Adat yang sudah menjadi kebiasaan disebut limbago, yaitu pola pikir atau acuan
yang jelas bentuk, susunan dan fungsinya. Pandangan dan sikap batin hidup orang
Minangkabau dalam memandang sesuatu dikatakan “adat diisi, limbago dituang”
Sebelum menjadi limbago atau melembaga adat itu harus diramu dan
dimusyawarahkan, kemudian dituangkan ke dalam limbago atau cetakan adat.
Dengan penuh kearifan nenek moyang kita dapat melihat tanda-tanda di alam
sebagai ciptaan Al-Khalik. Orang Minangkabau mengambil dan mengaduk ramuan
itu di alam semesta yang dituangkan ke dalam limbago. Demikian siklus adat diisi,
limbago dituang yang disebut gurindam adat: Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan
gunuang,alam takambang jadikan guru.(Setitik dijadikan laut, kegenggam dijadikan
gunung dan alam yang luas ini jadikan pedoman)
Sumber: LKAAM Sumbar, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah Padang,2002
Ensiklopedi Indonesia (I), Edisi Khusus, PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta