Islam seperti sekarang ini

Terimakasih kami ucapkan khususnya teman kelompok kami yang telah ikut berpartisipasi dalam
pembuatan dan pengembangan makalah ini sehingga dapat berjalan dengan seuai kaidah penulisan
Bahasa Indonesia, dan kami juga ucapkan terimakasih kepada Dosen pengampu Mata Kuliah Fiqih
Dan Ushul Fiqih yaitu Zuhrupatul Jannah M.Ag yang telah memeberikan kami kesempatan untuk
mempelajari lebih dalam tentang materi yang kami paparkan dalam makalah ini, terlepas dari itu
kami sebagai manusia yang tak luput dari salah dan lupa meminta maaf kepada semua rekan rekan
diskusi jikalau dalam makalah kami masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan, pemaparan
dan lain sebagainya, maka dari itu kami meminta masukan, kritik dan saran untuk membenahi
makalah kami sehingga mampu menjadikan makalah yang sempurna untuk di pelajari bersama.

Sekian dan Terimakasih

Mataram, 11 September 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran Islam yang bersumber utama Al-Qur’an dan Al-Hadits secara konseptual disebut
dengan Syari’ah. Secara garis besar Syari’ah meliputi tiga bidang: (1) akidah atau keyakinan yang
merupakan ajaran yang bersifat elementer atau mendasar menyangkut terutama eksistensi Allah,
kitab suci, nabi, qadla-qadar, akhirat, yang secara keilmuan dikenal dengan Kalam atau Tauhid atau
Teologi Islam, (2) segala hal yang mengajarkan penyucian jiwa dan pembentukan moral yang
dikenal dengan Akhlak atau Etika Islam, dan segala tuntunan hidup praktis yang mengatur
perbuatan manusia yang menyangkut ibadah (aktivitas ritual) dan muamalah (aktivitas sosial), yang
dikenal dengan Fikih atau Hukum Islam.1

Fikih atau hukum Islam (Islamic law) merupakan salah satu unsur utama ajaran Islam.
Berbeda dari dua unsur utama ajaran Islam yang lain yakni akidah dan akhlak, fikih menempati
posisi paling sentral karena ia menandai keislaman seseorang secara formal. Ini dikarenakan fikih
berisi ajaran Islam yang bersifat praktisimplementatif dan bercorak lahiriah, yang berupa aturan-
aturan hidup praktis yang meliputi aspek ritual (ibadah) dan aspek sosial (muamalah). Karena
begitu pentingnya posisi fikih dalam Islam, Joseph Schacht, seorang sarjana Barat terkemuka yang
mendalami hukum Islam, mengemukakan bahwa “hukum Islam merupakan wujud penting ajaran
Islam, aspek paling pokok dari ajaran Islam, inti dan kandungan paling dalam dari Islam itu sendiri.
Maka, mustahil memahami Islam tanpa memahami fikih atau hukum Islam”2

Fikih atau hukum Islam, secara luas, mencakup baik hukum moral maupun ketetapan-
ketetapan hukum dan perundang-undangan. Sehingga lebih tepat jika dikatakan bahwa sementara
hukum moral diwahyukan dalam wujud teks-teks Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai
kehendaknya, maka adalah tugas kaum muslimin untuk mewujudkannya dalam bentuk ketetapan-
ketetapan hukum dalam pelbagai konteks: sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Sebenarnya,
sejumlah aturan hukum telah diberikan oleh Al-Qur- ’an untuk mewujudkan kehendakNya.
Ketetapan-ketetapan Al-Qur- ’an itu dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yakni ‘halal’ (sesuatu
yang dibolehkan) dan ‘haram’ (sesuatu yang dilarang). Dua kategori ini kemudian dikembangkan
menjadi lima kategori atau yang dikenal dengan ‘hukum yang lima’ (al-ahkam al-khamsah), yaitu
1
Muhammad Ali al-Sayis, Nasy- ’ah al-Fiqh al-Ijtihadi wa Athwaruh, Kairo: Silsilah al-Buhuts al-Islamiyyah,
1970, hal. 8.
2
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, London: Oxford University Press, 1971, hal. 46.
‘wajib’/’fardlu’ (sesuatu perbuatan yang harus dilakukan), ‘mandub’/ ‘sunah’ (perbuatan yang
dianjurkan untuk dilakakan), ‘mubah’ (perbuatan yang boleh dilakukan dan boleh juga
ditinggalkan), ‘makruh’ (perbuatan yang dianjurkan untuk ditinggalkan), dan ‘haram’ (suatu
perbuatan yang harus ditinggalkan).3

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Di Maksud Dengan Fiqih ?
2. Apa Yang Di Maksud Dengan Ushul Fiqih ?
3. Apa Kaidah Fiqih ?
4. Apa Yang Di Maksud Dengan Qonun ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Fiqih !
2. Untuk Mengetahui Apa Itu Ushul Fiqih !
3. Untuk Mengetahui Kaidah Fiqih
4. Untu Mnegetahui Apa Itu Qonun !

3
Ahmad Hasan, Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup, (Penerjemah Agah Garnadi), Bandung: Penerbit Pustaka,
1984, hal. 29
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fiqih

1. Pengertian Fiqih

Dalam bahasa arab berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan, yang mana secara etimologi
berarti pengertian dan faham yang mendalam.4 Secara istilah fiqih adalah pemahaman tentang
hukum-hukum yang terdapat dalam syariat islam yang berhubungan dengan perkataan dan
perbuatan seseorang yang diambil dari al-quran, dan sunnah.5 Kalau di hubungkan dengan ilmu,
ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas menentukan serta menguraikan norma-norma hukum yang
terdapat di dalam al-Qur’an serta mengatur berbagai aspek kehidupan manusia. Dengan kata lain
ilmu fikih ialah ilmu yang berusaha untuk memahami hukum yang terdapat di dalam al-Qur’an
serta sunnah Nabi Muhammad SAW.6 3
Penggunaan kata fikih atau yang sejenisnya dalam
alquran ada pada 20 tempat, yang mana 19 diantaranya arti dari fiqih adalah faham yang salah
satunya terdapat pada ayat 122 surat al-Taubah.

Artinya : ”Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Pada ayat diatas terlihat bahwa kata kerja yatafaqqahu menunjukkan kedalaman faham
mengenai ajaran agama. Ketika menafsirkan ayat di atas, Qurtubi menulis bahwa ayat ini menjadi
dasar bahwa memperdalam pengetahuan tentang kandungan al-Qur’an dan sunnah rasulullah saw
hukumnya fardhu kifayah.

Para ulama fikih sendiri mengartikan fikih sebagai sekumpulan hukum amaliyah (yang di

4
Jurnal Ilmiah Keislaman, ‘Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 7, No. 2, Juli-Desember 2008’, 7.2
(2008).
5
Ni’mah Nur, ‘Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Metode Diskusi Pada Mata Pelajaran
Fiqih Pokok Bahasan Cara Syah Sholat’, 2014, 10–37.
6
Jurnal Ilmiah Keislaman, ‘Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 7, No. 2, Juli-Desember 2008’, 7.2
(2008).
kerjakan) yang di syariat kan dalam islam. Adapun pengertian fikih menurut terminologi, yang
dikemukakan oleh tokoh agama, antara lain adalah:

a. Imam Abu Hamid al-Ghazali


Suatu ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang tertentu bagi perbuatan-
perbuatan para mukallaf, seperti wajib, haram, mubah, sunat, makruh, syah, fasid batal, qadha’,
dan yang sepertinya.
b. Al-Mahalli
Hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan amaliyah praktis yang diusahakan
memperolehnya dari dalil-dalil yang jelas.

c. Imam Ibn Hazm


pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ yang diambil dari alQur’an dan dari kalam rasul
yang diutus membawa syari’at yang hanya daripadanya hukum-hukum itu.

Pada masa rasulullah saw istilah “fikih” tidak hanya diartikan hukum saja, tetapi
mempunyai arti yang lebih luas dan mencakup semua aspek dalam Islam, baik teologi, politik,
ekonomi dan hukum. Alasan terjadinya perubahan ini yakni karena persoalan masyarakat muslim di
zaman rasulullah saw tidaklah banyak dan beraneka ragam seperti saat ini. Sedangkan factor utama
yang menyebabkan perubahan arti dalam beberapa istilah dalam islam khusunya kata fikih di masa
sekarang yakni, munculnya beberapa madzab hokum serta perkembangan teknologi dalam islam.7

Ruang lingkup ilmu fikih adalah semua hukum amaliyah yang diamalkan oleh umat muslim,
hokum yang diatur untuk umat muslim terdiri dari hukumwajib, sunnah, mubah, makruh, haram.
Adapula yang lainnya seperti sah, batal, benar, salah, dsb. Obyek dalam pembicaraan ilmu fikih
adalah hokum yang berkaitan dengan perbuatan orang muslim, adapun ruang lingkupnya meliputi
berikut :

a. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan allah

b. Hukum yang megatur hubungan manusia dengan sesama manusia baik masalah pribadi
maupun kelompok.

7
Jurnal Ilmiah Keislaman, ‘Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 7, No. 2, Juli-Desember 2008’, 7.2
(2008).
Dapat diuraikan sebagai berikut,
a. Al-Ahwal asy-Syakhsiyyah hokum yang mengatur tentang keluarga
b. Mu’amalah maddiyah hokum yang mengatur tentang perdata
c. Al-ahkam al-iqtisadiyah wal maliyyah yang mengatur perekonomian dan keuangan
Tujuan mempelajari ilmu Fiqh adalah untuk mencapai ridha Allah SWT yakni dengan
melaksanakan syari'ah-Nya dan sunnah Rasul-Nya di dunia, schagai pedoman hidup. Al-
Syathihiy mengemukakan tujuan hukum Islam ada lima yaitu :
a. Memelihara agama (hifzh al-din), persoalan keimanan dan keyakinan terhadap Allah
SWT.
b. Memelihara jiwa (hifzh al-nafs), persoalan aturan
c. Memelihara keturunan dan kehormatan (hifzh al-nasl wa al-‘irdh), persoalan
pernikahan , larangan zina, dll.
d. Memelihara harta (hifzh al-mal), persoalan kewajiban mencari nafkah, serta larangan
mencuri dan sejenisnya.
e. Memelihara akal (hifzh al-aql), persoalan larangan meminum khamar dll. Hifz
(memelihara) perngertiannya terdapat 2 aspek, yakni :
1) Aspek penguat unsur-unsur maqashid dan mengukuhkan prinsip-prinsipnya, seperti
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.
2) Aspek penghalang hilangnya tujuan, seperti adanya hukuman bagi yang

melakukan tindak pidana dan harus menerapkan amar ma’ruf.8

Selain hal hal diatas ada pula aturan-aturan lain yakni :

a. Dharuriyyat (aturan pokok), aturan ini harus ditegakkan demi kemaslahatan bersama,
karena jika tidak maka tidak akan stabil kemaslahatan nya, yang termasuk dalam aturan ini adalah
masalah keimanan, aturan pokok di rukun islam, jiwa, keturunan harta serta akal.

8
Syaifudin Nur, Ilmu Fiqh: suatu pengantar komprehensif kepada hukum islam (Bandung: Humaniora, 2007), 21-23
b. Hajjiyat (keringanan) aturan ini ada bertujuan agar kita tidak merasa sulit dan sempit
dalam menjalani hidup, contoh hal yang berkaitan dengan aturan ini yakni, diperbolehkan jama’
dan qashar sholat bagi muallaf, diperbolehkan mengganti air wudhu dengan debu (tayamum)
apabila kesulitan mencari airatu sedang sakit keras,dll.
c. Tahsiniyyat (etika dan estetika dalam bersikap dan hertingkah laku) aturan ini tertuju pada
aspek hokum seperti halnya memerdekakan budak, bersedekah kepada orang miskin, dsb.

B. Ushul Fiqih
Ushul fikih terdiri dari 2 kata yakni “ushul” dan “fikih”, kata “ushul” adalah jamak dari
kata “ashal” yang secara etimologi artinya “sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lainya”,
sedangkan menurut istilah, dimana seperti yang dikemukakan oleh Wahbah az- Zuhaili, seorang
guru besar di universitas Damaskus,
jadi kata al-ashl mengandung beberapa pengertian, diantaranya :

1. Bermakna dalil, contoh : “dalil wajib sholat adalah al-qur’an dan sunnah”
2. Bermakna kaidah umum, seperti satu ketentuan yang bersifat umum yang berlaku pada
seluruh cakupannya.
3. Bermakna alrajih (yang lebih kuat dari beberapa kemungkinan)
4. Bermakna asal’, yakni tempat menggolongkan sesuatu yang berasal dari rukun qiyas.
5. Bermakna sesuatu yang diyakini apabila terdapat keraguan dalam suatu masalah.
Contohnya, saat seseorang yakin dia telah berwudlu, lalu dia merasa ragu apakah dia sudah batal
atau belum, dalam hal ini ketepatannya tergantung pada keyakinan dia.

Sedangkan arti kata “fikih” seperti yang sudah kita bahas diatas yakni “pemahaman yang
mendalam”. Contohnya, firman Allah yang menceritakan sikap kaum Nabi Syu’aib, firman allah
dalam Q.S Hud:91

Artinya: “Mereka berkata: "Hai Syu 'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang
kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di
antara kami.”9

9
Satria Efendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2009) ,1
Dari sini dapat disimpulkan arti “ushul fikih” secara istilah teknik hokum adalah “Ilmu
tentang kaidah-kaidah yang membawa kepada usaha merumuskan hukum syara’ dari dalilnya
yang terinci,” atau sederhananya dapat diartikan “ kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara
mengeluarkan hokum-hukum dari dalil-dalilnya”. Contohnya apabila dalam kitab-kitab fikih kita
menemukan ungkapan, “Mengerjakan shalat itu hukumnya wajib”, hokum wajib melakukan
sholat ini disebut dengan hokum syara’. Mengapa demikian?, karena sholat adalah ketentuan dari
allah, yang wajib dijalani oleh hambanya, memang tidak pernah disebutkan dalam al-quran jika
sholat hukumnya adalah wajib, yang ada hanyalah perintah mengerjakan sholat, Ayat Al-Qur’an
yang mengandung perintah mengerjakan shalat itu disebut “dalil syara’”. Untuk merumuskan
kewajiban shalat yang mana disebut “hukum syara’” dari Firman Allah: yang disebut sebagai
“dalil syara’” terdapat aturannya dalam bentuk kaidah, contohnya: “Setiap perintah itu
menunjukkan wajib”. Pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara
mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara’ tersebut, itu disebut “Ilmu Ushul Fiqh”.10

Tujuan dari ilmu ushul fikih adalah menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil
syara’ secara detail agar sampai kepada hukum -hukum syara’ yang bersifat ‘amali yang
ditunjuk oleh dalil-dalil itu. Dengan kaidah ushul fikih beserta bahasannya dapat dipahami
nash-nash syara’ dan hukum yang terkandung di dalamnya. Demikian pula dapat dipahami
secara baik dan tepat tentang apa-apa yang dirumuskan oleh ulama mujtahid dan bagaimana
mereka sampai kepada rumusan tersebut. Tujuan serta manfaat ushul fikih untu kita para
masyarakat selanjutnya yakni, dalam hal ini terdapat 2 maksud dalam mengetahui metode
ushul fikih yang sudah digagas oleh ulama terdahulu, diantaranya :

a. apabila nantinya kita mendapati masalah yang tidak ada jawabannya dalam kitab fikih
terdahulu, maka kita dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan menerapkan kaidah-kaidah
hasil rumusan ulama terdahulu.

b. Saat kita menghadapi masalah hokum fikih yang terdapat dalam kitab fikih tetapi ada

10
Syaifudin Nur, Ilmu Fiqh: suatu pengantar komprehensif kepada hukum islam(Bandung: Humaniora, 2007), 18-
19
kesulitan dalam penerapanya, karena sudah jauh perbedaan zamannya, laul kita ingin mengkaji
ulang atau merumuskan lagi hokum yang sesuai dengan kemaslahatan umat, maka kita bisa
merumuskan kaidah baru dalam fikih, menentukan kaidah baru tidak mungkin dapat dilakukan
apabila tidak mengetahui dan memahami secara baik usaha dan cara ulama lama dalam
merumuskan kaidahnya. Hal itu akan diketahui secara baik dalam ilmu ushul fiqh.

C. Kaidah Fiqih

Kaidah fikih dalam bahasa arab disebut Qawa’id fiqhiyah, secara bahasa Qawa’id
adalah jama’ dari qaidah, yang bermakna asas, panduan, fondasi, prinsip, model dan peraturan.
Sedangkan secara istilah adalah :
Dhabit/ ketetapan yang mempunyai makna hakum kuli yang mencakup bagian-bagiannya
(particular).
Ketetapan yang diterapkan pada kebanyakan bagian-bagiannya.

Sedangkan Fiqhiyah secara bahasa diartikan sebagai pemahaman atau pengertian,


sedangkan arti fiqhiyah secara istilah adalah pengetahuan tentang hokum-hukum islam
mengenai perilaku manusia yang dikaji dengan dali-dalil secara terperinci.Jadi Qawa’id
Fiqhiyah dapat kita artikan sebagai dasar-dasar atau asas-asas yang berkaitan dengan masalah-
masalah atau jenis-jenis fikih. Sedangkan arti qawaid fiqhiyah menurut,
a. Mushthafa az-Zarqa
“Dasar-dasar fiqh yang bersifat bersifat umum dan bersifat ringkas berbentuk undang-
undang yang berisi hukum-hukum syara’ yang umum terdapat berbagai peristiwa hukum yang
termasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut.”
b. Al-Taftazany
Suatu hukum yang bersifat universal yang dapat diterapkan kepada seluruh
bagiannya agar dapat diidentifikasikan hukum-hukum bagian tersebut darinya.”
c. Ali Ahmad al-Nadwi
“Dasar fiqh yang bersifat menyeluruh yang mengandung hokum-hokum syara’ yang
bersifat umum dalam berbagai bab tentang peristiwa peristiwa yang masuk di dalam ruang
lingkupnya.”
Dengan demikian dapat diambil kesimpulkan bahwasanya Qawa’id Fiqhiyah pada
hakikatnya adalah sekumpulan kaidah-kaidah fikih yang berbentuk rumusan-rumusan yang
bersifat umum dalam berbagai bidang yang sesuai dengan ruang lingkupnya.11

Cara mempelajari kaidah fikih yakni sama halnya dengan cara mempelajari ushul fikih,
yakni dengan mempelajara ilmu fikih terlebih dahulu karena ilmu fikih adalah pedoman praktis
yang bijaksana dalam mengambil keputusan hukum. Perlu diingat dalam menggunakan kaidah
fikih yang bersifat umum, kita harus memperhatikan pengecualian- pengecualiannya, contoh
pada kaidah fikih berikut :

a. “Apa yang tidak bisa dilakukan seluruhnya (dengun senpurna), cukup dilakukan
sebagiannya (saja).”

Yang dimaksud dalam kaidah tersebut adalah jika kita melakukan sesuatu (perbuatan)
yang baik dan tidak mampu untuk melakukannya dengan tuntas dan sempurna, maka perbuatan
baik itu tetap harus dilakukan tetapi sesuai dengan kemampuan yang ada. Tetapi kaidah
tersebut tidak berlaku untuk beberapa perbuatan, contohnya : kita yang tidak kuat puasa sehari
penuhlalu kita puasa setengah hari, hal ini tidak diperbolehkan karena puasa setengah hari
hukumnya tidak sah. Maka dari demikian dalam kaidah ini terdapat pengecualian yang mana
hanya perbuatan baik saja yang bisa dilakukan seperti sholat, apabila tidak mampu
melaksanakan dengan berdiri maka bisa dengan duduk, apabila tidak mampu dengan duduk,
maka dengan berbaring, dan seterusnya.12

Berikut adalah 5 kaidah fikih yang utama :


1. Setiap sesuatu bergantung kepada niat/maksud pelakunya
2. Keyakinan tidak bisa dihilangkan karena adanya keraguan
3. Kesukaran itu mendatangkan kemudahan
4. Kemudharatan itu harus dihilangkan
5. Adat kebiasaan itu menjadi hakim.

11
Dermawan, Kaidah-Kaidah Fiqhiyyah (Surabaya, Revka Prima Media, 2020), 2
12
Syaifudin Nur, Ilmu Fiqh: suatu pengantar komprehensif kepada hukum islam (Bandung: Humaniora,
2007), 20-21
D. Qonun
Istilah qanun sudah digunakan sejak lama sekali dalam bahasa atau budaya Melayu.
Kitab "Undang-Undang Melaka" yang disusun pada abad ke limabelas atau enam belas Masehi
telah mengunakan istilah ini.
Menurut Liaw Yock Fang istilah inidalam budaya Melayu digunakan semakna dengan
adat dan biasanya dipakai ketika ingin membedakan antara hukum yang tertera dalam adat
dengan hukum yang tertera dalam kitab fiqih. (Liaw Yock Fang 1975:178). Kuat dugaan istilah
ini masuk kedalam budayamelayu dari bahasa Arab karena mulai digunakan bersamaan dengan
kehadiaran agama Islam dan pengunaan bahasa Arab Melayu di Nusantara. Bermanfaat
disebutkan, dalam literatur Barat pun istilah ini sudah digunakan sejak lama, diantaranya
merujuk kepada hukum kristen.
(Canon Law) yang sudah ada sejak sebelum zaman Islam. Dalam bahasa Aceh istilah ini
relatif sangat populer dan tetap digunakan ditengah masyarakat, karena salah satu pepatah adat
yang menjelaskan hubungan adat dansyari'at yang tetap hidup dan bahkan sangat sering dikutip
mengunakan istilah ini. Dalam literatur Melayu Aceh pun qanun sudah digunakan sejak lama,
dan diartikansebagai aturan yang berasal dari hukum Islam yang telah menjadi adat. Salah satu
naskahtersebut berjudul Qanun Syara 'Kerajaan Aceh yang ditulis oleh Teungku di Mulek
padatahun 1257 H , atas perintah Sultan Alauddin Mansur Syah yang wafat pada tahun 1870M.
Naskah pendek ini (hanya beberapa halaman) berisi berbagai hal di bidang hukumtatanegara,
pembagian kekuasaan, berbagai badan peradilan dan kewenanganmengadili,fungsi kepolisian
dan kejaksaan serta aturan protokoler dalam berbagaiupacara kenegaraan.
Dapat disimpulkan dalam arti sempit, qanun merupakan suatuaturan yang dipertahankan
dan diperlakukan oleh seorang sultan dalam wilayahkekuasaanya yang bersumber pada hukum
Islam, sedangkan dalam arti luas, qanun samadengan istilah hukum atau adat. Didalam
perkembangan nya boleh juga disebutkanbahwa qanun merupakan suatu istilah untuk
menjelaskan aturan yang berlaku di tengahmasyarakat yang merupakan penyesuaian dengan
kondisi setempat atau penjelasan lebihlanjut atas ketentuan didalam fiqih yang ditetapkan oleh
Sultan.
Sekarang ini Qanun digunakan sebagai istilah untuk "Peraturan Daerah Plus" ataulebih
tepatnya Peraturan Daerah yang menjadi peraturan pelaksaaan langsung untukundang-undang
(dalam rangka otonomi khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam).Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 1 angka 8 "Ketentuan Umum" dalam Undang-UndangNomor 18 Tahun 2001 yang
telah dikutip di atas.
Sejak dimulainya penyelenggaraan otonomi khusus berdasarkan UU No. 18/01,sudah
banyak qanun yang disahkan. Menurut notulen di Sekretariat DPRD ProvinsiNanggroe Aceh
Darussalam, sampai Agustus 2004 telah dihasilkan 49 qanun yang mengatur berbagai materi
untuk merealisasikan kewenangan khusus yang diserahkanPemerintah kepada Pemerintah
Provinsi Aceh termasuk pelaksanaan Syari'at Islam.13

13
Abdul Rohman, Makalah Tentang Qonun, Kamis 11 Maret 2010 di. 22,46
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Fikih, ushul fikih, dan kaidah fikih ketiganya merupakan ilmu fikih. Ketiganya
meskipun sama-sama mengandung unsur fikih, mereka tidaklah sama baik dari pengertian,
ruang lingkup, dan obyek kajian. Namun ketiganya berkaitan antara satu sama lain dan
berperan sangat penting dalam pembentukan hukum. ushulfikih merupakan dasar dari
pengambilan hukum atau penentuan hukum syara’ (fikih). Kemudian lebih lanjut, dalam
pelaksanaan hukum yang ada atau perbuatan mukallaf terkadang mengalami kendala-kendala.
Sehingga kaidah fikihdiperlukan untuk menanggapi hukum dari perbuatan mukallaf akibat
kendala- kendala yang ada. Adapun kaidah fikih yang digunakan semuanya tetap merujuk
kepada nash al-Qur’an dan sunnah dan ditentukan dengan sangat hati-hati. Sehingga hukum-
hukum yang terbentuk sesuai dengan syari’at Islam.

Sedangkan qonun sendiri membedakan antara hukum yang tertera dalam adat dengan
hukum yang tertera dalam kitab fiqih. (Liaw Yock Fang 1975:178). Kuat dugaan istilah ini
masuk kedalam budaya melayu dari bahasa Arab karena mulai digunakan bersamaan dengan
kehadiaran agama Islam dan pengunaan bahasa Arab Melayu di Nusantara. Bermanfaat
disebutkan, dalam literatur Barat pun istilah ini sudah digunakan sejak lama, diantaranya
merujuk kepada hukum kristen.
DAFTAR PUSTAKA
Syaifudin Nur, Ilmu Fiqh: suatu pengantar komprehensif kepada hukum islam(Bandung:
Humaniora, 2007), 18-19

Satria Efendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2009) ,1

Syaifudin Nur, Ilmu Fiqh: suatu pengantar komprehensif kepada hukum islam (Bandung:
Humaniora, 2007), 21-23

Jurnal Ilmiah Keislaman, ‘Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 7, No. 2, Juli-
Desember 2008’, 7.2 (2008).

Ni’mah Nur, ‘Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Metode Diskusi Pada Mata
Pelajaran Fiqih Pokok Bahasan Cara Syah Sholat’, 2014, 10–37.

Abdul Rohman, Makalah Tentang Qonun, Kamis 11 Maret 2010 di. 22,46

Anda mungkin juga menyukai