Anda di halaman 1dari 9

KEARIFAN LOKAL DAERAH LAMPUNG

SUKU PEPADUN

Tyara Gisella Renata

1753024007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2017
BAB I

PEMBAHASAN

A. Kearifan Lokal Suku Lampung Pepadun

Masyarakat adat Lampung Pepadun adalah salah satu dari dua kelompok adat besar
dalam masyarakat Lampung. Masyarakat ini mendiami daerah pedalaman atau daerah
dataran tinggi Lampung. Berdasarkan sejarah perkembangannya, masyarakat
Pepadun awalnya berkembang di daerah Abung, Way Kanan, dan Way Seputih
(Pubian).

1. Gelar

Masyarakat Pepadun menganut sistem kekerabatan patrilineal yang mengikuti garis


keturunan bapak. Dalam suatu keluarga, kedudukan adat tertinggi berada pada anak
laki-laki tertua dari keturunan tertua, yang disebut “Penyimbang”. Gelar Penyimbang
ini sangat dihormati dalam adat Pepadun karena menjadi penentu dalam proses
pengambilan keputusan. Status kepemimpinan adat ini akan diturunkan kepada anak
laki-laki tertua dari Penyimbang, dan seperti itu seterusnya.

Berbeda dengan Saibatin yang memiliki budaya kebangsawanan yang kuat, Pepadun
cenderung berkembang lebih demokratis. Status sosial dalam masyarakat Pepadun
tidak semata-mata ditentukan oleh garis keturunan. Setiap orang memiliki peluang
untuk memiliki status sosial tertentu, selama orang tersebut dapat menyelenggarakan
upacara adat Cakak Pepadun. Gelar atau status sosial yang dapat diperoleh melalui
Cakak Pepadun diantaranya gelar Suttan, Raja, Pangeran, dan Dalom.

Nama “Pepadun” berasal dari perangkat adat yang digunakan dalam prosesi Cakak
Pepadun. “Pepadun” adalah bangku atau singgasana kayu yang merupakan simbol
status sosial tertentu dalam keluarga. Prosesi pemberian gelar adat (“Juluk Adok”)
dilakukan di atas singgasana ini. Dalam upacara tersebut, anggota masyarakat yang
ingin menaikkan statusnya harus membayarkan sejumlah uang (“Dau”) dan
memotong sejumlah kerbau. Prosesi Cakak Pepadun ini diselenggarakan di “Rumah
Sessat” dan dipimpin oleh seorang Penyimbang atau pimpinan adat yang posisinya
paling tinggi.

Sehingga nilai kearifan local disini adalah kebajikan dengan tidak membeda-bedakan
atau mengintimidasi golongan lain, dimana siapa saja dapat memiliki gelar dengan
syarat dapat menjalankan acara Cakak Pepadun dan dapat menjaga nama gelar atau
nama baik yang telah diterima.

2. Perkawinan Suku Pepadun

A. Sebelum Akad Nikah

a. Tahap perkenalan
1. Nyubuk
Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria akan
meneliti atau menilaicalon istri anaknya. Penilaian berasal dari segi fisik dan
perilaku sang gadis. Ketika menilai, calon pengantin pria melakukan pengintai
di balik sarung karena takut terlihat siapa lelaki di dalamnya. Pada zaman dulu
acara ini dilaksanakan pada upacara begawei dan akan dilakukan acara cangget
pilangan dimana snga gadis menggunakan pakaian adat saat acara nyubuk
dibalai adat.

2. Be Ulih-Ulihan (bertanya)
Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria berkenan
terhadap sang gadis maka calon pengantin pria akan mengajukan pertanyaan
apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau belum, termasuk bagaimana
dengan bebet, bobot, bibitnya Jika dirasakan sudah cocok maka keduanya
akan melakukan proses pendekatan lebih lanjut.
b.   Bekado
Apabila si pemuda dan keluarganya merasa cocok dengan gadis tersebut maka
pihak keluarga pria akan mengirimkan seorang utusan kepada keluarga si
gadis. Utusan itu akan membawa berbagai macam bahan makanan dan barang-
barang lainnya untuk melakukan pendekatan kepada kepada keluarga si gadis.
Bila barang-barang yang diserahkan oleh utusan itu dapat diterima dengan baik
maka sejak saat itulah si gadis sudah disebut sebagai calon pengantin wanita
dan tidak boleh lagi dekat dengan pria lain selain dengan pemuda yang sudah
mengirimkan utusannya tersebut. Utusan ini akan memberitahukan kapan
kedatangan dari pihak laki-laki untuk melakukan pelamaran.
c. Tahap pelamaran (Nunang)
Pada tahap ini mempelai pria akan ke rumah si gadis sesuai dengan waktu yang
ditentukan pada saat Bekado. Calon pengantin pria datang melamar dengan
membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa makanan, aneka macam
kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh ugay cambia (sirih pinang).
Jumlah dalam satu macam barang bawaan akan disesuaikan dengan status
calon pengantin pria berdasarkan tingkatan marga(bernilai 24), tiyuh (bernilai
12), dan suku (berniali 6). Dalam kunjungan ini akan disampaikan maksud
keluarga untuk meminang anak gadis tersebut.
d. Nyirok
Acara ini dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelamaran atau Nunang.
Calon pengantinpria memberikan tanda pengikat atau hadiah istimewa kepada
gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung sarat atau barang
lainnya. Hal ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya akan terjalin
diantara dua insan tersebut. Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua
calon pengantin pria mengikat pinggang sang gadis dengan benang lutan
(benang yang terbuat dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu)
sepanjang satu meter. Hal ini dimaksudkan agar perjodohan kedua insane ini
dijauhkan dari segala penghalang.
e. Menjeu(perundingan)
Pada hari-hari berikutnya utusan pengantin pria akan dating kembali untuk
merundingkanhal yang berhubungan denagn besarnya uang jujur, mas kawin,
adat yang nantinya akan digunakan, sekaligus menentukan tempat acara akad
nikah dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung, akad nikah biasa
dilaksanakan di kediaman pengantin pria.
f. Sasimbukan
Acara ini dibagi menjadi dua bagian yaitu sasimburan dan betanges.
1. Sasimburan dilakukan di sungai atau sumur. Calon pengantin wanita akan
diarak dengan tabuhan untuk dimandikan di sungai. Calon pengantin wanita
bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu mandi bersama sambil saling
menyimbur air yang disebut sesimburan sebagai tanda permainan terakhirnya
sekaligus menolak bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah.
2.  Berikutnya dilakukan betanges yaitu mandi uap denganmerebus rempah-
rempah wangi yang disebut pepun sampai mendidih lalu diletakkan dibawah
kursi yang diduduki calon pengantin wanita. Dia akan dilingkari atau ditutupi
dengan tikar pandan selama 15-25 menit lalu atasnya ditutup dengan tampah
atau kain. Dengan demikian uap dari aroma tersebut akan menyebar keseluruh
tubuh sang gadis agar pada saat menjadi pengantin akan berbau harum dan
tidak mengeluarkan banyak keringat.
g.  Berparas
Setelah sasimbukan selesai dilakukan acara berparas yaitu mencukur bulu-
bulu halus dan membentuk alis calon pengantin wanita agar sang gadis terlihat
cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias untuk
membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita. Pada malam
harinya dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-kuku agar penampilan
calon pengantin semakin menarik pada keesokan harinya.

B. Upacara Akad Nikah

Proses pada saat pernikahan ini dibagi atas 2 bagian, yakni proses pernikahan
yang dilakukan secara hukum adat dan proses pernikahan yang dilakukan
secara agama khususnya agama Islam sebagai pemeluk mayoritas. Untuk
prosesi adat rombongan pengantin pria dan pengantin wanita akan diwakili
oleh utusan yang disebut Pembareb. Kedua rombongan ini akan disekat atau
di halangi oleh appeng (selembar kain sebagai rintangan yang harus di lalui).
Jika sudah terjadi Tanya jawab antar pembareb, pembareb pihak pria akan
memotong appeng dengan alat terapang dan kemudian masuk kedalam rumah
dengan membawa barang seserahan berupa dodol, urai cambai (sirih pinang),
juadah balak (lapis legit), aneka kue dan Uang adat. Lalu akad nikah pun
dilakukan dan kedua pengantin menyembah sujud pada orang tua.

C. Proses Setelah Pernikahan

a. Upacara Ngurukken Majeu


Pada Tahap ini pengantin wanita akan dibawa dengan menggunakan kereta
atau tandu dan pengantin pria akan mendampingi dengan menggunakan
tombak yang digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua

b. Tabuhan Talo Balak


Pada proses ini pengantin wanita akan dibawa ke rumah pengantin pria. Pada
saat tiba di rumah mereka akan disambut dengan tabuh-tabuhan dari alat
musik tradisional lampung dan seorang ibu akan menaburkan beras kunyit dan
beberapa uang logam. Setelah sampai, di depan rumah pengantin pria
biasanya sudah disiapkanpasu yaitu wadah dari tanah liat berisi air dan tujuh
jenis kembang sebagai lambing agar dalam rumah tangga keduanya dapat
berdingin hati. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita
bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang
digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama.
Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria
menindih lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita
patuh pada suaminya. Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan
kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit di kepala),dan dimulailah
serangkaian prosesi:
1. Ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta
tante.
2.   Ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
3.   Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
4.   Istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan
telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil
berkata : sai(satu), wow (dua), tigou(tiga), pak(empat), limau(lima),
nem(enam), pitew(tujuh), untuk mempelai pria adekmu Ratu Bangsawan,
untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.
5.  Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai
wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu
temban jadi cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik
perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula
kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan
lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat
keturunan.
Kearifan lokal dari prosesi adat perkawinan ini yaitu masyarakat Lampung
Pepadun menjaga baik nilai silahturahmi dari kedua belah pihak mempelai, dan
juga dalam mengambil keputusan kedua belah pihak memakai cara musyawarah
mufakat agar mendapatkan keputusan yang adil dan disetujui keduanya tanpa ada
rasa ketidakpuasan.

3. Upacara Kelahiran dalam Masyarakat Lampung Pepadun

Pada saat mengandung seorang bayi tidak ada ritual khusus, namun dibuatkan
makanan untuk menyambut sang bayi ketika lahir kelak. Makanan tersebut adalah
Sagon. Sagon ini terdiri dari dua jenis yaitu sagon tepung yang berwarna putih dan
sagon kelapa yang berwarna kuning kecoklatan. Makna dari pembuatan sagon ini
adalah untuk memberikan informasi bahwa telah lahir dengan selamat seorang
bayi ke dunia ini. Kemudian diadakan syukuran/aqiqahan sesuai syariat Agama
Islam, dengan serangkaian acara diantaranya pemotongan kambing 1 untuk anak
perempuan dan 2 untuk anak laki-laki. Pemotongan rambut yang nanti akan
ditukar dengan emas sesuai dengan berat rambut bayi tersebut.

Kearifan lokal dari prosesi ini adalah wujud syukur kepada Tuhan YME yang telah
mengaruniakan anggota baru dalam keluarga, rasa syukur itu diwujudkan dalam
bentuk syukuran Aqiqah dan adanya kue Sagon sebagai tanda telah lahirnya
seorang bayi. Disini juga akan ada nilai kebersamaan antar keluarga maupun
tetangga sekitar yang ikut ambil bagian dalam kebahagian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/masyarakat-adat-lampung-
pepadun

http://limabelassastraa.blogspot.co.id/

http://ulilamrizen.blogspot.co.id/2015/04/ritual-kelahiran-dan-kematian-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai