Anda di halaman 1dari 11

KLIPPING

MAPPACCI

Oleh:

YULIANA BAHAR
BSN12201824

AKADEMI KEPERAWATAN LAPATAU BONE


2019
MAPPACCI

Meskipun budaya ini bukan berasal dari Indonesia,


penggunaan henna sudah dilakukan di beberapa daerah di
Indonesia sejak berabad silam. Salah satunya adalah tradisi ber-
henna yang dilakukan pada pengantin Bugis Makkasar. Prosesi
ber-henna yang dilakukan jelang hari pernikahan ini dikenal
dengan istilah mappacci.  Wenni Mappaci (Bugis) atau
Akkorontigi (Makassar) berarti malam mensucikan diri dengan
meletakkan tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai
oleh para kerabat. Hal ini diyakini dapat membuat kehidupan
rumah tangga langgeng nan bahagia. Mappacci sendiri berasal
dari kata (pacci) yang berarti daun pacar, sejenis tumbuhan yang
dihaluskan untuk memerahkan kuku. Tumbukan daun pacar
konon dipercaya memiliki sifat magis dan melambangkan
kesucian.  Selain berfungsi sebagai elemen dekoratif pengantin,
prosesi pemakaian daun pacar ini juga mengandung makna
filosofis tertentu. Berikut ini beberapa hal penting yang perlu
Sahabat Mahligai ketahui soal prosesi mappacci pengantin Bugis
Makassar.
Dalam prosesi Mappacci ada beberapa perlengkapan yang
harus disiapkan. Segala ornamen dalam upacara ini mengandung
nilai filosofi mendalam yang mungkin belum Anda ketahui.
1. Bantal
Di depan calon pengantin duduk, terdapat bantal yang
dimaknai sebagai simbol kehormatan. Bantal kerap
diidentikkan dengan kepala, yang merupakan anggota tubuh
sentral dan penting bagi kehidupan seseorang. Simbol ini
diharapkan menajdi pengingat calon pengantin untuk lebih
mengenal dan memahami identitas dirinya, sebagai makhluk
yang mulia dan memiliki kehormatan.
2. Sutera
Di atas bantal, diletakkan susunan sarung sutera yang
berjumlah ganjil. Beberapa ulama berpendapat bahwa jumlah
gajil tersebut berdasarkan tafsir hadist yang menyebutkan
bahwa Allah menyukai segala yang ganjil. Sarung sutera
dimaknai sebagai sifat istikomah dan ketekunan. Sifat
istikamah sendiri telah dijalankan oleh sang pembuat sarung
yang harus menenun dan menyusun helai demi helai benang
hingga menjadi sarung siap pakai. Hal ini diharapkan dapat
mengingatkan calon pengantin untuk selalu istikamah dalam
hidup berumahtangga.
3. Daun Pisang
Di atas sarung sutera, terkadang duletakkan daun pisang.
Meski tidak memiliki nilai jual tinggi, namun memiliki makna
mendalam bagi manusia. Seperti yang diketahui, pisang tidak
akan mati sebelum muncul tunas yang baru. Sifat pisang
tersebut selaras dengan tujuan pernikahan untuk memiliki
keturunan. Satu pohon pisang juga kerap menghasilkan buah
dengan jumlah yang bisa dinikamti oleh orang banyak.
Demikian pula dengan perkawinan, yang diharapkan dapat
membawa manfaat bagi banyak orang.
4. Daun Nangka
Setelah daun pisang, diletakkan pula daun nangka sebanyak 7
atau 9 lembar. Daun nangka yang tidak memiliki nilai jual
tinggi menjadi simbol harapan bagi kehidapan calon
mempelai.

5. Gula Merah dan Kelapa


Terkadang, di atas daun pisang juga diletakkan gula merah
dan kelapa muda yang menyimbolkan harapan agar suami
istri dapat senantiasa bersama dan saling melengkapi hingga
maut memisahkan.
6. Lilin/ Tai Bani
Zaman dahulu, konon nenek moyang masyarakat Bugis
memakai pesse’ (lampu penerang tradisional yang terbuat
dari kotoran lebah). Lilin dimaksudkan agar suami istri dapat
menjadi penerang bagi masyarakat sehingga memabwa
kerukunan di masa depan.
7. Piring dan Wenno
Dalam mappacci disediakan pula piring yang berisi wenno,
yakni beras yang telah disangrai hingga mengembang.
Perlengkapan ini melambangkan harapan untuk dapat
berkembang melanjutkan keturunan.
8. Pacci/ Daun Pacar
Sebutan pacci untuk daun pacar dalam masyarakat Bugis
berkaitan dengan kata paccing yang dalam bahasa Bugis
berarti kesucian dan jiwa yang bersih. Daun pacci yang
digunakan sebelumnya dihaluskan dan disimpan dalam wadah
bekkeng. Hal tersebut melambangkan kesatuan jiwa atau
kerukunan baik dalam berkeluarga maupun bermasyarakat.
Tidak diketahui dengan pasti, sejarah awal kapan kegiatan mappacci
ditetapkan sebagai kewajiban adat (suku Bugis/Makassar) sebelum pesta
perkawinan. Tapi, menurut kabar yang berkembang dikalangan generasi tua,
prosesi mappacci telah mereka warisi secara turun-menurun dari nenek moyang
kita, bahkan sebelum kedatangan agama Islam dan Kristen di tanah Bugis-
Makassar. Oleh karena itu, kegiatan ini sudah menjadi budaya yang mendarah
daging dan sepertinya sulit terpisahkan dari ritual perkawinan Bugis-Makassar.
Mappacci menjadi salah satu syarat dan unsur pelengkap dalam pesta perkawinan
di kalangan masyarakat Bugis-Makassar. Namun, ketika Islam datang, prosesi ini
mengalami sinkretisme atau berbaur dengan budaya Islam. Bahkan Islam sebagai
agama mayoritas suku Bugis-Makassar telah mengamini prosesi ini, melalui alim
ulama yang biasa digelar Anregurutta.
Mappacci adalah kata kerja dari ‘mapaccing’ yang berarti bersih.
Terkadang, di beberapa daerah Bugis, mappacci dikenal dengan sebutan
mappepaccing. Dalam bahasa Bugis, mappacci/mappepaccing merupakan suatu
kegiatan yang bertujuan untuk membersihkan segala sesuatu. Mappepaccing bola
sibawa lewureng, yang berarti membersihkan rumah dan tempat tidur. Adapun
kata perintahnya ‘paccingi’ yang berarti bersifat menyuruh atau memerintahkan
untuk membersihkan. Paccingi kasoro’mu berarti bersihkan kasurmu.
Kebanyakan kata kerja dalam bahasa bugis diawali dengan kata ‘Ma’, seperti;
maggolo (main bola), mattinju (bertinju), mallaga (berkelahi), mammusu’
(bertempur), makkiana’ (melahirkan), dsb. Kata mapaccing dan mappacci
merupakan dua kata yang kalau dilihat sekilas agaknya sama, namun memiliki arti
yang berbeda. Yang pertama merupakan kata sifat dan yang kedua kata kerja. Kita
sering mendengarkan penggunaan kata ini dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya di masyakat Bugis.
Perkembangan selanjutnya, istilah mappaccing lebih sering dikaitkan
dengan salah satu rangkain kegiatan dalam proses perkawinan masyarakat Bugis-
Makassar. Mappaccing lebih dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu syarat
yang wajib dilakukan oleh mempelai perempuan, terkadang sehari, sebelum pesta
walimah pernikahan. Biasanya, acara mappaccing dihadiri oleh segenap keluarga
untuk meramaikan prosesi yang sudah menjadi turun temurun ini. Dalam prosesi
mappaccing, terlebih dahulu pihak keluarga melengkapi segala peralatan yang
harus dipenuhi, seperti; Pacci (biasanya berasal dari tanah arab, namun ada pula
yang berasal dari dalam negeri), daun kelapa, daun pisang, bantal, sarung sutera,
lilin, dll. Tujuan dari mappacci adalah untuk membersihkan jiwa dan raga calon
pengantin sebelum mengarungi bahtera rumah tangga.
Prosesi pernikahan suku Bugis dan suku-suku lain akan melalui 3 tahap, Pranikah,
Aqadnikah dan Pascanikah. Salah satu acara pada Pranikah
ialah Tudampenni (duduk malam) menyambut Aqadnikah keesokan harinya
dengan mengundang tetangga, kerabat dan tokoh masyarakat. Acaranya
ialah Mappacci/korontigi yaitu pemberian pacci kepada calon pengantin yang
dalam bahasa Indonesia dinamai Pacar. Pacar bukan berarti menjalin kemesraan
antara pria dengan wanita, tetapi pacar atau daun pacci (Lawsania alba) adalah
sejenis tumbuhan yang pada mulanya hanya digunakan untuk pewarna
merah/penghias kuku.
URAIAN TENTANG MAPPACCI
1. Upacara adat Mappacci dilaksanakan pada acara Tudang Mpenni,
menjelang pelaksanaan akad nikah / Ijab Kabul esok harinya. Di Makassar
disebut Amata Korontigi (Akkorontigi) di Bulukukma / Sinjai disebut
Mappanreade.
2. Upacara mappacci adalah salah satu upacara adat bugis, yang dalam
pelaksanaannya menggunakan / memakai daun pacar (dau pacci).
3. Pacci adalah salah satu jenis tumbuhan yang dalam bahasa Indonesia
disebut tumbuhan pacar dan dalam bahasa latin disebut Lawsania Alba.
Daun pacci yang ditumbuk halus / dilumatkan sampai halus disebut pacci
dikaitkan dengan kata “PACCING” dalam bahasa bugis disebut suci /
bersih.
4. Dengan demikian pelaksanaan upacara mappacci mengandung makna /
symbol akan kebersihan atau kesucian.
5. Sebagaimana yang tertera dalam ungkapan bahasa bugis yang mengatakan
Mappacci iyyanaritu : gauk ripakkeonroi nallari adek, Mancaji gauk
mabbiasa, tampuk sennu-sennuang ri niak akkatta madeceng mamuarei
naletei pammase Dewata.
Pacci yang dikaitkan dengan kata Paccing dalam bahasa Bugis berarti kebersihan
dan kesucian. Karena daun pacci/daun pacar itu mempunyai karakter tersendiri dan
dipakai sebagai simbol kesucian, maka pacci juga dijadikan isyarat
kegadisan/keperawanan seorang wanita. Dengan demikian wanita remaja yang tidak
orsinil lagi, menurut adat tidak musti dilaksanakan acara mappacci baginya. Mappacci
menurut orang Bugis bermakna “Iyyanaritu gau ri pakke onroi nallari ade mancaji
mabbiasa, tampu sennung-sennungeng ri nia’ akkatta madeceng  naiyya naletei
pammasena Dewata Sewwae”

Anda mungkin juga menyukai