Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEBUDAYAAN PERTANIAN MASYARAKAT DI SABU RAIJUA

DI SUSUN OLEH : INA KARIAM


KARINA M. Y. HERE
APRIS P. BOSOIN
ALDO R. O. LAGA
BERNAD MOKOIL

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


FAKULTAS PERTANIAN
PRODI AGROTEKNOLOGI
KATA PENGANTAR

segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
kenikmatan pada kita sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Sosiologi Pertanian tanpa ada hambatan apapun .
Penulisan makalah ini disusun guna melengkapi Tugas Kuliah
Sosiologi pertanian, jurusan Pertanian Universitas Nusa Cendana.
Teriring ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi –tingginya atas
dukungan dari semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan
pengetahuan penulis dalam penyusunan makalah ini.oleh karena itu penulis
mohon maaf atas segala kekurangannya.kritik dan saran dan masukan dari berbagai
pihak yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati,penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
D. Metode ............................................................................................................... ...........2
E. Kegunaan ............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3
1. Kebudayaan Suku Sabu ...................................................................................... 3
A. Keadaan Umum .................................................................................................. 3
B. Pelapisan Sosial .................................................................................................. 3
C. Mata Pencaharian ............................................................................................... 4
D. Sistem Kepercayaan............................................................................................ 5
E. Bahasa Pergaulan................................................................................................ 6
F. Seni dalam Kebudayaan Masyarakat Sabu ....................................................... 6
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 8
B. Saran .................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan sabu berasal dari kabupaten Kupang Provinsi Nusa tenggara timur,masyarakat
suku sabu berbicara dalam bahasa sabu.bahasa sabu sendiri termasuk kelompok bahasa bima-
sumba dari NTT,sebelum memeluk agama Kristen suku sabu menganut agama tradisional suku
yaitu jingitiu saat ini hamper seluruhnya suku sabu memeluk agama Kristen protestan namun
dalam keseharian kebanyakan orang sabu masih terpengaruh oleh tradisi jingtu.norma
kepercayaan mereka masih tetap berlaku dengan kelender adat yang menentukan saat menanam
dan upacara lainnya.kampung masyarakat sabu memiliki uli rae,penjaga kampong,kemudi
kampung bagian dalam gerbang timur disebelahnya serta aji rae dan tiba rae(penangkis
kampung)sama-sama melindungi kampung.dalam kehidupan sehari-hari suku sabu hidup dalam
kekerabatan keluarga batih disebut hewue dara ammu,beberapa batih yang bersekutu dalam satu
upaca adat adalah keluarga luas.

B. Tujuan
Untuk menjaga,memelihara dan melestarikan kebudayaan merupakan kewajiban
setiap individu,maka dalam realisasinya saya mencoba menyusun makalah yang
berjudul kebudayaan suku sabu yang di dalamnya menulis tentang berbagai
kebudayaan tradisionalnya,penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui
bahwa suku sabu merupakan suku yang memiliki kekayaan alam yang indah dan
berlimpah dan secara sadar setiap individu wajib menjaga nya demi tetap lestarinya
kebudayaan suku sabu.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Kebudayaan Suku Sabu?
2. Bagaimana keadaan umum suku sabu?
3. Seperti apa pelapisan sosialnya?
4. Apa mata pencaharian suku sabu?
5. Seperti apa system kebudayaan nya?
6. Seperti apa bahasa pergaulan masyarakat sabu?
7. Apa saja kesenian dari suku sabu?

D. Metode
Metode yang digunakan dalam menyusun makalah ini,penulis mengumpulkan data
menggunakan sumber-sumber dari internet serta website yang terkait Dan
menggunakan sumber-sumber dari buku.lalu, diketik dengan menggunakan
Microsoft word.

E. Kegunaan
1. Agar mengetahui bagaimana kebudayaan suku sabu.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kebudayaan Suku Sabu
A. Keadaan Umum
Pulau Sabu atau Rai Hawu adalah bagian Kabupaten Kupang. Merupakan pulau
terpencil dengan luas 460,78 km persegi berpenduduk sekitar 30.000 jiwa dengan
sifat mobilitas tinggi. Karena itu penyebarannya keseluruh Nusa Tenggara Timur
cukup menyolok. Dari Kabupaten Kupang Pulau tersebut dapat dijangkau dengan
kapal laut selama 12 jam berlayar atau 45 menit dengan pesawat

B. Pelapisan Sosial
Legenda menuturkan, nenek moyang orang Sabu datang dari seberang yang
disebut Bou dakka ti dara dahi, agati kolo rai ahhu rai panr hu ude kolo robo.
Artinya, orang yang datang dari laut, dari tempat jauh sekali, lalu bermukim
dipulau Sabu. Orang pertama adalah Kika Ga dan kakanya Hawu Ga. Keturunan
Kika Ga inilah yang disebut orang Sabu (Do Hawu) yang ada sekarang. Nama Rai
Hawu atau pulau Sabu berasal dari nama Hawu Ga, salah satu leluhur mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat suku Sabu hidup dalam kekerabatan
keluarga batih (Ayah, ibu dan anak) disebut Hewue dara ammu.
Beberapa batih yag bersekutu dalam suatu upacara adat adalah keluarga luas,
huwue kaba gatti, dengan memiliki rumah adat sendiri berketurunan satu nenk atau
Heidau Appu. Klen kecil disebut Hewue Kerogo, merupakan gabungan beberapa
Udu Dara Ammu. Keturunan dua atau tiga nenek bersaudara, beserta cucu dan
keturunannya dipimpin Kattu Kerogo. Klen besar disebit Hewue Udu dipimpin
oleh banggu Udu.Secara struktural dalam strata masyarakat dikenal kedudukan
tertinggi Hewue Dara Ammu dengan pimpinannya Kattu Udu Dara Ammu yang
memimpin upacara, mengatur norma kehidupan, menjaga kesatuan dan persatuan
keluarga. Ia pemimpin yang pandai dan bijaksana berperan penting dalam
kehidupan masyarakat.
Kemudian ada hewue Kerogo dipimpin Kattu Kerogo yang mengatur kehidupan
Kerogo. Mereka berhak menyatakan pendapat dan hak pakai atas tanah milik
Kerogo. Kemudian Hewue Adu dipimpin Banggu Adu mengatur hak pakai tanah
untuk Ana Udu karena mempunyai hak ulayat. Setiap penggarapan tanah oleh
anggota Udu harus diketahui Banggu Udu. Mereka (Udu) juga tidak dikenakan Ihi
Rai, sejenis Upeti yakni sebagian hasil panen diberikan kepada Banggu Udu
sebagai tanda mengakui menggarap tanah milik orang lain.
Anggota-anggota Udu harus taat kepada Banggu Udu terutama dalam hal
bergotong royong. Banggu Udu akan segera turun tangan jika ada yang tidak ikut
serta atau melawan tanpa alasan.
C. Mata Pencaharian
Kehidupan mereka terutama tergantung dari lahan pertanian kering, beternak,
menangkap ikan, melakukan kerajinan dan berdagang serta membuat gula Sabu
dari Nira lontar. Semuanya tidak dikerjakan secara terpisah. Seorang petanji
mengerjakan juga pekerjaan lainnya, karena mereka memiliki kalender kerja yang
bertumupu pada adat. Semuanya dikerjakan secara tradisional seperti menangkap
ikan dengan lukah, bubuh, jala, pukat dan pancing.

Kerajinan yang menonjol adalah tenun ikat dengan warna dasar cerah, dan
menganyam daunp pandan. Semua pekerjaan ini hampir tidak bernilai komersial
karena masih untuk kebutuhan sendiri, seperti halnya membuat gula Sabu sejenis
gula Rote, yang menjadi makanan utama. Namun perkembangan jaman
menyebabkan mereka juga menanam tanaman perdagangan seperti bawang merah
dan kacang tanah untuk dipasarka. Kacang tanah berkulit yang digoreng bersama
pasir, merupakan kekhasan mereka sebagai makanan kecil diwaktu senggang.
Cara bertanam masih sangat tradisonal dengan melepaskan ternak tanpa kandang.
Jumlah ternak justru menunjukkan status sosial seseorang. Hewan/ternak piaraan
lebih berfungsi sosial ketimbang bernilai ekonomi terutama kuda, kerbau dan
domba/kambing. Ternak ini sering menjadi pemenuhan kebutuhan upacara adat
seperti kalahiran, perkawinan dan kematian, termasuk untuk upacara sakral, magis
religius.

D. Sistem Kepercayaan
Masyarakat Sabu menganut agama asli jingitiu sebelum agama kristen. Kini 80 %
mastyarakat Sabu beragama kristen protestan. Walaupun begitu, pola pikir mereka
masih didukung jingitu. Norma kepercayaan mereka masih tetap berlaku dengan
kelender adat yang menentukan saat menanam dan upacara lainnya.
Norma kepercayaan asli masih menerapkan ketentuan hidup adat atau uku, yang
konon dipercayai mengatur seluruh kehidupan manusia dan berasal dari leluhur
mereka. Semua yang ada dibmi ini Rai Wawa (tanah bawah) berasal dari Deo Ama
atau Deo moro dee penyi (dewa mengumpulkan membentuk mancipta). Deo Ama
sangat dihormati sekaligus ditakuti, penuh misteri. Menurut kepercayaan itu
dibawah Deo Ama terdapat berbagai roh yang mengatur kegiatan musim seperti
kemarau oleh Pulodo Wadu, musim hujan oleh Deo Rai.
Pembersihan setelah ada pelanggaran harus dilakukan melalui Ruwe, sementara
Deo Heleo merupakan dewa pengawas supervisi. Upacara adat yang dilakukan
harus oleh deo Pahami, orang yang dilantik dan diurapi. Upacara dilakukan dengan
sajian pemotongan hewan besar. Kegiatan setiap upacara berpusat pada pokok
kehidupan yakni pertanian, peternakan dan penggarapan laut. Karena itu selalu ada
dewa atau tokoh gaib untuk semua kegiatan, termasuk menyadap nira. Kegiatan
pada musim hujan berfungsi pada tokoh dewa wanita “Putri Agung”, Banni Ae,
disamping dewa pemberi kesuburan dan kehijauan Deo manguru. Karena sangat
bergantung pada iklim maka mereka memiliki tiga makluk gaib yakni liru balla
(langit), rai balla (bumi) dan dahi balla (laut). Masyarakat Sabu juga emiliki
pembawa hujan yaitu angin barat : wa lole, selatan : lou lole dari Timur: dimu lole.
Begitu banyak dewa atau tokoh gaib sampai hal yang sekecil-kecilnya seperti petir
dan awan. Begitu juga pada usaha penyadapan nira, ada dewa mayang, dewa
penjaga wadah penampung (haik) malah sampai haba hawu dan jiwa hode yang
menjaga kayu bakar agar cukup untuk memasak gula Sabu.
Kampung masyarakat Sabu memiliki Uli rae, penjaga kampung, kemudi kampung
bagian dalam gerbang Timur (maki rae) disebelahnya, serta aji rae dan tiba rae,
(penangkiskampung) sama-sama melindungi kampung.
Oleh karena itu setiap rumah dibangun harus dengan upacara untuk memberi
semangat atau hamanga dengan ungkapan wie we worara webahi (jadikanlah
seperti tembaga besi. Dalam setiap rumah diusahakan tempat upacara yang
dilakukan sesuai musim dan kebutuhan, karena semua warga rumah yang sudah
meninggal menjadi deo ama deo apu (dewa bapak dewa leluhur) diundang makan
sesajen. Demikian juga terhadap ternak, selalu ada dewa penjaga, disebut deo pada
untuk kambing serta dewa mone bala untuk gembalanya. Tetapi selalu ada saja
lawannya. Karena itu, ada dewa perussak yang kebetulan tinggal dilat yakni wango
dan merupakan asal dari segala macam penyakit. Hama tanaman, angin ribut dan
segala bencana.
Karena itu, kepadanya harus dibuat upacara khusus untuk mengembalikannya ke
laut supaya masyarakat terhindar dari berbagai bencana walaupun ada kepercayaan
bahwa sebagai musibah itu merupakan kesalahanmanusia sendiri yang lalai
membuat upacara adat. Umpamanya jika tidak membuat upacara untuk sang banni
ae, maka sang putri ini akan memeras payudaranya yang menimpa manusia
menimbulkan penyakit cacar.
E. Bahasa Pergaulan
Pulau Sabu secara pemerintahan termasuk Kabupaten Kupang, namun dalam
pembagian wilayah pesebarannya, bahasa sabu termasuk kelompok bahasa Bima –
Sumba. Bahasa Sabu mencakup dialek Raijua (di pulau Raijua). Dialek Mesara,
Timu dan seba.

F. Seni Dalam Masyarakat Sabu


Kesenian yang paling menonjol adalah seni tari dan tenun ikat. Seni tari antara lain
padoa dan ledo hau. Padoa ditarikan pria dan wanita sambil bergandengan tangan,
berderet melingkar, menggerakkan kaki searah jarum jam, dihentakkan sesuai
irama tertentu menurut nyanyian meno pejo, diiringi pedue yang diikat pada
pergelangan kaki para penari. Pedue ialah anyaman daun lontar berbentuk ketupat
yang diisi kacang hijau secukupnya sehingga menimbulkan suara sesuai irama kaki
yang dihentak-hentakkan. Ledo Hau dilakukan berpasangan pria dan wanita
diiringi gong dan tambur serta giring-giring pada kaki pria. Hentakan kaki,
lenggang dan pandangan merupakan gerakan utama. Gerakan lain dalam tarian ini
ialah gerakan para pria yang saling memotong dengan klewang yang menjadi
perlengkapan tari para pria.

Tenun ikat mereka yang terkenal adalah si hawu (sarung sabu) dan higi huri
(selimut). Mereka melakukan semua proses seperti umumnya di Nusa Tengggara
Timur. Benang direntangkan pada langa (kayu perentang khusus) supaya mudah
mengikatnya sesuai motif, setelah dilumuri lilin. Pencelupan dilakukan dengan
empat warna dasar yakni biru pekat dan hitam, diperoleh ramuannya dari nila,
merah dari mengkudu dan kuning dari kunyit.
Motif yang dikenal antara lain flora dan fauna serta motif geometris. Setelah itu
benang tersebut direntangkan kembali pada langamane (alat tenun) untuk memulai
proses tenun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nusa Tenggara Timur juga memiliki banyak kebudayaan seperti halnya yang
lain,Nusa Tenggara Timur memng merupakan daerah yang jauh dari pusat kota
tetapi sangat banyak menyimpan kekayaan alam yang berlimpah,banyak kekayaan
alam yang belum terjamah dan bahkan masih alami jauh dari kerusakan oleh
tangan manusia ,walaupun di Nusa Tenggara Timur masih memiliki masalah
dengan ketersediaan air ditempat mereka tapi mereka masih terus
bertahan,infrastruktur yang maih terbilah jauh dari kata layak,tapi masih ada
kesempatan Nusa Tenggara Timur untuk memperbaiki daerah ny menjadi lebih
baik.
Sudah seharusnya kita bangsa Indonesia yang memiliki dasar Negara yaitu
pancasila untuk memperhatikan daerah-daerah yang belum mendapat penghidupan
yang layak padahal Indonesia telah lama merdrka,namun kemerdekaan tersebut
belum dirasakan secara sempurna.
B. Saran
Sudah seharusnya kita yang memiliki bangsa yang sama yang hidup dengan
senasib sepenanggungan dengan sejarah yang sama pula memperhatikan mereka
yang belum mendapat perhatiaan dari pemerintah secara layak,seharusnya
pemerintah lebih memperhatikan daerah yang terpencil dan terbelakang dari pusat
pemerintahan dan memberikan hak yang sama kepada setiap bangsa Indonesia
bukan hanya di NTT saja tapi seluruh wilayah Indonesia harus diperhatikan .
DAFTAR PUSTAKA
http://kupang.tribunnews.com/printnews/artikel/52290
http://wikipedia.indonesia

Anda mungkin juga menyukai