Anda di halaman 1dari 19

SENI MUSIK TRADISIONAL JAWA TENGAH

Dipresentasikan Untuk Memenuhi Tugas

Mata Pelajaran Seni Budaya

Kelas XI IPA 1

Guru Mata Pelajaran :

Ustadz Rohadi

Disusun Oleh :

1. Fitria Nur Azizah


2. Irma Kusumaningrum J
3. Venata Fatmala

MADRASAH ALIYAH NEGERI LUMAJANG


TAHUN PELAJARAN 2013-2014

1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah swt. Karena atas karunianya, telah
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami membuat makalah ini berasal dari
berbagai sumber yang ada di media massa.
Di dalam makalah ini, tercantum mengenai Seni Musik Daerah Jawa Tengah. Yaitu
mengenai sejarah, alat musik, dan beberapa lirik lagu Daerah Jawa Tengah.
Kami disini sebagai pemula, sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari
anda. Karena makalah ini masih jauh dari sempurna, dan masih memerlukan perbaikan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

Lumajang, 11 April 2014

Penyusun

3
DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………………………. 2
Daftar Isi…………………………………………………………………... 3
Sejarah Perkembangan Seni Musik Jawa Tengah……………………... 4
Gamelan…………………………………………………………………… 7
Bonang Barung…………………………………………………… 9
Saron……………………………………………………………… 10
Slenthem………………………………………………………….. 11
Kenong……………………………………………………………. 12
Kempul……………………………………………………………. 13
Gong………………………………………………………………. 14
Kendang…………………………………………………………… 15
Suling……………………………………………………………… 16
Siter………………………………………………………………… 17
Rebab………………………………………………………………. 18
Demung……………………………………………………………. 21
Bonang Penerus…………………………………………………… 22
Beberapa contoh lirik music daerah Jawa Tengah…………………….. 22

4
Sejarah dan Perkembangan Seni Musik Gamelan di Jawa Tengah

Bagi masyarakat Jawa khususnya, gamelan bukanlah sesuatu yang asing dalam
kehidupan kesehariannya. Dengan kata lain, masyarakat tahu benar mana yang disebut gamelan
atau seperangkat gamelan. Mereka telah mengenal istilah 'gamelan', 'karawitan', atau 'gangsa'.
Namun barangkali rnasih banyak yang belum mengetahui bagaimana sejarah perkembangan
gamelan itu sendiri, sejak kapan gamelan mulai ada di Jawa?.

Seorang sarjana berkebangsaan Belanda bernama Dr. J.L.A. Brandes secara teoritis
mengatakan bahwa jauh sebelum datangnya pengaruh budaya India, bangsa Jawa telah rnemiliki
ketrampilan budaya atau pengetahuan yang mencakup 10 butir (Brandes, 1889) :

1. wayang,
2. gamelan,
3. ilmu irama sanjak,
4. batik,
5. pengerjaan logam,
6. sistem mata uang sendiri,
7. ilmu teknologi pelayaran,
8. astronomi,
9. pertanian sawah,
10. birokrasi pemerintahan yang teratur.

Sepuluh butir ketrampilan budaya tersebut bukan dari pemberian bangsa Hindu dari
India. Kalau teori itu benar berarti keberadaan gamelan dan wayang sudah ada sejak jaman
prasejarah. Namun tahun yang tepat sulit diketahui karena pada masa prasejarah masyarakat
belum mengenal sistem tulisan. Tidak ada bukti-bukti tertulis yang dapat dipakai untuk melacak
dan merunut gamelan pada masa prasejarah.

Gamelan adalah produk budaya untuk memenuhi kebutuhan manusia akan kesenian.
Kesenian merupakan salah satu unsur budaya yang bersifat universal. Ini berarti bahwa setiap
bangsa dipastikan memiliki kesenian, namun wujudnya berbeda antara bangsa yang satu dengan
bangsa yang lain. Apabila antar bangsa terjadi kontak budaya maka keseniannya pun juga ikut
berkontak sehingga dapat terjadi satu bangsa akan menyerap atau mengarn bila unsur seni dari

5
bangsa lain disesuaikan dengan kondisi seternpat. Oleh karena itu sejak keberadaan gamelan
sampai sekarang telah terjadi perubahan dan perkembangan, khususnya dalam kelengkapan
ansambelnya.

Istilah “karawitan” yang digunakan untuk merujuk pada kesenian gamelan banyak
dipakai oleh kalangan masyarakat Jawa. Istilah tersebut mengalami perkembangan penggunaan
maupun pemaknaannya. Banyak orang memaknai "karawitan" berangkat dari kata dasar
“rawit” yang berarti kecil, halus atau rumit. Konon, di lingkungan kraton Surakarta, istilah
karawitan pernah juga digunakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian seperti: tatah
sungging, ukir, tari, hingga pedhalangan (Supanggah, 2002:5¬6).

Dalarn pengertian yang sempit istilah karawitan dipakai untuk menyebut suatu jenis seni
suara atau musik yang mengandung salah satu atau kedua unsur berikut (Supanggah, 2002:12):

1. menggunakan alat musik gamelan - sebagian atau seluruhnya baik berlaras slendro atau
pelog - sebagian atau semuanya.
2. menggunakan laras (tangga nada slendro) dan / atau pelog baik instrumental gamelan atau
non-gamelan maupun vocal atau carnpuran dari keduanya.

Gamelan Jawa sekarang ini bukan hanya dikenal di Indonesia saja, bahkan telah
berkembang di luar negeri seperti di Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Canada. Karawitan
telah 'mendunia'. Oleh karna itu cukup ironis apabila bangsa Jawa sebagai pewaris langsung
malahan tidak mau peduli terhadap seni gamelan atau seni karawitan pada khususnya atau
kebudayaan Jawa pada umumnya. Bangsa lain begitu tekunnya mempelajari gamelan Jawa,
bahkan di beberapa negara memiliki seperangkat gamelan Jawa. Sudah selayaknya
masyarakat Jawa menghargai karya agung nenek moyang sendiri.
Sumber data tentang gamelan.
Kebudayaan Jawa setelah masa prasejarah memasuki era baru yaitu suatu masa ketika
kebudayaan dari luar -dalam hal ini kebudayaan India- mulai berpengaruh. Kebudayaan
Jawa mulai memasuki jaman sejarah yang ditandai dengan adanya sistem tulisan dalam
kehidupan masyarakat. Dilihat dari perspektif historis selama kurun waktu antara abad VIll
sampai abad XV Masehi kebudayaan Jawa, mendapat pengayaan unsur-unsur kebudayaan

6
India. Tampaknya unsur-unsur budaya India juga dapat dilihat pada kesenian seperti
gamelan dan seni tari. Transformasi budaya musik ke Jawa melalui jalur agama Hindu-
Budha.

Data-data tentang keberadaan gamelan ditemukan di dalam sumber verbal yakni


sumber - sumber tertulis yang berupa prasasti dan kitab-kitab kesusastraan yang berasal dari
masa Hindu-Budha dan sumber piktorial berupa relief yang dipahatkan pada bangunan candi
baik pada candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Tengah (abad ke-7 sampai abad
ke-10) dan candi-candi yang berasal dari masa klasik Jawa Timur yang lebih muda (abad ke-
11 sampai abad ke¬15) (Haryono, 1985). Dalam sumber-sumber tertulis masa Jawa Timur
kelompok ansambel gamelan dikatakan sebagai “tabeh - tabehan” (bahasa Jawa baru
'tabuh-tabuhan' atau 'tetabuhan' yang berarti segala sesuatu yang ditabuh atau dibunyikan
dengan dipukul). Zoetmulder menjelaskan kata “gamèl” dengan alat musik perkusi
yakni alat musik yang dipukul (1982). Dalam bahasa Jawa ada kata “gèmbèl” yang
berarti 'alat pemukul'. Dalam bahasa Bali ada istilah 'gambèlan' yang kemudian mungkin
menjadi istilah 'gamelan'. Istilah 'gamelan' telah disebut dalam kaitannya dengan musik.
Namur dalam masa Kadiri (sekitar abad ke¬13 Masehi), seorang ahli musik Judith Becker
malahan mengatakan bahwa kata 'gamelan' berasal dari nama seorang pendeta Burma dan
seorang ahli besi bernama Gumlao. Kalau pendapat Becker ini benar adanya, tentunya istilah
'gamelan' dijumpai juga di Burma atau di beberapa daerah di Asia Tenggara daratan, namun
ternyata tidak.
Pada beberapa bagian dinding candi Borobudur dapat 17 dilihat jenis-jenis instrumen
gamelan yaitu: kendang bertali yang dikalungkan di leher, kendang berbentuk seperti periuk,
siter dan kecapi, simbal, suling, saron, gambang. Pada candi Lara Jonggrang (Prambanan)
dapat dilihat gambar relief kendang silindris, kendang cembung, kendang bentuk periuk,
simbal (kècèr), dan suling.
Gambar relief instrumen gamelan di candi-candi masa Jawa Timur dapat dijumpai pada
candi Jago (abad ke -13 M) berupa alat musik petik: kecapi berleher panjang dan
celempung. Sedangkan pada candi Ngrimbi (abad ke - 13 M) ada relief reyong (dua buah
bonang pencon). Sementara itu relief gong besar dijumpai di candi Kedaton (abad ke-14 M),
dan kendang silindris di candi Tegawangi (abad ke-14 M). Pada candi induk Panataran (abad

7
ke-14 M) ada relief gong, bendhe, kemanak, kendang sejenis tambur; dan di pandapa teras
relief gambang, reyong, serta simbal. Relief bendhe dan terompet ada pada candi Sukuh
(abad ke-15 M).
Berdasarkan data-data pada relief dan kitab-kitab kesusastraan diperoleh petunjuk bahwa
paling tidak ada pengaruh India terhadap keberadaan beberapa jenis gamelan Jawa.
Keberadaan musik di India sangat erat dengan aktivitas keagamaan. Musik merupakan salah
satu unsur penting dalam upacara keagamaan (Koentjaraningrat, 1985:42-45). Di dalam
beberapa kitab-kitab kesastraan India seperti kitab Natya Sastra seni musik dan seni tari
berfungsi untuk aktivitas upacara. keagamaan (Vatsyayan, 1968). Secara keseluruhan
kelompok musik di India disebut 'vaditra' yang dikelompokkan menjadi 5 kelas, yakni: tata
(instrumen musik gesek), begat (instrumen musik petik), sushira (instrumen musik tiup),
dhola (kendang), ghana (instrumen musik pukul). Pengelompokan yang lain adalah:
(1) Avanaddha vadya, bunyi yang dihasilkan oleh getaran selaput kulit karena dipukul.
(2) Ghana vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran alat musik itu sendiri.
(3) Sushira vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran udara dengan ditiup.
(4) Tata vadya, bunyi dihasilkan oleh getaran dawai yang dipetik atau digesek.

Klasifikasi tersebut dapat disamakan dengan membranofon (Avanaddha vadya),


ideofon (Ghana vadya), aerofon (sushira vadya), kordofon (tata vadya). Irama musik di India
disebut “laya” dibakukan dengan menggunakan pola 'tala' yang dilakukan dengan
kendang. Irama tersebut dikelompokkan menjadi: druta (cepat), madhya (sedang), dan
vilambita (lamban).
Gamelan Jawa terbagi menjadi dua laras atau tuning yang berbeda yakni laras Slendro
dan laras Pelog. Laras adalah susunan nada-nada dalam satu gembyangan (oktaf) yang
sudah tertentu tinggi rendah dan tata intervalnya. Laras Slendro terdiri dari 5 nada,
sedangkan Laras Pelog dibagi menjadi 7 deret nada. Gamelan disajikan sebagai iringan
wayang atau sebagai sajian karawitan bebas atau klenengan atau konser gamelan. Para
penabuh gamelan disebut Niyogo, beberapa penyanyi wanita yang disebut Pesinden dan
beberapa penyanyi pria yang disebut Wira Swara juga merupakan bagian dari suatu sajian
gamelan untuk mengiiringi wayang atau klenengan.

8
Dalam sajian karawitan tradisi, ricikan kendang berfungsi sebagai pengatur atau
pengendali (pamurba) irama lagu/gending. Cepat lambatnya perjalanan dan perubahan ritme
gending-gending tergantung pada pemain kendang yang disebut pengendang.
Dalam tata iringan pakeliran gaya Jawatimuran peranan ricikan gender lanang atau
gender penerus sangat penting, karena berfungsi sebagai penuntun atau membimbing laras
atau tuning dalang dalam membawakan sulukan dan melakukan buka atau introduksi pada
sajian gadhingan yang dikehendaki oleh dalang melalui sasmita tertentu, biasanya dengan
dhodhogan mbanyu tumetes.

9
GAMELAN

Gamelan adalah ensembel musik yang biasanya menonjolkan metalofon, gambang,


gendang, dan gong. Istilah gamelan merujuk pada instrumennya / alatnya, yang mana merupakan
satu kesatuan utuh yang diwujudkan dan dibunyikan bersama. Kata Gamelan sendiri berasal dari
bahasa Jawa gamel yang berarti memukul / menabuh, diikuti akhiran an yang menjadikannya
kata benda. Orkes gamelan kebanyakan terdapat di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok di
Indonesia dalam berbagai jenis ukuran dan bentuk ensembel. Di Bali dan Lombok saat ini, dan di
Jawa lewat abad ke-18, istilah gong lebih dianggap sinonim dengan gamelan.

Kemunculan gamelan didahului dengan budaya Hindu-Budha yang mendominasi


Indonesia pada awal masa pencatatan sejarah, yang juga mewakili seni asli indonesia.
Instrumennya dikembangkan hingga bentuknya sampai seperti sekarang ini pada zaman Kerajaan
Majapahit. Dalam perbedaannya dengan musik India, satu-satunya dampak ke-India-an dalam
musik gamelan adalah bagaimana cara menyanikannya. Dalam mitologi Jawa, gamelan
dicipatakan oleh Sang Hyang Guru pada Era Saka, dewa yang menguasai seluruh tanah Jawa,
dengan istana di gunung Mahendra di Medangkamulan (sekarang Gunung Lawu). Sang Hyang
Guru pertama-tama menciptakan gong untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih
spesifik kemudian menciptakan dua gong, lalu akhirnya terbentuk set gamelan.[rujukan?]

Gambaran tentang alat musik ensembel pertama ditemukan di Candi Borobudur,


Magelang Jawa Tengah, yang telah berdiri sejak abad ke-8. Alat musik semisal suling bambu,
lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik berdawai yang digesek dan
dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Namun, sedikit ditemukan elemen alat musik
logamnya. Bagaimanapun, relief tentang alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula
gamelan.

Penalaan dan pembuatan orkes gamelan adalah suatu proses yang kompleks. Gamelan
menggunakan empat cara penalaan, yaitu sléndro, pélog, "Degung" (khusus daerah Sunda, atau
Jawa Barat), dan "madenda" (juga dikenal sebagai diatonis, sama seperti skala minor asli yang
banyak dipakai di Eropa.

Musik Gamelan merupakan gabungan pengaruh seni luar negeri yang beraneka ragam.
Kaitan not nada dari Cina, instrumen musik dari Asia Tenggara, drum band dan gerakkan musik

10
dari India, bowed string dari daerah Timur Tengah, bahkan style militer Eropa yang kita dengar
pada musik tradisional Jawa dan Bali sekarang ini.

Interaksi komponen yang sarat dengan melodi, irama dan warna suara mempertahankan
kejayaan musik orkes gamelan Bali. Pilar-pilar musik ini menyatukan berbagai karakter
komunitas pedesaan Bali yang menjadi tatanan musik khas yang merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Namun saat ini gamelan masih digunakan pada acara-acara resmi seperti pernikahan,
syukuran, dan lain-lain. tetapi pada saat ini, gamelan hanya digunakan mayoritas masyarakat
Jawa, khususnya Jawa Tengah.

Berikut ini adalah bagian-bagian Gamelan Jawa Tengah :

1. Bonang Barung
Bonang Barung adalah salah satu bagian dari seperangkat Gamelan Jawa, Bonang
terbagi menjadi dua yaitu Bonang barung dan Bonang penerus.

Bonang barung berukuran sedang, beroktaf tengah sampai tinggi, adalah salah satu
dari instrumen-instrumen pemuka dalam Ansambel. Khususnya dalam teknik tabuhan
pipilan, pola-pola nada yang selalu mengantisipasi nada-nada yang akan datang dapat
menuntun lagu instrumen-instrumen lainnya. Pada jenis gendhing bonang, bonang barung
memainkan pembuka gendhing (menentukan gendhing yang akan dimainkan) dan menuntun
alur lagu gendhing. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, bonang barung tidak berfungsi
sebagai lagu penuntun; ia membentuk pola-pola lagu jalin-menjalin dengan bonang panerus,
dan pada aksen aksen penting bonang boleh membuat sekaran (lagu-lagu hiasan), biasanya
di akhiran kalimat lagu

2. Saron
Saron barung (tampak depan, dengan tabuh kayu) dan saron panerus (di belakang,
dengan tabuh tanduk).
Saron atau yang biasanya disebut juga ricik ,adalah salah satu instrumen gamelan
yang termasuk keluarga balungan.

11
Dalam satu set gamelan biasanya mempunyai 4 saron, dan semuanya memiliki versi
pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada demung,
dengan ukuran fisik yang lebih kecil. Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk
seperti palu.
Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada, nada yang imbal, atau menabuh
bergantian antara saron 1 dan saron 2. Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan
tergantung pada komando dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran
yang menggambarkan kondisi peperangan misalnya, ricik ditabuh dengan keras dan cepat.
Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik ditabuh lambat namun keras. Ketika
mengiringi lagu ditabuh pelan.
Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul wilahan / lembaran logam dengan
tabuh, lalu tangan kiri memencet wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan
dengungan yang tersisa dari pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet
(kata dasar: pathet = pencet)
3. Slenthem
Slenthem merupakan salah satu instrumen gamelan yang terdiri dari lembaran lebar
logam tipis yang diuntai dengan tali dan direntangkan di atas tabung-tabung dan
menghasilkan dengungan rendah atau gema yang mengikuti nada saron, ricik, dan balungan
bila ditabuh. Beberapa kalangan menamakannya sebagai gender penembung. Seperti halnya
pada instrumen lain dalam satu set gamelan, slenthem tentunya memiliki versi slendro dan
versi pelog. Wilahan Slenthem Pelog umumnya memiliki rentang nada C hingga B,
sedangkan slenthem slendro memiliki rentang nada C, D, E, G, A, C'.
Cara menabuh slenthem sama seperti menabuh balungan, ricik, ataupun saron. Tangan
kanan mengayunkan pemukulnya dan tangan kiri melakukan "patet", yaitu menahan getaran
yang terjadi pada lembaran logam. Dalam menabuh slenthem lebih dibutuhkan naluri atau
perasaan si penabuh untuk menghasilkan gema ataupun bentuk dengungan yang baik. Pada
notasi C, D, E, G misalnya, gema yang dihasilkan saat menabuh nada C harus hilang tepat
saat nada D ditabuh, dan begitu seterusnya.
Untuk tempo penabuhan, cara yang digunakan sama seperti halnya bila menggunakan
balungan, ricik, dan saron. Namun untuk keadaan tertentu misalnya demung imbal, maka
slenthem dimainkan untuk mengisi kekosongan antara nada balungan yang ditabuh lambat

12
dengan menabuh dua kali lipat ketukan balungan. Atau bisa juga pada kondisi slenthem
harus menabuh setengah kali ada balungan karena balungan sedang ditabuh cepat, misalnya
ketika gendhing Gangsaran pada adegan perangan.

4. Kenong
Kenong merupakan salah satu alat musik yang menyusun gamelan Jawa. Kenong
termasuk dalam golongan pencon, yang termasuk di dalamnya juga gong, bonang, dan
kethuk.
Kenong merupakan unsur instrumen pencon gamelan yang paling gemuk, dibandingkan
dengan kempul dan gong yang walaupun besar namun berbentuk pipih. Kenong ini disusun
pada pangkon berupa kayu keras yang dialasi dengan tali, sehingga pada saat dipukul
kenong tidak akan bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah, sehingga
menghasilkan suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah namun
nyaring dengan timber yang khas (dalam telinga masyarakat Jawa ditangkap berbunyi ning-
nong, sehingga dinamakan kenong).

5. Gong
Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia
Timur. Gong ini digunakan untuk alat musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin
gong seperti ini.
Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk
setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok
sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga
Kkwaenggwari. Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini
dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah
stik pendek. Cara memegang kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki
kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong
dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.
Daftar gong

 Agung

13
 Babendil
 Bonang
 Coil Gong
 Gandingan
 Gong ageng
 Kempul
 Kempyang and ketuk
 Kenong
 Khong mon
 Kulintang
 chau gong
 nipple gong (boa gong)
 feng gong
 tam tam
 paiste symphonic
 flat gong
 rin gong

6. Suling
Suling adalah alat musik dari keluarga alat musik tiup kayu atau terbuat dari bambu.
Suara suling berciri lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya dengan baik.
Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak, emas atau campuran
keduanya. Sedangkan suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam
yang dilapisi perak.
Suling konser standar ditalakan di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari
middle C. Akan tetapi, pada beberapa suling untuk para ahli ada kunci tambahan untuk
mencapai nada B di bawah middle C. Ini berarti suling merupakan salah satu alat musik
orkes yang tinggi, hanya piccolo yang lebih tinggi lagi dari suling. Piccolo adalah suling
kecil yang ditalakan satu oktaf lebih tinggi dari suling konser standar. Piccolo juga
umumnya digunakan dalam orkes.

14
Suling konser modern memiliki banyak pilihan. Thumb key B-flat (diciptakan dan dirintis
oleh Briccialdi) standar. B foot joint, akan tetapi, adalah pilihan ekstra untuk model
menengah ke atas dan profesional.
Suling open-holed, juga biasa disebut French Flute (di mana beberapa kunci memiliki
lubang di tengahnya sehingga pemain harus menutupnya dengan jarinya) umum pada
pemain tingkat konser. Namun beberapa pemain suling (terutama para pelajar, dan bahkan
beberapa para ahli) memilih closed-hole plateau key. Para pelajar umumnya menggunakan
penutup sementara untuk menutup lubang tersebut sampai mereka berhasil menguasai
penempatan jari yang sangat tepat.
Beberapa orang mempercayai bahwa kunci open-hole mampu menghasilkan suara yang
lebih keras dan lebih jelas pada nada-nada rendah.
Suling konser pada sebelum Era Klasik (1750) memakai Suling Blok (seperti gambar
atas), sedangkan pada sebelum Era Romantis (Era Klasik 1750-1820) pakai Suling Albert
(kayu hitam berlubang dan dilengkapi klep), dan sejak Era Romantis (1820) memakai suling
Boehm (kayu hitam atau metal dilengkapi klep semua yang disebut juga suling Boehm,
sistem Carl Boehm), atau suling saja.
Khusus musik keroncong di Indonesia pada Era Stambul (1880-1920) memakai suling
Albert, dan pada Era Keroncong Abadi (1920-1960) telah memakai suling Bohm.

7. Siter
Siter dan celempung adalah alat musik petik di dalam gamelan Jawa. Ada hubungannya
juga dengan kecapi di gamelan Sunda.
Siter dan celempung masing-masing memiliki 11 dan 13 pasang senar, direntang kedua
sisinya di antara kotak resonator. Ciri khasnya satu senar disetel nada pelog dan senar
lainnya dengan nada slendro. Umumnya sitar memiliki panjang sekitar 30 cm dan
dimasukkan dalam sebuah kotak ketika dimainkan, sedangkan celempung panjangnya kira-
kira 90 cm dan memiliki empat kaki, serta disetel satu oktaf di bawah siter. Siter dan
celempung dimainkan sebagai salah satu dari alat musik yang dimainkan bersama
(panerusan), sebagai instrumen yang memainkan cengkok (pola melodik berdasarkan
balungan). Baik siter maupun celempung dimainkan dengan kecepatan yang sama dengan
gambang (temponya cepat).

15
Nama "siter" berasal dari Bahasa Belanda "citer", yang juga berhubungan dengan Bahasa
Inggris "zither". "Celempung" berkaitan dengan bentuk musikal Sunda celempungan.
Senar siter dimainkan dengan ibu jari, sedangkan jari lain digunakan untuk menahan
getaran ketika senar lain dipetik, ini biasanya merupakan ciri khas instrumen gamelan. Jari
kedua tangan digunakan untuk menahan, dengan jari tangan kanan berada di bawah senar
sedangkan jari tangan kiri berada di atas senar.
Siter dan celempung dengan berbagai ukuran adalah instrumen khas Gamelan Siteran,
meskipun juga dipakai dalam berbagai jenis gamelan lain.

8. Rebab
Rebab (Arab ‫ الربابة‬atau ‫ ربابة‬- "busur (instrumen)"),[1] juga rebap, rabab, rebeb, rababah,
atau al-rababa) adalah jenis alat musik senar yang dinamakan demikian paling lambat dari
abad ke-8 dan menyebar melalui jalur-jalur perdagangan Islam yang lebih banyak dari
Afrika Utara, Timur Tengah, bagian dari Eropa, dan Timur Jauh. Beberapa varietas sering
memiliki tangkai di bagian bawah agar rebab dapat bertumpu di tanah, dan dengan demikian
disebut rebab tangkai di daerah tertentu, namun terdapat versi yang dipetik seperti kabuli
rebab (kadang-kadang disebut sebagai robab atau rubab).
Ukuran rebab biasanya kecil, badannya bulat, bagian depan yang tercakup dalam suatu
membran seperti perkamen atau kulit domba dan memiliki leher panjang terpasang. Ada
leher tipis panjang dengan pegbox pada akhir dan ada satu, dua atau tiga senar. Tidak ada
papan nada. Alat musik ini dibuat tegak, baik bertumpu di pangkuan atau di lantai. Busurnya
biasanya lebih melengkung daripada biola.
Rebab, meskipun dihargai karena nada suara, tetapi memiliki rentang yang sangat
terbatas (sedikit lebih dari satu oktaf), dan secara bertahap diganti di banyak dunia Arab oleh
biola dan kemenche. Hal ini terkait dengan instrumen Irak, Joza, yang memiliki empat senar.
Pengenalan rebab ke Eropa Barat telah mungkin bersamaan dengan penaklukan Spanyol
oleh bangsa Moor, di Semenanjung Iberia. Namun, ada bukti adanya alat musik ini pada
abad ke-9 juga di Eropa Timur: ahli geografi Persia abad ke-9 Ibnu Khurradadhbih mengutip
lira Bizantium (atau lūrā) sebagai alat musik busur khas Bizantium dan setara dengan rabāb
Arab.[2]

16
Rebab ini digunakan dalam berbagai macam ansambel musik dan genre, sesuai dengan
distribusi yang luas, dan dibangun dan dimainkan agak berbeda di daerah berbeda. Di Asia
Tenggara, rebab adalah instrumen besar dengan kisaran mirip dengan viola da gamba,
sedangkan versi dari instrumen yang jauh lebih ke barat cenderung lebih kecil dan lebih
tinggi melengking. Badannya bervariasi dengan banyak hiasan ukiran, seperti di Jawa, untuk
model sederhana seperti "biola sungai Nil" Mesir 2 senar mungkin memiliki badan yang
terbuat dari setengah tempurung kelapa. Versi yang lebih canggih memiliki kotak suara
logam dan depan mungkin setengah-ditutupi dengan tembaga yang dipukuli, dan setengah
dengan kulit sapi.
Arab, Persia dan Ottoman
Rebab itu banyak digunakan, dan terus akan digunakan, dalam musik tradisional Persia.
Ada juga instrumen busur pada musik Persia bernama Kamanche yang memiliki bentuk dan
struktur yang sama. Rebab juga dimainkan di negara lain seperti India, kemungkinan besar
menelusuri asal kepada Iran Raya karena penggunaannya di pengadilan Sassanid. Ini
diadopsi sebagai instrumen kunci dalam musik klasik Arab dan di Maroko, tradisi musik
Arab-Andalusia telah tetap hidup dengan keturunan Muslim yang meninggalkan Spanyol
sebagai pengungsi mengikuti Reconquista. Rebab ini menjadi instrumen favorit di rumah teh
Kekaisaran Ottoman (Turki) sampai kedatangan biola, satu-satunya alat musik busur di
Kekaisaran Ottoman.
Pedalaman Asia
Permainan Rebab di Banjarmasin (era tahun 1910-1925).
Varian biola tangkai sangat umum digunakan oleh banyak kelompok etnis Timur dan
Asia Tengah dan diaspora mereka di seluruh dunia, seperti berbagai Huqin yang digunakan
oleh sebagian besar kelompok etnis Cina, morin khuur dari Mongolia, Byzaanchy dari Tuva,
Kokyu dari Jepang, Haegeum dari Korea, kyl kiak dari Kirgizstan, Saw sam sai dari
Thailand dan banyak lainnya. Ini umumnya digunakan dalam memainkan lagu rakyat
tradisional, tetapi juga menjadi populer di pengaturan musik kontemporer, termasuk genre
seperti klasik, jazz, dan rock.
Indonesia dan Malaysia
Dalam gamelan Indonesia rebab adalah instrumen penting dalam mengelaborasi dan
menghiasi melodi dasar. Ini tidak harus sesuai persis dengan skala instrumen gamelan

17
lainnya dan dapat dimainkan dalam waktu yang relatif bebas, penyelesaian frasa setelah
dentuman dari gong ageng (gong besar yang "mengatur" ansambel). Rebab juga sering
memainkan buka yang saat itu adalah bagian dari ansambel.
Di negara bagian Malaysia timur, Kelantan dan Terengganu, Rebab digunakan dalam
ritual penyembuhan yang disebut "Main Puteri". Musisi penyembuh kadang-kadang dibawa
ke rumah sakit dalam kasus-kasus di mana dokter tidak dapat menyembuhkan pasien yang
sakit.

9. Bonang Penerus
Bonang Penerus adalah Bonang yang paling kecil, beroktaf tinggi] Pada teknik tabuhan
pipilan, bonang panerus berkecepatan dua kali lipat dari pada bonang barung. Walaupun
mengantisipasi nada-nada balungan, bonang panerus tidak berfungsi sebagai lagu tuntunan,
karena kecepatan dan ketinggian wilayah nadanya. Dalam teknik tabuhan imbal-imbalan,
bekerja sama dengan bonang barung, bonang panerus memainkan pola-pola lagu jalin
menjalin.
Cara Main
Bonang Penerus cara memainkannya yaitu sama persis dengan Bonang Barung. Bonang
Penerus hanya tinggal mengikuti kemana alur lagu dari Bonang Barung

Beberapa contoh lirik musik Daerah Jawa Tengah

Lagu Jamuran

Jamuran ya ge ge thok
Jamu apa ya ge ge thok
Jamur gajih mberjijih sak ara-ara
Semprat-semprit Jamur apa

Lagu llir-llir

Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir


Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi

18
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Sun suraka surak hiyo

Lagu Gundul Pacul

Gundul gundul pacul cul gelelengan


Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan

Wakul ngglimpang segane dadi dak ratan


Wakul ngglimpang segane dadi sak ratan

Lagu Gek Kepriye

Duh kaya ngene rasane


Anake wong ora duwe
Ngalor ngidul tansah diece
Karo kanca kancane

Pye pye pye pye ya ben rasakna


Pye pye pye pye rasakna dewe
Pye pye pye pye ya ben rasakna
Pye pye pye pye rasakna dewe

Besuk kapan aku bisa


Urip kang luwih mulya
Melu nyunjung drajating bangsa
Indonesia kang mulya

Pye pye pye pye mbuh ra weruh


Pye pye pye pye mbuh ra ngerti
Pye pye pye pye mbuh ra weruh
Pye pye pye pye mbuh ra nger

19

Anda mungkin juga menyukai