Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HAKIKAT MANUSIA DAN MASYARAKAT


DOSEN PENGAMPU: DR. H. TAUFIK ABDILLAH SYUKUR, Lc, MA.

Disusun oleh:
1. Shafna Luthfiyah NIM 19.01.00.077
2. Sofiah Rusydina NIM 19.01.00.080
3. Komarudin NIM 19.01.00.065
4. Erpan Dadi NIM 19.01.00.051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) ALHIKMAH JAKARTA
2020/2021
Jl. Jeruk Purut No.10, RT.1/RW.3, Cilandak Tim., Kec. Ps. Minggu, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12560

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “HAKIKAT MANUSIA AN
MASYARAKAT” . Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk
itu penulis mengucapkan banyak terimakasih. Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dari makalah ini, baik dari materi maupun teknik
penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
tercapainya kesempurnaan dari makalah ini.

Jakarta, 21 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................2
BAB III....................................................................................................................................................9
PENUTUP...............................................................................................................................................9
A. Kesimpulan...................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hakekat manusia adalah sesuatu yang amat vital yang menentukan kehidupannya,
baik di tengah masyarakat maupun di mata Allah. Amalnya yang mencakup ide/gagasan,
perbuatan dan karya. Gagasan dalam pikiran manusia adalah ide yang terdapat dalam alat
pikir yang disebut dengan akal atau otak. Idea yang dikembangkan terus menerus menjadi
suatu penalaran, sedangkan penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat/dilakukan,
sebuah tindakan. Perbuatan dibagi menjadi dua, yaitu perbuatan hewani dan perbuatan
manusiawi. Perbuatan hewani didasarkan atas dorongan, naluri untuk memenuhi kebetuhan-
kebutuhan dan keinginan hawa nafsu. Sementara itu perbuatan manusiawi adalah perbuatan
yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan kemauan yang berisi lagi luhur. Dan karya
adalah hasil ciptaan yang bukan saduran, salinan atau terjemahan.3 Unsur terpenting yang
dapat dijadikan sebagai dasar dalam mempertimbangkan kualitas dan bobot serta keilmuan
seseorang adalah terletak pada karya-karya yang telah dihasilkannya, baik dalam bentuk
tulisan maupun lain sebagainya. Dengan karyanya manusia dapat dikelanl oleh masyarakat
luas, tanpa harus melihat sosok manusia tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hakikat Manusia dan Masyarakat
2. Bagaimana Hakikat Manusia dan Masyarakat Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan
Islam
3. Bagaimana Pandangan Filsafat Pendidikan Terhadap Manusia dan Masyarakat

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Hakikat Manusia dan Masyarakat.
2. Mengetahui Perspektif Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Manusia dan Masyarakat.
3. Mengetahui Pandangan Filsafat Pendidikan Terhadap Manusia dan Masyarakat

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Hakikat Manusia dan Masyarakat


A. Hakikat Manusia
Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua unsur jasad (materi) dan ruh (immateri). Dari
kedua unsur yang tidak dapat dipisahkan itu diberi berbagai potensi, seperti indera
(pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Menurut
bahasa atau etimologi manusia merupakan suatu insan yang berakal budi (sanggup menguasai
makhluk lain); insan; maupun orang. Makhluk berarti; substansi yang dijadikan atau
diciptakan oleh Tuhan (seperti; manusia, binatang dan tumbuhan). Makna pengertian manusia
secara bahasa ini memberikan penjelasan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan
diberikannya suatu kelebihan yaitu akal sehingga dengan kelebihan itu lah dapat
memungkinkan manusia untuk mengendalikan makhluk yang lain baik itu binatang maupun
tumbuhan.
Menurut Sastraprateja,Manusia merupakan makhluk yang bersejarah. Hakikat manusia itu
sendiri merupakan suatu historis, suatu peristiwa atau kejadian yang bukan hanya semata-
mata bentuk tunggal dari data (datum). Hakikat manusia itu hanya dapat dilihat dari dalam
perjalanan sejarah yakni perjalanan manusia.

 Manusia Dalam Islam


Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan antara
badan dan ruh. Badan dan ruh masing-masing merupakan sumtansi yang berdiri sendiri, yang
tidak tergantuang adanya oleh yang lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua
subtansi (subtansi= unsur asal sesuatu yanga ada) dua-duanya adalah subtansi alam. Sedang
alam adalah mahluk. Maka keduanya juga mahluk yang di ciptakan oleh Allah SWT. Hakikat
manusia menurut al-Qur’an ialah bahwa manusia itu terdiri dari unsur jasmani, unsur akal,
dan unsur ruhani. Ketiga unsur tersebut sama pentingnya untuk di kembangkan. Sehingga
konsekuensinya pendidikan harus di desain untuk mengembangkan jasmani, akal, dan ruhani
manusia.

2
B. Pengertian Umum Masyarakat
Terdapat beberapa tokoh yang memberikan pengertian tentang masyarakat, antara lain:
1. Masyarakat merupakan jalinan hubungan social dan selalu berubah (Mac Iver dan page)
2. Masyarakat adalah kesatuan hidup makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh sistem
adat istiadat tertentu (Koentjaraningrat)
3. Masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersaa yang menghasilkan kebudayaan

 Hakikat Masyarakat Dalam Islam Dari Al Qur’an Dan Hadits


Pengertian masyarakat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Kata
masyarakat tersebut, berasal dari bahasa Arab yaitusyarikat yang berarti golongan atau
kumpulan. Dalam al-Munjid dikatakan bahwaal-syarikat adalah “‫( ”اإلختالط‬bercampur). Selain
kata ini, istilah masyarakat dalambahasa Arab, juga biasa disebut dengan al-mujtama’. Louis
َّ ‫اس َخ اضِ ِع ْي َن ل َِق َّو ان ِْي َن َو َن َظ َم َع‬
Ma’luf menjelaskan artial-mujtama’ adalah ‫ام ٍة‬ ِ ‫الن‬ َ ‫از ا َع لَ ى َج َم‬
َّ ‫اع ٍة ِم َن‬ َ ‫َم َج‬

(suatu kumpulan dari sejumlah manusia yang tunduk pada undang-undang dan peraturan
umum yang berlaku).
Sedangkan dalam bahasa Inggris, kata masyarakat tersebut diistilahkan dengan society dan
atau community. Dalam hal ini, Abdul Syani menjelaskan bahwa bahwa masyarakat sebagai
community dapat dilihat dari dua sudut pandang.Pertama, memandang community sebagai
unsur statis, artinya ia terbentuk dalam suatu wadah/tempat dengan batas-batas tertentu, maka
ia menunjukkan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat disebut
masyarakat setempat. Misalnya kampung, dusun atau kota-kota kecil. Kedua, community
dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya menyangkut suatu proses yang terbentuk
melalui faktor psikologis dan hubungan antar manusia, maka di dalamnya terkandung unsur
kepentingan, keinginan atau tujuan yang sifatnya fungsional. Misalnya, masyarakat pegawai,
mayarakat mahasiswa.

2. Bagaimana Hakikat Manusia dan Masyarakat Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan


Islam
Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua unsur yakni jasad (materi) dan ruh
(immateri). Dari kedua unsur yang tidak dapat dipisahkan itu diberi berbagai potensi, seperti
indera (pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal, hati dan lain-lain. Dengan
memberdayakan potensi-potensi tersebut ke jalan Tuhanlah, manusia dikatakan sebagai
sebaik-baik makhluk ciptaan-Nya dan insan kamil (manusia sempurna).

3
Proses Penciptaan Manusia
Tuhan menciptakan manusia terdiri dari unsur ruh (jiwa, roh atau nyawa) dan jasad.
Ruhani, dan jasad, adalah dua unsur yang tidak bisa dipisah satu sama lain dan keduanya
merupakan satu kesatuan dan saling menyempurnakan dalam pemebentukan manusia. Setelah
ruhani atau jiwa dan jasad bersatu, disebut insan (manusia) sebagai keseluruhan baik lahir
maupun batin. Manusia itu diberi potensi-potensi atau daya-daya (fitrah) yang bermacam-
macam agar ia mampu melaksanakan tugasnya di muka bumi sebagai hamba yang beribadah
dan sebagai khalifah.
Dalam membahas hakikat manusia, parah ahli banyak mengutip ayat yang menjelaskan
proses penciptaan manusia, di antaranya:
Sebagaimana Firman Allah SWT.
ْ ُّ‫طفَةً فِ ْي قَ َرا ٍر َّم ِكي ٍْن ۖ ثُ َّم خَ لَ ْقنَا الن‬
َ‫طفَةَ َعلَقَةً فَخَ لَ ْقنَا ْال َعلَقَة‬ ْ ُ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسا نَ ِم ْن س ُٰللَ ٍة ِّم ْن ِطي ٍْن ۚ ثُ َّم َج َع ْل ٰنهُ ن‬
َ‫ك هّٰللا ُ اَحْ َسنُ ْال ٰخلِقِ ْين‬ َ ‫ ۗ  ُمضْ َغةً فَ َخلَ ْقنَا ْال ُمضْ َغةَ ِع ٰظ ًما فَ َك َسوْ نَا ْال ِع ٰظ َم لَحْ ًما ثُ َّم اَ ْن َشأْ ٰنهُ خَ ْلقًا ٰاخَ َر ۗ فَتَ ٰب‬
{َ ‫ـر‬
“Dan sesunggunya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati(berasal) dari tanah.
Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh(rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah lalu segumpal darah itu
kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta yang paling baik.
(Q.S. al-Mu’minun:12-14).

Proses jasadiyah manusia mulai dari saripati tanah sampai dari sempurna secara jasmani jelas
termaktub pada ayat diatas. Namun jasad itu ditiupkan roh kedalamnya, sehingga ia menjadi
manusia.
Asal usul manusia terbagi kepada dua yakni Adam sebagai nenek moyang manusia dan
manusia pada umumnya sebagai keturunan Adam. Penyebutan asal usul penciptaan Adam
beragam dalam Alquran. Alquran memakai istilah tin, turab, salsal seperti fakhkhar, dan
salsal yang berasal dari hama masnun.
Berikut adalah uraiannya :
1. Kata Tin
Kata tin antara lain terdapat pada Q.S. Al-Mukminun: 12. Pada umumnya para mufassir
mengartikan kata tin dengan sari pati tanah lumpur atau tanah liat. Menurut Ibnu Katsir,

4
Ahmad Musthofa, Jamal, dan Magnujah bahwa kata tin berarti bahan penciptaan Adam dari
komponen saripati tanah liat.
2. Kata Turab
Kata turab antara lain terdapat pada Q.S. Al. Kahf: 37; Al-Hajj: 5; Ali Imran: 59; Ar-Rum:
20; Fatir: 11. Menurut Nazwar Syamsu bahwa semua ayat yang mengandung kata turab
berarti saripati tanah. Muhmaad Jawwad membagi asal-usul penciptaan manusia menjadi dua
yakni langsung dari sari patih tanah tanpa perantara yaitu Adam dan tidak langsung dari
tanah seperti menciptakan Bani Adam berasal dari nutfah (mani) dan darah, yang keduannya
berasal dari berbagai macam makanan.
3. Salsal seperti fakhkhar yang berasal dari hama’ masnun
Kata salsal terdapat pada Q.S. Al-Rahman: 14; Al-Hijr: 26 dan 28 dan 33. Menurut Fachrur
Razy, dimaksud dengan salsal ialah tanah kering yang bersuara dan belum di masak. Salsal
sudah dimasak jadilah dia (fakhhar) sebagai komponen penciptaan Adam. Sedangkan kata
salsal yang berasal dari hama’ masnun, menurut al-Maraghi ialah tanah kering, keras,
bersuara, yang dapat berukir, warna hitam yang dapat diubah-ubah, yang tuangkan dalam
cetakan agar menjadi kering. Seperti barang-barang permata yang dicairkan dan dituangkan
dalam cetakan.
4. Peniupan ruh
Setelah pembentukan fisik mendekati sempurna yakni adanya persenyawaan antara
komponen tin (tanah liat yang berasal dari tanah lumpur yang bersih), turab (saripati tanah),
dan salsal seperti fakhkhar berasal dari hama’ masnun (dari lumpur hitam yang dicetak dan
diberi bentuk), lalu Allah meniupkan Roh-Nya kepada Adam dan sejak itu dia benar-benar
menjadi makhluk yang sesungguhnya (jasmani dan ruh) yang sempurna sehingga para
malaikat pun diperintahkan oleh Allah agar tunduk dan bersujud kepada Adam.

Hakikat masyarakat dalam pendidikan Islam


Hakikat Masyarakat
Tidak ada satu individupun yang bisa hidup tanpa masyarakat. Untuk itu manusia
harus hidup bermasyarakat, tujuan utama al-Quran kata Fazhul Rahman menegakkan tata
masyarakat adil. Masyarakat yang adil itu sebuah masyarakat yang etis dan egalitarian.
Dengan nada yang serupa Muhammad Abduh mengatakan bahwa Allah menciptakan
manusia untuk bermasyarakat.
Maslow mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan manusia yakni kebutuhan fisiologi, rasa
aman, afiliasi, harga diri, dan pengembangan potensi. Terlebih-lebih lagi manusia

5
mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung dorongan-
dorongan hidup yang dasar, inseting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. Budi
inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan
alam sekitranya dengan jalan memberi penilaian terhadap obyek dan kejadian.
Kemampuan menyesuaikan diri itu dapat dilakukan manusia karena ia diberi kemampuan
berfikir (kognitif), Merasa (afektif), dan melakukan (psikomotorik). Untuk itu manusia
disebut makhluk sosial karena Ketergantungannya kepada manusia lain, berkemampuan
menyesuaikan diri, berkemampuan berfikir, merasa, dan melakukan, dan mengembangkan
dan menyempurnakan dirinya dengan bantuan orang lain.
Al-Quran membahas tentang masyarakat dalam beberapa istilah, diantaranya menggunakan
istilah ummah, qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah atau jama’ah. Namun dari sekian banyak istilah
yang digunakan al-Quran lebih banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut
kata ummah sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali. Menurut Ali Syari’ati
(1989) makna genetik ummah memiliki keunggulan.
Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah, jama’ah dan lain-lain,
ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki keunggulan muatan makna, yakni bermakna
kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari
kata amma artinya bermaksud (qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini memuat
tiga makna:”gerakan”.”tujuan” dan “ketetapan hati yang besar.
Dari berbagai pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa ummah (masyarakat) adalah
kumpulan manusia yang saling berinteraksi bersama yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau
agama), warisan budaya, lingkungan sosial, keluarga, polotik, tanah air, perasaan, cita-cita
dan lain-lain) dalam rangka mencapai tujuan hidup.

3. Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Manusia dan Masyarakat


Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan tentang manusia
dan makna filosofis dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk-Nya paling sempurna
dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran. Manusia adalah makhluk
kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan atau fitrahnya dan
syarat-syarat yang diperlukan bagi mengemban tugas dan fungsinya sebagi makhluk Allah d
muka bumi.1
Sedikitnya ada empat konsep yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada makna
manusia, namun secara khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan
tersebut dapat dilihat pada konsep berikut:

6
a.       Konsep al-Basyar
Kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26
surat. Secara etimologi al-Basyar juga diartikan mulamasah,yaitu persentuhan kulit antara
laki-laki dan perempuan. Penunjukkan kata al-Basyar ditunjukan Allah kepada seluruh
manusia tanpa kecuali. Demikian pula halnya dengan para rasul-rasul-Nya. Hanya saja
kepada mereka diberikan wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan. 2
Sebagaimana Firman Allah SWT.
‫ي اَنَّ َم ۤا اِ ٰلهُ ُك ْم اِ ٰلـهٌ َّوا ِح ٌد‬ ۤ
َّ َ‫ قُلْ اِنَّ َم ۤا اَن َۡا بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم يُوْ ٰحى اِل‬
"Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang
telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 110)
b.       Konsep al-Insan
Kata al-Insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73
kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi, al-Insan dapat diartikan harmonis, lemah
lembut, tampak, atau pelupa.
Merujuk pada asal kata al- Insan dapat kita pahami bahwa manusia pada dasarnya memiliki
potensi yang positif untuk tumbuh serta berkembang secara fisik maupun mental spiritual.
Kata al-Insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjukan totalitas manusia sebagai
makhluk jasmani dan rohani. Perpaduan antara aspek pisik dan pisikis telah membantu
manusia untuk mengekspresikan dimensi al-insan al-bayan, yaitu sebagai makhluk
berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengemabngkan ilmu
pengetahuan dan peradaban, dan lain sebagainya.3
c.        Konsep an-Nas
Kata an-Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53
surat. Kosa kata An- Nas dalam Al- Qur’an umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia
sebagai makhluk social. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat untuk saling
kenal mengenal “berinteraksi”.
Sebagaimana Firman Allah SWT.
{‫  ٰۤيا َ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّواُ ْن ٰثى{ َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُشعُوْ بًا َّوقَبَٓائِ َ{ل لِتَ َعا َرفُوْ ا‬
"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal.
(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)

7
Hal ini sejalan dengan teori “strukturalisme” Giddens yang mengatakan bahwa
manusia merupakan individu yang mempunyai karakter serta prinsip berbeda antara yang
lainnya tetapi manusia juga merupakan agen social yang bisa mempengaruhi atau bahkan di
bentuk oleh masyarakat dan kebudayaan di mana ia berada dalam konteks sosial.4
d.       Konsep Bani Adam
Manusia sebagai Bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam Al-Qur’an
(Muhammad Fuad Abd al- Baqi:1989). Menurut al-Gharib al-Ishfahany, bani berarti
keturunan dari darah daging yang dilahirkan.5
Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup pertumbuhan serta perkembangan
manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berjalan secara berjenjang dan bertahap
melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan
dari Tuhan (epistimologi).
Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya
insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam pandangan
Filsafat Pendidikan Islam, manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi
ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat.
Sebagai hamba Allah, manusia tidak bisa terlepas dari kekuasaannya. Sebab, manusia
mempunyai fitrah (potensi) untuk beragama.
Dan manusia telah mengakui bahwa diluar dirinya ada zat yang lebih berkuasa dan
menguasai seluruh kehidupannya, hal itu bukti bahwa manusia memiliki potensi untuk
beragama.
Sebagaimana Firman Allah SWT.
‫ۙ و ٰلـ ِك َّن‬ ‫طرتَ هّٰللا الَّتي فَطَ {ر النَّا س َعلَ ْيها ۗ  اَل تَ ْبديْل لخَ ْـل هّٰللا‬
َ  ‫ق ِ  ٰۗ ذلِكَ ال ِّديْنُ ْالقَيِّ ُم‬ ِ ِ َ ِ َ َ َ ْ ِ ِ َ ْ ِ‫فَا َ قِ ْم َوجْ هَكَ لِل ِّد ْي ِن َحنِ ْيفًا ۗ ف‬
َ‫س اَل يَ ْعلَ ُموْ ن‬ ِ ‫ ۙ اَ ْكثَ َر النَّا‬
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah
disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,"
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 30)
Berdasarkan ayat diatas, tentulah bahwa bagaimanapun moderennya atau primitifnya
suatu suku bangsa manusia, mereka akan mengakui adanya zat Yang Maha Kuasa di luar
dirinya, yang menjadi tanggung jawabnya.6
Sebagaimana firman Allah SWT:
َ ‫ت ْال ِج َّن َوا اْل ِ ْن‬
‫س اِاَّل لِيَ ْعبُ ُدوْ ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

8
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."
(QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa hakekat manusia adalah makhluk yang paling mulia dan tinggi derajatnya di
sisi Allah. Karena secara fisik manusia memiliki yang lebih sempurna dibandingkan dengan
makhluk yang lain dan mempunyai potensi-potensi yang ada yang dapat membuktikan
bahwasanya manusia sebagai ahsan at-Taqwin. Makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT,
yang memiliki berbagai potensi untuk tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaan
ciptaan sesuai dengan yang dikehendaki oleh Sang Pencipta. Dalam Al-Quran menyebutkan
manusia dengan berbagai kata yaitu : al-Basyar, Al-Insan, Al-Nas, dan Bani Adam
Dasar pembentukan masyarakat Islam adalah salah satu alasan yaitu manusia
merupakan makhluk social yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia lain.
Manusia memiliki pembawaan hidup untuk bermasyarakat. Untuk mencapai kehidupan
bermasyarakat maka manusia harus bersikap toleran, ramah tamah, pandai menyesuaikan diri
dan mengendalikan diri.

DAFTAR PUSTAKA
1
Ismai Raji’ Al-Faruqi, Islam dan Kebudayaan, Mizan, Bandung, 1984, hal. 37
2
Prof. DR. H. Ramayulis, DR. Samsul Nizar, MA, Filsafat pendidikan Islam, kalam mulia, Jakarta Pusat,  2009,
hal. 48
3
Prof. Dr. H. Jalaludin, Teologi Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 21
4
Brian Fay, Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer, Jendela, Yogyakarta, Cet. I, 2002, hal. 69
5
Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode pendidikan Islam, CV. Diponogoro, Bandung, 1992,
hal. 31
6
Prof. H.M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Remaja Rosdakarya, PT Bumi Aksara, Jakarta, Cet. VI, 
2000, hal. 57.
https://www.academia.edu/16987862/PANDANGAN_FILSAFAT_PENDIDIKAN_ISLAM_TERHADAP_MA
NUSIA
http://piuii17.blogspot.com/2018/09/hakikat-manusia-dan-masyarakat.html?m=1
https://www.kompasiana.com/editpurwanto/5e87228071d69637f9718d72/hakikat-manusia-masyarakat-alam-
dan-ilmu-pengetahuan?page=all
http://stmabruroh97.blogspot.com/2016/12/hakikat-manusia-masyarakat-alam-dan.html

9
http://khoirunnisa662.blogspot.com/2014/06/pandangan-filsafat-pendidikan-islam.html

manusia merupakan maklhluk yang paling sempurna dan sebaik baik akal pikiran
bagaimana hakikat manusia dan masyarakat dalam perspektif filsafat pendidikan islam

kosnep manusia ada


ketika manusia mengembangkan semua potensinya
apakah manusia dapat memenuhi 4 konsep tsb atau salah satunya

kemanusiaan dan keadilan tuhan


ketika tuhan menciptakan manusia dari untuk khlifah di muka bumi
knpa manusia ada yang berbeda keyakinan

dimana keadilan tuhan


saat menciptakan manusia

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Allah maha adil, yang mana keadilannya berdasarkan atas ilmu yang sempurna. Berbeda
dengan manusia.

ِ ْ‫إِ َّن هَّللا َ اَل يَ ْخفَى َعلَ ْي ِه َش ْي ٌء فِي اأْل َر‬


‫ض َواَل فِي ال َّس َما ِء‬

“Sesungguhnya tidak ada sedikitupun urusan langit ataupun bumi yang tersembunyi bagi
Allah” (QS. Ali Imran : 5)

Dan Allah ‫ ﷻ‬tidak akan menghukum kecuali telah menerangkan, mana yang benar dan
mana yang salah.

ِ ‫اس َعلَى هَّللا ِ ُح َّجةٌ بَ ْع َد الرُّ ُس ِل َو َكانَ هَّللا ُ ع‬


‫َزي ًزا َح ِكي ًما‬ ِ َّ‫ين ِلئَاَّل يَ ُكونَ لِلن‬
{َ ‫ُر ُساًل ُمبَ ِّش ِرينَ َو ُم ْن ِذ ِر‬

“Rasul-rasul sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, supaya tidak ada
alasan/sanggahan lagi bagi manusia atas keputusan Allah setelah diutusnya rasul-rasul
Allah, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana“

Al-‘Adl artinya Maha Adil. Al-‘Adl bearasal dari kata ‘adala yang berarti lurus dan sama.
Keadillan Allah SWT bersifat mutlak,

10
tidak dipengaruhi oleh apapun dan oleh siapapun. 
Allah Maha Adil karena Allah selalu menempatkan sesuatu pada tempat yang
semestinya, sesuai dengan keadilan-Nya yang Maha Sempurna. Dia bersih dari sifat
aniaya, baik dalam hukum-Nya maupun dalam perbuatan-Nya. Di antara hukum-Nya
mengenai hak hamba-hamba-Nya adalah bahwa tidak ada bagi manusia itu kecuali apa
yang ia usahakan, dan hasil dari segala usahanya itu akan dilihatnya. Secara normal,
orang-orang yang saleh akan ditempatkan di surga yang penuh dengan kenikmatan,
sedangkan orang-orang yang mengabaikan perintah Allah akan dimasukkan ke dalam neraka
yang penuh dengan penderitaan.
Keadilan Allah SWT juga didasari dengan ilmu Allah SWT yang Maha Luas, sehingga tidak
mungkin keputusan-Nya itu salah. Walaupun jikalau dilihat dari sudut pandang manusia hal
itu rasanya kurang adil, namun bila dipahami, direnungkan, dan dihayati dengan penuh rasa
iman dan takwa, maka apa yang diputuskan Allah itu merupakan keputusan yang sangat adil.

Allah SWT adalah Sang Pencipta segala keindahan, keburukan, kebaikan, maupun kejahatan.
Allah SWT bersifat adil pada ciptaan-Nya, dalam hal ini ada rahasia yang sulit dimengerti.
Maka dari itu, kita perlu memahami bahwa seringkali orang harus mengenal lawan kata dari
sesuatu untuk memahaminya.
Orang yang tidak pernah merasakan kesedihan, tidak akan mengenal kebahagiaan. Jika tidak
ada yang buruk, kita tidak akan mengenal keindahan. Baik dan buruk sama pentingnya. Allah
menunjukkan yang satu dengan yang lain, yang benar dengan yang salah, dan menunjukkan
kepada kita akibat dari masing-masingnya. Dia memperlihatkan pahala sebagai lawan kata
dari siksaan. Lalu dipersilakan-Nya kita untuk menggunakan penilaian kita sendiri.

Allah mengetahui apa yang terbaik bagi makhluk-Nya. Hanya Alloh yang mengetahui nasib
kita. Perwujudan dari nasib itu adalah keadilan-Nya.

Rasulullah bersabda:
)‫ص َرانَهُ أَوْ يُ َم ِّج َسانَهُ (رواه مسلم‬ ْ ِ‫َما ِم ْن َموْ لُوْ ٍد يُـوْ لَ ُد َعلَى ْالف‬
ِّ َ‫ط َر ِة فَأَبَ َواهُ يُهَ ِّودَانَهُ أَوْ يُن‬
“Tidaklah dilahirkan seorang anak melainkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua ibu
bapanyalah yang meyahudikannya atau menasranikannya atau memajusikannya.”
ْ ِ‫ُكلُّ َموْ لُوْ ٍد يَـوْ لَ ُد َعلَى ْالف‬
ْ‫ هَل‬،‫ َك َما تُوْ لَ ُد بَ ِه ْي َمةٌ َج ْم َعا َء‬،ُ‫ فَأَبَ َواهُ يُهَ ِّودَانَهُ أَوْ يُنَصِّ َرانَهُ أَوْ يُ َمجِّ َسانَه‬-‫ َعلَى هَ ِذ ِه ْال ِملَّ ِة‬:‫ َوفِى ِر َوايَ ٍة‬-‫ط َر ِة‬
‫تُ ِحسُّوْ نَ فِ ْيهَا ِم ْن َج ْدعَا َء؟‬

11
“Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah”—dalam riwayat lain disebutkan: “Dalam
keadaan memeluk agama ini—Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi,
Nasrani atau Majusi sebagaimana seekor binatang dilahirkan dalam keadaan utuh
(sempurna), apakah kalian mendapatinya dalam keadaan terpotong (cacat)” (HR. Bukhari
dan Muslim).

Rasulullah Saw bersabda:

ُ ‫ت َعلَ ْي ِه ْم َماأَحْ لَ ْل‬


‫ت لَهُ ْم‬ ْ ‫اطيْنُ فَاجْ تَالَ ْتهُ ْم ع َْن ِد ْينِ ِه ْم َو َح َّر َم‬ ُ ‫ إِنِّى خَ لَ ْق‬:ُ‫يَقُوْ ُل هللا‬
ِ َ‫ت ِعبَا ِديْ ُحنَفَا َء فَـ َجا َء ْتهُ ُم ال َّشـي‬
Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan
hanif (lurus). Maka datanglah setan-setan kepada mereka, lalu menyimpangkan mereka dari
agamanya dan mengharamkan bagi mereka apa yang telah Aku halalkan bagi mereka.”

12

Anda mungkin juga menyukai