Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ILMU KALAM

“SIFAT-SIFAT TUHAN MENURUT ALIRAN-ALIRAN DALAM ISLAM”

Dosen Pengampu:

Dr. H. Sunarto AS, M. EI

Oleh:

Arinda Dewinnabilah Zein (04040122084)

Muhammad Haidar Hafidz (04040122103)

Kelas A3

Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

2003
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah Ilmu Kalam dengan tema pembahasan “sifat-sifat tuhan menurut aliran Khawarij,
Mu’tazilah, Murji’ah, Asy’ariyah dan Maturidiyah”.

Ucapan terimakasih kepada bapak Dr. H. Sunarto AS, M. EI sebagai dosen pengampu
mata kuliah ilmu kalam yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalamn dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Berharap
dapat menjadi pelajaran dalam pembuatan makalah yang akan datang. Dan juga kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang khususnya di dunia Pendidikan.

Surabaya, 10 Juni 2023

Kelompok 10
DAFTAR ISI

Cover……………………………………………………………………………i

Kata Pengantar………………………………………………………………....ii

Daftar Isi……………………………………………………………………….iii

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang………………………………………………………......……...1

Rumusan Masalah……………………………………………………......……. 2

Tujuan Penulisan………………………………………………………......…....2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Sifat-Sifat Tuhan……………………………………………………...........

A. Menurut Aliran Khawarij………………………………….....………..


B. Menurut Aliran Murji”ah……………………………………………...
C. Menurut Aliran Mu’tazilah…………………………………………….

D. Menurut Aliran Asy’ariyah…………………………………………....

E. Menurut Aliran Maturidiyah……………………………………….....

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………….....15

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..16
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang hal-hal yang berkenan dengan firman
tuhan. Pernyataan-pernyataan kalam ini biasanya mengarah pada pembahasan mendalam
yang didasarkan dari dalil-dalil baik rasional (aqliyah) maupun tradisional (naqliyah).
Banyak juga aliran-aliran yang muncul dari ilmu kalam. Dan setiap aliran memiliki
pemahaman dan kepercayaannya masing-masing. Begitupun pemahaman tentang sifat-sifat
tuhannya.
Sifat-sifat tuhan dalam aliran islam sangat penting untuk dipahami dalam
memperdalam keimanan. Dan ada beberapa aliran yang menyebutkan sifat-sifat tuhan
diantaranya yaitu Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Menurut aliran Khawarij sifat-sifat tuhan yaitu Al-‘Adl (Maha Adil), Al-Qudrah (Maha
Kuasa), Al-Murjiah (Maha Penunda), Al-Muhakkamah (Maha Menetapkan), AlMuqaddamah
(Maha Mendahulukan), Al-Mu’akhkhirah (Maha Mangakhiri), Al-Mu’min (Maha Memberi
Keamanan), Al-Muqsith (Maha Adil dalam Pembagian Rizki).
Menurut aliran kedua yaitu murjiah sifat tuhan tidak dapat diketahui oleh manusia dan
hanya dapat dipercayai. Mereka juga berpendapat bahwa iman hanya cukup memasukkan
seseorang dalam Islam dan dosa tidak memengaruhi status keimanan seseorang. Sedangkan
menurut aliran mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan itu Maha Esa maka tuhan tidak memiliki
sifat-sifat. Dan bagi Mu’tazilah yang dimaksud sifat adalah zat Allah SWT sendiri
Dan menurut aliran ASy’ariyah dan Maturidiyah dibagi menjadi tiga yaitu, sifat Wajib
(yang mutlak dimiliki) Allah, Sifat Mustahil (mutlak tidak dimiliki) Allah dan Sifat Jaiz
(boleh ada boleh tidak dimiliki) Allah. Dan itu semua akan lebih dalam dibahas dan dikupas
tuntas dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan aliran Khawarij tentang sifat-sifat Tuhan dan ada berapa
sifatsifatnya?
2. Bagaimana pandangan aliran Murji’ah tentang sifat-sifat Tuhan?
3. Bagaimana pandangan aliran Mu’tazilah tentang sifat-sifat Tuhan? 4. Bagaimana
pandangan aliran Asy’ariyah tentang sifat-sifat Tuhan?
5. Bagaimana pandangan aliran Maturidiyah tentang sifat-sifat Tuhan?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas maka, tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pandangan aliran Khawarij tentang Sifat-Sifat Tuhannya
2. Untuk mengetahui pandangan aliran Murji’ah tentang Sifat-Sifat Tuhannya
3. Untuk mengetahui pandangan aliran Mu’tazilah tentang Sifat-Sifat Tuhannya
4. Untuk mengetahui pandangan aliran Asy’ariyah tentang Sifat-Sifat Tuhannya
5. Untuk mengetahui pandangan aliran Maturidiyah tentang Sifat-Sifat Tuhannya
6. Dan untuk mengetahui perbedaan pandangan aliran-aliran ini tentang sifat tuhannya
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Sifat-Sifat Tuhan

A. Menurut Aliran Khawarij

Aliran Khawarij merupakan salah satu aliran teologi dalam islam. Dimana awalnya
aliran ini adalah aliran yang mengikuti Sayyidini Ali bin Abi Thalib, namun akhirnya
mereka memisahkan diri dari kelompok sayyidina Ali karena Sayyidina Ali menerima
Tahkim dengan demikian mereka menganggap Ali adalah orang yang murtad, itulah
akhirnya mereka disebut dengan aliran Khawarij. Aliran ini termasuk aliran kedua yang
muncul setelah Syi’ah.

Pandangan Khawarij tentang sifat-sifat tuhan adalah:

a) Tauhid
Khawarij menganut konsep bahwa tuhan itu Esa (tuggal) yang kuat. Mereka menekankan
bahwa hanya tuhan yang memiliki hak Mutlak untuk mengatur kehidupan manusia dan
menentukan hukum.
b) Al-Adl (Keadilan)
Khawarij menganggap bahwa salah satu sifat utama Tuhan adalah keadilan yang
sempurna. Mereka percaya bahwa tuhan akan menghukum dan membalas setiap
Tindakan yang salah secara adil.
c) Takdir (Qadar)
Khawarij memiliki pandangan tentang takdir yang kuat. Mereka percaya bahwa segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah ketetapan Tuhan, dan manusia tidak memiliki
kebebasan mutlak dalam menentukan Nasib mereka sendiri.
B. Menurut Aliran Murji’ah

Aliran ini muncul karena adanya persoalan politik sama hal nya dengan aliran
Khawarij. Namun perbedaannya dengan Khawarij adalah aloran ini lebih bersifat Netral,
tidak asal meng kafirkan orang lain, dan tidak Ekstrem (keras) seperti Khawarij.
Menurut murjiah tentang Sifat Tuhan adalah:
a. Tauhid
Seperti kebanyakan orang muslim, murji’ah juga meyakini konsep tauhid, yaitu
keyakinan adanya tuhan yang esa. Murjiah cenderung fokus pada keesaan dn
kebesaran Tuhan, mereka meyakini bahwa sifat-sifat Tuhan seperti keadilan,
kebijaksaan, dan kekuasaan sebagai sesuatu yang mutlak dan sempurna.
b. Maha pengampun dan Maha penyayang
Mereka berpendapat bahwa Tuhan pasti memberikan kesempatan kepada manusia
untuk bertaubat dan mendapatkan Rahmat-Nya.
c. Mutlak atas keimanan
Murji’ah berpendapat bahwa hanya tuhan lah yang berhak menetukan keimanan
seseorang dan yang berhak menilai juga.

Mereka juga berpendapat bahwa Sifat-Sifat Tuhan tidak dapat diketahui oleh manusia
dan hanya dapat dipercayai. Mereka juga berpendapat bahwa iman adalah cukup dengan
memasukkan seseorang dalam islam dan dosa juga tidak mempengaruhi status keislaman
seseorang.

C. Menurut Aliran Mu’tazilah


Menurut aliran ini, bahwa Tuhan tidak memiliki Sifat. Dan mereka juga berpendapat
sifat-sifat yang diketahui oleh setiap orang adalah kehendak bukan sifat. Apabila tuhan
memiliki sifat maka secara otomatis sifat tersebut akan kekal seperti Tuhan.
Menurut aliran ini, bahwa Tuhan tidak memiliki Sifat. Dan mereka juga berpendapat
sifat-sifat yang diketahui oleh setiap orang adalah kehendak bukan sifat. Al-Hayat dalam
membahas soal sifat, mengatakan bahwa kehendak bukanlah sifat yang melekat pada dzat
tuhan dan tuhan berkehendak bukan melalui dzat Nya. Jika dikatakan tuhan berkehendak
berarti itu Dia mengetahui, berkuasa, dan tidak dipaksa melakukan
perbuatanperbuatannya.
Dan kalua disebut Tuhan menghendaki, maka Dia melakukan perbuatan-perbuatan
itu seuai dengan pengetahuanNya. Dan jika selanjutnya disebut bahwa Tuhan
menghendaki perbuatan-perbuatan hambaNya, maka yang dimaksud ialah Tuhan
memerintahkan supaya perbuatan perbuatan itu dilakukan.
Dan arti Tuhan mendengar adalah Tuhan mengetahui apa yang didengar, demikian
pula Tuhan mengetahui apa yang dilihat. Inilah intopeksi al-Khayyat tentang peniadaan
sifat Tuhan. Beberapa pemimpin-pemimpin Mutazilah serta pendapat-pendapat mereka
mengenai persoalan-persoalan teologi. Seolah-olah dapat dirasakan, pemikiran-pemikiran
yang mereka keluarkan banyak dipengaruhi oleh filsafat Yunani.1

Sifat-sifat tuhan menurut beberapa tokohnya:

• Abu al-Huzail (135-235)


Nama lengkapnya adalah Abu al-Huzail Muhammad bin Ubaidillah ibn
Makhul al-Allaf, namun yang lebih populer dengan namanya adalah Abu alHuzail
atau al-Allaf. Al-Allaf artinya makanan binatang di Bashrah bukan seorang
pedagang hewan.2 Dia dilahirkan pada tahun 135 H di kota Bashrah. Selama
menuntut ilmu beliau berada di sana sampai tumbuh menjadi seorang yang
dewasa. Pada tahun 204 H dia pergi meninggalkan kota Bashrah untuk memenuhi
undangan al-Ma‟mun di kota Baghdad. Tidak lama setelah itu dia pindah dan

1 harun nasition, teologi islam, hlm. 53.


2 Al-Gurabi, 1958.
menetap di kota Samara (sarra man ra) sampai wafat di sana pada tahun 235 H.3
Abu al-Huzail berpendapat bahwa zat Tuhan itu terlepas dari sifat fisik. Kepada
Tuhan tidak dapat diberikan sifat yang mempunyai wujud tersendiri dan
kemudian melekat pada zat Tuhan. Karena akan membawa kepada adanya dua zat
yang qadim. Hal ini akan mengakibatkan adanya faham tarkib (tersusun),
sedangkan anggapan bahwa zat Tuhan itu tersusun adalah batil. Sekalipun hanya
dalam pikiran apalagi dalam ungkapan.

Tuhan bersifat negatif (nafy al-sifat).4 Karenanya Tuhan tidak mempunyai


kekuasaan, tidak mempunyai hajat, tidak mengetahui dan sebagainya.5 Hal ini
bukan berarti bahwa Tuhan menurutnya jahil, mayit dan sebagainya. Tuhan tetap
mengetahui, berkuasa, hidup dan sebagainya bukanlah sifat dalam arti
sebenarnya. Bahwa Tuhan mengetahui dengan perantaraan pengetahuan dan
pengetahuan itu adalah Tuhan itu sendiri. Jadi menurutnya, pengetahuan dan
kekuasaan Tuhan adalah Tuhan sendiri, yaitu zat dan sekaligus esensi Tuhan.6
Berkaitan dengan nafy al-sifat ini, Abu al-Huzail berbeda pendapat dengan tokoh
Mu‟tazilah lainnya yang mengatakan bahwa Tuhan itu mengetahui lantaran zat-
Nya sendiri, bukan lantaran ilmu-Nya. Di dalam kitab Milal wa al-Nihal
dikatakan bahwa Mu‟tazilah lain mengatakan bahwa dia menafikan adanya sifat
Tuhan sama sekali, sedangkan Abu al-Huzail mengakui adanya sifat yang pada
hakikatnya adalah zat itu juga atau zat yang pada hakikatnya juga sifat.7
Konsep Abu al-Huzail tentang zat Tuhan membagi sifat-sifat Tuhan kepada:
1) Sifat zat yang merupakan esensi Tuhan, 2) Sifat fi‟il atau aktivitas, yang
merupakan perbuatan-perbuatan Tuhan.8 Adapun yang dimaksudkan dengan sifat
zat adalah segala sifat Tuhan yang tidak bisa disifatkan dengan kebalikannya.

3 Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspek, 1979.


4 Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Perbandingan Analisa, 1983.
5 Al-Asy’ariy.
6 Al-Syahrastani, 1976.
7 Al-Syahrastani, 1976.
8 Al-Syahrastani, 1976.
Seandainya dikatakan bahwa Allah itu ‘Alim, dengan sendirinya Tuhan tidak akan
pernah bersifat jahil (tidak tahu).9
Sedangkan yang dimaksud dengan sifat fi‟il ialah sifat, di mana Tuhan bisa
disifati dengan kebalikannya. Dalam hal ini, iradah Tuhan umpamanya, Tuhan
juga disifati dengan karahah. Begitu juga halnya dengan sifat dan sayang,
menurut Abu al-Huzail Tuhan bisa disifati dengan rasa benci dan marah.10 Adapun
berkaitan dengan manusia, Abu al-Huzail berpendapat bahwa dengan akal
seseorang mampu untuk mengetahui Tuhan dan mengenai hal-hal yang baik dan
buruk.

Hal itu menyebabkan seseorang akan diberi ganjaran apabila lalai dari
mengetahui Tuhan dan mengerjakan yang baik dan yang buruk. Dalam penciptaan
manusia, Tuhan tidak mempunyai kepentingan kepada mereka, tetapi karena
hikmat lain dan semata-mata manfa‟at bagi manusia itu sendiri.11 Dari
pemahaman ini timbullah ajaran lain dalam aliran Mu‟tazilah yang disebut
dengan faham al-salah wa al-aslah, yaitu bahwa Tuhan wajib mewujudkan yang
baik bahkan yang terbaik untuk semata-mata kemaslahatan manusia. Tuhan bisa
saja berbuat zalim dan berdusta kepada manusia, tetapi hal-hal seperti itu tidak
mungkin dilakukan-Nya.12

• Al-Jubba‟i (235-303 H)
Nama lengkapnya adalah Abu „Ali Muhammad ibn Abd. Wahhab al-Jubba‟I
dan mempunyai seorang anak yang juga pengikut aliran Mu‟tazilah, yaitu Abu
Hasyim Abd. Salam. Keduanya adalah pengikut Mu‟tazilah di kota Bashrah. Dia
dilahirkan di sebuah desa yang bernama al-Jubba‟i di kota Bashrah pada tahun
235 H,13 sehingga dia dinamakan al-Jubba‟i. Sebagaimana halnya al-Huzail,
alJubba‟i dan anaknya Abu Hasyim Abd. Salam berbeda dengan tokoh
Mu‟tazilah lainnya, bahkan al-Jubba‟i sendiri berbeda dengan Abd al-Salam

9 Al-Asy’ariy.
10 Al-Gurabi, 1958.
11 Al-Asy’ariy.
12 Nasution, Teologi Islam Aliran-Aloran Sejarah Analisa Perbandingan, 1983.
13 Al-Gurabi, 1958.
sendiri. Tanda-tanda kepintaran yang nampak dalam dirinya sewaktu kecil
semakin nampak setelah dia semakin dewasa. Akhirnya dia terkenal sebagai ahli
debat dan memiliki nalar yang tinggi. Dalam hal-hal yang rumit untuk dipikirkan
dapat dituntaskannya,14 berdasarkan kecerdasannya tersebut.
Sebagaimana halnya al-Huzail, al-Jubba‟i dan anaknya Abu Hasyim Abd
alSalam dalam pemikiran teologinya membicarakan tentang zat dan sifat Tuhan.
Mereka juga berpendapat bahwa yang disebut kalam atau sabda Tuhan tersusun
dari huruf dan suara. Tuhan disebut Mutakallimin dalam arti menciptakan kalam.
Mutakallimin tidak mengandung arti sesuatu yang berbicara.15

Dalam membicarakan zat Tuhan, mereka berpendapat bahwa Tuhan tidak


akan dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya di akhirat.16 Zat Tuhan itu
hanya disifati dengan sifat negatif. Zat Tuhan menurutnya berbeda dengan semua
zat makhluk. Zat Tuhan itu bukan sesuatu dan sesuatu itu bukan zat Tuhan.
Mengetahui Tuhan serta bersyukur kepada-Nya dan mengetahui perbuatan baik
dan buruk adalah wajib bagi manusia dalam arti kewajiban yang dipaksakan oleh
akal (wajibat aqliyat). Oleh sebab itu mereka mengakui adanya apa yang disebut
ajaran-ajaran akal (syar‟iyah al aqliyah).

Al-Jubba‟i juga membagi sifat Tuhan kepada dua bahagian, sifat Zat; sifat
yang merupakan esensi Tuhan dan sifat af‟al sifat yang merupakan perbuatan
Tuhan. Mengenai peniadaan sifat Tuhan, al-Jubba‟i berpendapat bahwa Tuhan
mengetahui melalui esensi-Nya dan demikian pula berkuasa dan hidup melalui
esensi-Nya.17 Dengan demikian, untuk mengetahui Tuhan tidak perlu pada sifat

14 Al-Gurabi, 1958.
15 Zahrah, Tarikh Al-Mazahib al-Islamiyah fi al-Siyasat wa al-Aqaid.
16 Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah fi al-Siyasat wa al-Aqaid.
17 Zahrah, Tarikh al-Mazahub al-Islamiyah fi al-Siyasat wa al-Aqaid.
mengetahui dan begitu pula tidak pada keadaan mengetahui. Adapun menurut
anaknya, Abu Hasyim, Tuhan mengetahui melalui keadaan mengetahui.
Mengetahui bagi Tuhan bukanlah sifat, tetapi hal (station).

D. Menurut Aliran Asy’ariyah

Teologi Asy’ariyah muncul tidak terlepas dari situasi politik yang berkembang
pada saat itu. Teologi Asy’ariyah muncul sebagai teologi tandingan dari aliran
Mu’tazilah yang bercorak rasionil. Aliran Mu’tazilah ini mendapat tantangan keras dari
golongan tradisional islam terutama golongan hambali.18
Asy’ariyah memgungkapkan bahwa Tuhan memiliki sifat yang menjadi bukti adanya
(wujud) Tuhan.

Akan tetapi dalam pandangannya, sifat Tuhan bukan esensi Tuhan itu sendiri,
sifat Tuhan dan zat Tuhan adalah dua hal yang berbeda tetapi satu. Sifat-sifat
tersebut lain dari zat-Nya atau berada diluar zat-Nya dan bukan zat Tuhan itu sendiri.
Oleh karena itu, Tuhan mengetahui bukan dengan zat-Nya karena jika demikian berarti
Allah adalah pengetahuan itu sendiri seperti mu’tazilah, melainkan mengetahui dengan
pengetahuan-Nya. Demikian pula dengan sifatsifat lainnya.19
Sifat-sifat Tuhan menurut aliran Asy’ariyah terdiri dari sifat wajib, sifat jaiz, dan
sifat salbiyah. Sifat wajib adalah sifat yang harus dimiliki oleh Tuhan seperti keberadaan,
kehidupan, pengetahuan, kekuasaan, dan kehendak. Sifat jaiz adalah sifat yang mungkin
dimiliki oleh Tuhan seperti mendengar dan melihat. Sementara itu, sifat salbiyah adalah
sifat yang tidak dimiliki oleh Tuhan seperti ketidakhadiran dan ketiadaan.

18 Umi ma’rifah, latar belakang asy’ariyah dan pokok ajaran asy’ariyah, 2020.
19 Nasihun Amin, Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2005) hal, 109-112. 20
Ahmad Amin, Zuhr al-Islam, Juz IV (Kairo: Dar al-Nahdah, 1965), 91-92. Lihat juga Mur’a Mu’ahhari, Mengenal
Ilmu Kalam cara mudah menembus kebutuhan berpikir, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), 65. 21 Mu’ahhari,
Mengenal Ilmu Kalam, 65.
E. Menurut Aliran Maturidiyah

Maturidiyah merupakan salah satu sekte Ahlussunnah wa al-Jama’ah yang tampil


bersama al-Asy’ariyah menentang paham-paham Mu’tazilah di mana Maturidiyah
berlokasi di Samarkand yang dipimpin oleh Abu Mansur al-Maturidi, sedangkan
Asy’ariyah berlokasi di Basrah yang dipimpin oleh Abu Hasan-Asy’ary.20
Meskipun kedua tokoh ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah, namun
di antara keduanya terdapat perbedaan dalam paham-paham yang dimunculkan yang
dilatarbelakangi dengan perbedaan mazhab Syafi’i, sedangkan Maturidi menganut
mazhab Hanafi.21

➢ Tokoh dan Pemikiran aliran Maturidiyah


i. Maturidiyah Sarmankand (al-maturidi)
Al-Maturidi nama lengkapnya Abu Mansur Muhammad
bin Muhammad al-Maturidi adalah teolog terkemuka yang
menggolongkan dirinya dalam barisan kaum Ahlussunnah wa
al- Jama’ah. Paham kalam yang dikemukakannya dan dianut
oleh para pengikutnya kemudian dikenal dengan nama
Maturidiyah.20 Beliau lahir di Maturidi dekat dengan Samarkand
(di Asia Tengah kira-kira pada tahun 238H/852M).

Al-Maturidi menerima pendidikan yang cukup baik dalam berbagai


ilmu pengetahuan keislaman di bawah asuhan empat ulama terkemuka
pada masa itu, yaitu: Syaikh Abu Bakar Ahmad ibn Ishaq, Abu Nashr
Ahmad ibn al-‘Abbas ibn al-Husain al-Ayadi al-Ansari al-Faqih
alSamarqandi, Nusair ibn Yahya al-Balkhi, dan Muhammad ibn Muqatil
al-
Razi. Mereka adalah murid-murid Abu Hanifah.21

20 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, t.th.), 630.
21 Mustafa ceric, Roots of Synthetic Theology in Islam A Study of The Theology of Abu Mansur Al-Maturidi (d.
333/944), (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 31-33.
Dari guru-gurunya itulah membuat al-Maturidi dikenal dalam bidang
fiqih, ilmu kalam, tafsir sekalipun akhirnya ia lebih populer sebagai
Mutakkalimin. Oleh karena ia lebih banyak memfokuskan perhatiannya
kepada ilmu kalam, karena ketika itu ia banyak berhadapan dengan paham
teologi lain seperti Mu’tazilah.22

Bagi al-Maturidi bahwa Tuhan itu mempunyai sifat-sifat.23 Tetapi


sifat-sifat itu bukan dzat. Dengan kata lain sifat-sifat itu bukanlah suatu yang
berdiri pada dzat. Sifat-sifat itu qadim dengan qadim-nya dzat. Kekalnya sifat-
sifat Tuhan itu bukan melalui kekalnya sifat-sifat itu sendiri, akan tetapi
kekalnya sifat itu melalui kekekalan yang terdapat dalam esensi Tuhan. Oleh
karena sifat-sifat itu bukan berdiri sendiri, maka tidaklah terjadi taaddud
alqudama’, sebagaimana paham mu’tazilah yang menafikan sifat karena
beranggapan akan terjadi taaddud al-qudama’.
ii. Maturidiyah Bukhara (al-Bazdawi)
Al-Bazdawi, nama lengkapnya ialah Abu Yusar Muhammad bin
Muhammad bin al-Husain bin Abdul Karim Al-Bazdawi dilahirkan tahun
421 H.26 Kakek al-Bazdawi yaitu Abdul Karim, hidupnya semasa dengan
al-Maturidi dan termasuk salah satu murid al-Maturidi, maka wajarlah jika
cucunya juga menjadi al-Bazdawi memahami ajaran-ajaran al-Maturidi
lewat ayahnya.24 al-Bazdawi berpendapat bahwa Tuhan mempunyai
sifat-sifat. Tuhan pun qadim.25 Akan tetapi untuk menghindari banyaknya
yang menyertai qadim-nya dzat Tuhan, maka al-Bazdawi mengatakan
bahwa ke-qadim-an sifat-sifat Tuhan itu melalui ke-qadim-an yang
melekat pada diri dzat Tuhan melalui ke-qadim-an sifat-sifat itu sendiri.26
Jadi, antara sifat dan dzat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

22 Abu Mansur al-Maturidi, Kitab Tauhid, ditahkiq oleh Fathullah Khalif (Latambul-Turki: Maktabah al-Islamiyah,
1979), 1.
23 Nasution, Teologi, 76
24 Nasution, Teologi, 77.
25 Nasution, Teologi, 34.
26 Nasution, Teologi, 74.
dipisahkan dengan yang lainnya. Sifat tidak akan ada tanpa dzat dan sifat
bukanlah dzat itu sendiri.

• Perbandingan antara Asy’ariyah dan Maturidiyah


Perbandingan tentang Sifat-Sifat Tuhan, Asy’ariyah berpendapat sifat-sifat tuhan
bukanlah tuhan, tetapi tidak pula lain dengan tuhan. Karena sifat-sifat tidak akan lain dari
pemiliknya. Sedangkan pendapat Maturidiyah yaitu, sifat itu tidak dikatakan sebagai
esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat tuhan itu Mulzamah (ada
Bersama) dzat tanpa terpisah.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasam diatas dapat disimpulkan:

1. Khawarij: Ada beberapa sifat tuhan yang semuanya adalah mutlak dan manusia tidak
memiliki kehendak untuk memilih atau merubah, dan dihukumi murtad (kafir) bagi
orang yang tidak mempercayai sifat-sifat tersebut.
2. Murji’ah: Sifat-sifat Tuhan tidak dapat diketahui oleh manusia dan hanya dapat
dipercayai. Dan hanya dengan masuk dalam Islam maka telah dikatakan beriman.
3. Mu’tazilah: Aliran ini menganggap bahwa tuhan tidak memiliki sifat. Dan yang
dikatakan oleh kebanyakan orang sebagai sifat menurut mereka adalah dzat bukan sifat.
4. Asy’ariyah: Berpendapat tuhan itu memiliki sifat. Dan sifat-sifat tuhan bukanlah tuhan
dan juga tidak lain dengan tuhan. Karna tidak mungkin sifat itu lain dengan pemilikmya.
5. Maturidiyah: Sifat itu tidak dikatakan sebagai dzat Nya, dan bukan pula lain dengan
Dzatmya. Sifat-sifat tuhan itu ada Bersama dzat Nya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad nazeh sobirin, Bella Ana Sahida, Amin Afrizal, Makalah ILMU KALAM, UIN Sunan
Ampel, Surabaya, 2020.
Ishak Hasibun, Teologi Pemikiran Klasik Mu'tazilah dan Murji'ah, UIN Sumatera Utara, Medan,
2021.
Muh. Mamgawir, Sifat-Sifat dan Keadilan Allah dalam Pemikiran Teologi Muhammadiyah.
Muhammad Adam, Muhammad Alwi, Muhammad Ilham, Konsepsi Ketuhanan dalam Diskursus
Teologi Teologi Islam, Vol. 7, No. 1, Mei 2022.
DR. Sahri, Ma, Buku Mengkaji Filsafat Ilmu Kalam Reformulasi Kualitas Iman di Era Digital,
(Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)), Maret 2023.
Arifuddin, Muhammad Amri, Muhaemin Latif, Hermanto, Ketuhanan dan Diskursus Teologi
Madzhab Klasik, Vol. 14, No. 2, Oktober 2022.
Zainimal, Mu'tazilah dalam Lintasan Sejarah Pemikiran Islam, UIN Imam Bonjol, Padang,
Sumatera Barat, 2021.
Nurul Awwaliyah, Pemikiran Aliran Mu'tazilah, UIN Wali Songo Semarang, 2020.
Umi Ma'rifah, Al-Asy'ariyah, UIN Wali Songo Semarang, 2020.
Harun Nasition, Teologi islam, hlm. 53.
Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspek, 1979.
Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Perbandingan Analisa, 1983.
Zahrah, Tarikh Al-Mazahib al-Islamiyah fi al-Siyasat wa al-Aqaid.
Umi ma’rifah, latar belakang asy’ariyah dan pokok ajaran asy’ariyah, 2020.
Nasihun Amin, Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam, (Semarang: Karya Abadi
Jaya, 2005) hal, 109-112. 20 Ahmad Amin, Zuhr al-Islam, Juz IV (Kairo: Dar al-
Nahdah, 1965), 91-92. Lihat juga Mur’a Mu’ahhari, Mengenal Ilmu Kalam cara
mudah menembus kebutuhan berpikir, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), 65. 21
Mu’ahhari, Mengenal Ilmu Kalam, 65.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia,
(Jakarta:Djambatan, t.th.), 630.
Mustafa ceric, Roots of Synthetic Theology in Islam A Study of The Theology of Abu
Mansur Al-Maturidi (d. 333/944), (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995), 31-33.
Abu Mansur al-Maturidi, Kitab Tauhid, ditahkiq oleh Fathullah Khalif (Latambul-
Turki: Maktabah al-Islamiyah, 1979), 1.

Anda mungkin juga menyukai