Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEASWAJAAN

QADARIYAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keaswajaan


Dosen Pengampu: Bpk Romdloni M.Pd.I

Disusun Oleh:
Kelompok 6
1. Niken Hesti Damayanti 2355202047
2. Maulina Azahrra 2355202087
3. M.Afan Adi Saputra 2355202090
4. Yulita Wahyuningsih 2355202089

Kelas CO2 Informatika

PROGRAM STUDI INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS NURUL HUDA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat membuat makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya . Dalam makalah ini kami membahas mengenai
“pemikiran kalam aliran qadariyah” . Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
yang telah diberikan oleh dosen mata kuliah ilmu kalam, dimana dalam pembuatan
makalah ini kami selaku pembuat makalah masih memiliki banyak kekurangan,
Baik dalam penulisan maupun kata-kata yang tidak sesuai.

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
BAB 1 ................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
BAB II ................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 6
A. Pengertian Qadariyah........................................................................................... 6
B. Kemunculan Qadariyah ...................................................................................... 7
C. Perkembangan Dan Tokoh Qadariyah ............................................................... 8
D. Perbedaan Aliran Qadariyah dan Ahlusunnah Wal jamaah.......................... 11
BAB III ................................................................................................................................ 12
PENUTUP ........................................................................................................................... 12
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit
yang dipahami pada umumnya. Dalam sejarah pemikiran Islam, terdapat
lebih dari satu aliran yang berkembang. Hal ini dikarenakan adanya
perbedaan pendapat dikalangan ulama-ulama kalam dalam memahami
ayat-ayat al-Quran. Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia
bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan ada pula ayat yang
menunjukkan bahwa segala yang terjadi itu ditentukan oleh Allah, bukan
kewenangan manusia . Dari perbedaan pendapat inilah lahir aliran
Qadariyah dan Jabariyah serta aliran-aliran lainya.
Aliran Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai
kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-
perbuatannya. Dengan kata lain manusia mempunyai qudrah (kekuatan
untuk melaksanakan kehendak atau perbuatannya). Dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar Tuhan.
Sedangkan Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai
kebebasan dan kehendak dalam menentukan perbuatannya. Kalaupun ada
kehendak dan kebebasan yang dimiliki manusia, kehendak dan kebebasan
tersebut tidak memiliki pengaruh apapun, karena yang menentukannya
adalah kehendak Allah semata .
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti
dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad
Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah
pertama kali dimunculkan oleh Ma‟bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi
sekitar tahun 70 H/689M. Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah
pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama
Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen.
Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu‟ib.
Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang
menyatakan bahwa paham 2 Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan
tulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Qadariyah?
2. Bagaimana Kemunculan Aliran Qadariyah?
3. Bagaimana Perkembangan dan Tokoh Qadariyah?
4. Apa Perbedaan Ahlusunnah Wal Jamaah dan Aliran Qadariyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qadariyah
Qadariyah (‫( قدرية‬adalah sebuah ideologi di dalam akidah Islam yang
muncul pada pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak. Kelompok
ini memiliki keyakinan mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan
makhluk berada di luar kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah. Para
hamba berkehendak bebas menentukan perbuatannya sendiri dan makhluk
sendirilah yang menciptakan amal dan perbuatannya sendiri tanpa adanya
andil dari Allah SWT.
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab,
yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara
terminologi adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan
manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran ini lebih menekankan atas
kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewu- judkan perbutan-
perbutannya. Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah
pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau me-
ninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Istilah “qadariyah”, dalam konteksnya dengan aliran Teologi Islam,
merupakan kata musytarak. Di satu sisi kata qadariyah merujuk kepada
golongan yang meniadakan qadar Tuhan dan menetapkannya untuk
manusia, dan di sisi lain menunjuk kepada golongan kebalikannya yang
menetapkan qadar bagi Tuhan dan meniadakannya dari manusia. Terhadap
hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa sebutan qadariyah berasal dari
pengertian manusia itu memiliki qudrah atau kekuasaan untuk mewujudkan
kehendaknya, dan bukan dari pengertian manusia majbur atau terpaksa.
Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa Qadariyah adalah
sebuah pemikiran atau aliran yang mengingkari takdir ALLAH mereka
berkehendak bebas menentukan perbuatannya sendiri, tanpa adanya campur
tangan dari ALLAH.
B. Kemunculan Qadariyah
Faham Qadariyah muncul petama kali sebelum pertengahan abad
ke-8 M, dan yang membawanya ke lingkungan umat Islam adalah Ma‟bad
al-Juhani dan Ghilan Dimisyqi. Dijelaskan di dalam sebuah kitab berjudul
Syarh al-Uyun, bahwa faham Qadariyah ini semula berasal dari seorang
Kristen, penduduk Irak bernama Abu Yunus Sansaweh. Mula-mula ia
masuk Islam, kemudian murtad dan kembali ke Agama Kristen. Dari orang
inilah Ma‟bad dan Ghilan mengambil faham ini.
Pandangan Qadariyah tersebut sama sekali tidak berimplikasikan
pada penolakan terhadap adanya campur tangan Tuhan terhadap
perwujudan perbuatan manusia. Qadariyah tetap mengakui bahwa pemilik
hakiki qudrah dan iradah adalah Tuhan semata, sehingga kalau Tuhan tidak
menganugerahkannya, manusia mesti tidak bisa berbuat apaapa. Hanya saja
kemudian Allah meminjam istilah Murtadla Muthahhari man-tafwidlkan
(menyerahkan) qudrah dan iradah itu sepenuhnya kepada manusia, dan
manusia bebas mempergunakan untuk berbuat.
Apa pun tanpa campur tangan dari Tuhan. Ini berarti qudrah dan
iradah dari Tuhan itu, menurut Qadariyah, masih bersifat murni dan bebas
nilai, dan manusia sendiri yang diberi hak untuk mewarnai dengan nilai baik
atau buruk. Itulah sebabnya Qadariyah memandang manusia sebagai pelaku
perbuatan dalam arti yang sebenarnya, bukan dalam pengertian lainnya.
Konsekuensi dari pandangan di atas, karena Tuhan telah men-tafwidlkan
qudrah dan daya berbuat itu kepada manusia, maka lepaslah hubungan
manusia dengan Tuhan dalam hal mewujudkan suatu perbuatan. Hubungan
manusia dengan Tuhannya hanya terjadi dalam hal pen-tafwidl-an qudrah
dan iradah yang masih dalam kondisi bebas nilai tersebut, dan setelah itu
manusia sendiri yang mewujudkan perbuatannya. Lebih jauh dikatakan,
bahwa Tuhan menurut Qadariyah tidak mengetahui perbuatan yang akan
dilakukan oleh manusia. Dengan pandangan seperti itu Qadariyah
memberikan kebebasan yang besar kepada manusia dalam mewujudkan
suatu perbuatan. Manusia bebas menentukan pilihan dan perbuatannya.
Implikasinya, jika manusia itu baik, maka kebaikan itu berasal dari diri
manusia sendiri, bukan dari pihak eksternal di luar dirinya; dan begitu pula
sebaliknya. Pandangan inilah yang kelak diambil alih oleh kaum
Mu‟tazilah, yan meski mengalami beberapa modifikasi tetapi esensinya
tetap sama. Karenanya tidak mengherankan jika aliran Mu‟tazilah sering
juga disebut dengan nama Qadariyah.

Qadariyah terletak pada pemberian rincian lebih detail dan argumen


rasionalnya. Misalnya, jika Qadariyah belum pernah melakukan
pengklasifikasian perbuatan, maka Mu‟tazilah telah membagi perbuatan
menjadi dua macam, yaitu perbuatan yang timbul dengan dirinya sendiri
(refleks) dan perbuatan bebas (sengaja). Tentu perbuatan jenis yang kedua
inilah yang dimaksudkan sebagai perbuatan yang diciptakan atau dihasilkan
oleh manusia. Untuk menguatkan pandangannya, Qadariyah
mengemukakan dalil-dalil naql. Ayat-ayat al-Quran yang kelihatannya
mendukung pendapat mereka.
Dengan demikian kemunculan Qadariyah memberikan kebebasan
besar untuk manusia berbuat sesuatu tanpa adanya bantuan tuhan.

C. Perkembangan Dan Tokoh Qadariyah


Tokoh yang berperan sebagai pendiri aliran qadariyah ialah Ma’bad
Al Juhani serta Ghaylan Al Dimasyqi. Nama pertama yaitu Ma’bad Al
Juhani tercatat lebih senior dibandingkan nama kedua.
Ma’bad Al Juhani lahir di Basrah dan wafat pada 80 Hijriah atau 699
M. Ia termasuk dalam generasi tabiin. Ma’bad dikenal pun sebagai seorang
ahli hadis. Sedangkan Ghaylan lahir di Damaskus dan dikenal sebagai
seorang orator sekaligus ahli debat, Ghaylan wafat pada tahun 105 H atau
722 M.
Latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang
kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam. Apabila
aliran Ajbariyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayyah membunuh
orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah dan hal ini berarti merupakan
topeng kekejaman Bani Umayyah, maka aliran Qadariyah mau membatasi
qadar tersebut. Mereka mengatakan bahwa kalau Allah itu adil, maka Allah
akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada orang
yang berbuat kebaikan. Manusia harus bebas dalam menentukan nasibnya
sendiri dengan memilih perbuatan yang baik maupun yang buruk. Jika Allah
itu telah menentukan lebih dahulu nasib manusia, maka Allah itu zalim.
Karena itu manusia harus merdeka memilih atau ikhtiar atas perbuatannya
(kholiqul af'al). Manusia harus memiliki kebebasan berkehendak. Orang-
orang yang berpendapat bahwa amal perbuatan dan nasib manusia itu
hanyalah bergantung pada qadar Allahh saja, selamat atau celakanya
seseorang itu telah ditentukan oleh Allah sebelumnya, pendapat tersebut
adalah sesat. Sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah
dan berarti menganggap-Nya pula yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-
kejahatan. Mustahil Allah melakukan kejahatan.
Ajaran-ajaran paham Qadariyah segera mendapat pengikut yang
cukup, sehingga khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan demi
ketertiban umum. Ma'bad alJuhni dan dan beberapa pengikutnya ditangkap
dan dia sendiri dihukum bunuh di Damaskus (80/690M). Setelah peristiwa
ini, maka pengaruh paham Qadariyah semakin surut. Akan tetapi dengan
munculnya paham Mu'tazilah, sebetulnya dapat diartikan sebagai
penjelmaan kembali dari paham-paham Qadariyah. Sebab antara keduanya,
terdapat persamaan demikian filsafatnya, yang selanjutnya disebut sebagai
kaum Qadariyah Mu'tazilah.
Ma'bad al-Juhni adalah seorang tabi'i yang baik, pernah belajar
kepada Washil bin Atho', pendiri Mu'tazilah. Kemudian ia melibatkan diri
dalam lapangan politik dan memihak kepada Abdurrahman ibn al-Asy'ash,
gubernur Sijistan dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dia dihukum
mati oleh Al-Hajaj, Guberbur Basrah, karena ajaran-ajaranya pada tahun 80
Sesudah Ma'bad meninggal, paham Qadariyah terus disebarkan oleh
Gailan ad Damasqi adalah penduduk kota Damaskus. Ayahnya seorang
yang pernah bekerja pada Kalifah Usman bin Affan. Ketika penyebaran
dilakukan di Dammaskus, ia segera mendapat tantangan dari khalifah Umar
ibn Abdul Aziz. Tapi sesudah khalifah ini wafat, Ghailan kembali
melanjutkan penyebaran paham Qadariyah ini, sehingga ia ditangkap dan
dijatuhi hukuman mati oleh Hisyam ibn Abdul Malik (720-743 M). Sebelum
dieksekusi, terlebih dahulu diadakan perdebatan antara Ghailan dengan al-
Auza'i yang dihadiri oleh Hisyam sendiri .
Sebagian orang-orang Qadariyah mengatakan bahwa semua
perbuatan manusia yang baik itu berasal Allah, sedangkan perbuatan
manusia yang jelek itu manusia sendiri yang menciptakannya, tidak ada
sangkut-pautnya dengan Allah.
Para penganut ajaran Qadariyah dikatakan Majusi, karena mereka
mengatakan adanya dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan pencipta
keburukan. Hal ini sama persis dengan ajaran agama Majusi atau Zaroaster
yang mengatakan adanya dewa terang, kebaikan dan siang, disebut Ahura
Mazda dan dewa keburukan, gelap dan malam, disebut Ahriman atau Angra
Manyu.
Ada pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya yang
mengembangkan ajaranajaran Qadariyah itu bukan Ma'bad al-Juhni
melainkan ada seorang penduduk Irak, yang mulanya beragama Kristen
kemudian masuk Islam, namun akhirnya kembali ke Kristen lagi. Dari orang
inilah, Ma'bad al-Juhni dan Gailan ad-Damasqi mengambil pemikirannya.
Mereka sulit diketahui aliran-aliran. Karena mereka dalam segi
tertentu mempunyai kesamaan ajaran dengan ajaran Mu'tazilah dan dalam
segi yang lain mempunyai kesamaan dengan ajaran Murji'ah, sehingga
disebut Murji'atul Qadariyah.
Bid'ahnya Qadariyah terdiri dari dua perkara besar yaitu :

1. Pengingkaran terhadap ilmu Allah yang telah mendahului suatu kejadian

2. Pernyataan bahwa hamba sendiri yang mempunyai kuasa penuh untuk


mewujudkan penuh untuk mewujudkan perbuatannya

Dua perkara ini sudah punah sebagaimana yang telah dituturkan oleh
Ibnu Hajar dan Al-Qurthubi. Tetapi Qadariyah sekarang hanya menetapkan
ilmu Allah terhadap perbuatan hamba sebelum terjadi, hanya saja mereka
berbeda dengan ulama salaf dalam hal perbuatan hamba terjadi atas
kehendak sendiri tanpa ada campur tangan dari Allah. Kesesatan firqah ini
lebih ringan daripada yang pertama.

Oleh karena itu, ulama salaf mengkafirkan Qadariyah yang mengingkari


ilmu Allah saja.Meskipun Qadariyah sudah punah tapi pemikirannya
tumbuh subur dikalangan Mu'tazilah, sehingga Mu'tazilah bisa disebut ahli
waris paham Qadariyah.

Dengan berkembangnya aliran Qadariyah manusia semakin berfikir


harus semakin bebas berkehendak.

D. Perbedaan Aliran Qadariyah dan Ahlusunnah Wal jamaah


Paham qadariyah merupakan paham yang mengatakan bahwa
manusia memiliki kemampuan maupun kekuasaan untuk melakukan atau
memilih untuk tidak melakukan sesuatu.Pada aliran qadariyah, para
penganutnya percaya bahwa Allah menciptakan manusia dengan akal. Akal
menjadi hal krusial yang dimiliki oleh manusia dan membuat manusia dapat
berpikir untuk melakukan sesuatu yang baik maupun buruk.Aliran ini
percaya, bahwa manusia diberikan kebebasan dan Allah memberikan
ganjaran pada setiap perbuatan manusia berdasarkan keputusan yang
diambil oleh manusia, bukan karena kehendak Allah semata.
Sedangkan paham Ahlusunnah Wal jamamaah adalah kelompok
ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fikih. Merekalah yang mengikuti dan
berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan sunnah khulafaurrasyidin
setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat. Ulama mengatakan :
Sungguh kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang
empat yaitu madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hanbali.”
BAB III
PENUTUP

Sebagai agama rahmatan lil ‟alamin dan agama yang menjunjung tinggi
adanya toleransi dalam beragama, Islam sendiri mempunyai problematika internal
yang membuat Islam itu sendiri pecah menjadi banyak kelompok atau aliran. Pada
dasarnya aliran-aliran teologi dalam Islam muncul sejak zaman khalifah Ar-
Rasyidin Utsman Ibnu „Affan yang menerapkan sistem nepotisme pada
pemerintahannya.

Adapun pokok pikiran aliran Qadariyah diantaranya :


1. Mengingkari takdir Allah SWT.
2. Berlebihan dalam menetapkan kemampuan manusia dan menganggap
mereka bebas berkehendak.
3. Menganggap Al-Qur‟an adalah makhluk (qadim).
4. Mengungkapkan surga dan neraka akan musnah (fana‟).

DAFTAR PUSTAKA
https://www.gramedia.com/products/logika-hukum-dari-mazhab-
rasionalisme-hukum-islam-hingga-positivisme-hukum-
barat?utm_source=literasi&utm_medium=literasibuku&utm_campai
gn=seo&utm_content=LiterasiRekomendasi

https://unupurwokerto.ac.id/pengertian-dan-metode-berpikir-ahlussunnah-
wal-
jamaah/#:~:text=%E2%80%9CAdapun%20Ahlussunnah%20wal%2
0Jama'ah,Nabi%20dan%20sunnah%20khulafaurrasyidin%20setelah
nya.

https://an-nur.ac.id/aliran-qadariyah-pengertian-dasar-dan-doktrin-ajaran/

Anda mungkin juga menyukai