Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin
dan Lampung Jurai Pepadun. Dapat dikatakan Jurai Saibatin di karenakan orang
yang tetap menjaga kemurnian darah dalam kepunyimbangannya. Sedangkan cirri
orang Lampung Jurai Pepadun yaitu masyarakatnya menggunakan dialek bahasa
“Nyo” atau berlogat “O” dan sebagian masyarakatnya menggunakan dialek
bahasa “Api” atau berlogat “A” dan juga orang Lampung Pepadun merupakan
suatu kelompok masyarakat yang ditandai dengan upacara adat naik tahta dengan
menggunakan adat upacara yang disebut “Pepadun” (Iskandar Syah, 2005:2).

Ditinjau dari seni dan budayanya, Lampung memiliki kebudayaan dan adat
istiadat yang unik di Indonesia.Sebagaimana masyarakat lainnya, Lampung juga
memiliki kebudayaan yang tidak hanya berfungsi sebagai hiburan semata, tetapi
juga menjadi jati dirinya sebagai suku bangsa. Pada masyarakat Lampung,
terdapat dua macam perkawinan yaitu perkawinan Semanda dan Bejujogh. Pada
masyarat Lampung Saibatin mengenal bentuk perkawinan Semanda dan Bejujogh
sedangkan pada masyarakat Lampung Pepadun hanya mengenalbentuk
perkawinan bejujogh.

Pepadun hanya mengenal bentuk perkawinan bejujogh. Tata cara perkawinan


pada masyarakat adat Lampung Pepadun pada umumnya berbentuk perkawinan
dengan cara lamaran (rasan tuha) dengan Sebambangan (Larian). Perkawinan
dengan cara lamaran (rasan tuha) adalah dengan memakai jujur, yang ditandai
dengan pemberian sejumlah uang kepada pihak perempuan. Uang tersebut
2

digunakan untuk menyiapkan alat-alat kebutuhan rumah tangga (sesan), dan


diserahkan kepada mempelai laki-laki pada saatu pacara perkawinan berlangsung.
Sedangkan, perkawinan Sebambangan (tanpa acara lamaran) merupakan
perkawinan dengan cara melarikan gadis yang akan dinikahi oleh bujang dengan
persetujuan sigadis, untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang dianggap dapat
menghambat pernikahannya seperti tata cara atau persyaratan adat yang memakan
biaya cukup banyak.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah Proses Perkawinan Suku Lampung Sai Batin?
1.2.2 Bagaimanakah Proses Perkawinan Suku Lampung Pepadun?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Proses Perkawinan Suku Lampung Sai Batin?
1.3.2 Mengetahui Proses Perkawinan Suku Lampung Pepadun?
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Perkawinan Lampung Pepadun

2.1.1 Sebelum Akad Nikah

a. Tahap perkenalan

1. Nyubuk
Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria akan
meneliti atau menilai calon istri anaknya. Penilaian berasal dari segi fisik
dan perilaku sang gadis. Ketika menilai, calon pengantin pria melakukan
pengintai di balik sarung karena takut terlihat siapa lelaki di dalamnya.
Pada zaman dulu acara ini dilaksanakan pada upacara begawei dan akan
dilakukan acara cangget pilangan dimana snga gadis menggunakan pakaian
adat saat acara nyubuk dibalai adat.

2. Be Ulih-Ulihan (bertanya)
Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon pengantin pria
berkenan terhadap sang gadis maka calon pengantin pria akan mengajukan
pertanyaan apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau belum,
termasuk bagaimana dengan bebet, bobot, bibitnya Jika dirasakan sudah
cocok maka keduanya akan melakukan proses pendekatan lebih lanjut.

3. Bekado
Apabila si pemuda dan keluarganya merasa cocok dengan gadis tersebut
maka pihak keluarga pria akan mengirimkan seorang utusan kepada
4

keluarga si gadis. Utusan itu akan membawa berbagai macam bahan


makanan dan barang-barang lainnya untuk melakukan pendekatan kepada
kepada keluarga si gadis. Bila barang-barang yang diserahkan oleh utusan
itu dapat diterima dengan baik maka sejak saat itulah si gadis sudah
disebut sebagai calon pengantin wanita dan tidak boleh lagi dekat dengan
pria lain selain dengan pemuda yang sudah mengirimkan utusannya
tersebut. Utusan ini akan memberitahukan kapan kedatangan dari pihak
laki-laki untuk melakukan pelamaran.

b. Tahap pelamaran (Nunang)

Pada tahap ini mempelai pria akan ke rumah si gadis sesuai dengan waktu yang
ditentukan pada saat Bekado. Calon pengantin pria datang melamar dengan
membawa berbagai barang bawaan secara adat berupa makanan, aneka macam
kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh ugay cambia (sirih pinang).
Jumlah dalam satu macam barang bawaan akan disesuaikan dengan status calon
pengantin pria berdasarkan tingkatan marga (bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan
suku (bernilai 6). Dalam kunjungan ini akan disampaikan maksud keluarga untuk
meminang anak gadis tersebut.

1. Nyirok
Acara ini dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelamaran atau Nunang.
Calon pengantinpria memberikan tanda pengikat atau hadiah istimewa
kepada gadis yang ditujunya berupa barang perhiasan, kain jung sarat atau
barang lainnya. Hal ini sebagai symbol ikatan batin yang nantinya akan
terjalin diantara dua insan tersebut. Acara nyirok ini dilakukan dengan cara
orang tua calon pengantin pria mengikat pinggang sang gadis dengan
benang lutan (benang yang terbuat dari kapas warna putih, merah, hitam
atau tridatu) sepanjang satu meter. Hal ini dimaksudkan agar perjodohan
kedua insane ini dijauhkan dari segala penghalang.
5

2. Menjeu(perundingan)
Pada hari-hari berikutnya utusan pengantin pria akan dating kembali
untuk merundingkanhal yang berhubungan denagn besarnya uang jujur,
mas kawin, adat yang nantinya akan digunakan, sekaligus menentukan
tempat acara akad nikah dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung,
akad nikah biasa dilaksanakan di kediaman pengantin pria.

3. Sasimbukan
Acara ini dibagi menjadi dua bagian yaitu sasimburan dan betanges.

a. Sasimburan dilakukan di sungai atau sumur. Calon pengantin wanita akan


diarak dengan tabuhan untuk dimandikan di sungai. Calon pengantin wanita
bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu mandi bersama sambil
saling menyimbur air yang disebut sesimburan sebagai tanda permainan
terakhirnya sekaligus menolak bala karena besok dia akan melaksanakan
akad nikah.

b. Betanges yaitu mandi uap denganmerebus rempah-rempah wangi yang


disebut pepun sampai mendidih lalu diletakkan dibawah kursi yang
diduduki calon pengantin wanita. Dia akan dilingkari atau ditutupi dengan
tikar pandan selama 15-25 menit lalu atasnya ditutup dengan tampah atau
kain. Dengan demikian uap dari aroma tersebut akan menyebar keseluruh
tubuh sang gadis agar pada saat menjadi pengantin akan berbau harum dan
tidak mengeluarkan banyak keringat.

4. Berparas

Setelah sasimbukan selesai dilakukan acara berparas yaitu mencukur bulu-


bulu halus dan membentuk alis calon pengantin wanita agar sang gadis
terlihat cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias untuk
membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita. Pada malam
harinya dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-kuku agar penampilan
calon pengantin semakin menarik pada keesokan harinya.
6

2.1.2. Upacara Akad Nikah

Proses pada saat pernikahan ini dibagi atas 2 bagian, yakni proses pernikahan
yang dilakukan secara hukum adat dan proses pernikahan yang dilakukan secara
agama khususnya agama Islam sebagai pemeluk mayoritas. Untuk prosesi adat
rombongan pengantin pria dan pengantin wanita akan diwakili oleh utusan yang
disebut Pembareb. Kedua rombongan ini akan disekat atau di halangi oleh appeng
(selembar kain sebagai rintangan yang harus di lalui). Jika sudah terjadi Tanya
jawab antar pembareb, pembareb pihak pria akan memotong appeng dengan alat
terapang dan kemudian masuk kedalam rumah dengan membawa barang
seserahan berupa dodol, urai cambai (sirih pinang), juadah balak (lapis legit),
aneka kue dan Uang adat. Lalu akad nikah pun dilakukan dan kedua pengantin
menyembah sujud pada orang tua.

2.2 Proses Perkawinan Sai Batin.

2.2.1 Adat Perkawinan Sai Batin

a. Tradisi Djujor.

Sejak zaman dahulu hingga sekarang adat perkawinan sistem Djujor ini masih
dilakukan. Dimana Djujor merupakan konsep dalam upacara perkawinan dimana
Muli (Gadis) yang sudah siap membina rumah tangga akan diambil oleh
mekhanai (calon suami) untuk dijadikan istrinya, maka cara calon pengantin
tersebut berserta keluarga besarnya harus mengeluarkan pembayaran berupa uang
adat kepada pihak keluarga muli. Untuk besaran jumlah angka berdasarakn
keputusan dari pihak keluarga dari muli tersebut melalui hasil musyawarah
bersama.
Kemudian pihak mekhanai juga harus bersedia untuk mengabulkan dan
memberikan "Kiluan" dari si calon pengantin wanita yang harus membayar
permintaan dari muli tersebut dan akan menjadi hak bagi calon pengantin wanita.
Ibarat kata sistem pernikahan ini pihak laki-laki membeli calon pengantinnya
7

dengan materi sebagai bentuk cara dalam mengikuti aturan adat pernikahan
khususnya sistem "Djujor". Selain itu, adat perkawinan dengan cara djujor ini juga
dikenal dengan istilah "Mentudau". Apabila ingin menikah dengan melakukan
sistem ini maka calon pengantin wanita (muli) akan bersedia untuk meninggalkan
keluarganya dengan catatan muli tersebut tidak akan mendapat bagian dari
warisan keluarga besarnya meliputi harta benda, bahkan gelar Adoq yang berasal
dari Keluarganya tersebut.
Pada saat upacara akan dilaksanakan untuk menggelar pernikahan calon pengantin
wanita (mulli) akan diantarkan oleh semua sanak keluarga besarnya untuk menuju
rumah tinggal di pihak calon suaminya. Maka terjadilah aturan adat yang
menyatakan bahwa calon pengantin wanita ini sepenuhnya akan menegakkan
rumah tangga bersama calon suaminya dan menjadi bagian keluarga besar dari
pihak suami selamanya.

Namun, biasanya calon pengantin wanita yakni Muli yang mentudau ini
membawa barang-barang lengakap rumah tangga saat akan berangkat menuju
kerumah calon suaminya. Dimana masyarakat lampung menyebut barang-barang
rumah tangga ini dengan sebutan "Benatok". Barang rumah tangga yang
dinamakan benatok ini memiliki hak dan kekuasaan sepenuhnya tetap berpegang
teguh terhadap Istri.
Begitu juga sang suami tidak ada hak dalam mengatur arah pernak-pernik Benatok
tersebut. Termasuk apabila suami ingin memberikannya kepada pihak
keluarganya karena ngin memisahkan diri dengan membangun tempat tinggal
bersama istrinya harus melalui izin dari sang istri. Jika istri tidak mengizinkan
karena barang-barang tersebut memiliki kenangan maka suami pun harus
menurutinya yakni dengan merawat barang Benatok tersebut untuk dipakai dalam
kehidupan rumah tangganya.

a. Tradisi Semanda Lepas.

Maksud dari adat pernikahan dengan sistem "Semanda Lepas" ini yaitu apabila
calon pengantin Pria akan pergi ke rumah calon mempelai wanita dengan niat
8

untuk menegakkan adat jurai dari pihak sang Istrinya, maka Sang Pria tersebut
tidak diperbolehkan membawa istrinya dalam berumah tangga yakni tinggal
selamanya bersama dengan keluarga pihak wanita di tempat tinggal tersebut. Hal
ini dikarenakan sudah tersirat dalam adat dengan norma aturan yang sudah
ditetapkan bahwasanya sang suami sudah dilepaskan dari pihak keluarga besarnya
sehingga hidup dan mati dari sang suami harus senantiasa menunggu dengan
menegakkan terlebih dahulu Jurai Istri yakni dirumah orang tua Istrinya.

b. Tradisi Semanda Raja-Raja.

Dalam aturan adat pada Semanda Raja- Raja ini diawali dari sang pria yang telah
tinggal terlebih dahulu di tempat pihak calon pengantin wanita. Akan tetapi tidak
menentukan masanya, maksud dari sistem ini adalah si Suami diperbolehkan
untuk menunggu calon istrinya di tempat rumah mertuanya sampai Mati ataupun
boleh juga menunggu beberapa bulan, bahkan beberapa tahun saja sesuai dengan
kesepakatan bersama. Namun boleh saja apabila kedua belah pihak yakni istri dan
suaminya akan berpindah tempat tinggal dengan harapan mencari kehidupan yang
lebih layak, maka pihak keluarganya tersebut tidak boleh melarangnya.

Dalam sistem perkawinan di sini maka kedua pengantin tidak memakai konsep
panjang ataupun metode. Karena ini sudah adat istiadat yang berlaku di
masyarakat Lampung saibatin. Jadi, disaat kawinan tersebut sudah selesai digelar
maka untuk masalah kehidupan keduanya bersedia untuk tinggal di mana pun
berada sesuai dengan kesepakatan dan kehendak mereka berdua. Namun untuk
masalah kepentingan keluarga besar adalah tanggung jawab mereka bersama.
Cara Perkawinan semacam ini sangat banyak dilakukan oleh sepasang muli
mekhanai yang akan berumah tangga.

2.2.2 Sistem Sebambangan

Adat sebambangan ini merupakan salah satu cara terakhir dari kedua pasangan
pemuda-pemudi yang sudah siap melangsungkan pernikahan dan membina rumah
9

tangga. Terkendala kurangnya restu dari orang tua hingga ketidak cocokan calon
pengantin, sehingga sepasang kekasih ini melakukan cara dengan sistem
sebambangan. Apabila kedua pemuda-pemudi yakni sepasang kekasih yang sudah
saling mencintai namun tidak mendapatkan restu dari orang tua dan banyak
Alasan - alasan lain hingga keduanya tetap memilih komitmen untuk bersama
dengan cara sebambangan.

Berikut ini hal-hal yang menyebabkan keduanya melakukan sistem sebambangan


antara lain yaitu:
1. Ketidak sesuaian warga calon kekasih karena Status sosialnya yang sangat
berbeda.
2. Si Muli biasanya telah dijodohkan kedua orang tuanya kepada orang lain.
3. Pihak Pria tersebut sangat keberatan dan tidak mampu untuk memenuhi
segala persyaratan-persyaratan yang telah disampaikan oleh pihak
keluarga besar wanita yang sangat memberatkan bagi si pria.

Karena dengan komitmen dari sepasang kekasih tersebut, dan merasa keduanya
sudah cocok dan tidak dapat dipisahkan lagi sehingga dengan penuh keyakinan
dan memutuskan untuk tetap bersama menjalin kehidupan rumah tangga, maka
sepasang kekasih tersebut segera mengambil tindakan tanpa meminta peraetujuan
kepada keluarga perempuannya dengan mengambil jalan Sebambangan. Cara ini
dikenal oleh masyarakat Lampung saibatin dengan sebutan kawin lari, yani
membawa kabur calon pengantin wanita tanpa persetujuan orangtuanya.
Namun pada dasarnya adat sebambangan ini tetap memiliki cara tersendiri sesuai
dengan adat istiadat yang telah ada. Dimana sebambangan merupakan angka aku
kan keduanya tanpa sepengetahuan keluarga perempuan. Oleh karena itu, si
perempuan tersebut harus membuat surat secara diam-diam dan ditaruh di kamar
tidur tepat dibawah bantal ataupun di dalam lemari pakaiannya. Surat tersebut
berisikan keterangan dan pemberitahuan bahwasanya beliau telah pergi bersama
kekasihnya menuju tempat tinggal pria. dirunjukan dengan bunyi Sebambangan
kepada siapa, dan alamat tinggal pria nya dimana. Surat tersebut ditarok
10

bersamaan dengan sejumlah uang pemberian dari kelasihnya (mekhanai) sebagai


tambahan untuk menggelar kegiatan pernikahan.
Namun pada aturan sebambangan ini, apabila kedua kekasih tersebut belum
sampai ketujuannya namun sudah diketahui orangtua si muli maka kedua
orangtuanya berhak mencegah dan mencarinya. akan tetapi jika kedua sepasang
kekasih tersebut sudah sampai kerumah tujuan maka orang tua Muli tidak
diperkenankan lagi untuk mencegahnya.

Biasanya tujuan sebambangan ini dimulai langsung dibawa ke tempat si pria.


Sekarang ini yang membawa kabur wanita tersebut biasanya teman kerabat yang
dipercaya oleh pria kekasihnya. setibanya di tempat tujuan si pria, maka muli ini
diasingkan oleh mekhanainya terlebih dahulu. Lalu memberitahu kedua orang
tuanya sehingga kerabat keluarganya mengetahui dan langsung memanggil
kerabat minak muakhinya untuk menyambut si muli yakni kekasihnya tersebut
dan langsung "Tilimau" (penyambutan dengan menyiramkan percikan air) baru
dipersilakan masuk oleh kelurag besar mekhanai.

2.2.3 Perkenalan dan Area berjumpa

Ruang tersebut dinamakan manjau, pengertian manjau merupakan cara berjumpa


atau berkunjung kerumah perawan yg telah dikenal dalam rangka menjalin
pertalian untuk berumah tangga. Tipe manjau ada dua macam, yaitu:

1. Manjau di atas, yang dilakukan diruang tamu sang pemuda berjumpa gadis
dibagian atas hunian.
2. Manjau di bawah,  jumpa pemuda gadis dilakukan didapur rumah, yaitu
seseorang gadis mesti memperhatikan sekian banyak norma, yaitu:
a. Sang pemuda akan ke dapur dan tak boleh ketahuan oleh nakbay sejak
mulai atau kerabat gadis
b. Bila pemuda berjumpa bersama orang lain sehingga dia mesti menutupi
wajahnya dengan sarung
c. Tak boleh mengganggu ketenangan orang yang sedang tidur, manjau
yang mengikuti norma tersebut disebut setekutan atau sesihaan kala
11

manjau, dilakukan pada pukul 20.00 hingga 23.00, tergantung


kesepakatan. Bila gadis berdialog dengan berbisik-bisik, sang gadis
berada di dapur yang remang dan pemuda di luar dapur, keduanya
memakai penutup kepala atau sarung dgn tujuan supaya muka mereka
tidak terlihat.

Dalam seketutan belia lainnya berwenang buat menyapa sang perawan sesudah
mendapat izin dari jejaka yang sudah berjanji lebih dulu. Gadis yang sudah
meminta izin untuk menyapa perawan diperbolehkan namun tidak boleh lama
cuma kurang lebih 3 – 5 menit. pemuda-pemuda ini menganut prinsip bahwa
sebelum kawin, gadis milik bersama merupakan persaingan yg sehat diantara
sesama pemuda untuk memperoleh hati gadis.

2.2.4 Pembatasan Jodoh dalam Perkawinan

Pembatasan jodoh atau endogami dalam perkawinan ulun lampung saibatin di krui
ialah endogami strata. Merupakan tiap-tiap anak penyimbang mesti kawin dengan
anak punyimbang serta. Tapi pembatasan seperti ini telah tak ada lagi. Orang Krui
mendapat pengaruh budaya pantai yang kuat khususnya dari Bengkulu dan
Minangkabau islami. Orang Krui dalam pembatasan jodoh menganut syariat
hukum Islam. Dalam hukum islam yg berdasarkan Al-Qur’an, terdapat ketentuan-
ketentuan menyangkut beberapa orang yang tak boleh mengikat tali perkawinan
yg dinamakan muhrim, karena jalinan darah, jalinan perkawinan, dan interaksi
sepersusuan.

2.2.5 Sistem Bukhasan

Selain adat yang sudah tertera di atas maka ada istilah "Bukhasan". Bukasan
adalah salah satu upaya yang dilaksanakan oleh Kedua keluarga besar dengan cara
bermusyawarah untuk mencapai kemufakatan, meliputi:
a. Berdasarkan Status Perkawinan. 
b. Memiliki sejumlah Uang Sidang. Dimana masyarakat Lampung saibatin
menyebutnya dengan istilah Dau Balak/ Penggalang Sila.
12

c. Ada juga Dau Lunik yaitu sebuah harapan atau permintaan yang berasal
dari Keluarga pihak Wanita.
d. Adanya Pengiluan yaitu suatu permintaan yang datang dari si Muli.
e. Adanya Semaya yakni penentuan di saat menjelang waktu nikah dan juga
waktu buantak'an (mengasihkan).

2.2.6 Sistem Ngita (Melamar)

Tak bisa dipungkiri dengan banyaknya ragam cara adat pernikahan pada
masyarakat lampung khususnya saibatin di daerah pesisir Lampung yang
memiliki variasi yang sangat beragam namun tetap dalam koridor Norma adat
yang berlaku. Salah satunya adanya sistem lamaran sebelum ditentukannya jadwal
pernikahan dari kedua mempelai oleh keluarga besar. Di mana yang dimaksud
dengan sistem Mitha”Ngita" ini yaitu sebuah proses yang biasa kita kenal dengan
sebutan lamaran. Hal ini dilaksanakan oleh Kedua keluarga besar setelah
melaksanakan pertemuan Kedua keluarga dan telah sebutkan kesepakatan
bersama melalui Bekhasan.

Di saat acara akan berlangsung maka seluruh keperluan keperluan dalam tahap
pelaksanaannya dari sistem Ngita ini yang telah dibahas secara mendetail dan
menyeluruh yang meliputi mulai dari persiapan untuk bahan bakar dan makanan
pokok seperti beras. Selain itu juga sayuran yang meliputi kelapa, buah -buahan,
dan gulai lainnya serta termasuk susunan kepanitiaan yang akan segera disiapkan
oleh pihak dari keluarga pria.
Berikut Untuk lebih jelas mengenai perlengkapan dari alat-alat perangkat Ngita
yang meliputi:
1. Bias Siwok (Beras ketan).
2. Kelapa
3. Gula
4. Siya Buku/uyah (garam)
5. Khukun Pengangasan
6. Khukun Ngudut
13

7. Pakaian Pissan Minjak


8. Khukun Pedom
9. Khukun Mandi
10. dan Dau Belanja

2.2.7 Penentuan Maskawin

Persyaratan perkawinan kebanyakan berupa tiga macam faktor, adalah :

1. Maskawin atau beride-price,


2. Pencurahan tenaga buat kawin atau beride-service,
3. Pertukaran perawan atau beride-exchange.

Maskawin atau beride-price merupakan banyaknya harta yang diberikan oleh


pemuda pada gadis, dan kaum kerabatnya. Fungsi maskawin kepada tidak sedikit
suku di Indonesia yaitu sebagai syarat. Karena syarat, sehingga kebanyakan orang
tak tanya lagi kenapa, atau buat apa. Orang cuma tahu bahwa maskawin itu syarat,
dan mesti dilakukan. Sebaliknya, yang merupakan syarat maskawin seterusnya
bercampur dengan unsur-unsur yg bersangkut paut bersama kepercayaan.

Pola perkawinan Bujujogh ulun lampung memisahkan dua pengertian antara, (1).
Maskawin dengan dua (2) jujogh atau daw. Pengertian maskawin yang mula-mula
merupakan pemberian pengantin laki laki terhadap wanita, saat ketika akad nikah,
berupa barang yang difungsikan sehari-hari, seperti : perhiasan emas, uang real,
kain tapis, kebaya, selop, cermin dan pakaian-pakaian mandi yang lain. Kedua,
jujogh atau daw (roh atau batin) ialah lebih bermakna jaminan kehidupan kepada
wanita lantaran pisahnya beliau bersama keluarga yg melahirkan dan
membesarkannya.

Daw yakni permintaan orangtua wanita kepada orangtua laki laki, berkenaan
jaminan kehidupan anaknya. Rata-rata daw berupa harta tak bergerak seperti
sawah, ladang, hunian. Menjadi satu orang perempuan yg sudah di (ti) jujogh,
sehingga cuma atau peranannya sama bersama ibu suaminya. Oleh lantaran itu,
seorang perawan yang di (ti) jujogh yakni berperan juga sebagai pengganti ibu
14

suaminya dan memiliki hak kepemilikan (sawah, ladang, kebun, dll) yang sama
dalam kehidupan berkeluarga.
2.2.8 Sistem Nayuh/Tayuhan Atau Ngemara Pangan

Adat pernikahan dengan sistem nayuh ini dikenal dengan pernikahan sangat
megah yang disebut "Ngemara Pangan". Sebab, dalam menggelar acara yang
bertajuk nayuh ini tuan rumah ataupun pihak kedua keluarga besar harus memiliki
keuangan yang cukup. Karena dalam pelaksanaannya akan dihadiri oleh banyak
tamu undangan baik dari luar maupun dari kerabat sekitar tersebut, dan juga acara
pernikahan ini akan diisi dengan berbagai kegiatan adat tari-tarian nyambai dan
Budamping.

Diketahui Nayuh merupakan salah satu kegiatan perkawinan masyarakat


Lampung saibatin dengan perayaannya dilaksanakan oleh keluarga besar. Namun
acara tayuhan ini selain pada Pernikahan, telat pada acara khitanan anak,
mendirikan rumah serta Pesta Panen raya dan pemberian Gelar/Adoq.

Perlu Anda ketahui bahwa sebelum di selenggarakannya kegiatan Nayuh ini


terlebih dahulu melaksanakan himpun adat dan himpun Minak Muakhi (Saudara)
untuk menetapkan konsep dan sistem tahap pelaksanaannya yang dilakukan oleh
seluruh kerabat. Kegiatan ini berupa Nayuh akan melibatkan banyak pihak
peralatan-peralatan yang akan dipertunjukkan yang berupa piranti adat. piranti
sendiri dibagi menjadi 2 macam yakni "piranti di atas (di rumah) dan "piranti di
bah" (arak arakan). Untuk pemakainya pun tepat berdasarkan ketentuan adat yang
telah ditetapkan. Untuk penggunaan dari Piranti ini juga harus terlebih dahulu
dilakukan penyesuaian berdasarkan dengan gelar atau Adok yang disandangnya.

Untuk mempersiapkan segala peralatan dan kebutuhan dari sistem "Nayuh" ini
akan ditanggung secara bersama dan dikerjakan secara bersama pula oleh kerabat-
kerabat sesuai dengan kebijakan dari pihak penyelenggara acara.
Adapun kelengkapan yang diperlukan dan akan dilaksanakan dalam acara Nayuh
tersebut meliputi:
15

2. Tandang Bulung
Dimana para ibu-ibu akan bertandang ke kebun saudaranya untuk mencari
daun (Bulung: bahasa daerah lampung untuk sebutan daun). yakni "Bulung
Rilik" untuk alas tempat membuat kue khas pesisir seperti apam,
ngengasan, dan kue lepot.
3. Kecambai (Mencari Daun Sirih).
Kegiatan kecambai ini sama halnya dengan kegiatan yang dilakukan ibu-
ibu "Kebulung". Namun, yang mereka cari adalah daun sirih untuk jamuan
kepada ibu-ibu untuk dikinang bersama termasuk untuk tamu undangan.
4. Nyani Buwak (Membuat Kue).
Karena acaranya yang begitu ramai dan cukup biaya yang mahal ataupun
banyak dan juga akan dihadiri oleh tamu undangan dengan kegiatan yang
sangat banyak dan padat, maka diperlukan sajian kue untuk dimakan
bersama dan untuk menjamu tamu undangan selama penyelenggaraan. kue
yang dibuat seperti kue tat dan sejenisnya, apam, jalabiya, ngengasan,
juadah, cucor, salimpok gelamai, lepot, dll.
5. Khambak Bebukha (Mempersiapkan adadab/pernak-pernik hiasan di
rumah pengantin).
6. Bugawi (Bekerja dari awal sampai selesai acara). Seluruh masyarakat dan
kerabat akan berbondong-bondong hadir di tempat hajat baik malam, Pagi,
dan siang. semuanya akan siap bekerja memenuhi Apa yang sedang
kurang dan persiapan lain sampai menjelang hari H.

Selain itu dari pihak dan juga baya, termasuk dari pihak "Kuakhi" akan
memberikan bantuan berupa uang yang disebut "Duit lawai" dan berupa bahan
mentah lainnya seperti Ayam, Bebek dan kambing. Ada juga bantuan yang
diberikan oleh setiap orang yang terkena hajat diaebut dengan "Sesuduk". Dimana
sesuduk ini sendiri berupa bantuan seperti beras, minyak sayur, Garam, Gula, dan
kelapa yang ditaruh di dalam "Bakul pekhambu" untuk langsung diberikan kepada
pemilik hajat.
16

Kegiatan pernikahan dengan sistem ini sangat unik di mana kenakan sepakatan
yang dilaksanakan selama tiga hari tiga malam terkhusus untuk menampilkan
"Kedayok (kegiatan adat)" dengan menampilkan berbagai tarian- tarian adat khas
daerah pesisir. seperti Sambai Bakas/Bebai yang dibawakan oleh muli mekhanai,
bapak/ibu, dan selanjutnya tarian "Budamping".
17

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1. Lampung Saibatin dan Lampung Pepadun memiliki tipe siger yang berbeda
dimana Lampung Saibatin terdiri dari tujuh lekuk atau pucuk. Berbeda dengan
Lampung Pepadun yang terdiri atas ssembilan lekuk atau puncak.
2. Dalam perkawinan Lampung Saibatin dikenal dengan istilah Bejujukh,
Semanda Lepas, dan Semanda Raja-raja.
3. Tahap perkenalan dalam perkawinan lampung saibatin dilakukan dengan
manjau terlebih dahulu. Manjau merupakan cara berjumpa atau berkunjung
kerumah perawan yg telah dikenal dalam rangka menjalin pertalian untuk
berumah tangga. Jika Suku Lampung Pepadun dikenal dengan istilah nyubuk.
Nyubuk ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon pengantin pria
akan meneliti atau menilai calon istri anaknya.
18

DAFTAR PUSTAKA

Dian Apita Sari. 2016. Upacara Pernikahan Adat Lampung Pepahun.


http://malahayati.ac.id/?p=20205. Diakses Tanggal 07 April 2019 Pukul
10.30 WIB.
Lia Afif. 2019. Prosesi Pernikahan Adat Saibatin Lampung.
https://gpswisataindonesia.info/2018/08/prosesi-pernikahan-adat-saibatin-
lampung/. Diakses Tanggal 07 April 2019 Pukul 10.50 WIB.
Amita Heriza. 2016. Adat Pernikahan Suku Lampung Pepadun,
http://limabelassastraa.blogspot.com/2016/06/style-definitions-table.html.
Diakses Tanggal 07 April 2019 Pukul 10.50 WIB.
Anonim. 2018. Adat Perkawinan Masyarakat Lampung Saibatin.
http://www.hasbundoya.com/2018/07/adat-perkawinan-masyarakat-
lampung-sai.html. Diakses Tanggal 07 April 2019 Pukul 10.50 WIB.

Anda mungkin juga menyukai