Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEBUDAYAAN PAPUA

DISUSUN OLEH

NAMA : ERWIN NOPRI IRIYANTO SASI


JURUSAN : ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS : FISIP
NPM : 202263201056
MATA KULIAH : SOSIOLOGI
DOSEN : BAPA. PAUL ADRYANI MOENTO,S.Sos.,M.Si
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur patut kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat
karunia serta kasihnya, sehingga penulis dapat membuat dan menyelesaikan penulisan makalah
tentang kehidupan kebudayaan di tanah Papua. Makalah kebudayaan Papua ini di susun dan
ditulis untuk memenuhi Tugas sosiologi guna mencapai nilai yang baik,
Setiap mahluk hidup yang mendiami suatu ekosistem tertentu mempunyai hubungan erat dengan
ekosistem tersebut. Hubungan itu berupa interaksi timbal balik antara sesama mahluk hidup dan
antara mereka dengan alam tempat mereka hidup. Tingkat derajad pengaruh yang terjadi akibat
interaksi antar sesama mahluk hidup maupun antara mahluk hidup dengan lingkungan alamnya
senantiasa berada dalam suatu keseimbangan, meskipun kadang-kadang muncul ialah satu unsur
sebagai faktor determinan.
Tujuan dilakukan penelitian ini agar pembaca bisa mengerti dan memahami Tentang
kebudayaan Papua dan dapat mempelajari tentang kebudayaan Papua yang selama ini menurut
kita bahwa kebudayaan papua itu aneh. Baik dari segi adat istiadat orang papua, Proses sosial,
bagaimana mereka berinteraksi dan berkomunikasih, serta bagaimana kehidupan masyarakat di
Manokwari Provinsi Papua Barat.
Didasari bahwa penyusunan makalah ini belum begitu sempurna, maka masukan dan ide-ide
kreatif dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan dimasa mendatang. Semoga makalah ini
dapat berguna sebagaimana mestinya serta dapat dimaknai dalam kehidupan berbudaya dan
bermanfaat untuk kita semua.
DAFTARA ISI

KATA PENGANTAR…………………
BAB 1 PENDAHULUAN………………………..
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitiaan
BAB II PEMBAHASAN…………………………
2.1 Adat Istiadat Orang Papua
2.2 Proses sosial
2.3 Sistem Interaksi Sosial Komunikasi
2.4 Sistem Sosial Kehidupan Masyarakat Manokwari
BAB III PENUTUP………………………
3.1 Kesimpulan
3.2 Sasaran
DAFTA PUSTAKA…………………………..
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dikatakan bahwa sejarah manusia diawali bersama-sama bahasa. Selama ini banyak ahli
antropologi yang mendefinisikan bahwa manusia adalah makhluk pencipta alat (homo fabel).
Artinya eksistensi alat atau perkakas merupakan tanda-tanda adanya kehidupan (kebudayaan).
Akan tetapi, menurut Claude Levi-Strauss seperti dikutip oleh Maruyama (1995:43), anggapan
tersebut sekarang sudah lebih disempurnakan.

Dewasa ini, pembatas antara alam dengan kebudayaan bukan lagi didasarkan pada eksistensi
sebuah alat, tetapi didasarkan pada bahasa. Dengan kata lain, sebelum membentuk manusia
sebagai homo fabel atau homo sapiens (manusia haus ilmu) perlu dibentuk dulu manusia homo
loquens (manusia berbahasa). Karena denga bahasa itulah manusia dapat memelihara seluruh
kebudayaannya. Kalau pada sifat alat itu tampak adanya suatu tranformasi dari alam kepada
kebuyaan, maka bahasalah alat yang paling utama yang diciptakan manusia untuk proses
tersebut, dan inilah yang memungkinkan sumber konsep pembuatan seluruh alat-alat.

Bahasa adalah organ physiology yang digunakan secara instingtif dan alami. Hal ini yang
membedakan inti bahasa dengan ketika kita menggunakan paru-paru unuk bernafas atau berdiri
kemudian berjalan.. Burung beo di rumah saya mampu menirukan kata salam seperti “selamat
datang” dan menirukan kata “kamu jelek”. Tetapi Ia tidak bisa membuat kalimat bentuk lampau
atau pengandaian.

Sejak kita lahir di alam fana ini sudah dikelilingi oleh bahasa, dibesarkan dengan bahasa,
berpikir memakai bahasa, berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa. Karena
kelekatan bahasa dengan kehidupan kita, sering kali secara refleksi bahasa tidak dipikirkan.
Dalam keadaan seperti ini, kadang-kadang kita dibuat jengkel karena tidak mampu memahami
komunikasi dengan orang-orang yang menggunakan bahasa yang sama. Termasuk seperti contoh
penulisan sms yang kadang susah untuk dipahami.

Setiap mahluk hidup yang mendiami suatu ekosistem tertentu mempunyai hubungan erat dengan
ekosistem tersebut. Hubungan itu berupa interaksi timbal balik antara sesama mahluk hidup dan
antara mereka dengan alam tempat mereka hidup. Tingkat derajad pengaruh yang terjadi akibat
interaksi antar sesama mahluk hidup maupun antara mahluk hidup dengan lingkungan alamnya
senantiasa berada dalam suatu keseimbangan, meskipun kadang-kadang muncul ialah satu unsur
sebagai faktor determinan. Misalnya pada suatu ekosistem tertentu terdapat hanya jenis-jenis
mahluk tertentu saja karena jenis-jenis mahluk hidup inilah yang dapat beradaptasi untuk dapat
hidup dan mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya di ekosistem tersebut. Dengan kata
lain unsur alam merupakan faktor determinan terhadap jenis-jenis mahluk hidup di dalamnya.

Manusia sebagai salah satu jenis mahluk hidup, juga mempunyai hubungan yang erat, baik
antara dia dengan sesama mahluk hidup lainnya maupun dengan lingkungan alam di mana ia
hidup, bahkan berbeda dengan jenis-jenis mahluk hidup lainnya ia mempunyai suatu kemampuan
yang luar biasa untuk beradaptasi terhadap lingkungan manapun. Ia mampu untuk beradaptasi di
lingkungan ekosistem yang berbeda-beda (di daerah tropis, sub-tropis, kutub, daerah berawa,
pengunungan tinggi, pulau/pantai).

Bentuk-bentuk hubungan apa yang terjalin antara manusia dengan mahlukmahluk hidup lainnya
dan antara manusia dengan lingkungan alamnya dalam rangka mempertahankan eksistensinya
dan apa yang terwujud sebagai hasil dari proses interaksi tersebut amat bervariasi dari satu
ekosistem dengan ekosistem lainnya. Makalah ini membahas hubungan-hubungan apa yang
diwujudkan oleh mahluk manusia untuk berinteraksi dengan ekosistemnya dan dampak-dampak
yang diakibatkan oleh interaksi tersebut.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, masyarakat serta suku yang berbeda. Hal
ini bisa kita lihat dari perbedaan suku, masyarakat, ras, agama yangmembentang seluas
arcipelago Indonesia dari Sabang samapi Merauke. Merupakan sebuahkesalah besar apalbila kita
sebagai masyarakat Indonesia, hanya acuh dan tidak mempelajarikebudayaan-kebudayaan yang
beragam yang tersapat di Indonesia.Penulis memilih kebudayaan masyarakat Arfak papua,
karena Propinsi Papua diIndonesia merupakan sebuah propinsi yang unik. Propinsi yang sering
kali dianggap sebelahmata oleh orang orang karena anggapan mereka masyarakat papua masih
primitif. Namu di balik anggapan primitif itu, masyaratakat papua merupakan salah satu
masyarakat yangmasih memegang teguh budayanya, budaya asli Indonesia yang belum tercemar
oleh pengaruh dari negara-negara barat.

1.2 Rumusan masalah


Agar dapat menunjukkan solusi yang tepat mengenai masalah-masalah sosial yang dihadapi
Masyarakat Papua dewasa ini

1.3 Tujuan penelitian


Tujuan dilakukan penelitian ini agar pembaca bisa mengerti dan memahami Tentang
kebudayaan Papua dan dapat mempelajari tentang kebudayaan Papua yang selama ini menurut
kita bahwa kebudayaan papua itu aneh.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Adat Istiadat Orang Papua


Adat istiadat orang Papua yang masih dipertahankan sampai saat ini oleh suku-suku yang
mendiami kepulauan Papua, antara lain :

Adat Istiadat :
· Di daerah ini masih banyak orang yang mengenakan holim (koteka) (penutup penis) yang
terbuat dari kunden kuning dan para wanita menggunakan pakaian wah berasal dari rumput/serat

· Masyarakat Dani percaya pada kekuatan gaib, roh leluhur dan roh-roh kerabat yang telah
meninggal.

· Hubungan antara orang yang masih hidup dengan roh leluhur dan roh orang yang telah
meninggal lainnya dilakukan melalui upacara.

· Berduka: Memutus jari dan melumuri muka dengan tanah liat ketika berduka

System kekerabatannya :
· Masyarakat Dani tidak mengenal konsep keluarga batih, di mana bapak, ibu, dan anak
tinggal dalam satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Maka jika rumah dipandang
sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya,
dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah sili.

· Pada dasarnya silimo / sili merupakan komplek tempat kediaman yang terdiri dari beberapa
unit bangunan beserta perangkat lainnya.

· Perkampungan tradisional di Wamena dengan rumah-rumah yang dibuat bernbentuk bulat


beratap ilalang dan dindingnya dibuat dari kayu tanpa jendela.Rumah seperi ini disebut honai

· Komplek bangunan biasanya terdiri dari unsur-unsur unit bangunan yang dinamakan: rumah
laki-laki (Honei/pilamo), rumah perempuan (ebe-ae/ Ebei ), dapur (hunila) dan kandang babi
(wamdabu/Wamai).

Persoalan sosial yang di alaminya adalah :


1. Perang:
a. Gadis: penyelesaian lima babi atau uang
b. Istri selingkuh: penyelesain lima ekor babi
c. Pencurian benda berharga: kerang, hewan, babi
d. Orang sakit ketika berladang, anak bermain,
e. Tanah

2. Kasus Soisal:
a. Konflik ini dimulai ketika seorang anak suku Damal meninggal dunia dan suku Dani dituduh
sebagai pembunuhnya.
b. Tanda "gencatan senjata" berupa mematahkan panah dan memanah anak babi di masing-
masing kubu.
c. Pembayaran denda untuk menyelesaikan masalah

2.2. Proses Sosial


Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan
kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan
tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan
goyahnya pola-pola kehidupan yang terlah ada.

Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbale-balik antara pelbagai segi kehidupan
bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan
ekonomi, ekonomi dengan hukum.

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial(yang juga dapat dinamakan sebagai proses
sosial) karena interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia
terjadi anatara kelompo tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi
anggota-anggotanya.

2.3. Sistem Interaksi Sosial Komunikasi


Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interkasi sosial tak
akan mungkin ada kehidupan bersama.

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial(yang juga dapat dinamakan sebagai proses
sosial) karena interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia
terjadi anatara kelompo tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi
anggota-anggotanya.

Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam masyarakat. Interaksi
tersebut lebih mencolok ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan
kepentingan kelompok. Interaksi sosial hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi
reaksi terhadap dua belah pihak.

Interaksi sosial tak akan mungkin teradi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung
dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat
hubungan termaksud.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor :


o Imitasi

Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk
mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.

o Sugesti

Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau suatu sikap
yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.

o Identifikasi

Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang


untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada
imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.

o Proses simpati

Sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain.
Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun
dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk
bekerja sama dengannya.

Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial


Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara
individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.

Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :


1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk.Yaitu
antarindividu, antarindividu dengan kelompok, antarelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula
bersifat langsung maupun tidak langsung.

2. Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-
perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian
memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Bentuk-bentu Interaksi Sosial :


Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition),
dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin
akan mendapatkan suatu penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima
untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi. Ini berarti kedua belah pihak belum tentu
puas sepenunya. Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial.

Keempat bentuk poko dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan suatu kontinuitas, di
dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama yang kemudian menjadi persaingan
serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.

2.4. Sistem Sosial Kehidupan Masyarakat Manokwari


Berbicara mengenai sistem sosial, terkandung sistem nilai sosial budaya. Koentjaraningrat
(1974:25)1 menganggap nilai sosial budaya sebagai faktor mental yang menentukan perbuatan
seseorang atau sekelompok orang di masyarakat. Sistem nilai budaya terdiri dari konsep-
konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal
yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu suatu nilai budaya biasanya
berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan
manusia lain yang tingkatnya lebih konkrit, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-
norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya.

Semua sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan, akan berkisar dalam lingkup masalah
kehidupan (hakekat hidup), kerja, waktu, alam atau lingkungan hidup dan hubungan dengan
sesama manusia. Sedangkan mengikuti klasifikasi Alisyahbana (1981:22)2, berusaha memilah-
milah berbagai macam nilai budaya menjadi enam kelompok: Nilai teori, nilai ekonomi, nilai
solidaritas, nilai agama, nilai seni dan nilai kuasa. Pertama nilai teori mendasari perbuatan
seseorang atau sekeklompok orang yang bekerja terutama atas pertimbangan-pertimbangan
rasional. Nilai ini dilawankan dengan nilai agama, yaitu nilai budaya yang mendasari perbuatan-
perbuatan atas pertimbangan kepercayaan bahwa „‟sesuatu‟‟ itu benar. Kedua nilai ekonomi
yaitu pertimbangan utama yang mendasari perbuatan dengan ada tidaknya keuntungan finansial
sebagai akibat dari perbuatannya, dilawankan dengan nilai seni, yakni nilai budaya yang
mempengaruhi tindakan seseorang atau sekelompok orang terutama atas pertimbangan rasa
keindahan atau rasa seni yang terlepas dari pertimbangan material. Ketiga nilai solidaritas,
apabila perbuatan seseorang didasarkan atas pertimbangan bahwa teman atau tetangganya juga
berbuat demikian tanpa menghiraukan akibat perbuatan itu terhadap dirinya sendiri. Nilai ini
dilawankan dengan nilai kuasa, yaitu budaya yang mendasari perbuatan seseorang atau
sekelompok orang terutama atas pertimbangan baik-buruk untuk kepentingan diri atau
kelompoksendiri..

Keenam jenis nilai tersebut, timbul dari aktivitas budi manusia, yaitu:
(1) nilai teori atau ilmu yang merupakan identitas tiap benda atau peristiwa, terutama berkait
erat dengan aspek penalaran (reasoning) ilmu dan teknologi.

(2) nilai ekonomi, yang mencari dan member makna bagaimana kegunaan segala sesuatu,
berpusat pada penggunaan sumber dan benda ekonomi secara efektif dan efisien berdasarkan
kalkulasi dan pertanggung jawaban.

(3) nilai agama, yang melihat segala sesuatu sebagai penjelmaan kekudusan, dikonsentrasikan
pada nilai-nilai dasar bagi kemajuan kehidupan di dunia dan akhirat.

(4) nilai seni, yang menjelmakan keindahan atau keekspresifan.

(5) nilai kekuasaan, yang merupakan proses vertikal dari organisasi sosial yang terutama terjelma
dalam hubungan politik, ditandai oleh pengambilan keputusan.

(6) nilai solidaritas sosial, yang merupakan poros horizontal dari organisasi, terjelma dalam cinta
dan kasih sayang, namun lebih berorientasi kepada kepoercayaan diri sendiri.

Di dalam suatu masyarakat, seseorang mungkin mendasarkan perbuatannya terutama atas satu
atau beberapa gabungan nilai budaya, sementara orang lain mendasarkan perbuatan atas nilai
lainnya, sehingga sangat sulit ditarik suatu benang pemisah yang tegas nilai mana yang berlaku
dalam masyarakat tersebut. Meskipun demikian, kiranya dapat diterima bahwa nilai budaya yang
dominan pada masyarakat tradisional adalah nilai solidaritas, nilai agama, dan nilai seni,
sedangkan pada masyarakat maju (modern) nilai budaya yang dominan adalah nilai teori, nilai
ekonomis dan nilai kuasa. Nilai-nilai tersebut tidaklah tetap begitu saja dari satu generasi ke
generasi berikutnya, melainkan berubah sejalan dengan kemajuan itu sendiri. Satu atau dua nilai
budaya yang lain mengalami pemudaran.
Mengacu pada perbedaan tofografi dan adat istiadat, penduduk Papua dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok besar, masing-masing:
1) penduduka daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang
(rumah panggung) dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkat ikan;

2) Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lebah serta
kaki gunung. Umunya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan
mengumpulkan hasil hutan;

3) Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan beternak secara
sederhana.

Kelompok asli di Papua terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang masing-masing berbeda.
Tribal arts yang indah dan telah terkenal di dunia dibuat oleh suku Asmat, Ka moro, Dani dan
Sentani. Sumber berbagai kearifan lokal untuk kemanusiaan dan pengelolaan lingkungan yang
lebih baik diantaranya dapat ditemukan di suku Aitinyo, Arfak, Asmat, Agast, Aya maru,
Mandacan, Biak, Ami, Sentani dan lain-lain. Umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem
kekerabatan dengan menganut garis keturunan ayah (patrilinea). Budaya setempat berasal dari
Melanesia. Masyarakat penduduk asli Papua cenderung menggunakan bahasa daerah yang sangat
dipengaruhi oleh alam laut, hutan dan pegunungan.

Dalam perilaku sosial terdapat suatu falsafah masyarakat yang sangat unik, misalnya seperti
yang ditujukan oleh budaya suku Komoro di Kabupaten Mimika, yang membuat gendering
dengan menggunakan darah. Suku Dani di kabupaten Jayawijaya yang gemar melakukan perang-
perangan, yang dalam bahasa Dani disebut Win. Budaya ini merupakan warisan turun-temurun
dan dijadikan festival budaya Lembah Baliem. Ada juga rumah tradisional Honai, yang di
dalamnya terdapat mummy yang diawetkan dengan ramuan tradisional. Terdapat tiga mummy di
Wamena; Mummy Aikima berusia 350 tahun, Mummy Jiwika 300 tahun, dan Mummy Pumo
berusia 250 tahun.

Di suku Marin, Kabupaten Merauke, terdapat upacara Tanam Sasi, sejenis kayu yang
dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian upacara kematian. Sasi ditanam 40 hari setelah hari
kematian seseorang dan akan dicabut kembali setelah 1.000 hari.

Budaya Suku Asmat mempunyai empat makna dan fungsi, masing-masing;


(1) melambangkan kehadiran roh nenek moyang;
(2) untuk menyatakan rasa sedih dan bahagia;
(3) sebagai suatu lambing kepercayaan dengan motif manusia, hewan, tetumbuhan dan benada-
benda lain;
(4) sebagai lambing keindahan dan gambaran ingatan kepada nenek moyang. Budaya Suku
Imeko di Kabupaten Sorong Selatan menampilkan tarian adat Imeko dengan budaya suku
Maybrat dengan tarian adat memperingati hari tertentu seperti panen tebu, memasuki rumah baru
dan lainnya.

Keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di
Papua dan dalam hal kerukunan antar umat beragama di sana dapat dijadikan contoh bagi daerah
lain, mayoritas penduduknya beraga Kristen, namun demikian sejalan dengan semakin lancarnya
transportasi dari dan ke Papua, jumlah orang dengan agama lain termasuk Islam juga semakin
berkembang. Banyak misionaris yang melakukan misi keagamaan di pedalaman-pedalaman
Papua. Mereka memainkan peran penting dalam membantu masyarakat, baik melalui sekolah
misionaris, balai pengobatan maupun pendidikan langsung dalam bidang pertanian, pengajaran
bahasa Indonesia maupun pengetahuan praktis lainnya. Misionaris juga merupakan pelopor
dalam membuka jalur penerbangan ke daerah-daerah pedalaman yang belum terjangkau oleh
penerbangan reguler.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dari penjelasan-penjelasan di atas ialah bahwa kita harus bercermin pada
masyarakat tradisional untuk menata hubungan kita dengan alam demi keberlanjutan hidup
mahluk manusia. Masyarakat tradisional telah berhasil mewariskan bumi ini dalam keadaan tidak
tercemar kepada kita diwaktu sekarang untuk memanfaatkannya dan menikmati kehidupan di
atasnya.

Keberhasilan itu merupakan perwujudan nyata dari ketaatan mereka terhadap nilai-nilai dan
norma-norma serta sikap yang mereka kembangkan dalam kebudayaannya untuk menjaga dan
melestarikan alam. Seringkali norma-norma dan nilai-nilai itu mereka samarkan dalam
kepercayaan-kepercayaan yang mereka anut sehingga bagi kebanyakan orang di zaman modern
ini menganggapnya tidak rasional dan bahkan kadangkala mencemohkannya. Meskipun
demikian jangan lupa, bahwa strategi-strategi yangmereka gunakan untuk menanamkan dan
melaksanakan nilai-nilai dan norma-norma yang berhubungan dengan pengaturan dan penjagaan
terhadap keseimbangan hubungan mahluk manusia dengan ekosistem dalam rangka menyiapkan
secara lestari kebutuhan manusia itu adalah sangat efektif.

3.2. Saran
Berbagai sumber daya alam yang dinikmati sekarang sesungguhnya merupakan bukti nyata
keberhasilan masyarakat tradisional pada masa lampau untuk menjaga, melestarikan dan
mewariskannya bagi kita di waktu sekarang. Persoalan bagi kita sekarang adalah mampukah kita
untuk dapat berbuat halyang sama bagi generasi mendatang?

Menurut hemat saya, bahwa kita yang hidup di zaman sekarang yang lebih rasional dapat
menggunakan kemudahankemudahan teknologi informasi yang merupakan hasil kebudayaan
modern untuk mensosialisasikan dan melaksanakan berbagai kebijakan lingkungan baik tingkat
internasional, regional maupun lokal untuk memanfaatkan dan menata lingkungan secara lestari
demi kepentingan kita di masa sekarang maupun bagi kepentingan generasi-generasi penerus kita
di masa depan.

Saya percaya bahwakita tidak akan mau kalah dari generasi-generasi pendahulu kita yang disebut
masyarakat tradisional itu. Agar kita dapat berhasil mewariskan bumi kita ini sebagai tempat
yang layak dihuni oleh generasi penerus kita, maka kita harus komit untuk saling mendukung
dan bahu membahu dalam melaksanakan berbagai upaya pembangunan berkelanjutan secara
transparan dan bertanggungjawab.

DAFTAR PUSTAKA

• Alisyahbana, ST. 1981. Pembangunan Kebudayaan Indonesian Di Tengah Laju Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta: Prisma No. II (P3ES)

• Arifin, Syamsul. 1998. Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa Depan. Yogyakarta:
Sipress.

• Koentjaraningrat (1974). Rintangan-Rintangan Mental Dalam Pembangunan Ekonomi di


Indonesia. Jakarta: Bharata.

• Nata, Abuddin. 2000. Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Konstribusi dalam Mengatasi Krisis
Masyarakat Modern. Dikdaktika: Vol. 1 No. 3.

• Rokeach. 1982. Teory and Problem of Psychology. New Delhi: Mc Graw Hill.

• Soekanto, Soerjono. 1992. Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta:Rajawali Pers.

• Tutik, Titik Triwulan dan Trianto. 2008. Dimensi Transendental dan Transformasi Sosial
Budaya. Surabaya: Lintas Pustaka Publisher.
• The Gau‟ 2011 : www.muhsakirmsg.blogspot.com/ makalah budaya papua.

• Wonda, Sendius. 2009. Jeritan Bangsa: Rakyat Papua Barat Mencari Keadilan. Yogyakarta:
Galang Press.

Anda mungkin juga menyukai