Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ILMU KALAM

QADARIYAH

DISUSUN OLEH :

NABILA (632022014)
SEPTI PUSPASARI ( 632022013)
RIO JULIYANSAH ( 632023024p)

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

TUGAS AKADEMIK

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena atas ijin dan kuasanyalah
sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini berjudul “ “ Penulis sangat
berharap makalah sederhana ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai qodariyah Penulis juga menyadari bahwa di dalam karya tulis ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna.
Ucapan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah Tafsir ahkam dengan dosen pembimbing
yaitu bapak seluruh teman-teman hukum keluarga dan KPI, serta semua yang ikut memberikan
bantuan baik berupa materi, tenaga ataupun sumbang pikiran atas terselesaikanya makalah ini. Kurang
dan lebihnya penulis memohon maaf dan akhir kata saya ucapkan banyak terimakasih

Palembang, 2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………......................................………………………………………………………..i

DAFTAR ISI……………...................................……………….....……………………………………………….ii

BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang……….........................…….........………………………………………………………1

B. Rumusan Masalah …………………................................……………………………………………1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................2

A.Pengertian Qadariyah………....……………….............................………………………...……….2

B. Kemunculan Qadariyah…………………….............................……………………………………..3

C. Perkembangan Dan Tokoh Qadariyah……….......................……………………………………4

BAB III PENUTUP.....,.........................................................................................................5

A. Kesimpulan……………..................………....................…………………………………………….5

DAFTAR PUSTAKA…………………………........................................……………………………………....6
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit yang dipahami
pada umumnya. Dalam sejarah pemikiran Islam, terdapat lebih dari satu aliran yang
berkembang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama-ulama kalam
dalam memahami ayat-ayat al-Quran. Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia
bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan ada pula ayat yang menunjukkan bahwa
segala yang terjadi itu ditentukan oleh Allah, bukan kewenangan manusia . Dari perbedaan
pendapat inilah lahir aliran Qadariyah dan Jabariyah serta aliran-aliran lainya.
Aliran Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan
sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan kata lain manusia mempunyai
qudrah (kekuatan untuk melaksanakan kehendak atau perbuatannya). Dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar Tuhan. Sedangkan Jabariyah
berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan kehendak dalam menentukan
perbuatannya. Kalaupun ada kehendak dan kebebasan yang dimiliki manusia, kehendak dan
kebebasan tersebut tidak memiliki pengaruh apapun, karena yang menentukannya adalah
kehendak Allah semata .
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar
teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma‟bad al-
Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M. Ibnu Nabatah menjelaskan dalam
kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam
dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat
Muhammad Ibnu Syu‟ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang
menyatakan bahwa paham
Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-
Basri sekitar tahun 700M.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud Qadariyah?
2. Bagaimana latar belakang kemunculan aliran Qadariyah?
3. Bagaimana perkembangan dan siapa saja tokoh Qadariyah?
4. Bagaimana paham Qadariyah dan argumennya?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qadariyah

Qadariyah (‫( ةيردق‬adalah sebuah ideologi di dalam akidah Islam yang muncul pada
pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak. Kelompok ini memiliki keyakinan mengingkari
takdir, yaitu bahwasanya perbuatan makhluk berada di luar kehendak Allah dan juga bukan ciptaan
Allah. Para hamba berkehendak bebas menentukan perbuatannya sendiri dan makhluk sendirilah yang
menciptakan amal dan perbuatannya sendiri tanpa adanya andil dari Allah SWT. Istilah “qadariyah”,
dalam konteksnya dengan aliran Teologi Islam, merupakan kata musytarak.
Di satu sisi kata qadariyah merujuk kepada golongan yang meniadakan qadar Tuhan dan
menetapkannya untuk manusia, dan di sisi lain menunjuk kepada golongan kebalikannya yang
menetapkan qadar bagi Tuhan dan meniadakannya dari manusia. Terhadap hal ini, Harun Nasution
menegaskan bahwa sebutan qadariyah berasal dari pengertian manusia itu memiliki qudrah atau
kekuasaan untuk mewujudkan kehendaknya, dan bukan dari pengertian manusia majbur atau terpaksa.
Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa Qadariyah adalah sebuah pemikiran atau aliran yang
mengingkari takdir ALLAH mereka berkehendak bebas menentukan perbuatannya sendiri, tanpa
adanya campur tangan dari ALLAH.

B. Kemunculan Qadariyah
Faham Qadariyah muncul petama kali sebelum pertengahan abad ke-8 M, dan yang
membawanya ke lingkungan umat Islam adalah Ma‟bad al-Juhani dan Ghilan Dimisyqi. Dijelaskan di
dalam sebuah kitab berjudul Syarh al-Uyun, bahwa faham Qadariyah ini semula berasal dari seorang
Kristen, penduduk Irak bernama Abu Yunus Sansaweh. Mula-mula ia masuk Islam, kemudian murtad
dan kembali ke Agama Kristen. Dari orang inilah Ma‟bad dan Ghilan mengambil faham ini.
Pandangan Qadariyah tersebut sama sekali tidak berimplikasikan pada penolakan terhadap adanya
campur tangan Tuhan terhadap perwujudan perbuatan manusia. Qadariyah tetap mengakui bahwa
pemilik hakiki qudrah dan iradah adalah Tuhan semata,
sehingga kalau Tuhan tidak menganugerahkannya, manusia mesti tidak bisa berbuat apaapa.
Hanya saja kemudian Allah meminjam istilah Murtadla Muthahhari man-tafwidlkan (menyerahkan)
qudrah dan iradah itu sepenuhnya kepada manusia, dan manusia bebas mempergunakan untuk
berbuat. Apa pun tanpa campur tangan dari Tuhan. Ini berarti qudrah dan iradah dari Tuhan itu,
menurut Qadariyah, masih bersifat murni dan bebas nilai, dan manusia sendiri yang diberi hak untuk
mewarnai dengan nilai baik atau buruk. Itulah sebabnya Qadariyah memandang manusia sebagai
pelaku perbuatan dalam arti yang sebenarnya, bukan dalam pengertian lainnya.
Konsekuensi dari pandangan di atas, karena Tuhan telah men-tafwidlkan qudrah dan daya
berbuat itu kepada manusia, maka lepaslah hubungan manusia dengan Tuhan dalam hal mewujudkan
suatu perbuatan. Hubungan manusia dengan Tuhannya hanya terjadi dalam hal pen-tafwidl-an qudrah
dan iradah yang masih dalam kondisi bebas nilai tersebut, dan setelah itu manusia sendiri yang
mewujudkan perbuatannya. Lebih jauh dikatakan, bahwa Tuhan menurut Qadariyah tidak mengetahui
perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia. Dengan pandangan seperti itu Qadariyah memberikan
kebebasan yang besar kepada manusia dalam mewujudkan suatu perbuatan. Manusia bebas
menentukan pilihan dan perbuatannya. Implikasinya, jika manusia itu baik, maka kebaikan itu berasal
dari diri manusia sendiri, bukan dari pihak eksternal di luar dirinya; dan begitu pula sebaliknya.
Pandangan inilah yang kelak diambil alih oleh kaum Mu‟tazilah, yan meski mengalami beberapa
modifikasi tetapi esensinya tetap sama. Karenanya tidak mengherankan jika aliran Mu‟tazilah sering
juga disebut dengan nama Qadariyah. Qadariyah terletak pada pemberian rincian lebih detail dan
argumen rasionalnya. Misalnya, jika Qadariyah belum pernah melakukan pengklasifikasian
perbuatan, maka Mu‟tazilah telah membagi perbuatan menjadi dua macam,
yaitu perbuatan yang timbul dengan dirinya sendiri (refleks) dan perbuatan bebas (sengaja).
Tentu perbuatan jenis yang kedua inilah yang dimaksudkan sebagai perbuatan yang diciptakan atau
dihasilkan oleh manusia. Untuk menguatkan pandangannya, Qadariyah mengemukakan dalil-dalil
naql. Ayat-ayat al-Quran yang kelihatannya mendukung pendapat mereka. Dengan demikian
kemunculan Qadariyah memberikan kebebasan besar untuk manusia berbuat sesuatu tanpa adanya
bantuan tuhan.

C. Perkembangan Dan Tokoh


Qadariyah Paham Qadariyah ini disebarkan oleh Ma'bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimasqi
sekitar tahun 70 H/ 689 M pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705M).
Latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani
Umayyah yang dianggapnya kejam. Apabila aliran Ajbariyah berpendapat bahwa khalifah Bani
Umayyah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah dan hal ini berarti merupakan
topeng kekejaman Bani Umayyah,
maka aliran Qadariyah mau membatasi qadar tersebut. Mereka mengatakan bahwa kalau Allah
itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada orang yang
berbuat kebaikan. Manusia harus bebas dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih
perbuatan yang baik maupun yang buruk. Jika Allah itu telah menentukan lebih dahulu nasib manusia,
maka Allah itu zalim. Karena itu manusia harus merdeka memilih atau ikhtiar atas perbuatannya
(kholiqul af'al). Manusia harus memiliki kebebasan berkehendak.
Orang-orang yang berpendapat bahwa amal perbuatan dan nasib manusia itu hanyalah
bergantung pada qadar Allahh saja, selamat atau celakanya seseorang iitu hanyalah bergantung pada
qadar Allahh saja, selamat atau celakanya seseorang itu telah ditentukan oleh Allah sebelumnya,
pendapat tersebut adalah sesat. Sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah dan
berarti menganggap-Nya pula yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah
melakukan kejahatan. Ajaran-ajaran paham Qadariyah segera mendapat pengikut yang cukup,
sehingga khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban umum. Ma'bad alJuhni
dan dan beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum bunuh di Damaskus (80/690M).
Setelah peristiwa ini, maka pengaruh paham Qadariyah semakin surut. Akan tetapi dengan munculnya
paham Mu'tazilah, sebetulnya dapat diartikan sebagai penjelmaan kembali dari paham-paham
Qadariyah. Sebab antara keduanya, terdapat persamaan demikian filsafatnya,
yang selanjutnya disebut sebagai kaum Qadariyah Mu'tazilah. Ma'bad al-Juhni adalah seorang
tabi'i yang baik, pernah belajar kepada Washil bin Atho', pendiri Mu'tazilah. Kemudian ia melibatkan
diri dalam lapangan politik dan memihak kepada Abdurrahman ibn al-Asy'ash, gubernur Sijistan
dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dia dihukum mati oleh Al-Hajaj, Guberbur Basrah,
karena ajaran-ajaranya pada tahun 80 Sesudah Ma'bad meninggal, paham Qadariyah terus disebarkan
oleh Gailan ad Damasqi adalah penduduk kota Damaskus. Ayahnya seorang yang pernah bekerja
pada Kalifah Usman bin Affan. Ketika penyebaran dilakukan di Dammaskus, ia segera mendapat
tantangan dari khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Tapi sesudah khalifah ini wafat, Ghailan kembali
melanjutkan penyebaran paham Qadariyah ini, sehingga ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh
Hisyam ibn Abdul Malik (720-743 M). Sebelum dieksekusi, terlebih dahulu diadakan perdebatan
antara Ghailan dengan al-Auza'i yang dihadiri oleh Hisyam sendiri . Sebagian orang-orang Qadariyah
mengatakan bahwa semua perbuatan manusia yang baik itu berasal Allah, sedangkan perbuatan
manusia yang jelek itu manusia sendiri yang menciptakannya,
tidak ada sangkut-pautnya dengan Allah. Para penganut ajaran Qadariyah dikatakan Majusi,
karena mereka mengatakan adanya dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan pencipta keburukan.
Hal ini sama persis dengan ajaran agama Majusi atau Zaroaster yang mengatakan adanya dewa terang,
kebaikan dan siang, disebut Ahura Mazda dan dewa keburukan,
gelap dan malam, disebut Ahriman atau Angra Manyu. Ada pendapat lain mengatakan bahwa
sebenarnya yang mengembangkan ajaranajaran Qadariyah itu bukan Ma'bad al-Juhni melainkan ada
seorang penduduk Irak, yang mulanya beragama Kristen kemudian masuk Islam, namun akhirnya
kembali ke Kristen lagi. Dari orang inilah, Ma'bad al-Juhni dan Gailan ad-Damasqi mengambil
pemikirannya. Mereka sulit diketahui aliran-aliran. Karena mereka dalam
dalam segi yang lain mempunyai kesamaan dengan ajaran Murji'ah, sehingga disebut Murji'atul
Qadariyah. Bid'ahnya Qadariyah terdiri dari dua perkara besar yaitu :
1. Pengingkaran terhadap ilmu Allah yang telah mendahului suatu kejadian
2. Pernyataan bahwa hamba sendiri yang mempunyai kuasa penuh untuk mewujudkan penuh untuk
mewujudkan perbuatannya
Dua perkara ini sudah punah sebagaimana yang telah dituturkan oleh Ibnu Hajar dan Al-
Qurthubi. Tetapi Qadariyah sekarang hanya menetapkan ilmu Allah terhadap perbuatan hamba
sebelum terjadi, hanya saja mereka berbeda dengan ulama salaf dalam hal perbuatan hamba terjadi
atas kehendak sendiri tanpa ada campur tangan dari Allah. Kesesatan firqah ini lebih ringan daripada
yang pertama. Oleh karena itu, ulama salaf mengkafirkan Qadariyah yang mengingkari ilmu Allah
saja.Meskipun Qadariyah sudah punah tapi pemikirannya tumbuh subur dikalangan Mu'tazilah,
sehingga Mu'tazilah bisa disebut ahli waris paham Qadariyah. Dengan berkembangnya aliran
Qadariyah manusia semakin berfikir harus semakin bebas berkehendak.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai agama rahmatan lil ‟alamin dan agama yang menjunjung tinggi adanya toleransi dalam
beragama, Islam sendiri mempunyai problematika internal yang membuat Islam itu sendiri pecah
menjadi banyak kelompok atau aliran. Pada dasarnya aliran-aliran teologi dalam Islam muncul sejak
zaman khalifah Ar-Rasyidin Utsman Ibnu „Affan yang menerapkan sistem nepotisme pada
pemerintahannya. Qadariyah adalah salah satu aliran teologi dalam Islam yang muncul pada zaman
dinasti Umayyah.
Qadariyah secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu qodaro yang artinya kemampuan dan
kekuatan. Sedangkan secara istilah Qadariyah adalah aliran yang melakukan pengingkaran terhadap
dalil „aql dan naql (Qur‟an dan Hadis) serta menekankan kebebasan kepada manusia dalam
mewujudkan perbuatannya. Pendiri aliran ini adalah Ma‟had al-jauhany. Ia adalah seorang alim Al-
Qur‟an dan Hadis tetapi kemudian ia menjadi sesat dan mengeluarkan pendapat-pendapat salah dan
batal.
Adapun pokok pikiran aliran Qadariyah diantaranya :
1. Mengingkari takdir Allah SWT.
2. Berlebihan dalam menetapkan kemampuan manusia dan menganggap mereka bebas berkehendak.
3. Menganggap Al-Qur‟an adalah makhluk (qadim).
4. Mengungkapkan surga dan neraka akan musnah (fana‟).
DAFTAR PUSTAKA

A Damanik - SHAHIH (Jurnal Ilmu Kewahyuan), 2019 - jurnal.uinsu.ac.id

Qodariyah, H Hendriana - Edusentris, 2015 - academia.edu

NA Qodariyah, D Suryadi… - Jurnal Ilmiah Manajemen …, 2018 - journal.stiemb.ac.id

SL Qodariyah - Al-Fath, 2017 - jurnal.uinbanten.ac.id

Anda mungkin juga menyukai