penggunaan henna sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia sejak berabad silam. Salah satunya adalah tradisi ber- henna yang dilakukan pada pengantin Bugis Makkasar. Prosesi ber-henna yang dilakukan jelang hari pernikahan ini dikenal dengan istilah mappacci. Wenni Mappaci (Bugis) atau Akkorontigi (Makassar) berarti malam mensucikan diri dengan meletakkan tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai oleh para kerabat. Hal ini diyakini dapat membuat kehidupan rumah tangga langgeng nan bahagia. Mappacci sendiri berasal dari kata (pacci) yang berarti daun pacar, sejenis tumbuhan yang dihaluskan untuk memerahkan kuku. Tumbukan daun pacar konon dipercaya memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian. Selain berfungsi sebagai elemen dekoratif pengantin, prosesi pemakaian daun pacar ini juga mengandung makna filosofis tertentu. Berikut ini beberapa hal penting yang perlu Sahabat Mahligai ketahui soal prosesi mappacci pengantin Bugis Makassar. Dalam prosesi Mappacci ada beberapa perlengkapan yang harus disiapkan. Segala ornamen dalam upacara ini mengandung nilai filosofi mendalam yang mungkin belum Anda ketahui. 1. Bantal Di depan calon pengantin duduk, terdapat bantal yang dimaknai sebagai simbol kehormatan. Bantal kerap diidentikkan dengan kepala, yang merupakan anggota tubuh sentral dan penting bagi kehidupan seseorang. Simbol ini diharapkan menajdi pengingat calon pengantin untuk lebih mengenal dan memahami identitas dirinya, sebagai makhluk yang mulia dan memiliki kehormatan. 2. Sutera Di atas bantal, diletakkan susunan sarung sutera yang berjumlah ganjil. Beberapa ulama berpendapat bahwa jumlah gajil tersebut berdasarkan tafsir hadist yang menyebutkan bahwa Allah menyukai segala yang ganjil. Sarung sutera dimaknai sebagai sifat istikomah dan ketekunan. Sifat istikamah sendiri telah dijalankan oleh sang pembuat sarung yang harus menenun dan menyusun helai demi helai benang hingga menjadi sarung siap pakai. Hal ini diharapkan dapat mengingatkan calon pengantin untuk selalu istikamah dalam hidup berumahtangga. 3. Daun Pisang Di atas sarung sutera, terkadang duletakkan daun pisang. Meski tidak memiliki nilai jual tinggi, namun memiliki makna mendalam bagi manusia. Seperti yang diketahui, pisang tidak akan mati sebelum muncul tunas yang baru. Sifat pisang tersebut selaras dengan tujuan pernikahan untuk memiliki keturunan. Satu pohon pisang juga kerap menghasilkan buah dengan jumlah yang bisa dinikamti oleh orang banyak. Demikian pula dengan perkawinan, yang diharapkan dapat membawa manfaat bagi banyak orang. 4. Daun Nangka Setelah daun pisang, diletakkan pula daun nangka sebanyak 7 atau 9 lembar. Daun nangka yang tidak memiliki nilai jual tinggi menjadi simbol harapan bagi kehidapan calon mempelai.
5. Gula Merah dan Kelapa
Terkadang, di atas daun pisang juga diletakkan gula merah dan kelapa muda yang menyimbolkan harapan agar suami istri dapat senantiasa bersama dan saling melengkapi hingga maut memisahkan. 6. Lilin/ Tai Bani Zaman dahulu, konon nenek moyang masyarakat Bugis memakai pesse’ (lampu penerang tradisional yang terbuat dari kotoran lebah). Lilin dimaksudkan agar suami istri dapat menjadi penerang bagi masyarakat sehingga memabwa kerukunan di masa depan. 7. Piring dan Wenno Dalam mappacci disediakan pula piring yang berisi wenno, yakni beras yang telah disangrai hingga mengembang. Perlengkapan ini melambangkan harapan untuk dapat berkembang melanjutkan keturunan. 8. Pacci/ Daun Pacar Sebutan pacci untuk daun pacar dalam masyarakat Bugis berkaitan dengan kata paccing yang dalam bahasa Bugis berarti kesucian dan jiwa yang bersih. Daun pacci yang digunakan sebelumnya dihaluskan dan disimpan dalam wadah bekkeng. Hal tersebut melambangkan kesatuan jiwa atau kerukunan baik dalam berkeluarga maupun bermasyarakat. Tidak diketahui dengan pasti, sejarah awal kapan kegiatan mappacci ditetapkan sebagai kewajiban adat (suku Bugis/Makassar) sebelum pesta perkawinan. Tapi, menurut kabar yang berkembang dikalangan generasi tua, prosesi mappacci telah mereka warisi secara turun-menurun dari nenek moyang kita, bahkan sebelum kedatangan agama Islam dan Kristen di tanah Bugis- Makassar. Oleh karena itu, kegiatan ini sudah menjadi budaya yang mendarah daging dan sepertinya sulit terpisahkan dari ritual perkawinan Bugis-Makassar. Mappacci menjadi salah satu syarat dan unsur pelengkap dalam pesta perkawinan di kalangan masyarakat Bugis-Makassar. Namun, ketika Islam datang, prosesi ini mengalami sinkretisme atau berbaur dengan budaya Islam. Bahkan Islam sebagai agama mayoritas suku Bugis-Makassar telah mengamini prosesi ini, melalui alim ulama yang biasa digelar Anregurutta. Mappacci adalah kata kerja dari ‘mapaccing’ yang berarti bersih. Terkadang, di beberapa daerah Bugis, mappacci dikenal dengan sebutan mappepaccing. Dalam bahasa Bugis, mappacci/mappepaccing merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk membersihkan segala sesuatu. Mappepaccing bola sibawa lewureng, yang berarti membersihkan rumah dan tempat tidur. Adapun kata perintahnya ‘paccingi’ yang berarti bersifat menyuruh atau memerintahkan untuk membersihkan. Paccingi kasoro’mu berarti bersihkan kasurmu. Kebanyakan kata kerja dalam bahasa bugis diawali dengan kata ‘Ma’, seperti; maggolo (main bola), mattinju (bertinju), mallaga (berkelahi), mammusu’ (bertempur), makkiana’ (melahirkan), dsb. Kata mapaccing dan mappacci merupakan dua kata yang kalau dilihat sekilas agaknya sama, namun memiliki arti yang berbeda. Yang pertama merupakan kata sifat dan yang kedua kata kerja. Kita sering mendengarkan penggunaan kata ini dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di masyakat Bugis. Perkembangan selanjutnya, istilah mappaccing lebih sering dikaitkan dengan salah satu rangkain kegiatan dalam proses perkawinan masyarakat Bugis- Makassar. Mappaccing lebih dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu syarat yang wajib dilakukan oleh mempelai perempuan, terkadang sehari, sebelum pesta walimah pernikahan. Biasanya, acara mappaccing dihadiri oleh segenap keluarga untuk meramaikan prosesi yang sudah menjadi turun temurun ini. Dalam prosesi mappaccing, terlebih dahulu pihak keluarga melengkapi segala peralatan yang harus dipenuhi, seperti; Pacci (biasanya berasal dari tanah arab, namun ada pula yang berasal dari dalam negeri), daun kelapa, daun pisang, bantal, sarung sutera, lilin, dll. Tujuan dari mappacci adalah untuk membersihkan jiwa dan raga calon pengantin sebelum mengarungi bahtera rumah tangga. Prosesi pernikahan suku Bugis dan suku-suku lain akan melalui 3 tahap, Pranikah, Aqadnikah dan Pascanikah. Salah satu acara pada Pranikah ialah Tudampenni (duduk malam) menyambut Aqadnikah keesokan harinya dengan mengundang tetangga, kerabat dan tokoh masyarakat. Acaranya ialah Mappacci/korontigi yaitu pemberian pacci kepada calon pengantin yang dalam bahasa Indonesia dinamai Pacar. Pacar bukan berarti menjalin kemesraan antara pria dengan wanita, tetapi pacar atau daun pacci (Lawsania alba) adalah sejenis tumbuhan yang pada mulanya hanya digunakan untuk pewarna merah/penghias kuku. URAIAN TENTANG MAPPACCI 1. Upacara adat Mappacci dilaksanakan pada acara Tudang Mpenni, menjelang pelaksanaan akad nikah / Ijab Kabul esok harinya. Di Makassar disebut Amata Korontigi (Akkorontigi) di Bulukukma / Sinjai disebut Mappanreade. 2. Upacara mappacci adalah salah satu upacara adat bugis, yang dalam pelaksanaannya menggunakan / memakai daun pacar (dau pacci). 3. Pacci adalah salah satu jenis tumbuhan yang dalam bahasa Indonesia disebut tumbuhan pacar dan dalam bahasa latin disebut Lawsania Alba. Daun pacci yang ditumbuk halus / dilumatkan sampai halus disebut pacci dikaitkan dengan kata “PACCING” dalam bahasa bugis disebut suci / bersih. 4. Dengan demikian pelaksanaan upacara mappacci mengandung makna / symbol akan kebersihan atau kesucian. 5. Sebagaimana yang tertera dalam ungkapan bahasa bugis yang mengatakan Mappacci iyyanaritu : gauk ripakkeonroi nallari adek, Mancaji gauk mabbiasa, tampuk sennu-sennuang ri niak akkatta madeceng mamuarei naletei pammase Dewata. Pacci yang dikaitkan dengan kata Paccing dalam bahasa Bugis berarti kebersihan dan kesucian. Karena daun pacci/daun pacar itu mempunyai karakter tersendiri dan dipakai sebagai simbol kesucian, maka pacci juga dijadikan isyarat kegadisan/keperawanan seorang wanita. Dengan demikian wanita remaja yang tidak orsinil lagi, menurut adat tidak musti dilaksanakan acara mappacci baginya. Mappacci menurut orang Bugis bermakna “Iyyanaritu gau ri pakke onroi nallari ade mancaji mabbiasa, tampu sennung-sennungeng ri nia’ akkatta madeceng naiyya naletei pammasena Dewata Sewwae”