Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Pemikiran Kalam Aliran Qadariyah


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi
Dosen Pengampu :

Kelas : J
Disusun Oleh : Kelompok 6
1. M irfan dwi syambara (2152040456)
2. M. Aldi Wijaya (2151040453)
3. Fahmi fernandika awabi (2151040430)

Program Studi Manajemen Bisnis Syariah


Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
2022
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL...................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR
ISI ................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................
1
C. Tujuan..................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Dan Penisbatan Paham Qadariyah .................................................... 2


B. Mengetahui Ajaran-ajaran Dalam Paham Qadariyah
........................................................................... 3
C. Sejarah Kemunculan Paham Qadariyah Dan Ruang
Lingkupnya..................................................................... 3

BAB III PENUTUP


A.Kesimpulan .............................................................................................................1
0
B.Saran.................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 11


Kata pengantar

Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan
segenap karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Aliran Qadariyah” ini dengan sebagaimana mestinya.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Tauhid. Selain
itu, kami berharap makalah ini tidak hanya menjadi sekedar rangkaian kata-kata
diatas kertas saja. Akan tetapi dapat menjadi penambah wawasan kita dalam
kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Dalam penulisan makalah ini tentunya kami sebagai penulis menemui
banyak kendala dalam pr oses penulisannya. Akan tetapi karena bantuan dan
kerja sama dari berbagai pihak yang terlibat, kesulitan tersebut dapat teratasi.
Kami juga memberikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Ulfah Alfiyah Darajat, S.E.I, M.E. selaku dosen pengampu mata kuliah Tauhid
yang telah membimbing dan memberikan materi
selama proses pembelajaran yang berlangsung didalam kelas.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih terdapat banyak sekali kekurangan. Sehingga itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan bagi perbaikan penulisan makalah
kedepannya.
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit yang dipahami pada
umumnya. Dalam sejarah pemikiran Islam, terdapat lebih dari satu aliran yang berkembang.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama-ulama kalam dalam
memahami ayat-ayat al-Quran. Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia
bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan ada pula ayat yang menunjukkan bahwa
segala yang terjadi itu ditentukan oleh Allah, bukan kewenangan manusia . Dari perbedaan
pendapat inilah lahir aliran Qadaryiah dan Jabariyah serta aliran-aliran lainya.

Aliran Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri
untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan kata lain manusia mempunyai qudrah
(kekuatan untuk melaksanakan kehendak atau perbuatannya). Dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar Tuhan.

Sedangkan Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan kehendak
dalam menentukan perbuatannya. Kalaupun ada kehendak dan kebebasan yang dimiliki
manusia, kehendak dan kebebasan tersebut tidak memiliki pengaruh apapun, karena yang
menentukannya adalah kehendak Allah semata .

Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan
sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang
mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan
ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M. Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam
dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat
Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang
menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk
Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.

1. Rumusan Masalah
2. Apa pengertian dari paham Qadariyah
3. Ajaran-ajaran apa saja dalam paham Qadariyah
4. Bagaimana sejarah kemunculan paham Qadariyah dan ruang lingkupnya
 

1. Tujuan
2. Untuk mengetahui pengertian dari paham Qadariyah
3. Untuk mengetahui ajaran-ajaran dalam paham Qadariyah
4. Untuk mengetahui sejarah kemunculan paham Qadariyah dan ruang lingkupnya.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Dan Penisbatan Paham Qadariyah


Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna
kemampuan dan kekuatan. Adapun secara terminology atau istilah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran ini berpendapat
bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan
kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Harun Nasution menegaskan
bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk pada qadar Tuhan. Sebab itulah faham seperti ini dinisbatkan dengan istilah
Qadariyah.

Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang
berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu
melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.

Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan


dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurut faham Qadariyah, manusia mempunyai
kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan
demikian nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar
Tuhan.

Sedangkan nama Qadariyah diberikan kepada golongan ini oleh lawan teologinya lantaran
sikap dan pendapatnya yang memandang : manusia itu bebas dan mempunyai kekuasaan
(qudrah) untuk melaksanakan kehendak dan segala perbuatannya. Dalam teologi modern
faham Qadariyah ini dikenal dengan nama  free will, freedom of willingness atau fredom of
action, yaitu kebebasan untuk berkehendak atau kebebasan untuk berbuat. Sebenarnya faham
Qadariyah ini lebih pas dialamatkan kepada kelompok yang menyatakan bahwa qadar
Allah telah menentukan segala tingkah laku manusia baik perilaku yang baik maupun yang
jahat sekalipun.1
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, ketika faham Qadariyah dibawa kedalam kalangan
mereka oleh orang-orang Islam yang bukan berasal dari Arab padang pasir, hal itu
menimbulkan kegoncangan dalam pemikiran mereka. Paham Qadariyah itu mereka anggap
bertentangan dengan ajaran Islam. Adanya sikap menentang faham Qadariyah ini dapat
dilihat dalam ungkapan lain bahwa:“kaum Qadariyah adalah kaum majusinya umat Islam”,
dalam pengertian sebagai golongan yang tersesat.
Jadi istilah Qadariyah dinisbatkan kepada faham ini, bukan berarti faham ini mengajarkan
percaya pada taqdir, justru sebaliknya faham Qadariyah adalah faham pengingkaran taqdir.
Penyebab lebih dikenalkanya penisbatan dan sebutan Qadariyah para pengingkar takdir ialah:

1. Tersebar luasnya madzhab asy’ariyah sehingga menjadikan kaum qadariyah dan


mu’tazilah sebagai minoritas dihadapan kaum asy’ariyah yang mayoritas.
2. Tuduhan adanya kesamaan antara kaum Qadariyah dengan penganut agama majusi, sebab
yang diketahui bahwa kaum majusi membatasi takdir ilahi hanya pada apa yang mereka
namakan kebaikan saja, sedangkan kejahatan berada diluar takdir ilahi
 

1. Asal Usul Kemunculan Paham Qadariyah


Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan
sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang
mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan
ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.

Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad
Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya
beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya
adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery
Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam
kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun
700M.

1
Sufyan Raji Abdullah. Mengenal aliran-aliran dalam islam dan cirri-ciri ajaranya. Jakarta:
Pustaka Riyadl. 2007
Iftiraq (perpecahan) itu sendiri mulai terjadi setelah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu
terbunuh. Pada masa kekhalifahan Utsman, belum terjadi perpecahan yang serius. Namun
ketika meletus fitnah di antara kaum muslimin pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib,
barulah muncul kelompok Khawarij dan Syi’ah. Sementara pada masa kekhalifahan Abu
Bakar Radhiyallahu ‘anhu dan Umar Radhiyallahu ‘anhu, bahkan pada masa kekhalifahan
Utsman Radhiyallahu ‘anhu, belum terjadi sama sekali perpecahan yang sebenarnya.

Selanjutnya, para sahabat justru melakukan penentangan terhadap perpecahan yang timbul.
Janganlah dikira para sahabat mengabaikan atau tidak tahu menahu tentang fenomena negatif
ini. Dan jangan pula disangka mereka kurang tanggap terhadap masalah perpecahan ini, baik
seputar masalah pemikiran, keyakinan, pendirian maupun perbuatan. Bahkan mereka tampil
terdepan menentang perpecahan dengan gigih. Mereka telah teruji dengan baik dalam sepak
terjang menghadapi perpecahan tersebut dengan segala tekad dan kekuatan.

Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani
Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat
tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan
lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran
Qadariyah itu tertampung dalam faham Mu’tazilah.

1. Dokterin-Dokterin Paham Qadariyah


Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik
atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau
menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam
menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa
atas segala perbuatannya.

Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan


pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini
kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas
oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah
akibatnya, orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-
sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa
campur tangan tuhan.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.
Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya
sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas
2
kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga
kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan
atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang
yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.

Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang umum yang
dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia
telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut
nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah
ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali,
yaitu hukum yang dalam istilah al-Quran adalah sunnatullah.

Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam.
Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu
berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah
yang mampu membawa barang dua ratus kilogram.

Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan kepada
Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat al-Quran yang berbicara
dan mendukung paham itu, seperti berikut:

1. Fush-Shilat : 40
ِ َ‫ا ْع َملُوا َما ِشْئتُ ْم ِإنَّهُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬
‫صير‬

Artinya: “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang kamu
perbuat”. (QS. Fush-Shilat : 40).

2. Ali Imran :165


 

‫ص ْبتُ ْم ِم ْثلَ ْيهَا قُ ْلتُ ْم َأنَّى هَ َذا قُلْ ه َُو ِم ْن ِع ْن ِد َأ ْنفُ ِس ُك ْم ِإ َّن هَّللا َ َعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬
َ ‫صيبَةٌ قَ ْد َأ‬ َ ‫َأ َولَ َّما َأ‬
ِ ‫صابَ ْت ُك ْم ُم‬
Artinya: “dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal

2
Ilmu Tauhid Lengkap. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1996.
kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan
Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari
(kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Ali
Imran :165)

3. Ar-Ra’d :11
‫ِإ َّن هَّللا َ ال يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َحتَّى يُ َغيِّرُوا َما بَِأ ْنفُ ِس ِه ْم‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan [Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak
merobah sebab-sebab kemunduran mereka.] yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS.Ar-Ra’d
:11)

1. Asas-asas Paham Qadariyah


2. Mengingkari takdir Allah Taala dengan maksud ilmuNya.
3. Melampaui atau berlebihan didalam menetapkan kemampuan manusia dengan
menganggap mereka bebas berkehendak (iradah). Di dalam perbuatan manusia, Allah
tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) mengenainya dan ia terlepas dari takdir (qadar).
Mereka menganggap bahawa Allah tidak mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu
kecuali selepas ia terjadi.
4. Mereka berpendapat bahawa Allah tidak bersifat dengan suatu sifat yang ada pada
makhluknya. Karena ini akan membawa kepada penyerupaan (tasybih). Oleh itu mereka
menafikan sifat-sifat Ma’ani dari Allah Taala.
5. Mereka berpendapat bahawa al-Quran itu adalah makhluk, Ini disebabkan pengingkaran
mereka terhadap sifat Allah.
6. Mengenal Allah wajib menurut akal, dan iman itu ialah mengenal Allah. Jadi menurut
faham Qadariyah, Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan
tidak mempengaruhi iman. Artinya, orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi
keimanannya.
7. Mereka mengingkari melihat Allah (rukyah), kerana ini akan membawa kepada
penyerupaan (tasybih).
8. Mereka mengemukakan pendapat tentang syurga dan neraka akan musnah (fana’), selepas
ahli syurga mengecap nikmat dan ahli neraka menerima azab siksa.
9. Tokoh-tokoh paham Qadariyah
Perpecahan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan aliran Qadariyah, karena aliran
tersebut dapat dikatakan dari perpecahan itu sendiri, berikut ini adalah tokoh-tokoh yang
termasuk didalamnya tokoh pencetus aliran Qadariyah :
1. Ibnu Sauda’ Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi
Dia adalah seorang Yahudi yang mengaku-ngaku beragama Islam 34 H. Ibnu Sauda’ ini
memadukan antara faham Khawarij dan Syi’ah.3

2. Ma’bad Al-Juhani (meninggal dunia tahun 80 H)


Dia meluncurkan pemikiran seputar masalah takdir sekitar tahun 64 H. Ia menggugat ilmu
Allah dan takdirNya. Ia mempromosikan pemikiran sesaat itu terang-terangan sehingga
banyak meninggalkan ekses. Disamping orang-orang yang mengikutinya juga banyak.
Namun bid’ahnya ini mendapat penentangan yang sangat keras dari kaum Salaf, termasuk di
dalamnya para sahabat yang masih hidup ketika itu, seperti Ibnu Umar Radhiyallahu
‘anhuma.

Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-I’tidal, yang dikutip Ahmad Amin dalam
Sirajuddin Zar, menerangkan bahwa ia adalah tabi’in yang dapat dipercaya, tetapi ia
memberikan contoh yang tidak baik dan mengatakan tentang qadar. Lalu ia dibunuh oleh al-
Hajjaj karena ia memberontak bersama Ibnu al-Asy’as. Tampaknya disini ia dibunuh karena
soal politik, meskipun kebanyakan mengatakan bahwa terbunuhnya karena soal zindik.
Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar kepada Hasan Al-Bashri, dan banyak penduduk Basrah
yang mengikuti alirannya .

3. Ghailan Ad-Dimasyqi
Sepeninggal Ma’bad, Ghailan Ibnu Muslim al-dimasyqy yang dikenal juga dengan Abu
Marwan. Menurut Khairuddin al-Zarkali dalam Sirajuddin Zar menjelaskan bahwa Ghailan
adalah seorang penulis yang pada masa mudanya pernah menjadi pengikut Al-Haris Ibnu
Sa’id yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah taubat terhadap pengertian faham
qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu Abdul Aziz, namun setelah Umar wafat ia kembali lagi
dengan mazhabnya.

Dialah yang mengibarkan pengaruh cukup besar seputar masalah-masalah takdir sekitar tahun
98 H. Dan juga dalam masalah ta’wil, ta’thil (mengingkari sebagian sifat-sifat Allah) dan
masalah irja. Para salaf pun menentang pemikirannya itu. Termasuk diantara yang
menentangnya adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menegakkan hujjah atasnya,
sehingga Ghailan menghentikan celotehannya sampai Umar bin Abdul Aziz wafat. Namun
setelah itu, Ghailan kembali meneruskan aksinya. Ini merupakan ciri yang sangat dominan
bagi ahli bid’ah, yaitu mereka tidak akan bertaubat dari bid’ah. Sekalipun hujjahnya telah
dipatahkan, mereka tetap kembali menentang dan kembali kepada bid’ahnya. Ghailan ini
akhirnya dihukum mati setelah dimintai taubat namun menolak bertaubat pada tahun 105 H.

3
Abu Bakar Jabir El-Jazairi. Pola Hidup Muslim Aqidah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
1990
Dia mati dihukum oleh Hisyam Abdul al-Malik (724-743). Sebelum dijatuhi hukuman mati
diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awza’i yang dihadiri oleh Hisyam sendiri.

4. Al-Ja’d bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H)


Dia mengembangkan pendapat-pendapat sesat pendahulunya dan meracik antara bid’ah
Qadariyah dengan bid’ah Mu’aththilah dan ahli ta’wil. Kemudian ia menyebarkan pemikiran
rancu (syubhat) di tengah-tengah kaum muslimin. Sehingga para ulama Salaf memberi
peringatan kepadanya dan menghimbaunya untuk segera bertaubat. Namun ia menolak
bertaubat. Para ulama membantah pendapat-pendapat Al-Ja’d ini dan menegakkan hujjah
atasnya, namun ia tetap bersikeras. Maka semakin banyak kaum muslimin yang terkena racun
pemikirannya.

para ulama memutuskan hukuman mati atasnya demi tercegahnya fitnah (kesesatan). Ia pun
dibunuh oleh Khalid bin Abullah Al-Qasri. Kisah terbunuhnya Al-Ja’d ini sangat mashur,
Khalid berpidato seusai menunaikan shalat ‘Idul Adha : “Sembelihlah hewan kurban kalian,
semoga Allah menerima sembelihan kalian, sementara aku akan menyembelih Al-Ja’d bin
Dirham, karena telah mendakwahkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menjadikan
Ibrahim sebagai khalilNya dan Allah tidak mengajak Nabi Musa berbicara dan seterusnya”.
Kemudian beliau turun dari mimbar dam menyembelihnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun
124 H.

5. Al-jahm bin Shafwan


Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam beberapa waktu. Hingga kemudian marak
kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan. Yang mengoleksi bid’ah dan kesesatan
generasi pendahulunya serta menambah bid’ah baru. Akibat ulahnya muncullah bid’ah
Jahmiyah serta kesesatan dan penyimpangan kufur lainnya yang ditularkannya. Al-Jahm bin
Shafwan ini banyak mengambil ucapan-ucapan Ghailan dan Al-Ja’d, bahkan ia menambah
lagi dengan bid’ah ta’thil (penolakan sifat-sifat Allah), bid’ah ta’wil, bid’ah irja’, bid’ah
Jabariyah, bid’ah Kalam, dan sebagainya. Al-Jahm akhirnya dihukum mati pada tahun 128 H

6. Washil bin Atha’ dan Amr bin Ubeid


Orang ini muncul bersamaan di masa Al-Jahm bin Shafwan. Mereka berdua meletakkan
dasar-dasar pemikiran Mu’tazilah Qadariyah.

1. Sekte Paham Qadariyah


Seperti faham dalam ilmu kalam lainnya, faham Qadariyah pun terpecah menjadi beberapa
kelompok. Banyak pendapat tentang perpecahan Qadariyah ini, diantaranya dikatakan bahwa
faham Qadariyah terpecah menjadi dua puluh kelompok besar, yang setiap kelompok dari
mereka mengkafirkan kelompok yang lainnya. Dua puluh aliran dari Qadariyah itu adalah
Washiliyah, ‘Amruwiyah, Hudzaliyah, Nazhamiyah, Murdariyah, Ma‘mariyah, Tsamamiyah,
45
Jahizhiyah, Khabithiyah, Himariyah, Khiyathiyah, Syahamiyah, Ashhab Shalih Qubbah,
Marisiyah, Ka‘biyah, Jubbaiyah, Bahsyamiyah, Murjiah Qadariyah. Dari Bahsyamiyah lahir
pula aliran besar, yakni Khabithiyah dan Himariyah.

Dan sesungguhnya Qadariyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang
mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri
dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Inilah keadaan ahlul bid’ah
yang mana mereka selalu dalam perpecahan dan selalu menciptakan pemikiran-pemikiran
dan penyimpangan-penyimpangan yang berbeda dan saling berlawanan. Namun berapa
banyak pun jumlah golongan dari hasil perpecahan penganut faham Qadariyah, tetap saja hal
ini berujung dan bersumber pada tiga pemahaman.

1. Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar
serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika
Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya, dan
kami tidak mengharamkan apapun.
2. Qadariyah majusiah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-
penciptaan-Nya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu
bagi Allah dalam beribadat kepadanya, sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada
seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga
tidak mengetahuinya.
3. Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya
kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini
membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis, tidak mudah putus asa, ingin maju dan
berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan
Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).
 Sedangkan dalam segi pengamalan Qadariyah terbagi dua, yaitu:
1. Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menolak takdir
2. Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menetapkan takdir.
 

BAB III

PENUTUP

4
Buku . Pola Hidup Muslim Aqidah
5
1. Kesimpulan
Intinya paham Qadariyah menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan
memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang buruk
tanpa campur tangan dari Allah S.W.T. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia
mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. . Dalam
teologi modern faham Qadariyah ini dikenal dengan nama  free will, freedom of willingness
atau fredom of action, yaitu kebebasan untuk berkehendak atau kebebasan untuk berbuat.
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan
sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang
mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan
ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.

Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad
Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya
beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya
adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery
Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam
kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun
700M.

Sebagai kesimpulan dalam makalah ini kedua aliran baik Qadariyah ataupun jabariyah
memperlihatkan paham yang saling bertentangan. Meskipun mereka sama-sama berpegang
teguh pada Al-Quran’. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan perbedaan
pendapat dalam islam.

1. Kesan
 

Al-hamdulilahirabbil al-amin

Telah selesailah makalah yang kami buat ini, makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka oleh
karena itu kami mengharapkan kepada Dosen pengampuh Mata Kuliah ini dan para
Mahasiswa untuk agar dapat memberi kritik dan saran terhadap makalah yang telah kami
buat ini.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi kami
dan umumnya bagi para Mahasiswa. Amin

Billahi taufiq wal hidayah

Summassalamu’alaikum Wr. Wb.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sufyan Raji Abdullah. Mengenal aliran-aliran dalam islam dan cirri-ciri


ajaranya. Jakarta: Pustaka Riyadl. 2007
2. Ilmu Tauhid Lengkap. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1996.
3. Abu Bakar Jabir El-Jazairi. Pola Hidup Muslim Aqidah. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 1990.
4. https://ibnuramadan.wordpress.com/2008/11/01/firqah-qadariyah-gen-firqoh-dan-akar-
bidah/. Diakses pada tanggal 25 September 2015.

Anda mungkin juga menyukai