Anda di halaman 1dari 3

Aliran Maturidiyah

1. A. Asal-Usul Maturidiyah

Aliran maturidiyah lahir di samarkand, pertengahan kedua dari abad IX M. pendirinya


adalah Abu Mansur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Almaturidi, di daerah
Maturid Samarqand, untuk melawan mazhab Mu`tazilah. Abu Manshur Maturidi (wafat
333 H) menganut mazhab Abu Hanifah dalam masalah fikih. Oleh sebab itu, kebanyakan
pengikutnya juga bermazhab Hanafi. Riwayatnya tidak banyak diketahui. Ia sebagai
pengikut Abu Hanifa sehingga paham teologinya memiliki banyak persamaan dengan
paham-paham yang dipegang Abu Hanifa. Sistem pemikiran aliran maturidiyah,
termasuk golongan teologi ahli sunah.
Untuk mengetahui sistem pemikiran Al-maturidi, kita bisa meninggalkan pikiran-pikiran
asy’ary dan aliran mu’tasilah, sebab ia tidak lepas dari suasana zamannya. Maturidiyah
dan asy’aryah sering terjadi persamaan pendapat karena persamaan lawan yang
dihadapinya yaitu mu’tazilah. Namun, perbedaan dan persamaannya masih ada.
Al-Maturidi dalam pemikiran teologinya banyak menggunakan rasio. Hal ini mungkin
banyak dipengaruhi oleh Abu Hanifa karena Al-maturidi sebagai pengikat Abu Hanifa.
Dan timbulnya aliran ini sebagai reaksi terhadap mu’tazilah.
1. B. Pokok-Pokok Ajaran Maturidiyah
1. Kewajiban mengetahui tuhan. Akal semata-mata sanggup mengetahui
tuhan. Namun itu tidak sanggup dengan sendirinya hukum-hukum takliti
(perintah-perintah Allah SWT)
2. Kebaikan dan kerburukan dapat diketahui dengan akal
3. Hikmah dan tujuan perbuatan tuhan

Perbuatan tuhan mengandung kebijaksanaan (hikmah). Baik dalam cipta-ciptaannya


maupun perintah dan larang-larangannya, perbuatan manusia bukanlah merupakan
paksaan dari Allah, karena itu tidak bisa dikatakan wajib, karena kewajiban itu
mengandung suatu perlawanan dengan iradahnya.
1. C. Golongan-Golongan Didalam Maturidiyah Ada dua golongan didalam
maturidiyah yaitu:
2. 1. Golongan samarkand.

Yang menjadi golongan ini dalah pengikut Al-maturidi sendiri, golongan ini cenderung
ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat tuhan, maturidi dan
asy’ary terdapat kesamaan pandangan, menurut maturidi, tuhan mempunyai sifat-sifat,
tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya.
Begitu juga tuhan berkuasa dengan zatnya. Mengetahui perbuatan-perbuatan manusia
maturidi sependapat dengan golongan mu’tazilah, bahwa manusialah sebenarnya
mewujudkan perbuatan-perbutannya. Apabila ditinjau dari sini, maturidi berpaham
qadariyah. Maturidi menolak paham-paham mu’tazilah, antara lain maturidiyah tidak
sepaham mengenai pendapat mu’tazilah yang mengatakan bahwa al-qur’an itu makhluk.
Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa
janji dan ancaman tuhan, kelak pasti terjadi. Demikian pula masalah antropomorphisme.
Dimana maturidi berpendapat bahwa tangan wajah tuhan, dan sebagainya seperti
pengambaran al-qur’an. Mesti diberi arti kiasan (majazi). Dalam hal ini. Maturidi
bertolak belakang dengan pendapat asy’ary yang menjelaskan bahwa ayat-ayat yang
menggambarkan tuhan mempunyai bentuk jasmani tak dapat diberi interpretasi
(ditakwilkan).
1. 2. Golongan bu hara

Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia
merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya.
Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid maturidi. Dari orang tuanya, Al-Bazdawi
dapat menerima ajaran maturidi. Dengan demikian yang di maksud golongan Bukhara
adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Al-maturidiyah, yang mempunyai
pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al-asy’ary.
Namun walaupun sebagai aliran maturidiyah. Al-Bazdawi tidak selamanya sepaham
dengan maturidi. Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagin umat Islam yang
bermazab Hanafi. Dan pemikiran-pemikiran maturidiya sampai sekarang masih hidup
dan berkembang dikalangan umat Islam.
1. D. Beberapa aspek kesamaan pemahaman antara Asy’ariyah dan
Maturidiyah.

Sebagai aliran yang se zaman dengan mazhab Asya`irah, jika di tela’ah terdapat banyak
kesamaan antara dua mazhab ini. Keduanya termasuk dalam aliran Ahlussunnah. Terkait
kepemimpinan para khalifah setelah Nabi saw sesuai urutan historis yang telah terjadi,
keduanya memiliki pandangan serupa. Juga tak ada perbedaan dalam pandangan mereka
terhadap para penguasa Bani Umayah dan Bani Abbas. Dalam semua sisi masalah
imamah pun mereka saling sepakat. Keduanya juga sepaham bahwa Allah bisa dilihat
tanpa kaif (cara), had (batas), qiyam (berdiri) wa qu`ud (duduk) dan hal-hal sejenisnya.
Berbeda dengan Hasyawiyah dan Ahlul hadits yang berpendapat bahwa Allah, seperti
selain-Nya, bisa dilihat dengan kaif dan had.
Dalam hal kalam Allah (Al-Quran), kedua mazhab ini juga memiliki pandangan sama,
yaitu bahwa kalam-Nya memiliki dua tingkatan. Pertama adalah kalam nafsi yang
bersifat qadim (dahulu), dan kedua adalah kalam lafdhi (lafal) yang bersifat hadits (baru).
Ini adalah pendapat moderat dari kedua mazhab ini, yang berada di antara pendapat
Mu`tazilah bahwa kalam Allah hadits secara mutlak, dan pendapat Ahlul hadits bahwa
kalam-Nya qadim secara mutlak. Ringkas kata, Asya`irah dan Maturidiyah memiliki
banyak kesamaan pandangan dalam masalah akidah. Namun, di saat yang sama, ada pula
beberapa perbedaan dalam prinsip-prinsip teologis dua mazhab ini, yang membedakan
mereka satu sama lain, antara lain:

-          Asya`irah membagi sifat-sifat Allah kepada dzati dan fi`li. Namun
Maturidiyah menolak pembagian ini dan menyatakan bahwa semua sifat
fi`li-Nya qadim seperti sifat dzati.

-          Asya`irah mengatakan bahwa Allah mustahil membebankan taklif


yang tak mampu dilakukan manusia, sementara Maturidiyah
berpendapat sebaliknya.
-          Asya`irah meyakini bahwa semua yang dilakukan Allah adalah
baik, sedangkan Maturidiyah, berdasarkan hukum akal, berpandangan
bahwa Dia mustahil berbuat zalim.

Kesimpulannya, meski Asya`irah dan Maturidiyah tergabung dalam


kelompok Ahlussunnah dan banyak memiliki kesamaan, namun mereka
juga memiliki perbedaan pendapat dalam sebagian masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai