Anda di halaman 1dari 15

Aliran Qadariyah

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam

Disusun Oleh :

Alfiani ( 702332022017)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya yang begitu besar. Tak lupa pula shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, pribadi tauladan yang telah mengantarkan manusia dari alam
kebiadaban menuju alam yang penuh peradaban. Terucap kata syukur atas terselesaikannya
makalah dengan judul “Aliran qadariyah”.

Terima kasih kami ucapkan yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah Pengantar
Studi Islam yang telah memberikan tugas terhadap kami. Saya juga mengucapkan terimah kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Saya jauh dari sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan saya, maka kritik dan saran
yang membangun senantiasa saya harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi saya pada
khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

Watampone, 25 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................................i

Daftar isi...................................................................................................................................ii

BAB l: PENDAHULUAN

A.Latar Belakang .....................................................................................................................1

B.Rumusan Masalah................................................................................................................1

C.TujuanPenulisan...................................................................................................................2

BAB II: PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Qadariyah .......................................................................................3

B. Sejarah munculnya aliran Qadariyah..........................................................................3

C. Pemuka aliran Qadariyah dan pemikirannya.............................................................5

D. Ajaran ajaran aliran Qadariyah....................................................................................7

BAB III: PENUTUP

Kesimpulan..................................................................................................................11

Saran............................................................................................................................12

Daftar Pustaka........................................................................................................................13
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu pembicaraan penting dalam teologi Islam adalah masalah perbuatan manusia
(af'al ai-'ibad). Dalam kajian ini dibicarakan tentang kehendak (masyi'ah) dan daya
(istitha'ah) manusia. Hal ini karena setiap perbuatan berhajat kepada daya dan kehendak.
Persoalannya, apakah manusia bebas menentukan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan
kehendak dan dayanya sendiri, ataukah semua perbuatan manusia sudah ditentukan oleh
qadha dan qadhar Tuhan. Dalam sejarahpemikiran Islam, persoalan inilah yang kemudian
melahirkan paham Jabariyah dan Qadariyah.
Menurut Ahmad Amin, persoalan ini timbul karena manusia-dari satu segi-melihat
dirinya bebas berkehendak, melakukan apa saja yang ia suka, dan ia bertanggung jawab atas
perbuatannya itu. Namun, dari segi lain, manusia melihat pula bahwa Tuhan mengetahui
segala sesuatu, llmuTuhan meliputi segala sesuatu yang terjadi dan yang akan terjadi. Tuhan
juga mengetahui kebaikan dan keburukan yang akan terjadi pada diri manusia. Hal demikian
menimbulkan asumsi bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa, kecuali sesuai
denganapa yang dikehendaki oleh Allah. Maka muncullah persoalan jabar dan ikhtiyar,
yakni apakah manusia itu terpaksa atau bebas memilih?
Persoalan apakah manusia terpaksa atau bebas memilih merupakan masalah klasik
yang banyak menyita perhatian para pemikir.Jauh sebelum datang Islam, para filosof
Yunani telah membicarakannya. Demikian pula pemikir-pemikir Suryani yang mempelajari
filsafat Yunani. Bahkan pengikut-pengikut Zoroaster dan kaum Kristiani pernah pula
membahas persoalan yang serupa. Di kalangan umat Islam, pembicaraan mengenai masalah
ini terjadi setelah selesai masa penaklukan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aliran Qadariyah?
2. Bagaimana sejarah munculnya aliran Qadariyah?
3. Siapa tokoh dalam aliran Qadariyah dan pemikirannya?
4. Bagaimana ajaran-ajaran dalam aliran Qadariyah?
C. Tujuan penulisan
1. Menjelaskan pengertian aliran Qadariyah
2. Untuk mengetahui seperti apa sejarah munculnya aliran Qadariyah
3. Menjelaskan bagaimana pemikiran pemuka aliran Qadariyah
4. Untuk mengetahui bagaimana doktrin ajaran aliran Qadariyah
BAB ll

PEMBAHASAN
A. Pengertian Qadariyah

Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu “qadara”
yang bemakna kemampuan dan kekuatan.Sedangkan secara terminologi “Qadariyyah”
adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh
Allah.Sekte berpandangan bahwa tiap-tiap manusia adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbu-tan-perbutannya.
Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa
manusia mempunyai kekuatan untuk melaksa-nakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Menurut Ahmad Amin
sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah
adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan
memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan
perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.
Dalam hal ini Ali bn Nayif al-Syahud dengan mengutip pernyataan kelompok Qadariyyah,
menyatakan :

rarpiirjpnsS rrabrsnspS ospraksS oorprarnS mrnqorqmS isusaknnsjaS brmspnsjS ukrnsspS


kpurrrpurpS orarmsSS snnsjiS ornskpmspS smnkhknsaS nraarbrnS nksusS nskpS susnsjS marsnkhknsa
.arpukakiSqnrjSarbsbSknrSsuspnsSuqasSusnspipnsSbrmspSusakSsnnsj

B. Sejarah munculnya aliran Qadariyah

Qadarīyah berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara artinya kemampuan dan kekuatan.
Menurut pengertian terminologi, Qadarīyah adalah satu aliran yang percaya bahwa segala
tindakan manusia tidak diintervensi Tuhan. Aliran ini berpendapat tiap-tiap manusia
adalah pencipta bagi segala perbuatannya. Dia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
dipahami bahwa Qadarīyah dipakai untuk satu paham yang memberikan penekanan atas
kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal
ini Harun Nasution menengaskan bahwa nama Qadarīyah berasal dari pengertian bahwa
manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan
berasal dari pengertian bahwa manusia tunduk pada qadar Tuhan. Dalam
istilah Inggrisnya paham ini dikenal dengan free will dan free act.

Tidak jelas kapan Qadarīyah muncul dan siapa tokohnya. Merupakan tema yang
masih diperdebatkan. Menurut Aḥmad Amīn, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa
Qadarīyahpertama sekali dimunculkan oleh Ma‟bad Al-Jauhanī dan Ghailān al-Dimasyqī.
Ma‟bad adalah seorang tabi‟in yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan
Basri. Adapun Ghailān adalah seorang orator berasal dari Damaskus.
Ibnu Nabatah dalam kitab Syarh al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi
informasi lain bahwa yang pertama sekali memunculkan faham Qadarīyah adalah orang
Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama
Kristen. Dari orang inilah, Ma‟bad dan Ghāilan mengambil faham ini. Orang Irak
yangmemperoleh informasi dari Al-Auzai, adalah Susan.
Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan, bahwa lahirnya paham Qadarīyah dalam
Islam dipengaruhi oleh paham bebas yang berkembang dikalangan pemeluk agama
Masehi, dalam hal ini Max Horten dalam bukunya “die Philosophie des Islam”. Ia
menyatakan bahwa “Teologi Masehi di dunia Timur pertama-tama menetapkan
kebebasan manusia dan bertanggung jawabnya yang penuh dalam segala tindakannya.
Karena dalil-dalil pendapat ini memuaskan golongan bebas Islam, (Qadarīyah), maka
mereka perlu mengambilnya. Versi lain menjelaskan bahwa Qadarīyah mula-mula timbul
sekitar 70 H/689 M, dipimpin oleh Ma‟bad al-Jauhani dan al-Bisri dan Ja‟ad ibn Dirham,
pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M).
Latar belakang timbulnya Qadarīyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan
politik Bani Umayyah yang dianggap kejam. Apabila paham Jabarīyah berpendapat
khalifah Bani Umayyah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah swt.,
hal ini merupakan topeng kekejaman, maka paham Qadarīyah mau membatasi qadar
tersebut. Mereka mengatakan bahwa kalau Allah swt., itu adil maka Allah swt., akan
menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik.
Manusia harus bebas dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan
yang baik atau yang buruk.Paham kepasrahan (fatalis) yang dianut Jabarīyah ditentang
oleh Qadarīyah. aliran teologi yang dikenal rasional dan mendukung kebebasan manusia
ini dipelopori seorang ulama Irak yang bernama Ma‟bad Al-Jauhāni dan Ghilan al-
Dimasyqī dari Syam.
Ma‟bad Al-Jauhāni suatu hari bertanya kepada gurunya, Hasan Al-Basri, mengenai
penguasa Daulah umayyah yang sedang memerintah. Sampai sejauhmana kebenaran
tindakan Daulah Umayyah itu dalam anggapan mereka atas qaḍa dan qaḍār. Tanyanya.
Gurunya menjawab. “Mereka itu musuh-musuh Allah dan para pembohong."
Paham Qadarīyah berpendapat bahwa manusia memiliki kemampuan atas
perbuatan-perbuatannya. Tokohnya yaitu Ma‟bad Al-Jauhāni dan Ghilan al-Dimasyqī.
Paham Jabarīyah berpendapat bahwa manusia terpaksa, tidak bebas memilih. Karena
manusia tidak mempunyai kehendak dan kemampuan, tidak bisa apa-apa kecuali yang
dikendaki oleh Allah, tidak mempunyai kemampuan untuk mengerjakan sesuatu tetapi
semua perbuatannya diciptakan oleh Allah swt. Tokohnya adalah Jaham ibn Safwan.

C. Pemuka aliran Qadariyah dan pemikirannya


Setelah Ma'bad terbunuh Ghailan terus menyebarkan faham Qadariyahnya di
Damaskus, tetapi dalam dakwahnya Ghailan mendapatkan tantangan dari Kholifah Umar
ibnu Abdul Aziz.Setelah Umar wafat ia meneruskan kembali kegiatannya, hingga
akhimya ia divonis hukuman mati oleh Hisyam Abdul al-Malik (724 - 743 M). Sebelum
ia dijatuhi hukuman mati diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awza'i yang dihadiri
oleh Hisyam sendiri
Apabila faham Jahm menyatakan bahwa manusia tidak memiliki daya dan
kebebasan untuk melakukan perbuatannya sendiri, sebaliknya faham yang dibawa
Ma'bad dan Ghailan ini justru berpendapat bahwa manusia mempunyai kekuatan dan
kebebasan dalam menentukan perbuatannya. Manusia menurut Ma'bad dan Ghailan bisa
melakukan apa saja yang dikehendakinya, dan meninggalkan sesuatu yang tidak
diinginkannya. Karena menurutnya tidak ada sulthon (kekuatan, kekuasaan) lain yang
dapat menghalangi keinginan manusia. Manusia dapat berjalan, tidur, bangun jika ia mau.
Karena apabila manusia tidak dapat melakukan apa yang diinginkannya maka ia sama
halnya dengan benda mati lainnya. Bila seperti ini keberadaan manusia, maka beban dan
tanggung jawab (taklif) yang diberikan kepadanya tidaklah berarti apa-apa tennasuk
adanya pahala dan dosa/siksa.
Ali Mustafa al-Ghuraby dalam kaitannya dengan pemikiran-pemikiran Ghailan
menuturkan bahwa selain pendapat Ghailan tentang kebebasan dan kemampuan manusia
dalam melakukan perbuatannya sendiri, Ghailan juga mengatakan bahwa iman adalah
ma„rifat (sesuatu yang diketahui) dan pengakuan tentang Allah dan Rasul-rasulnya.
Menurut Ghailan apabila seseorang telah merealisasikan imannya melalui ucapan
(perkataan) dan ma„rifat, maka ia tidak lagi dituntut oleh amal kecuali dengan cara al-
Tarakhi (diakhirkan, ditangguhkan), karena menurtnya al-Tarakhi dalam amal perbuatan
itu tidaklah merusak imannya, setelah ucapan dan ma„rifat tadi.
Dari konteks tersebut diatas, dapatlah dipahami bahwa Ghailan lebih
menitikberatkan al-tashdiqun bil-qalbi dan al-iqraru bi al lisan dari pada al-„amalu bi al-
arkan dalam masalah iman.Selain itu Ghailan juga mempunyai pemikiran yang sama
dengan Jahm ibnu Sofwan tentang Al-Qur'an dan peniadaan sifat Tuhan. Menurut
Ghailan bahwa sifat Yang ada pada Allah adalah Dzat-Nya Allah Ta'ala. Tentang sosok
seorang Imam (Pemimmpin), Ghailan menuturkan bahwa seorang imam boleh berasal
dari suku non Quraysh, selama ia berpegang teguh pada Al.Qur„an dan As-Sunnnah
melalui prosedur kesepakatanya.
Sepintas lalu pemikiran-pemikiran Ghailan memiliki kesamaan dengan faham
Mu„tazilah, seperti dalam hal potensi manusia yang mempunyai kemampuan untuk
berbuat apa yang dikehendaki, disisi lain, mempunyai kesamaan dengan faham dengan
faham murji„ahdalam hal iman, dan di sisi lain, juga mempunyai kesamaan dengan faham
khawarij yang memandang kriteria seorang imam (pemimpin).
Berkaitan dengan pokok-pokok pemikirannya, faham ini selalu berpijak pada ayat-
ayat yang dirasa mendukung i'tikadnya. seperti :

“Katakanlah kebenaran datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa ingin beriman
hendaklah ia beriman, dan barang siapa ingin kafir maka biarlah ia kafir.
rarpiirjpnsS snnsjS nkusmS smspS orarbsjS mrsusspS arsnrS msroS arjkpiisS orarmsS arpukakS
.oraqbsjSmrsusspSknr

"Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan”
Dengan demikian dapat diambil pemahaman bahwa Kedua faham Jabariyah dan
Qadariayah sulit untuk dipertemukan (persatukan), karena masing-masing bertolak
belakang dalam memandang satu titik persoalan., Hingga datangnya al-Husein bin
Muhammad al-Najjar dan Dirar ibnu Amr.Sikap patalistis kelompok Jabariyah disatu sisi
adalah merupakan bentuk nyata tentang pengesaan dan pensucian terhadap Allah dari
segala tasabbuh bil makhluqot, namun Jumud statis dan tidak maju, karena ia merasa
terbelenggu oleh segala kehendak mutlak Tuhan.
Sikap antroprosentris, free will dan free act kelompok Qodariyah, adalah wujud dari
kemampuan manusia yang amat potensial, dengan akal, panca indra, insting dan hati
yang diberikan kepadanya, hingga ia mampu menentukan keiginannya sendiri. Sehingga
sikap seperti ini sering kali membawa manusia kepada kemajuan dan rasa optimis dalam
dirinya, namun berapa banyak pula orang-orang yang berpikiran Qadariyah seperti ini,
hingga membawa manusia kepada kekufuran dan kebinasaan.

D. Ajaran ajaran Qadariyah


Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa
manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan
perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang
melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya
itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya
sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh
hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan
balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat,
itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat
pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang
umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketikaitu, yaitu paham yang mengatakan bahwa
nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan
demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta
seluruh isinya, sejak azali, yaitu hokum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.

Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat
diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak dapat bebruat lain, kecuali mengikuti
hokum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti
ikan yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai
kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang seratus kilogram. Dengan
pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan kepada Allah. Di
antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara dan
mendukung paham itu :

S nsjknroSsISsnpjriipraraSkmsuprjrmSrosmSipsnSsrsSjsnpsmslarK“apa yang kamu perbuat”. (QS.


Fush-Shilat : 40)."
"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi
minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah
minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (al-Kahfi : 29)"

“dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu
telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan
Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari
(kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
(QS.Ali Imran :165)

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak
merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada
diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia. (QS.Ar-Rad :11)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia
mempunyai kekuatan untuk melaksa-nakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip
oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan
bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan
perbuatan.
Tidak jelas kapan Qadarīyah muncul dan siapa tokohnya. Merupakan tema yang masih
diperdebatkan. Menurut Aḥmad Amīn, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa
Qadarīyahpertama sekali dimunculkan oleh Ma‟bad Al-Jauhanī dan Ghailān al-Dimasyqī.
Ma‟bad adalah seorang tabi‟in yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Basri.
Adapun Ghailān adalah seorang orator berasal dari Damaskus.
Dari konteks tersebut diatas, dapatlah dipahami bahwa Ghailan lebih menitikberatkan al-
tashdiqun bil-qalbi dan al-iqraru bi al lisan dari pada al-„amalu bi al-arkan dalam masalah
iman.Selain itu Ghailan juga mempunyai pemikiran yang sama dengan Jahm ibnu Sofwan tentang
Al-Qur'an dan peniadaan sifat Tuhan. Menurut Ghailan bahwa sifat Yang ada pada Allah adalah
Dzat-Nya Allah Ta'ala. Tentang sosok seorang Imam (Pemimmpin), Ghailan menuturkan bahwa
seorang imam boleh berasal dari suku non Quraysh, selama ia berpegang teguh pada Al.Qur„an
dan As-Sunnnah melalui prosedur kesepakatanya.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas
kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi
perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan
bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala
perbuatannya.

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini, akan tetapi
pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan
masih minimnya pengetahuan penulis
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan
sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan
karya tulis yang bermanfaat bagi banyak orang.
DAFTAR PUSTAKA

Susanti, E. 2018. Aliran-aliran dalam Pemikiran Kalam. _Jurnal Ad-Dirasah_. Vol (1)

Syarifuddin, A. 2015. _Pemikiran Islam Tauhid dan Ilmu Kalam_. Edisi ke-1, NoerFikri Offset.
Palembang, Indonesia.

Jamaluddin dan Shari Shaleh Anwar. 2020. Ilmu Kalam: Khazanah Intelektual Pemikiran dalam
Islam. Tembilahan: PT. Indriagi Dot Com

Hasbi, H. Muhammad. 2015. Ilmu kalam: memotret berbagai aliran teologi dalam islam.
Yogyakarta: Trustmedia Publishing

Bakar, Abu. 2020. Ilmu Kalam MA Keagamaan Kelas XII. Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah,
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, danKementerian Agama RI

Anda mungkin juga menyukai