MAKALAH
POLA PIKIR MANUSIA
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas
Mata kuliah AID, ISD, IBD
Dosen Pengampu
Rudi hanafi, M. SOS
DISUSUN OLEH:
1. Rani Isnaini
2.Triayu Indriani Putri
Alamat : JL. Pesantren Mulyojati 16 B Kelurahan Mulyojati Kecamatan Metro Barat Kota Metro
Lampung Kode Pos : 34125 Website : https://iaidalampung.ac.id
Email : iaidalampung@gmail.com
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang berkat rahmatnya kami bisa menyelesaikan makalah yang
berjudul mengenai kebebasan dan keterikatan manusia. Makalah ini sebagai salah satu tugas
dari mata kuliah ilmu kalam terlebih untuk kita semua agar dapat lebih mengetahui terhadap
materi yang akan dibahas.
Terima kasih kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Walaupun makalah ini tentunya masih ada kekurangan dan
ketidak sempurnaan, kami berharap dapat menjadi sebuah rujukan bacaan yang bermanfaat
dan kritik saran yang membangun agar kedepannya bisa lebih baik lagi.
Semoga makalah ini juga menjadi sebuah informasi yang mencerahkan khususnya
bagi penulis sendiri maupun para pembacanya.
Penyusun
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................
A. Kebebasan dan Keterikatan Manusia....................................................................................
B. Kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan................................................................................
C. Perbuatan manusia................................................................................................................
D. Kedilan Tuhan....................................................................................................................10
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................1
A. KESIMPULAN...................................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................1
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mulai abad ke dua hijriah studi mengenai ajaran Islam telah mulai terspesialisasi.
Ilmu kalam membahas hal-hal yang menyangkut keimanan (aqidah, akidah). Ilmu fikih
(fiqh) membahas hukum-hukum Allah tentang perbuatan lahiriah manusia (syari’ah),
dan ilmu tasawuf membicarakan masalah-masalah yang menyangkut dengan rasa dalam
berhubungan dengan Tuhan, seperti rasa dekat dengan Tuhan, rasa cinta kepada-Nya
dan lain sebagainya. Masing- masing ilmu itu lambat laun larut dalam pembicaraan
mengenai objeknya masing-masing.
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Keterikatan secara umum dipahami suatu hal yang mengikat terhadap seseorang
dalam menjalankan kehidupan. Maksudnya keterikatan dalam hal ini adalah mengenai
perilaku atau semua hal yang dilakukannya apakah manusia terikat seluruhnya pada
kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan sehingga manusia tidak bisa bebas berbuat
sesuai apa yang diinginkannya?
1
Rovi Husnain, “Kebebasan dan Keterikatan Berfikir Manusia Perspektif Theologi Modern”,
Jurnal Sosial dan Humaniora, Vol. 1, No. 2, 2019, hlm.177
3
Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki
kemampuan untuk melakukannya.
1. Aliran Mu’tazilah
Aliran yang bercorak rasional ini berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya
sebatas pada hal-hal yang dikatakan baik. Hal ini bukan berarti bahwa Tuhan tidak
mampu melakukan perbuatan buruk. Perbuatan buruk tidak dilakukan-Nya karena ia
mengetahui keburukan perbuatan buruk tersebut. Bahkan, di dalam Al-Quran dikatakan
bahwa Tuhan tidak berbuat zalim.2 Ayat-ayat Al-Quran yang dijadikan dalil oleh
Mu’tazilah untuk mendukung pendapat diatas yaitu QS Al-Anbiya ayat 23 dan QS Ar-
Rum ayat 8.
4
merupakan berita bohong.2
Dasar pemikiran diatas serta konsep tentang keadilan Tuhan yang berjalan
sejajar dengan paham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak Tuhan,
mendorong kelompok Mu’tazilah untuk berpendapat bahwa Tuhan mempunyai
kewajiban-kewajiban terhadap manusia. Yang mana kewajiban-kewajiban tersebut
dapat disimpulkan menjadi kewajiban berbuat baik kepada manusia. Paham kewajiban
Tuhan berbuat baik bahkan yang terbaik (ash- shalah wa al-ashlah) mengonsekuensikan
aliran Mu’tazilah memunculkan paham kewajiban- kewajiban Allah sebagai berikut :
2
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam : Pemikiran Kalam, (Jakarta: Perkasa, 1990), hlm. 89.
5
kepada orang yang berbuat baik dan menjalankan ancaman bagi orang yang
berbuat jahat. Selanjutnya, keadaan tidak menepati janji dan tidak
menjalankan ancaman bertentangan dengan kemaslahatan dan kepentingan
manusia. Oleh karena itu, menepati janji dan menjalankan ancaman adalah
kewajiban bagi Tuhan.
2. Aliran Asy’ariah
Bagi aliran Asy’ariah, paham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi
manusia (ash-shalah wa al-ashlah) sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah, tidak
dapat diterimanya karena bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan. Hal ini ditegaskan Al-Ghazali (1055-1111) ketika mengatakan bahwa Tuhan
tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demikian aliran
Asy’ariah tidak menerima paham Tuhan mempunyai kewajiban. Paham mereka bahwa
Tuhan dapat berbuat sekehendak hati-Nya terhadap makhluk, mengandung arti bahwa
Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa. Sebagaimana dikatakan Al-Ghazali,
perbuatan-perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (jaiz) dan tidak satupun darinya yang
mempunyai sifat wajib. 4
Karena percaya pada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan
tidak mempunyai kewajiban, aliran Asy’ariah dapat menerima paham pemberian beban
yang diluar kemampuan manusia. Al-Asy’ari dengan tegas mengatakan dalam Al-
Luma’ bahwa Tuhan dapat meletakkan beban yang tidak dapat dipikul manusia. Al-
Ghazali mengatakan demikian juga dalam Al-Iqtishad.3
Meskipun pengiriman Rasul mempunyai arti penting dalam teologi, aliran
Asy’ariah menolaknya sebagai kewajiban Tuhan. Hal itu bertentangan dengan
keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban terhadap manusia.
Karena tidak mengakui kewajiban-kewajiban Tuhan, aliran Asy’ariah
berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan
ancaman yang tersebut dalam Al-Quran dan Hadits. Akan tetapi, disini timbul
persoalan bagi aliran Asy’ariah karena dalam Al-Quran dengan tegas dikatakan bahwa
siapa yang berbuat baik akan masuk surga dan siapa yang berbuat jahat akan masuk
3
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1986),
hlm. 129.
6
neraka. Untuk mengatasi ini, kata-kata Arab man, alladzi, dan sebagainya yang
menggambarkan arti siapa, oleh Al-Asy’ari diberi interpretasi “bukan semua orang,
tetapi sebagian”. Dengan demikian kata “siapa” dalam ayat “barang siapa menelan
harta anak yatimn piatu dengan cara tidak adil, ia sebenarnya menelan api masuk
kedalam perutnya” mengandung arti bukan seluruh, melainkan sebagian orang yang
berbuat demikian. Dengan kata lain, yang diancam mendapat hukuman bukan semua
orang, melainkan sebagian orang yang menelan harta anak yatim piatu. Adapun yang
sebagian lagi akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan. Dengan inpretasi demikian, Al- Asy’ari mengatasi persoalan wajibnya Tuhan
menepati janji dan menjalankan ancaman.4
3. Aliran Maturidiah
Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan antara Maturidiah Samarkand
dan Maturidiah Bukhara. Aliran Maturidiah Samarkand, yang juga memberikan batas
pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan
hanya menyangkut hal-hal yang baik. Dengan demikian, Tuhan mempunyai kewajiban
melakukan yang baik bagi manusia. Demikian juga pengiriman Rasul dipandang
Maturidiah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Uraian Bazdawi diatas mengandung arti bahwa Tuhan wajib menepati janji
untuk memberi upah kepada yang berbuat baik. Dengan demikian, Tuhan dalam paham
al-Bazdawi mempunyai kewajiban terhadap manusia. Pendapat ini berlawanan dengan
pendapatnya yang dijelaskan sebelumnya, bahwa tuhan sesekali tidak mempunyai
4
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press,
1986), hlm. 129- 130
7
kewajiban apa-apa terhadap manusia. Dari sini dapat diketahui bahwa menurut paham
al-Bazdawi kekuasaan dan kehendak Tuhan tidaklah betul-betul mutlak seperti yang
dianut oleh kaum Asy’ariah. Bagi kaum Asy’ariah, Tuhan boleh saja melanggar janji-
janjinya. Bagi Maturidiah Bukhara, Tuhan tidak mungkin melanggar janji untuk
memberi upah kepada orang yang berbuat baik.
Kontradiksi yang terdapat dalam pendapat al-Bazdawi ini mungkin timbul dari
keinginannya untuk mempertahankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tetapi
pada itu pula mempertahankan keadilan Tuhan. Mengatakan bahwa Tuhan dapat
memasukkan orang yang berbuat baik masuk kedalam neraka adalah bertentangan
sekali dengan rasa keadilan, tetapi mengatakan bahwa Tuhan dapat memasukkan orang
yang berbuat jahat ke dalam surga, tidak bertentangan dengan Rahmat Tuhan.
Golongan Samarkand dalam hal ini mempunyai pendapat yang sama dengan
kaum Mu’tazilah. Mereka berpendapat bahwa upah dan hukuman Tuhan tak boleh tidak
mesti terjadi kelak.
C. Perbuatan manusia
1. Aliran Jabariyah
Antara kabariah ekstrem dan moderat terdapat perbedaan pandangan
dalam masalah ini. Jabariah ekstrem berpendapat bahwa segala perbuatan
manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya tetapi
merupakan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Missal seorang mencuri
maka menurut mereka perbuatan itu adalah karena qadha dan qodar Tuhan yang
menghendaki.
Jabariah moderat berpendapat bahwa Tuhan menciptakan perbuatan
8
manusia yang baik maupun buruk atau jahat, tetapi manusia mempunyai bagian
di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek
untuk mewujudkan perbuatannya.
2. Aliran Qodariah
3. Aliran Mu’tazilah
Dalam pandangannya, manusia mempunyai daya yang besar dan bebas.
Oleh karena itu, Mu’tazilah menganut paham Qodariah atau free will.
Sebagaimana yang di jelaskan al-Jubba’I bahwa manusialah yang menciptakan
perbuatan-perbuatannya, manusia berbuat baik dan buruk, patuh dan tidak patuh
kepada Tuhan atas kehendak dan kemauannya sendiri. Dan daya (al-istita’ah)
untuk mewujudkan kehendak itu telah terdapat dalam diri manusia sebelum
adanya perbutan.5
4. Aliran Asy’ariah
Menurut mereka, manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia
diibaratkan anak kecil yang tidak mempunyai pilihan dalam hidupnya. Oleh
karena itu, aliran Asy’ariyah lebih dekat dengan paham Jabariah.
Dalam dasar pijakannya, Asy’ariah menggunakan teori al-kasb
(acquisition, perolehan), yaitu segala sesuatu terjadi dengan perantaraan daya
yang diciptakan. Dengan demikan, mejadi perolehan bagi muktasib (orang yang
memperoleh kasab) sehingga perbuatan itu timbul. Sebagai konsekuensi dari
teori kasab ni, manusia kehilangan keaktifan, sehingga bersikap pasif dalam
perbuatan-perbuatannya.5
5. Aliran Maturidiah
9
dengan paham
Mu’tazilah dengan Maturidiah Bukhara yang lebih dekat dengan paham
Asy’ariah.
6
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2001) hlm. 193
10
pada keharusan adanya tujuan dalam perbuatan-Nya, yaitu kewajiban berbat
baik dan terbaik bagi makhluk dan memberi kebebasan kepada manusia.
Adapun kehendak mutlak-Nya dibatasi oleh keadilan Tuhan. konsep keadilan
Tuhan menurut Mu’tazilah adalah bermuara pada kepentingan manusia.
2. Kaum Asy’ariah
Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran
Asy’ariah memberi makna keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan
mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat
sekehendak hati-Nya dalam pandangan Asy’ariah. Dengan demikian,
ketidakadilan dipahami dalam arti Tuhan tidak dapat berbuat sekehendak-Nya
terhadap makhluk-Nya. Dengan kata lain, dikatakan tidak adil, apabila yang
dipahami Tuhan tidak lagi berkuasa mutlak terhadap milik-Nya.
3. Kaum Maturidiah
Aliran Maturidiyah Samarkand menggarisbawahi makna keadilan Tuhan
sebagai lawan dari perbuatan dhalim Tuhan terhadap manusia. Tuhan tidak akan
membalas kejahatan kecuali dengan balasan yang seimbang dengan kejahatan
itu.
Maturidiyah Bukhara’ berpendapat, bahwa keadilan Tuhan harus
dipahami dalam kontek kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Secara jelas
Al-Bazdawi menyatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak
mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos. Tuhan berbuat
sekehendakNya sendiri.
Dengan demikian posisi aliran Maturidyah Bukhara dalam
menginterpretasikan keadilan Tuhan adalah lebih dekat pada aliran Asy’ariyah.
Masalah dalil yang dipakai pun sama.
11
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehendak Tuhan dipahami oleh aliran Mu’tazilah sebagai kehendak yang tidak
mutlak semutlak-mutlaknya namun dibatasi oleh free will dan free act (kehendak bebas)
manusia, keadilan Tuhan, kewajiban Tuhan kepada manusia dan kausalitas sunnatullah.
Konsep pemahaman tersebut dalam banyak hal searah dengan yang disampaikan oleh
aliran Maturidiyah Samarkand. Sedangkan oleh aliran Asy’ariyah, kehendak Tuhan ini
dipahami sebagai kehendak mutlak dan absolut dalam semua hal. Konsep pemahaman
tersebut tidak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan oleh aliran Maturidiyah
Bukhara.
Keadilan Tuhan oleh aliran Mu’tazilah dipahami sebagai sesuatu yang terpusat
pada kepentingan manusia. Tuhan tidak dapat mengabaikan pada kewajiban-kewajiban
terhadap manusia. Sedangkan oleh aliran Asy’ariyah dipahami sebagai menempatkan
sesuatu pada tempatnya. Interpretasinya tetap berorientasi pada absolutisme kehendak
dan kekuasaan Allah. Aliran Maturidiyah Bukhara dalam hal ini serupa dengan
pemahaman Asy’ariyah. Sedang aliran Maturidiyah Samarkand mengutamakan
pengertian keadilan Tuhan sebagai lawan perbuatan zalim.
12
DAFTAR PUSTAKA
Razak, Abdul dan Anwar, Rosihon. 2014. Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia, cet. ke-2 Edisi
Revisi
13