Makalah disusun untuk tugas mata kuliah Study Materi di MTs dan MA
Dipresentasikan pada: Senin, 21 November 2022
Dosen Pengampu:
Dini Arifah Nihayati, M.H.
1
Abd. Al-Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta : Al-Majlis al-A`la al-Indonesia li al-
Dakwah al- Islamiyyah, 1972) hlm. 11
2. Pengertian Ushul Fikih
Adapun Kata “Usul al-fikih” terdiri dari dua kata, yaitu “Usul” dan
“al-Fikih” yang dipakai menjadi nama sesuatu tertentu dan kata-kata
tersebut tidak terlepas dari makna dasar setiap kata sebelum disatukan
menjadi nama sesuatu tertentu itu.2
Dilihat dari sudut tata bahasa Arab, rangkaian kata ushul dan fikih
tersebut dinamakan tarkib idhafi, sehingga dua kata itu memberi pengertian
ushul bagi fikih, Usul أصولadalah bentuk jamak dari kata asl اصلyang
menurut bahasa diartikan dengan dasar suatu bangunan atau tempat suatu
bangunan.3 Asl berarti dasar, seperti dalam kalimat “Islam didirikan atas
lima usul (dasar atau fondasi)”. Masih banyak pengertian yang dapat
diambil dari kata asl seperti, cabang, yang kuat, fondasi suatu bangunan dan
seterusnya. Jadi Usul fikih berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fikih.
Akan tetapi pengertian yang lazim digunakan dalam ilmu usul fikih adalah
dalil, yang berarti usul fikih adalah dalil-dalil bagi fikih.
Sedang menurut istilah, asl dapat berarti dalil (landasan hukum),
seperti dalam ungkapan “asl dari wajibnya shalat adalah firman Allah dan
Sunnah Rasul”. Maksudnya ialah bahwa dalil yang menyatakan salat itu
wajib adalah ayat Alquran dan Sunnah Rasulullah. Ushul fikih sebagaimana
dijelaskan oleh Muhammad al-Syaukani bahwa fungsi ushul fikih adalah
mengetahui kaidah-kaidah yang dapat digunakan sebagai alat untuk
menggali (istimbath) hukum-hukum furu’ dari dalil-dalilnya yang rinci dan
jelas.
Selanjutnya definisi ushul fikih menurut Qutub Mustafa Sanu’
dalam kitab Mu’jam Mustalahat menurutnya ushul fikih adalah kaidah-
kaidah kulliyyah yang digunakan oleh seorang mujtahid untuk memahami
nash al-kitab dan al-sunnah.
2
Abu al-Hasan `Ali ibn Muhammad al-Amidi, Al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, (Beirut : Dar
al-Kutub al-Arabi, 1404 H.).9
3
Muhammad Abu Zahrah, Malik Hayatuh wa `Ara`uh wa Fiqhuh, (Kairo: Dar al-Fikr al-
`Araby, tt.),7
Definisi di atas menyimpulkan bahwa ushul fikih merupakan sarana
atau alat yang dapat digunakan untuk memahami nash al-Qur’an dan as-
Sunnah agar dapat menghasilkan hukum-hukum syara’. Dengan kata lain,
ushul fikih merupakan metodologi atau teori yang tidak hanya digunakan
untuk memahami hukum-hukum syara’ saja, melainkan juga dapat
berfungsi untuk menetapkan dan menghasilkan hukum-hukum syara’ yang
bersifat furu’iyah.
B. Objek Pembahasan Fiqih dan Ushul Fiqih
1. Obyek Pembahasan Ilmu Fikih
Ilmu fikih merupakan cabang (furu’) dari ilmu ushul fikih. Yang
menjadi obyek pembahasan dari ilmu fikih adalah perbuatan mukallaf
dilihat dari sudut hukum syara`.11 dan nilai-nilai hukum yang berkaitan erat
dengan perbuatan tersebut. Dapat dikatakan pula bahwa perbuatan seorang
mukallaf itu berkaitan erat dengan taklif syar’i yang menjadi beban seorang
mukallaf dalam berbagai aspek kehidupannya. Perbuatan tersebut dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok besar : Ibadah, Muamalah, dan
`Uqubah.
Aspek ibadah menyangkut hubungan vertikal antara manusia
dengan Allah Swt. dan juga menyangkut segala persoalan yang berkaitan
erat dengan urusan mendekatkan diri kepada Allah Swt. seperti sholat,
puasa, zakat dan haji serta berbagai bentuk amal kebaikan yang lainnya.
Dari sini pula muncul istilah ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah.
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang memiliki syarat dan rukun yang
ditentukan oleh syari’at dan pelaksanaannya dijelaskan dalam al-Qur’an dan
al-Hadits.
Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang sifat, bentuk, kaifiat dan
waktunya tidak dijelaskan secara rinci, namun al-Qur’an dan al-Hadits
hanya memberikan dorongan atau motivasi yang tinggi agar manusia
berkeinginan yang tinggi mengerjakan kebajikan dan amal shaleh dalam
berbagai hal dan kesempatan semata hanya mengharapkan ridlo Allah Swt.
seperti saling tolong-menolong dalam berbuat kebaikan, mencari ilmu,
meringankan beban sesama yang terkena musibah, dan lain sebagainya.
Ibadah ini merupakan kewajiban manusia sebagai hamba Allah Swt. dan
sekaligus merupakan bentuk pengabdian diri manusia sebagai hamba Allah
Swt. yang beriman dan bertaqwa.
Aspek mu’amalah meliputi hal hal yang berkaitan dengan interaksi
sesama manusia. Seperti hal-hal yang terkait dengan harta, jual-beli, sewa
menyewa, pinjam meminjam, titipan syirkah, siyasah dan lain sebagainya.
Aspek `uqubah mencakup segala persoalan yang menyangkut tindak
pidana, seperti pembunuhan, pencurian, perampokan, pemberontakan dan
lain-lain. Bagian ini juga membicarakan hukuman-hukuman, seperti qisas,
had, diyat dan ta`zir..4
2. Objek Pembahasan Ushul Fikih
Objek kajian Usul Fikih Berdasarkan definisi yang dikemukakan
para ulama usul fikih di atas, seorang ahli fikih dan usul fikih dari Syiria,
Wahbah az-Zuhaili5 mengatakan bahwa yang menjadi objek kajian usul
fikih adalah dalil-dalil (sumber-sumber) hukum syar’i yang bersifat umum
yang digunakan dalam menemukan kaidah-kaidah yang global dan hukum-
hukum syar’i yang digali dari dalil-dalil tersebut. Pendapat ini sedikit
berbeda dengan kebanyakan ahli usul yang biasanya membatasi hanya pada
dalil-dalilnya saja, sementara Wahbah az-Zuhaili kelihatannya lebih teknis
dan lebih operasional.
Obyek pembahasan ilmu ushul fikih adalah syari’at yang bersifat
kulli atau yang menyangkut dalil-dalil hukum. Baik dalil-dalil hukum ini
menyangkut dalil-dalil hukum nash yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-
Hadis ataupun dalil-dalil yang ijtihadiyah.
Dalil-dalil yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits kajiannya
berkaitan dengan berbagai bentuk karakteristik lafazd nash, yaitu :
a. Lafadz nash dari segi bentuknya
4
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (sebuah Pengantar), (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2009), 5.
5
Wahbah az-Zuhaili, Usul al-Fiqh al-Islami, jilid 1, (Damaskus : Dar al-Fikr, 1986), 27.
b. Lafadz nash dari segi cakupan maknanya
c. Lafadz nash dari dilalahnya
d. Lafadz nash dari segi jelas dan tidak jelasnya serta macam-macam
tingkatannya
e. Lafadz nash dari segi penggunaannya
f. Hukum syara’ dalam kaitannya dengan makna hukum, pembagian
hukum dan obyek serta subyek hukum.
Dalil-dalil ijtihadiyah ini merupakan dalil-dalil yang dirumuskan
berdasarkan ijtihad ulama’. Dalil-dalil tersebut seperti :
a. Al-Ijmak
b. Al-Qiyas
c. Al-Istihsan
d. Al-Maslahah Mursalah
e. Al-Istishab
f. Sadzudz Dzari’ah
g. Al-‘Urf
h. Syar’u Man Qablana
i. Mazhab Sahabi
6
M. Noor Harisudin, ILMU USHUL FIQIH, Jember: Pena Salsabila, 2014, 7
c. Bagi mujtahid khususnya, akan membantu mereka dalam
melakukan istinbath hukum dari dalil-dalil nash.
Dengan mempelajari Ushul Fikih para peneliti (mujtahid) akan mampu
mentarjih dan mentakhrij pendapat para ulama terdahulu, atau menetapkan
hukum-hukum yang terkait dengan kepentingan manusia baik secara
individu maupun kolektif.
7
Muhammad Sa‘id al-Khinn. Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawaid al-Ushuliyyah fi Ikhtialaf al-
Fuqaha. Beirut: Muassassah al-Risalah. 1994. 122-123
8
Thaha Jabir Alwani. Source Methodology in Islamic Jurisprudence. Virginia: IIIT.
1994.19
Secara umum, sebagaimana pada masa Rasulullah saw, ushul fiqh
pada era sahabat masih belum menjadi bahan kajian ilmiah. Sahabat
memang sering berbeda pandangan dan berargumentasi untuk mengkaji
persoalan hukum. Akan tetapi, dialog semacam itu belum mengarah
kepada pembentukan sebuah bidang kajian khusus tentang metodologi.
Pertukaran pikiran yang dilakukan sahabat lebih bersifat praktis untuk
menjawab permasalahan. Pembahasan hukum yang dilakukan sahabat
masih terbatas kepada pemberian fatwa atas pertanyaan atau
permasalahan yang muncul, belum sampai kepada perluasan kajian
hukum Islam kepada masalah metodologi.
c. Ushul Fiqh Masa Tabi’in
Tabiin adalah masa setelah generasi sahabat. Patut dicatat bahwa
para sahabat ketika Islam menyebar turut pula menyebar ke berbagai
daerah, seperti Ibnu Mas’ud ada di Iraq, Umayyah ada di Syam, Ibnu
Abbas di Makkah, Umar bin Khattab, Aisyah, dan Ibnu Umar, dan Abu
Hurairah di Madinah, dan Abdullah bin Amru bin Ash di Mesir. Para
sahabat tersebut berperan dalam penyebaran ajaran Islam dan menjadi
tempat masyarakat masing-masing daerah meminta fatwa.
Kecenderungan berpikir sahabat turut mempengaruhi pola pemikiran
ushul fiqh di masing-masing daerah. Ibnu Mas’ud, misalnya, dikenal
sebagai tokoh yang memiliki kemampuan ra’yu yang baik. Tidak
mengherankan apabila murid-muridnya di Iraq (Kufah) juga dikenal
dengan ahl al-ra’yi, meskipun ada faktor lain yang tentunya
berpengaruh. Karena itulah, metode istimbath tabi’in umumnya tidak
berbeda dengan metode istimbath sahabat.9
d. Ushul Fiqh Masa Imam Madzhab
Pada masa imam madzhab inilah pemikiran hukum Islam
mengalami dinamika yang sangat kaya dan disertai dengan perumusan
ushul fiqh secara metodologis. Artinya, ada kesadaran mengenai cara
9
ZULHAMDI, Zulhamdi. Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh. At-Tafkir, 2018, 11.2:
62-77.
pemecahan hukum tertentu sebagai metode khas. Berbagai perdebatan
mengenai sumber hukum dan kaidah hukum melahirkan berbagai ragam
konsep ushul fiqh. Menurut para ahli baik dari kalangan Islam maupun
para ahli di luar Islam (orientalis), mengatakan bahwa Imam Syafi’i
adalah orang pertama yang merumuskan Ushul Fikih secara sistematis,
sehingga Ushul Fikih lahir sebagai cabang ilmu hukum Islam yang
posisinya sangat sentral dalam pemikiran hukum Islam. Imam Syafi’i
dipandang “The Founding Father of Islamic Law Theory” yaitu bapak
Ushul Fikih. Diakui meskipun sudah ada upaya sebelumnya untuk
merumuskan langkah-langkah dalam istinbath hukum yang dilakukan
oleh para pendahulu Imam Syafi’i, seperti Imam Abu Hanifah dan Imam
Malik, akan tetapi belum merupakan suatu metode yang sistematis.
Imam Syafii kemudian mengajukan sistematika dalil hukum yang
utama, yaitu:
1. Alquran
2. Sunnah
3. Ijma’
4. Qiyas
Melalui sistematika tersebut, Imam Syafi’i menegaskan kembali
Alquran sebagai sumber pertama, sedangkan hadits sebagai sumber
kedua. engan kata lain, Ushul Fikih yang lahir sebagai suatu teori
hukum Islam merupakan hasil rumusan Imam Syafi’i. Rumusan itu
lahir setelah melewati telaah dan kajian akademik (kajian secara
mendalam) yang dilakukan oleh Imam Syafi’i terhadap berbagai
pemikiran Fikih yang masih sporadis atau belum sistematis dan masih
berserakan. Teori Ushul Fikih yang telah dirumuskan oleh Imam Syafi’i
secara sistematis itu dapat dilihat dalam karya monumental beliau, yaitu
kitab ar-Risalah yang hingga sekarang tetap menjadi rujukan oleh para
ahli hukum Islam dalam istinbath hukum. Setelah era Imam Syafi’i
berlalu, pembicaraan tentang Ushul Fikih tetap berlanjut dan semakin
meningkat. Kerangkah dasar yang telah diletakkan oleh Imam Syafi’i
ini dikembangkan oleh para murid, pengikutnya dan orang-orang yang
datang kemudian.
BAB III
Penutup
Konsep Ushul Fikih membahas pengertian Ushul Fikih. Dari definisi yang
telah dikemukakan para ulama ushul dapat dipahami bahwa Ushul Fikih merupakan
sarana atau alat yang dapat digunakan untuk memahami nash al-Qur’an dan as-
Sunnah agar dapat menghasilkan hukum-hukum syara’. Obyek pembahasan ilmu
Ushul Fikih adalah syari’at yang bersifat kulli atau yang menyangkut dalil-dalil
hukum. Baik dalil-dalil hukum ini menyangkut dalil-dalil hukum nash yang
terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadis ataupun dalil-dalil yang ijtihadiyah. Para
ulama telah menyimpulkan bahwa mempelajari Ushul Fikih sesungguhnya akan
membawa kita sampai kepada seluk-beluk dan proses penetapan hukum dan dalil-
dalil yang melandasinya.
Daftar Pustaka
Abd. Al-Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta : Al-Majlis al-A`la al-
Indonesia li al-Dakwah al- Islamiyyah, 1972)
Abu al-Hasan `Ali ibn Muhammad al-Amidi, Al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, (Beirut
: Dar al-Kutub al-Arabi, 1404 H.)
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (sebuah Pengantar), (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009)
Alwani. Thaha Jabir. Source Methodology in Islamic Jurisprudence. Virginia: IIIT.
1994
Harisudin. M. Noor, ILMU USHUL FIQIH, Jember: Pena Salsabila, 2014
Muhammad Sa‘id al-Khinn. Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawaid al-Ushuliyyah fi Ikhtialaf
al-Fuqaha. Beirut: Muassassah al-Risalah. 1994
Wahbah az-Zuhaili, Usul al-Fiqh al-Islami, jilid 1, (Damaskus : Dar al-Fikr, 1986)
Zahrah. Muhammad Abu, Malik Hayatuh wa `Ara`uh wa Fiqhuh, (Kairo: Dar al-
Fikr al-`Araby, tt.)
Zulhamdi. Periodisasi Perkembangan Ushul Fiqh. At-Tafkir, 2018, 11.2