Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENDIDIKAN SOSIAL DAN BUDAYA ALAM MINANGKABAU

“PERKAWINAN MENURUT ADAT MINANGKABAU”

Makalah Ini Dibuat Unuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Pendidikan Alam
Minangkabau

OLEH:

KELOMPOK 4:

ROZA ICHA HAYANI 1830111059

SATRIA DIAMOND 1830111061

SEPTIANI 1830111062

SYARIFAH MURSYIDAH 1830111075

DOSEN PENGAMPU:

SUSI RATNA SARI, M. Pd

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR

2020 M/ 1441 H
PEMBAHASAN

PERKAWINAN MENURUT ADAT MINANGKABAU

A. Tata Cara Perkawinan di MingangKabau


Budaya adat Minangkabau mengartikan perkawinan merupakan salah satu
peristiwa penting dalam kehidupan dan merupakan masa peralihan yang sangat
berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru penerus keturunan.Bagi
lelaki minang, perkawinan juga menjadi proses untuk masuk lingkungan baru,
yaitu pihak keluarga istri. Sementara bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu
proses dalam penambahan anggota di komunitas rumah gadang mereka.
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Pada adat Minangkabau perkawinan biasa disebut baralek, yang
mempunyai beberapa tahapan yang dilakukan. Dimulai dengan meminang,
Manjapuik Marapulai, sampai basandiang. Setelah meminang dan muncul
kesepakatan manantuan hari, kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara
islam yang biasa dilakukan di mesjid, sebelum kedua pengantin bersanding
dipelaminan. (Asmaniar,132.Vol 7)
Tata cara perkawinan masyarakat adat Minangkabau ada 2 (dua), yaitu: 1)
Perkawinan menurut kerabat perempuan yaitu pihak perempuan yang menjadi
pemrakarsa dalam perkawinan dan dalam kehidupan rumah tangga, dari mulai
mencari jodoh hingga pelaksanaan perkawinan; 2) Perkawinan menurut kerabat
laki-laki, yaitu pihak laki-laki yang menjadi pemrakarsa dalam pernikahan dan
rumah tangga, dari mulai mencari jodoh hingga pelaksanaan perkawinan dan
biaya hidup sehari-hari. Bentuk perkawinan di Minangkabau telah mengalami
Perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Sebelumnya, seorang suami
tidak berarti apa-apa dalam keluarga istri, kini suamilah yang bertanggungjawab
dalam keluarganya.
Tata cara pernikahan adat Minangkabau yaitu:
1. Maresek
Kegiatan ini menjadi proses awal tata cara pernikahan adat
Minang. Pihak keluarga wanita akan mendatangi pihak keluarga
pria, dan hal ini sesuai dengan sistem kekerabatan di adat
Minangkabau. Pihak keluarga yang diutus adalah beberapa wanita
yang sudah berpengalaman dalam mencari tau apakah calon
pengantin prianya coock dengan calon pengantin wanitanya tidak.
Pihak keluarga yang diutus juga biasanya akan membawa buah
tangan bagi keluarga calon pengantin pria sebagai simbol sopan
santun.
2. Batimbang Tando
Batimbang Tando memiliki arti bertukar tanda. Menjadi
simbol pengikat perjanjian yang tidak bisa dibatalkan oleh sebelah
pihak.Biasanya yang ditukarkan adalah benda pusaka seperti keris,
kain adat, atau benda lainnya yang memiliki nilai sejarah bagi
keluarga.
Setelah ini dilanjutkan dengan acara berembuk mengenai
penjemputan calon mempelai pria. Adapun tahapannya yaitu
keluarga calon mempelai wanita mengunjungi kediaman keluarga
calon mempelai pria.
3. Mahanta Siriah
Cara ini di mana mempelai meminta izin atau memohon
doa restu kepada mamak-mamaknya, saudara ayah, kakak yang
telah berkeluarga dan sesepuh yang dihormati. Ritual ini memiliki
tujuan untuk memohon doa dan memberitahukan rencana
pernikahan.
Calon mempelai pria pada acara ini akan membawa selapah
yang berisi daun nipah dan tembakau. Namun sekarang ini diganti
dengan rokok. Sedangkan calon memperlai wanita akan
menyertakan sirih lengkap.
4. Babako-Babaki
Acara ini akan diadakan beberapa hari sebelum acara akad
nikah berlangsung. Bako berarti pihak keluarga dari ayah calon
mempelai wanita. Dan pihak keluarga ini ingin menunjukkan kasih
sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuannya.
Acara ini dimulai dengan calon mempelai wanita dijemput
dan dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Di sana para tertua akan
memberikan nasihat. Dan keesokan harinya, calon mempelai
wanita akan diarak kembali ke rumahnya diiringi keluarga pihak
ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan tadi.
5. Malam Bainai
Acara ini dilakukan pada malam sebelum akad nikah.
Bainai menjadi ritual untuk melekatkan jasil tumbukan daun pacar
merah (daun inai) di kuku calon pengantin. Tradisi ini memiliki
makna sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu para sesepuh
keluarga mempelai wanita. Lalu terdapat juga air yang berisikan
keharuman tujuh bunga, daun iani tumbuk, payung kuning, kain
jajakan kuning, kain simpai, dan kursi bagi calon pengantin.
6. Manjapuik Marapulai
Acara ini menjadi ritual paling penting dalam tata cara
pernikahan adat Minang. Prosesinya bermula dari calon pengantin
pria dijemput dan dibawa ke rumah calon pengantin wanita untuk
melangsungkan akad nikah.
7. Penyambutan dirumah Anak Daro
Acara ini akan diiringi musik tradisional khas Minang,
yaitu talempong dan gandang tabuuk lalu barisan Gelombang Adat
timbal balik. Terdiri dari para pemuda berpakaian silat dan
disambut para dara berpakaian adat yang menyuguhkan sirih.
Keluarga mempelai wanita akan memayungi calon
mempelai pria dan disambut dengan tari Gelombang Adat Timbal
Balik. Selanjutnya para sesepuh wanita akan menaburi calon
pengantin pria dengan beras kuning.
8. Akad Nikah
Akad nikah ini akan dilangsungkan sesuai syariat agama
Islam. Diawali dengan pembacaan ayat suci, ijab kabul, nasihat
perkawinan dan doa. Acara ini umumnya dilakukan pada hari
Jumat siang.
9. Basandiang di Pelaminan
Setelah akad nikah berlangsung maka kedua pengantin
akan bersangding di rumah anak daro. Anak daro dan marapulai
akan menanti tamu alek salinga alam dan diwarnai musik dari
halaman rumah.

B. Struktur Perkawinan Matrilineal di Minangkabau


Susunan masyarakat matrilineal Minangkabau, seorang anak yang
dilahirkan menurut hukum adat hanya akan mempunyai hubungan hukum dengan
ibunya. Dengan demikian, anaka akan menjadi atau masuk klan/suku ibunya
sedangkan terhadap ayahnya anak secara lahiriah tidak mempunyai hungan apa-
apa walaupun secara alamiah dan rohaniah mempunyai hubungan darah. Begitu
pula sebaliknya, seorang ayah tidak akan memunyai keturunan yang menjadi
anggota keluarganya. Oleh sebab itu, seorang ayah tidak perlu bertanggung jawab
terhadap istri dan anak-anaknya untuk memelihara anak dan membesarkannya,
juga wewenang untuk mengawinkannya.
Hubungan-hubungan pewarisan terjalin dengan ibu beserta
mamak dari anak-anak tersebut sebagai kehidupan modern yang
berpengaruh dari kebudayaan barat. Keadaan ini telah banyak mengalami
perubahan. Perubahan mamak rumah dalam lingkungan kemenakannya
yang menyangkut kehidupan keluarga telah diserahkan mamak (saudara laki-laki
dari ibu) rumah kepada ipar/menantu dari pihak laki-laki (urang sumando).
Di samping itu, ia pun telah menghadapi jabatan seperti itu di rumah
istrinya walaupun dari kesukuan ia tetap asing.
Jadi dalam keadaan ini perubahan bukan berarti menghilangkan
peranan yang berlaku selama ini. Perubahan yang terjadi ialah perubahan
peranan dari rumah kemenakannya ke rumah istrinya. Perubahan ini
terjadi karena adanya kecenderungan untuk hidup dalam keluarga inti yang
anggotanya terbatas pada anak-anak beserta ayah dan ibunya.

C. Jenis dan Larangan Kawin Sasuku dalam Adat Minangkabau


Menurut cara terjadinya atau persiapan perkawinan bentuk-bentuk
perkawinan adat dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Perkawinan Pinang
Perkawinan pinang yaitu bentuk perkawinan dilaksanakan dengan cara
meminang atau melamar. Pinangan pada umumnya dari pihak pria kepada
wanita untuk menjalin perkawinan.
2. Perkawinan Lari Bersama
Perkawinan lari bersama yaitu perkawinan dimana calon suami dan
istri berdasarkan persetujuan kedua belah pihak untuk menghndarkan diri dari
berbagai keharusan sebagai akibat perkawinan mereka berdua lari ke suatu
tempat untuk melangsungkan perkawinan.
3. Kawin Bawa Lari
Kawin bawa lari yaitu bentuk perkawinan dimana seorang laki-laki
melarikan seorang wanita secara paksa.
Menurut A.A.Navis (1984:198) Jenis-jenis perkawinan dalam adat
Minangkabau, terdiri dari:
1. Perkawinan Ganti Lapik atau Ganti Tikar
Yaitu perkawinan seorang (laki-laki dan perempuan) yang
pasangannya telah meninggal. Lalu si janda atau duda dikawinkan dengan
saudara yang meninggal itu.
2. Perkawinan Cino Buto atau Cina Buta
Yaitu sepasang suami istri yang telah tiga kali melakukan kawin cerai,
tidak dapat rujuk atau menikah kembali. Namun mereka dapat menikah
kembali apabila si janda telah menikah dan bercerai pla dengan laki-laki lain
lebih dahulu. Pada dasarnya pasangan suami istri itu saling mencintai, tetapi
telah terlanjur melakukan perceraan sampai tiga kali. Untuk mengatasinya
dicarilah seorang laki-laki yang akan menikahi janda itu dengan perjanjian
tidak akan menggaulinya. Caranya ialah setelah akad nikah, laki-laki itu
segera menceraikannya lagi. Laki-laki yang menkahi janda tadi dengan
melakukan perjanjian ialah yang dinamakan cina buta.
3. Perkawinan Kawin Wakil
Yaitu perkawinan yang terjadi karena pengantin laki-laki tidak dapat
hadir pada waktu pernikahan. Lalu pengantin laki-laki memberi surat wakil
pada ayah atau saudara laki-lakinya untuk mengucapkan akad nikah atas
namanya didepan khadi. Setelah pernikahan berlangsung, kemudian pengantin
wanita diantar ke tempat suaminya dirantau.

Larangan kawin sapasukuan dalam adat Minangkabau tidak dalam kontek


halal dan haram. Kesepakatan untuk tidak kawin sapasukuan adalah soal raso jo
pareso. Berdasarkan kekerabatan matrilineal masyarakat Minangkabau merasa
badunsanak dengan orang-orang sekaum atau sapasukuan. Tagak
banagari paga nagari, tagak basuku paga suku. Kawin sapasukuan dianggap
kawin jo dunsanak.
Meskipun dalam adat istiadat Minangkabau melarang nikah sesuku, akan
tetapi agama Islam memperbolehkannya. Kawin sasuku yang dimaksud di sini
adalah suatu hubungan pergaulan dan perkawinan/pernikahan yang dilakukan
antara laki-laki dengan perempuan Minangkabau yang masih hubungan satu suku.
Misal, si A menikah dengan si B yang sama-sama bersuku Caniago satu penghulu
maupun beda penghulu. Adat Minangkabau tidak pernah mengharamkan menikah
sesuku, tetapi adat melarang. Antara mengharamkan dengan melarang itu
berbeda. menikah sesuku itu hukumnya halal, tetapi orang minang tidak
mengerjakannaya karena beberapa hal dan pertimbangan.
Menikah sesuku menurut logika hukum Minangkabau tidak baik.
Sanksinya jika dilanggar adalah sanksi moral, dikucilkan dari pergaulan. Bukan
saja pribadi orang yang mengerjakannya, tapi keluarga besar pun mendapat
sanksinya, membuat aib karena perangai kita. Selain itu juga beredar mitos di
Minangkabau yang sudah diyakini turun-temurun bahwa nikah sesuku akan
membawa petaka dalam rumah tangga nantinya. Inilah Alasan mengapa
masyarakat Minangkabau melarang keras pernikahan sesuku.
Adapun beberapa dampak yang ditimbulkan oleh perkawinan sasuku,
sebagai berikut:
1. Pelopor Kerusakan dalam Kaum
2. Mempersempit Pergaulan
3. Menciptakan Keturunan yang Tidak Berkualitas.
4. Mengganggu Psikologis Anak
5. Kehilangan hak Secara Adat
Karena, antara satu suku, mereka sudah merasa dirinya satu keluarga,
secara otomatis jika kehiduan satu keluarga akan menjaga hubungan pergaulan
antarmereka. Apalagi, mamak mampu menanamkan nilai-nilai Agama Islam di
dalam pergaulan para kaum dan sukunya, maka kepribadian para remaja akan
lebih berbudaya dan beragama. Saat ini, secara umum kehidupan remaja Minang
tidak paham dan tidak mengerti dengan nilai-nilai larangan kawin/pernikahan
sasuku.
Jika dianalisa, larangan kawin/pernikahan sasuku merupakan suatu
hakikat nilai yang memiliki makna prinsip adat yang luas. Kawin/pernikahan
sasuku tidak hanya melarang mereka kawin/nikah tapi ada suatu adab tata krama
pergaulan bermasyarakat yang bisa dikembangkan dalam bentuk teknis. Tidak
hanya sekadar melarang dan memberi sanksi kawin sasuku. Tapi, ada nilai-nilai
kebaikan yang terkandung di dalamnya. Selaku orang Minangkabau, maka nilai-
nilai larangan kawin/pernikahan sasuku secara teknis yang terkandung di
dalamnya yang perlu dikembangan dan ditanamkan. Ibarat orang bersaudara
sudah dipastikan akan menjaga hubungan komunikasi, menjaga adab bergaulan,
menjaga interaksi idividu, dan banyak hal lain.
Jika nilai-nilai kawin sasuku bisa dibudayakan dalam kehidupan basuku
atau banagari ke depan, pergaulan bebas yang terjadi di tengah masyarakat
Minangkabau yang mencemaskan ini di kalangan remaja bisa diantisipasi.
Sehingga, ke depan masyarakat keluar dari penyakit remaja, maka ke depan tidak
ada lagi anak gadis yang hamil di luar nikah, tidak ada seks bebas, dan lainnya.

D. Kesimpulan
Bentuk perkawinan di Minangkabau telah mengalami perubahan.
Menurut adat Minangkabau, perkawinan berlaku secara eksogami ditinjau dari
segi lingkungan suku dan endogami ditinjau dari lingkungan nagari eksogami
suku berarti bahwa seseorang tidak boleh mengambil jodoh dari
kelompok sesukunya. Alasannya karena orang yang sesuku adalah
bersaudara, sebab masih dapat ditarik garis hubungan kekerabatannya
secara matrilineal dan menurut asalnya mereka sama-sama serumah gadang.
Perkawinan endogami nagari berarti bahwa seseorang dalam mencari jodoh harus
di antara orang sesama nagari dan tidak boleh kawin ke luar dari nagari.
Alasan keharusan endogami nagari itu ialah karena seorang suami bertempat
pada dua rumah. Sebagai urang sumando ia tinggal dan bermalam di rumah
istri. Ia juga mamak rumah di rumah ibunya dan mempergunakan
waktu siangnya bekerja di rumah ibunya untuk membantu kemenakannya
dalam mengolah harta pusaka.
Seorang suami yang selama ini hanya sebagai seseorang yang tidak
berarti apa-apa dalam keluarga istri kemudian berubah menjadi seorang
suami yang penuh tanggung jawab terhadap kehidupan anak dan istrinya.
Apabila tanggung jawab terhadap anak dan istri sudah penuh, maka yang
demikian berarti bahwa waktu yang dipergunakan di rumah istrinya
bukan hanya pada malam hari saja, tetapi sudah menghabiskan sebagian
besar waktunya di rumah istrinya atau bahkan semua waktunya berada di
rumah sendiri bersama anak dan istrinya..
DAFTAR PUSTAKA

Asmaniar. 2018. Perkawinan Adat Minangkabau. Vol.7. Binamulia Hukum

Navis, A. 1984. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: Suci Percetakan

Anda mungkin juga menyukai