Anda di halaman 1dari 14

i

Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat

Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan

makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah

ini dapat di pergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi

pembaca dalam memahami karakteristik filter.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun

isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya

miliki sangat kurang. Oleh Karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk

memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan

makalah ini.

Watampone, 22 November 2022

Penyusun

Kelompok 3

ii
Daftar Isi

Contents
Kata pengantar...................................................................................................................ii
Daftar Isi............................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................3
C. Tujuan penulisan....................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................4
PEMBAHASAN....................................................................................................................4
A. Sejarah Mappacci...................................................................................................4
B. Pengertian Mappacci..............................................................................................4
C. Alat dan Bahan Mappacci.......................................................................................5
D. Makna Alat dan Bahan Mappacci...........................................................................5
E. Waktu dan pelaksanaan Mappacci.........................................................................7
F. Jumlah orang yang melakukan Mappacci...............................................................8
BAB III.................................................................................................................................9
PENUTUP............................................................................................................................9
A. Kesimpulan.............................................................................................................9
B. Saran....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam sejarah (lontara’) diketahui bahwa masyarakat bugis pada
umumnya dan masyarakat bone khususnya, awalnya hanya mengenal
kepercayaan yang bersifat animisme yang kita kenal sebagai bentuk
kebudayaan asli. Kemudian, setelahmasuknya kebudayaan India (Hindu),
barulah menjadi penganut agamamonoisme. Selanjutnya Islam masuk
sekitar abad ke-14 yang menyebabkan terjadinya asimilasi antara ajaran
Islam dengan ajaran Hindu, bahkan tidak terlepas dari ajaran leluhur
tradisional yang bersifat animisme yang dianggap sebagai kebudayaan asli.

Proses islamisasi berlangsung secara intensif dengan pendekatan


persuasive terhadap kepercayaan leluhur dan ajaran hindu. Oleh karena itu,
penerimaan ajaran islam oleh kepercayaan animisme dan ajaran hindu
berlangsung dengan cepat dan cukup mudah. Hal ini terlihat sangat jelas
pada prosesi perkawinan adat masyarakat bugis bone dan makassar
disulawesi selatan dan juga masyarakat mandar di sulawesi barat dan pada
acara-acara adat tradisi lainnya.

Prosesi perkawinan adat masyarakat bugis disetiap daerah umumnya


hampir samadiantaranya tahap penjajakan (mappese’-pese’), kunjungan
lamaran (madduta), penerimaan lamaran (mappettu ada), penyerahan uang
belanja (mappenre’dui),dan pesta (tudang botting).

Hanya saja yang sering menjadi perbedaan dalamprosesi perkawinan adat


masyarakat bugis disetiap daerah adalah pelaksanaanupacara adat sebelum

1
perkawinan seperti mappaisseng, mappasau (mandi uap),mappacci (tudang
penni), kawissoro, mappasilukang dan mappasikarawa, sertamappanre
temme. Namun perbedaan ini tidak menjadikan nilai-nilai yang
terkandung dalam budaya masyarakat bugis ini luntur atau hilang.

Keseluruhan prosesi upacara adat dalam perkawinan masyarakat bugis


masing-masing memiliki nilai budaya yang terkandung didalamnya,
namun makalah ini hanya akan mengkaji nilai budaya atau makna yang
terkandung dalam prosesi adat mappacci (tudang penni) dalam upacara
perkawinan masyarakat bugis bonemengingat upacara adat mappacci
dewasa ini telah merakyat khususnya dikabupaten bone, dahulu
dikalangan bangsawan bugis bone upacara mappacci inidilaksanakan tiga
malam berturut-turut, akan tetapi saat ini pada umumnya acara mappacci
dilaksanakan satu malam saja, yaitu sehari sebelum upacara perkawinan.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya,
peneliti
merasa perlu untuk menetapkan rumusan masalah yang hendak dibahas
dalam penelitian ini agar pembahasan penelitian ini terfokus pada topik
yang diangkat. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah:
1) Bagaimana sejarah munculnya tradisi Mappaci?
2) Apa itu Mappacci?
3) Apa saja alat dan bahan Mappacci?
4) Apa makna dari alat dan bahan Mappacci?
5) Kapan waktu dan pelaksanaan Mappacci?
6) Berapa jumlah orang yang melakukan Mappacci?

C. Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan, maka di sini
terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti diantaranya yaitu
:
1) Untuk mengetahui sejarah munculnya tradisi adat Mappacci
2) Untuk Mengetahui Pengertian, alat dan bahan, serta makna dari
alat dan bahan dalam melakukan Mappaci
3) Untuk mengetahui Waktu dan pelaksanaan serta jumlah orang yang
melakukan mappacci.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Mappacci
Tidak diketahui dengan pasti, sejarah awal kapan kegiatan
Mappacci ditetapkan sebagai kewajiban adat (suku Bugis/Makassar),
sebelum pesta perkawinan. Tapi, menurut kabar yang berkembang di
kalangan generasi tua, prosesi Mappacci telah mereka warisi secara turun-
menurun dari nenek moyang kita, bahkan sebelum kedatangan agama
Islam dan Kristen di tanah Bugis-Makassar. Oleh karena itu, kegiatan ini
sudah menjadi budaya yang mendarah daging dan sepertinya sulit
terpisahkan dari ritual perkawinan Bugis-Makassar.

Mappacci menjadi salah satu syarat dan unsur pelengkap dalam


pesta perkawinan di kalangan masyarakat Bugis-Makassar. Namun, ketika
Islam datang, prosesi ini mengalami sinkretisme atau berbaur dengan
budaya Islam. Bahkan Islam sebagai agama mayoritas suku Bugis-
Makassar telah mengamini prosesi ini, melalui alim ulama yang biasa
digelar Anregurutta.

B. Pengertian Mappacci

Mappacci adalah nama suatu upacara adat yang berasal dari provinsi
sulawesi selatan, upacara Mappacci / Mappaccing berasal dari kata
paccing yang berarti bersih yang bertujuan untuk membersihkan diri dari

4
semua hal yang dapat menghambat pernikahan, mappacci mengandung
makna simbolik sebagai kebersihan dan kesucian diri yang bertujuan
membersihkan jiwa dan raga calon pengantin sebelum memasuki bahtera
rumah tangga.
Makna yang terkandung dalam proses mappacci merupakan bentuk
harapan dan doa, bagi kesejahteraan dan kebahagiaan calon mempelai,
yang dirangkaikan

C. Alat dan Bahan Mappacci


Mappacci ini memiliki keunikan makna pada sembilan alat dan
bahan yang digunakan pada saat prosesi seperti :
 Bantal
 Daun nangka
 Daun pucuk pisang
 Sarung sutera
 Beras
 Lilin
 Daun pacci
 Wadah pacci
 Kelapa dan gula merah.

D. Makna Alat dan Bahan Mappacci


 Bantal
Simbol ini diharapkan menajdi pengingat calon pengantin untuk
lebih mengenal dan memahami identitas dirinya, sebagai makhluk
yang mulia dan memiliki kehormatan.
 Daun nangka

5
Daun nangka yang tidak memiliki nilai jual tinggi menjadi simbol
harapan bagi kehidapan calon mempelai.
 Daun pucuk pisang
Meski tidak memiliki nilai jual tinggi, namun memiliki makna
mendalam bagi manusia. Seperti yang diketahui, pisang tidak akan
mati sebelum muncul tunas yang baru. Sifat pisang tersebut selaras
dengan tujuan pernikahan untuk memiliki keturunan. Satu pohon
pisang juga kerap menghasilkan buah dengan jumlah yang bisa
dinikamti oleh orang banyak. Demikian pula dengan perkawinan,
yang diharapkan dapat membawa manfaat bagi banyak orang.
 Sarung sutera
Sarung sutera dimaknai sebagai sifat istikomah dan ketekunan. Sifat
istikamah sendiri telah dijalankan oleh sang pembuat sarung yang harus
menenun dan menyusun helai demi helai benang hingga menjadi sarung
siap pakai. Hal ini diharapkan dapat mengingatkan calon pengantin
untuk selalu istikamah dalam hidup berumahtangga.
 Piring dan wenno
Dalam mappacci disediakan pula piring yang berisi wenno, yakni
beras yang telah disangrai hingga mengembang. Perlengkapan ini
melambangkan harapan untuk dapat berkembang melanjutkan
keturunan.
 Lilin
Zaman dahulu, konon nenek moyang masyarakat Bugis memakai
pesse’ (lampu penerang tradisional yang terbuat dari kotoran
lebah). Lilin dimaksudkan agar suami istri dapat menjadi penerang
bagi masyarakat sehingga memabwa kerukunan di masa depan.
 Wadah dan Daun pacci
Daun pacci yang digunakan sebelumnya dihaluskan dan disimpan
dalam wadah bekkeng. Hal tersebut melambangkan kesatuan jiwa
atau kerukunan baik dalam berkeluarga maupun bermasyarakat.
 Kelapa dan gula merah

6
Terkadang, di atas daun pisang juga diletakkan gula merah dan
kelapa muda yang menyimbolkan harapan agar suami istri dapat
senantiasa bersama dan saling melengkapi hingga maut
memisahkan.

E. Waktu dan pelaksanaan Mappacci

Prosesi Mappaci atau disebut juga Tudang Penni dilakukan oleh


pengantin laki-laki dan perempuan di rumah masing-masing pada malam
hari atau sehari sebelum acara pernikahan. Pada pelaksanaannya, calon
mempelai duduk di suatu tempat bersama dengan orang tua di samping
kiri maupun kanan. Sebelum dilaksanakan upacara Mappacci, terlebih
dahulu dilangsungkan upacara pengambilan pacci atau biasa disebut
"Mallekepacci" pada sore hari di rumah orang-orang tertentu. Di masa kini
upacara Mappacci hanya dilaksanakan satu malam sebelum pernikahan,
tetapi pada zaman dahulu upacara ini dilaksanakan tiga malam secara
berurutan di kalangan bangsawan.

Cara memberi pacci kepada calon mempelai adalah sebagai berikut:


Diambil sedikit daun pacci yang telah dihaluskan (telah dibentuk bulat
supaya praktis), lalu diletakkan daun dan diusap ke tangan calon
mempelai. Pertama ke telapak tangan kanan, kemudian telapak tangan kiri,
lalu disertai dengan doa semoga calon mempelai kelak dapat hidup dengan
bahagia. Kemudian kepada orang yang telah memberikan pacci diserahkan
rokok sebagai penghormatan. Dahulu disuguhi sirih yang telah dilipat-lipat
lengkap dengan segala isinya. Tetapi karena sekarang ini sudah jarang
orang yang memakan sirih maka diganti dengan rokok.

7
Sekali-kali indo’ botting menghamburkan wenno kepada calon
memepelai atau mereka yang meletakkan daunpacar tadi dapat pula
menghamburkan wenno yang disertai dengan doa. Biasanya upacara
mappacci didahului dengan pembacaan Barzanji sebagai pernyataan
syukur kepada Allah SWT dan sanjungan kepada Nabiyullah Muhammad
SAW atas nikmat Islam.

F. Jumlah orang yang melakukan Mappacci

Jumlah orang yang meletakkan pacci ke tangan calon mempelai adalah


biasanya disesuaikan dengan stratifikasi sosial calon mempelai itu sendiri.
Untuk golongan bangsawan tertinggi jumlahnya 2 x 9 orang atau dalam
istilah Bugis “duakkaséra”. Untuk golongan bangsawan menengah
sebanyak 2 x 7 orang atau “duappitu”. Sedangkan untuk golongan di
bawahnya bisa 1 x 9 atau 1 x 7 orang.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini menemukan pesan-pesan atau makna dalam tradisi upacara
mappacci pada pernikahan adat Bugis. Berdasarkan data-data yang telah
dikumpulkan, dari enam rangkaian rumusan masalah yang dibahas
penelti dalam makalah ini, maka dapat menyimpulkan bahwa:

Sejarah Mappacci tidak diketahui dengan jelas kapan awal mula


Mappacci ini dilakukan tetapi dari hasil wawancara Mappacci ini sudah
ada turun-temurun dari nenek moyang dan sampai sekarang masih
dipertahankan.

Makna yang terkandung dalam proses mappacci merupakan bentuk


harapan dan doa, bagi kesejahteraan dan kebahagiaan calon mempelai,
yang dirangkaikan.

Dalam satu rangkuman kata dari kesembilan macam peralatan. Bantal,


sarung sutera, daun nangka, daun pucuk pisang, daun pacci, beras, lilin,
tempat pacci, gula merah dan kelapa. Bantal mengandung makna
kerhormatan dan kemuliaan. Sarung Sutera, keterampilan dan ketekunan.
Daun pucuk pisang, melambangkan kelangsungan kehidupan. Daun
nangka yaitu cita-cita dan harapan mulia. Daun pacci, yaitu kesucian dan
kebersihan. Beras melambangkan agar mekar dan berkembang. Lilin
yaitu melambangkan panutan dan suri tauladan dengan cahaya harapan

9
dari petunjuk Allah. Wadah pacci, melambangkan makna dua insan yang
menyatu dalam satu hubugan. Kelapa dan gula merah melambangkan
kenikmatan dalam suatu hubungan.

Di masa kini upacara Mappacci hanya dilaksanakan satu malam sebelum


pernikahan, tetapi pada zaman dahulu upacara ini dilaksanakan tiga
malam secara berurutan di kalangan bangsawan.

Jumlah orang yang meletakkan pacci ke tangan calon mempelai adalah


biasanya disesuaikan dengan stratifikasi sosial calon mempelai itu
sendiri. Untuk golongan bangsawan tertinggi jumlahnya 2 x 9 orang atau
dalam istilah Bugis “duakkaséra”. Untuk golongan bangsawan menengah
sebanyak 2 x 7 orang atau “duappitu”. Sedangkan untuk golongan di
bawahnya bisa 1 x 9 atau 1 x 7 orang.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, maka peneliti


menyarankan, Masyarakat Bugis tetap mempertahankan kebudayaan yang
telah diwariskan oleh nenek moyang dan diharapkan para generasi muda
dapat melestarikan kebudayaan dan lebih memahami setiap makna yang
ada dalam upacara mappacci, dimana upacara mappacci dalam pernikahan
Bugis mengandung makna-makna pesan kehidupan yang bertujuan baik.
Sebagai salah satu warisan budaya nusantara sudah menjadi kewajiban
untuk melestarikan kebudayaan suku Bugis dengan cara menghormati, dan
menghargai mereka tumbuhkan kecintaan sejak dini terhadap budaya
lokal.

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk terus menggali dan


mengungkapkan aspek lain yang belum tuntas atau input dari bahasan ini.

10
DAFTAR PUSTAKA
Putri, I. D. (2016). Makna pesan tradisi Mappacci Pada Pernikahan Adat Bugis di
kelurahan Talaka kecamatan Ma’rang. Gowa : Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar.
Shafira, A. N. (2018). Kajian Makna dan Pesan dalam Tradisi Mappacci Pada
Pernikahan Masyarakat Bugis di Kabupaten Sinjai. Makassar :
Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Aprianti, D. (2018). Tradisi Mappacci dalam pernikahan masyarakat Bugis di
Desa Tanjung Kerang (Dusun lima) Kecamatan Babat Supat
Kabupaten Banyuasin. Palembang : Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang.
Elfiani. (2021). Literasi informasi wenni Mappacci masyarakat Bugis perantauan
dalam tradisi pernikahan di Kelurahan Nipah Panjang. Jambi :
Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Shaifuddin Jambi.

11

Anda mungkin juga menyukai