Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH MANUSIA, MASYRAKAT, DAN HUKUM

Dosen Pengampu: RADINI,S.H.,M.H.

Disusun oleh Kelompok 2:


Kania Aura Ramadani
M. Ali Akbar Sidik
Yunita Octavia
Putri Aurelia

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI`AH
FAKULTAS SYARI`AH DAN HUKUM
T.A 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji marilah senantiasa kita ucapakan atas

limpahan rahmat dan nikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas

makalah yang diberikan kepada kami. Sholawat bersamaan dengan salam juga

marilah kita hadiahkan kepada baginda rasullah SAW. Semoga kita, orang tua

kita, nenek dan kakek kita, guru-guru dan orang terdekat kita mendapatkan syafaat

Beliau di Yaumil Mahsyar kelak. Aamiin ya Rabbal Alamin Adapun tujuan utama

penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata pelajaran Metode Studi

Islam semester ganjil dan judul makalah ini adalah "MANUSIA,

MASYARAKAT, DAN HUKUM" Kami ucapakan terima kasih kepada Bapak

RADINI,S.H.,M.H.selaku guru pembimbing, dan kepada semua pihak yang sudah

membantu dalam penulisan makalah dari awal sehingga sesesai. Kami mohon

maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah kami juga sangat

menghrapkan kritik serta saran dari para para pembaca umtuk bahan

pertimbangan perbaikan makalah.

Pekanbaru, 26 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANGTAR............................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 2

1.3 Tujuan Masalah..................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Manusia Sebagai Makhluk Sosial ........................................ 3

2.2 Kaidah Sosial Sebagai Perlindungan Kepentingan Manusia 6

2.3 Macam-Macam Kaidah ........................................................ 12

2.4 Perbandingan Kaidah Hukum Dengan Kaidah Sosial Lainnya 17

2.5 Hubungan Kaidah Hukum Dengan Ketiga Kaidah Sosial Lainnya

.....................................................................................................20

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ........................................................................... 22

3.2 Saran ..................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum berperan aktif sebagai sesuatu yang dapat menetapkan tingkah

laku manusia yangmenyimpang terhadap aturan hukum. Penyebab hukum tidak

berjalan dengan baik dikarenakan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap

hukum itu sendiri. Penyebab hukum tidak relevan dengan kenyataan masyarakat

dikarenakan hukum yang ada dibentuk berasal dari kehendak kaum elit

(penguasa), sedangkan masyarakat adalah obyek sasaran. Padahal agar hukum

dapat berlaku secara responsif maka hukum harus dibentuk dari kenyataan yang

hidup dalam masyarakat. Hasil penelitian bisa disimpulkan bahwa kegunaan

perspektif sosiologi dalam menganalisa permasalahan hukum (sosiologi hukum)

yaitu antara lain: sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan -

kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum di dalam konteks sosial,

penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan-

kemampuan untuk mengadakan analisa terhadap efektivikasi hukum dalam

masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk merubah

masyarakat dan sarana untuk mengatur interaksi sosial, agar mencapai

keadaakeadaan sosial tertentu, dan sosiologi hukum memberikan kemungkinan-

kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas

hukum di dalam masyarakat.

1
1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis dapat dirumuskan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan antara manusia dengan hukum ?

2. Bagaimana sistem hukum menurut para ahli dan hubungannya dengan

sistem hukum Indonesia dalam lingkup pengaturan masyarakat?

3. Mengapa hukum sangat diperlukan dalam mengatur manusia dalam

kehidupan bermasyarakat?

4. Bagaimana hukum bekerja untuk menjalankan fungsinya bagi manusia

dalam hukum?

1.3 Tujuan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis dapat dirumuskan tujuan masalah

sebagai berikut:

1. Untuk menjelaskan hubungan antara manusia dengan hukum

2. Untuk menjelaskan sistem hukum menurut para ahli dan hubungannya

dengan sistem hukum Indonesia dalam lingkup pengaturan masyarakat

3. Untuk menjalaskan hukum sangat diperlukan dalam mengatur manusia

dalam kehidupan masyarakat

4. Untuk menjelaskan bagaimana hukum bekerja menjalankan fungsinya

bagi manusia dan kehidupan bermasyarakat dan tujuan hukum beserta

kaidahnya

2
5.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Manusia Sebagai Makhluk Sosial

1. Masyarakat Sosial

Sudah menjadi kodrat dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa bahwa

manusia itu hidup selalu berkelompok, bersuku, berbangsa, dan tidak pernah

terjadi manusia bisa hidup tanpa membutuhkan individu lain.

Kalau kita lihat sejarah terjadi manusia ada 2 pandangan:

a. Karena kehendak Tuhan Yang Maha Esa

b. Karena evolosi perubahan secara lamban dari seekor binatang (teori

Darwin)

Dari kedua pendapat tersebut yang bisa dipertanggung jawabkan

kebenaran dan keilmiahannya adalah bahwa terjadinya manusia karena

kehendak Tuhan melalui embrio yang bernama Nabi Adam AS (suami) dan

Siti Hawa (istri). Dari kedua insan itulah asal mulanya bibit manusia yang

sehingga kini memenuhi dunia. Pertama Allah SWT menciptakan Adam, dan

menurut-Nya Adam membutuhkan teman hidup dalam hubungannya sebagai

suami istri mau1pun hubungannya antara individu dengan individu

sebagaimana kodratnya mahluk sosial yang saling membutuhkan orang lain.

Seandainya mamusia bisa hidup tanpa orang lain, maka hal itu

merupakan dongeng belaka seperti dongeng Tarsan dan Robins Crusoe, yang

1
Mudakir Iskandar Syah, SH., MH (pengantar ilmu hukum dan tata hukum) hlm. 2

4
hidup tanpa mahluk lain melainkan hanya dirinya sendi dan hal seperti itu

tidak akan terjadi pada manusia. Manusia dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya tidak lepas dengan bantuan orang lain, baik dalam pemenuhan

kebutuhan fisik maupun non fisik. Melihat kondisi yang demikian, secara

realita bahwa sebetulnya manusia itu pada prinsipnya penuh denga kelemahan,

dan untuk menanggulangi kelemahan itu membutuhkan bantuan orang lain.

Kebutuhan manusia yang satu terhadap yang lainnya merupakan

kebutuhan yang tidak bisa dihindari lagi, hal itu bukan berarti karena yang

satu sama yang lainnya mempunyai kesamaan kebutuhan, pendapat dan

kesamaan hajat hidup. Manusia membutuhkan yang lain ini mengakibatkan

timbulnya kelompok golongan, suku dan masyarakat, yang sebagai individu

mempunya cita-cita hidup, dan cita-cita hidup itu tidak akan bisa tercapai

tanpa adanya individu lain atau masyarakat, karena kebutuhan individu akan

bisa terpenuhi apabila adanya sumbangan dari individu lain.


2
Menurut Drs. CST Kansil. SH dalam bukunya Pengatar Ilmu Hukum

dan Tata Hukum Indonesia, bahwa golongan itu bisa terjadi karena 3 hal:

a. Golongan yang berdasarkan hubungan kekeluargaan.

b. Golongan yang berdasarkan kepentingan pekerjaan.

c. Golongan yang berdasarkan hubungan tujuan (pandangan hidup).

Pendorong manusia harus bermasyarakat:

a. Kebutuhan tidak terpenuhi tanpa bantuan orang lain.

b. Karena kodrat Tuhan bahwa manusia dijadikan selalu berkelompok.

c. Ingin mengembangkan keturunan.


2
Ibid, hlm 3

5
Kebutuhan antara orang yang satu dengan yang lainnya pasti tidak sama,

dari perbedaan kebutuhan inilah yang bisa menimbulkan perselisihan. Hal

demikian akan menjadi perselisihan antara yang satu dengan lainnya atau

antara satu golongan dengan golongan yang lainnya.

Kondisi yang demikian peran hukum sangat diharapkan peranannya

untuk mengatur agar yang lemah tidak menjadi mangsa yang kuat. Dengan

kata lain hukum mengatur tata cara kehidupan dalam masyarakat agar tidak

terjadi kekerasan. Dan sebaliknya hukum baru hidup dan bermanfaat apabila

adanya masyarakat yang beraktivitas, interaksi antara masyarakat dan hukum

sebetulnya tidak bisa dipisahkan. Masyarakat tanpa hukum bagaikan binatang

liar, dan hukum tanpa masyarakat bagaikan ikan tanpa air.


3
Bagaimana halnya kalau suatu masyarakat tanpa ada hukum? Yang

akan terjadi pasti antara yang satu dengan yang lainnya akan saling menindas.

yang lemah menjadi mangsa yang kuat dan sebagainya. Karena sifat manusia

menurut Hobbes, diibaratkan serigala terhadap yang lainnya. Disamping itu

antara individu dengan individu atau antara golongan dengan golongan tidak

akan bisa mengadakan hubungan, dalam kondisi yang demikian hukum selalu

dibutuhkan atau selama masih ada kelompok masyarakat.

2.2. Kaidah Sosial Sebagai Perlindungan Kepentingan Manusia

3
Ibid, hlm 3

6
Manusia yang hidup bermasyarakat, pada dasarnya mempunyai

pandangan-pandangan tertentu, tentang apa yang baik dan apa yang buruk.

Pandangan-pandangan tersebut biasanya saling berpasangan satu sama lain,

misalnya: nilai kepentingan pribadi dengan nilai kepentingan masyarakat; nilai

kelestarian dengan nilai pembaharuan dan seterusnya. Sejajar dengan nilai

kepentingan pribadi dan nilai kepentingan masyarakat adalah nilai ketenteraman

dan nilai ketertiban. Dengan demikian, sesuai dengan hakikat manusia sebagai

individu dan sekaligus juga sebagai makhluk sosial, mutlak diperlukan adanya

keseimbangan atau keserasian antara ketenteraman dan ketertiban dalam hidup

bermasyarakat.

Manusia tidak akan merasa tenteram, kalau kepentingan pribadinya tidak

terpenuhi. Pemenuhan terhadap kepentingan pribadi tidak boleh terlalu bebas atau

tanpa batas, tetapi juga harus mengindahkan kepentingan orang lain yang berarti

harus dibatasi, sehingga terciptalah ketertiban masyarakat.


4
Sebaliknya dengan alasan demi pemenuhan kepentingan masyarakat,

hendaknya kepentingan pribadi sedikit banyak juga harus diperhatikan atau harus

ikut dipertimbangkan, artinya jangan terlalu dikorbankan. Dari sejarah

perkembangan kehidupan manusia, kita dapat mengetahui bahwa dalam usaha

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, manusia memperoleh pengalaman-

pengalaman. Pengalaman-pengalaman ini menciptakan nilai-nilai. Nilai-nilai

tersebut ada yang positif dan ada pula yang negatif. Selanjutnya nilai-nilai

tersebut menjadi pedoman atau patokan bagi manusia tentang apa yang baik yang

harus dilakukan, dan apa yang dianggap buruk yang harus dihindari. Pola-pola
4

7
berpikir manusia mempengaruhi sikapnya, yang merupakan kecenderungan-

kecenderungan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu terhadap manusia yang

lain, benda, atau keadaan-keadaan.

Sikap-sikap manusia kemudian membentuk kaidah-kaidah, karena

manusia cenderung untuk hidup teratur dan pantas. Kehidupan yang teratur dan

sepantasnya menurut manusia yang satu dengan yang lain belum tentu sama, oleh

karena itu diperlukan patokan-patokan yang berupa kaidah.Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa kaidah atau norma sebenarnya merupakan bentuk

penjabaran secara konkrit dari pasangan nilai-nilai yang bersifat abstrak yang

telah diserasikan.

Adapun fungsi kaidah adalah untuk melindungi kepentingan manusia,

baik terhadap ancaman yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam

(manusia sendiri).

Apakah kaidah sosial itu ?


5
Kaidah sosial atau norma sosial adalah peraturan hidup yang menetapkan

bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam hidup bermasyarakat. Atau dapat

juga dikatakan kaidah sosial adalah pedoman tingkah laku manusia dalam hidup

bermasyarakat, yang fungsinya melindungi kepentingan manusia baik sebagai

individu maupun sebagai makhluk sosial dengan jalan mentertibkan. Di muka

telah diuraikan, bahwa kaidah sosial merupakan bentuk penjabaran secara konkrit

dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal itu berarti, kaidah sosial pada

hakekatnya merupakan perumusan pandangan mengenai perilaku yang seharusnya

5
Ibid, hlm.31

8
dilakukan, yang seharusnya tidak dilakukan, yang dilarang dilakukan atau yang

dianjurkan untuk dilakukan.

Kaidah sosial sifatnya tidak hanya menggambarkan (deskriptif) dan

menganjurkan (preskriptif), tetapi sifatnya mengharuskan (normatif). Kaidah

sosial merupakan pernyataan atau kebenaran yang fundamental untuk digunakan

sebagai pedoman berfikir atau melakukan kegiatan dengan menjelaskan dua atau

lebih kejadian (variabel), misalnya: siapa yang tidak sholat, akan masuk neraka;

siapa tidak bicara jujur, akan menyesal; siapa tidak sopan dan tidak menghormati

orang tua, akan dicemoohkan masyarakat; siapa masuk rumah orang lain harus

minta ijin terlebih dahulu; siapa mengendarai mobil lewat jalan tol harus

membayar retribusi. Contoh tersebut merupakan suatu keharusan untuk

dilaksanakan atau untuk tidak dilaksanakan, artinya kalau terjadi variabel yang

satu, maka harus ada kejadian atau variabel yang lainnya. Variabel-variabel

tersebut dapat bertambah, misalnya: siapa yang mencuri akan dihukum,

variabelnya dapat bertambah: cara mencurinya, niatnya untuk apa, harus melalui

proses pengadilan, harus ada bukti dan adanya sanksi.


6
Dengan kaidah sosial hendak dicegah gangguan-gangguan terhadap

kepentingan manusia, di samping itu juga hendak dicegah terjadinya bentrokan-

bentrokan kepentingan manusia, sehingga terciptalah tata kehidupan masyarakat

yang damai atau tata kehidupan masyarakat yang tertib dan tentram.

Manusia yang hidup bermasyarakat, pada dasarnya mempunyai

pandangan-pandangan tertentu, tentang apa yang baik dan apa yang buruk.

6
Ibid , hlm. 31

9
Pandangan-pandangan tersebut biasanya saling berpasangan satu sama lain,

misalnya: nilai kepentingan pribadi dengan nilai kepentingan masyarakat, nilai

kelestarian dengan nilai pembaharuan dan seterusnya. Sejajar dengan nilai

kepentingan pribadi dan nilai kepentingan masyarakat adalah nilai ketenteraman

dan nilai ketertiban. Dengan demikian, sesuai dengan hakekat manusia sebagai

individu dan sekaligus juga sebagai makhluk sosial, mutlak diperlukan adanya

keseimbangan atau keserasian antara ketenteraman dan ketertiban dalam hidup

bermasyarakat.

Dari sejarah perkembangan kehidupan manusia, kita dapat mengetahui

bahwa dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, manusia memperoleh

pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman ini menciptakan nilai-nilai.

Nilai-nilai tersebut ada yang positif dan ada pula yang negatif. Selanjutnya nilai-

nilai tersebut menjadi pedoman atau patokan bagi manusia tentang apa yang baik

yang harus dilakukan, dan apa yang dianggap buruk yang harus dihindari. Pola-

pola berpikir manusia mempengaruhi sikapnya, yang merupakan kecenderungan-

kecenderungan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu terhadap manusia yang

lain, benda, atau keadaan-keadaan.


7
Adapun dalam hidup bermasyarakat dan dalam usaha memenuhi

kepentingan-kepentingannya, manusia mengadakan kontak. Yang dimaksud

dengan kontak adalah bertemunya kepentingan antara manusia yang satu dengan

manusia yang lain, atau antara manusia dengan kelompoknya, atau antara

kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

10
Kontak yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan baik atau

menguntungkan kedua belah pihak, tidak jarang yang terjadi adalah kontak tidak

menyenangkan dan menimbulkan pergeseran kepentingan atau bahkan sampai

menimbulkan pertentangan kepentingan (conflict of interest). Masyarakat terdiri

dari beribu-ribu orang, yang masing-masing mempunyai kepentingan, dan

diantara kepentingan-kepentingan tersebut ada kemungkinan saling berhubungan,

atau sebaliknya saling bertentangan satu sama lain, atau mungkin kepentingannya

sama, tetapi tidak mungkin terpenuhi semua secara bersama-sama, sebab alat

pemuasnya yang terbatas.

Contoh: kepentingan sama, tetapi alat pemuasnya terbatas, misalnya

berkaitan dengan kebutuhan air di suatu daerah yang tandus dan kering, lebih-

lebih di musim kemarau panjang, sumber air banyak yang kering, yang tinggal

hanya satu telaga kecil. Semua warga di desa tersebut menggantungkan

pemenuhan kebutuhan air dari telaga tersebut. Semua warga desa yang datang ke

telaga ternyata kepentingan bermacam-macam, misalnya: ada yang akan

mengambi lair untuk masak, ada yang untuk mandi, ada yang untuk mencuci, ada

yang untuk menyiram tanaman, bahkan ada yang datang untuk memandikan

sapinya.
8
Kalau semua kepentingan tersebut dipenuhi dalam waktu yang

bersamaan, kemungkinan yang terjadi adalah mereka saling berebut untuk

mendapatkan lebih dahulu, persediaan air tidak mencukupi atau kemungkinan

mencukupi tetapi kualitas airnya kurang baik untuk dikonsumsi.

11
Dalam pemenuhan kebutuhannya, manusia harus selalu berusaha agar

ketertiban masyarakat tetap terpelihara. Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa

memasukkan kebutuhan manusia untuk melakukan hubungan-hubungan

2.3. Macam-Macam Kaidah


9
Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah

laku tinda kan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti

kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau

harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan

sebagainya. Sedangkan pengertian manusia adalah mahluk terbuka, bebas

memilih makna dalam situasi, mengemban tanggung jawab atas keputusan yang

hidup secara kontinu serta turut menyusun pola berhubungan dan unggul

multidimensi dengan berbagai kemungkinan. Masyarakat juga memiliki

pengertian manusia yang hidup bersama, sekurang-kurangnya terdiri atas dua

orang dan bercampur atau bergaul dalam waktu yang cukup lama serta

berkumpulnya, manusia akan menimbulkan manusia-manusia baru. Sebagai

akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan- peraturan yang

mengatur hubungan antarmanusia baliwa sadar bahwa mereka merupakan satu-

kesatuan. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama

menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terikat satu dengan

lainnya.

1. Pengertian hukum menurut M.H. Tirtaamidjata, S.H.,


9
http://repository.ut.ac.id , hlm,19.

12
M. H. Tirtaamidjata, hukum adalah semua aturan (norma) yang

harus diturut dalam tingkah laku dan tindakan dalam pergaulan hidup

dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan itu yang

akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan

kehilangan kemerdekaannya, didenda, dan sebagainya.

2. Pengertian manusia menurut PAULA J. C & JANET W. K

Menurut Paula JC & Janet WK, Manusia merupakan makhluk yang

terbuka, bebas memilih makna di dalam setiap situasi, mengemban

tanggung jawab atas setiap keputusan, yang hidup secara berkelanjutan,

serta turut menyusun pola hubungan antar sesama dan unggul

multidimensi dengan berbagai kemungkinan.

3. Pengertian masyarakat menurut Soerjono Soekanto

Menurut Soerjono Soekanto, masyarakat adalah sistem hidup

bersama yang memunculkan kebudayaan dan keterikatan satu sama lain, di

mana berbagai pola tingkah laku yang khas menjadi pengikat satu

kesatuan manusia dan bersifat berkelanjutan.

A. Pengertian Kaidah Sosial


10
Kaidah sosial mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan

bermasyarakat karena kaidah ini timbul, tumbuh, dan berkembang, serta

ditaati oleh masyarakat. Kaidah sosial, yang dalam bahasa Inggris disebut

dengan social norms, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan sociale

normen terdiri atas dua suku kata, yang meliputi kaidah sosial.

10
Dr. Orpa J. Nubatonis, S.H., M.Hum Yossie M. Y. Jacob, S.H., M.Hum Chatryen M. Dju Bire,
S.H., M.H(HUKUM INVESTASI), hlm, 3.

13
11
Pengertian kaidah, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan norms,

sedangkan dalam bahasa Belanda disebut normen disajikan berikut ini:

1. Algra, dkk. la mengartikan norma atau normen sebagai: "Aturan hukum

dari undang-undang atau hukum kebiasaan, pedoman tingkah laku yang

diatur oleh hukum, aturan tingkah yang penataannya dikehendaki.

a. Esensi kaidah menurut Algra, dkk., yaitu sebagai aturan hukum

b. Aturan hukum itu dibedakan menurut: sumbernya dan kegunaannya

c. Sumber aturan hukum terdiri atas: Undang-undang dan Hukum kebiasaan

d. Kegunaan norma adalah sebagai: pedoman tingkah laku yang diatur oleh

hukum dan aturan tingkah yang penataannya dikehendaki.

2. Sudikno Mertokusumo. Ia mengartikan kaidah sebagai: "Peraturan, baik

tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogianya kita berbuat

atau tidak berbuat agar kepentingan kita terlindungi dari gangguan atau

serangan. Kaidah merupakan pandangan objektif masyarakat tentang apa

yang seyogianya diperbuat atau tidak diperbuat"?

3. Esensi pandangan Sudikno Mertokusumo adalah kaidah dikonsepkan

sebagai peraturan. Peraturan itu dibagi menjadi dua macam, yang meliputi:

tertulis dan tidak tertulis.Kegunaan peraturan itu, yaitu untuk mengatur

tentang seharusnya: berbuat dan tidak berbuat

Sosial, yang dalam bahasa Inggris disebut social, sedangkan dalam

bahasa Belanda disebut dengan sociaal berkaitan atau berkenaan dengan

masyarakat. Masyarakat dikonsepkan sebagai sejumlah manusia dalam arti

seluas-luasnya dan terikat dalam suatu kebudayaan yang mereka anggap


11
Algra, dkk.,( Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda Indonesia), hlm, 326.

14
sama."Norma atau aturan yang telah ditetapkan oleh pejabat yang

berwenang maupun tetua-tetua adat yang hidup dan berkembang dalam

masyarakat, serta ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat. Esensi kaidah-

kaidah sosial, yaitu aturan yang ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat.

Kaidah sosial digolongkan menjadi dua macam, yang meliputi:

a. Kaidah sosial yang dibuat oleh negara (state law), seperti undang-

undang, dan lain-lain, di mana undang-undang ditetapkan untuk

diberlakukan dalam masyarakat.

b. Kaidah sosial yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sendiri

(unstatelaw).

Kaidah sosial yang hidup dan berkembang artinya kaidah tersebut

tetap ada dan semakin meluas keberlakuannya dalam masyarakat.

4. Jenis-jenis Kaidah Sosial


12
Jenis-jenis kaidah sosial, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan

types of social rules, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan de aard

van de sociale normen dikonsepkan sebagai penggolongan atau macam kaidah

atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Para ahli berbeda

pandangan tentang jenis-jenis kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Ada

yang menyajikan dua jenis, ada juga yang menyebutnya tiga jenis, dan ada

juga yang menggolongkan menjadi empat jenis kaidah sosial. Pandangan ahli

tentang jenis kaidah sosial, disajikan berikut ini.

1. L. J. van Apeldoorn. Ia mengemukakan empat macam norma yang

mengatur hubungan antarindividu dalam masyarakat, yang meliputi:


12
Ibid , hlm. 323.

15
a. Norma kesusilaan

Secara universal, manusia diajarkan untuk berbuat kebaikan dan

meinggalkan keburukan. Ada ajakan bagi seluruh umat manusia di

jagat raya ini untuk berlomba-lomba berbuat dalam kebaikan dan

sebaliknya diminta untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang

buruk. Baik dan buruk merupak dua sisi yang bertolak belakang dan

bertentangan. Kriteria baik menggambarkan perbuatan yang tidak

melanggar aturan, norma dan nilai-nilai yang berlaku.

Sebaliknya 7 kriteria perbuatan yang termasuk dalam kategori

buruk adalah menggambarkan pikiran, sikap dan perbuatan yang tidak

baik. Apabila dilakukan, maka akan mendapat sanksi sosial, bahkan

bila mengarah pada kriminalitas dapat disanksi dengan hukuman

pidana dan/atau pidarta. Oleh sebab itu pengertian norma kesusilaan,

menyangkut pada dua sisi tentang baik dan buruk.


13
Norma kesusilaan secara esensial dapat dikatakan sebagai pedoman

hidup yang berkaitan dengan perilaku baik dan buruk yang didasarkan

atas kemampuan untuk mengenali kebenaran dan keadilan serta

membuat pembeda diantaranya. Bagi yang melanggar norma

kesusilaan akan mendapatkan sanksi sosial antara lain, seperti :

pengucilan, pencibiran, penghinaan, dibuat perasaan tidak nyaman dan

lain sebagainya. Meskipun sanksi sosial sudah hampir tidak

diterapkan, namun dipastikan tetap akan ada hubungannya dengan

rasa, praskena sansi sosial norma kesusilaan.


13
Ibid , hlm. 31.

16
Contoh perbuatan yang masuk dalam melanggar norma kesusilaan,

antara lain, bila berbicara, bohong; jika berjanji, mengingkari, bila

diberi amanah kepercayaan, berkhianat, menampakkan aurat, berzina,

berbuat maksiat, anak durhaka terhadap orangtua, isteri durhaka

dengan suami, tidak melakukan kewajiban, tetapi “ngotot” meminta

hak, dan lain sebagainya.

b. Norma kesopanan
14
Norma kesopanan, pada umumnya bergerak pada dimensi

perilaku-perbuatan, tutur kata lisan dan sikap yang dibentuk atas

pengaruh budaya setempat dengan agama yang dianut dan diyakininya.

Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa norma kesopanan merupakan

pedoman dan peraturan kehidupan atau nilai nilai yang telah diatur,

berdasarkan kebiasaan adat-istiadat setempat dan ajaran agama yang

dianut masyarakat. Norma kesopanan mengajarkan pada masyarakat,

agar setiap manusia dapat menjadi manusia yang santun, memiliki

peradaban 8 yang tinggi, berkepribadian yang baik dan menghargai

sesama manusia dan lingkungan masyarakat.

Contoh seandainya berpakaian, gunakalah pakaian yang pantas dan

sopan; jika berbicara, ngomonglah dengan tutur kata yang tidak

meninggi; bila sedang berjalan di gang kebetulan melewati orang yang

sedang duduk, maka ucapkanlah permisi, bila masuk kerumah orang

ucapkan salam dan lain sebagainya yang mengatur tata cara hidup
14
Ibid, hlm.31.

17
yang baik, damai dan harmoni. Sanksi pelanggar norma kesopanan,

pada umumnya berkisar pada ranah etika dan perasaan akibat cibiran,

hinaan, sumpah serapah, caci-maki, dan ditinggalkan dari lingkungan

social, serta masih banyak yang lainnya sebagai sanki pelanggaran

norma kesopanan.

c. Norma agama
15
Norma agama bersifat dogmatis, artinya bahwa ajarannya sudah

diyakini akan kebenarannya. Oleh sebab itu harus dilaksanakan oleh

mansuai dengan prinsip dalam pelaksanaannya tidak boleh dikurangi

ada/atau ditambah. Sumber norma agam dari wahyu Tuhan Yang

Maha Esa, yang di tulis dalam kitab suci masing-masing agama dan

kepercayaan manusia di dunia. Sehingga norma agama menjadi

peraturan hidup yang harus diterima oleh manusia sebagai bentuk

perintah, larangan dan ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha

Esa.

Contoh norma agama ialah melakukan sembahyang kepada Tuhan,

tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya. Sanksi dari

pelanggaran norma agama berupa dosa dengan balasan di akhirat

kelak.

d. Norma hukum

Norma hukum bersifat formal, maksudnya sebagai bentuk aturan

yang dibuat oleh negara untuk ditaati, dipatuhi dan dijalankan oleh

masyarakat. Siapa saja yang melanggar norma hukum, maka akan


15
Ibid , hlm.31.

18
diproses secara formal oleh lembaga penegak hukum untuk diadili agar

diperoleh putusan yang seadil-adilnya.Pelanggaran-pelangaran norma

hukum berkaitan dengan pelanggaran yang bersifat pidana, perdata dan

administrasi negara.Dapat dikatakan bahwa norma hukum merupakan

pedoman atau ketentuan hukum yang mengatur masyarakat dalam

suatu negara, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis.


16
Ciri utama dari norma hukum adalah bersifat memaksa dan

mengikat. Untuk melaksanakan norma hukum, maka setiap masyarakat

diberikan pedoman yang tertuang dalam Kitab UndangUndang Hukum

Pidana (KUHP), Perdata dan Tata Usaha Negara. Dalam hal ada

pelanggaran norma hukum, maka penegak hukum (polisi, jaksa dan

hakim) wajib memperosesnya mulai dari penyelidikan, penyidikan dan

proses peradilan, agar mendapatkan keputusan yang seadil-adilnya.

2. Sudikno Mertokusumo. Ia membagi kaidah sosial menjadi empat jenis,

yang meliputi:

a. Kaidah kepercayaan

b. Kaidah kesusilaan LJ. van Apeldoorn.

Norma atau aturan yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

maupun terus-tetua adar yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, serta

ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat Esensi kaidah-kaidah sosial, yaitu aturan

16
Ibid , hlm.31.

19
yang ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat. Kaidah sosial digolongkan menjadi

dua macam, yang meliputi:

a. Kaidah sosial yang dibuat oleh negara (state law), seperti undang-undang,

dan lain-lain, di mana undang-undang ditetapkan untuk diberlakukan

dalam masyarakat, dan


17
b. Kaidah sosial yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sendiri

(unstate law). Kaidah sosial yang hidup dan berkembang artinya kaidah

tersebut tetap ada dan semakin meluas keberlakuannya dalam masyarakat.

2.4. Perbandingan Kaidah Hukum Dengan Kaidah Sosial Lainnya

Dilihat dari segi sumbernya, perbedaan dari kaidah-kaidah tersebut adalah:

1. Perbedaan kaidah hukum dengan kaidah agama dan kaidah kesusilaan

dalam arti sempit, sebagai berikut:

a. Berdasarkan tujuannya, kaidah hukum bertujuan untuk melindungi

manusia beserta kepentingannya dan mewujudkan tata tertib

17
Ibid , hlm.31.

20
masyarakat, sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan bertujuan

memperbaiki pribadi manusia agar menjadi yang berakhlak.

b. Berdasarkan sasarannya, kaidah hukum mengatur sikap dan perilaku

manusia yang diancam sanksi bagi setiap pelanggarnya, sedangkan

kaidah agama dan kesusilaan dalam arti sempit mengatur sikap batin

manusia sebagai pribadi. Kaidah hukum menghendaki kesesuaian

perilaku manusia dengan aturan hukum, sedangkan kaidah agama dan

kaidah kesusilaan dalam arti sempit menghendaki agar sikap batin

manusia itu baik.

c. Berdasarkan isinya, kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban;

sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan dalam arti sempit hanya

memberikan kewajiban.
18
Berdasarkan kekuatan mengikatnya, kaidah hukum dipaksakan secara

konkret oleh kekuasaan dari luar, sedangkan kaidah agama dan kaidah

kesusilaan dalam arti sempit bergantung pada yang bersangkutan (dari dalam

diri).

d. Berdasarkan sumber dan pelaksanaan sanksinya, kaidah hukum dan

kaidah agama berasal dan dipaksakan dari luar diri manusia

2. Perbedaan kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya

Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama dan kaidah

kesusilaan dapat ditinjau dari beberapa segi sebagai berikut :

18
https://www.studocu.com/id/document/universitas-sriwijaya/sistem-politik-di-indonesia/
perbedaan-kaidah-hukum-dengan-kaidah-sosial-lainnya/23406419

21
a. Ditinjau dari tujuannya, kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata

tertibmasyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya,

sedangkan kaidah agamadan kaidah kesusilaan bertujuan untuk

memperbaiki pribadi manusia agar menjadimanusia ideal.

b. Ditinjau dari sasarannya, kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia

dan diberi sanksi bagi setiap pelanggarnya, sedangkan kaidah agama dan

kaidah kesusilaan mengatur sikap batin mausia sebagai pribadi. Kaidah

hukum mengkehendaki tingkah laku manusia sesuaidengan aturan,

sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan mengkehendaki sikap

batin setiap manusia itu baik.


19
c. Ditinjau dari sumber sanksinya, kaidah hukum dan kaidah agama sumber

sanksinya berasal dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri

manusia (heteronom),sedangkan kaidah kesusilaan sanksinya berasal dan

dipaksakan oleh suara hati masing-masing pelanggaran (otonom).

d. Ditinjau dari kekuasaan mengikatnya, pelaksanaan kaidah hukum

dipaksakan secaranyata oleh kekuasaan dari luar, sedangkan pelaksanaan

kaidah agama dan kesusilaan padaasasnya tergantung pada yang

bersangkutan sendiri.

e. Ditinjau dari isinya, kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban

(atributi dannormati!e), sedangkan kaidah agama dan kesusilaan hanya

memberikan kewajiban saja(normati!e).Perbedaan kaidah hukum dengan

kaidah kesopanan adalah sebagai berikut :

19
Ibid , hlm.3.

22
1) Kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban, sedangkan kaidah

kesopanan hanya memberikan kewajiban saja.

2) Sanksi kaidah hukum bisa dipaksakan oleh masyarakat secara resmi,

sanksi kaidah kesopanan dipaksakan oleh masyarakat secara tidak

resmi.

Perbedaan antara kaidah kesopanan dengan kaidah agama dan kaidah

kesusilaan antara lain :

 Misalnya kaidah kesopanan dari luar diri manusia, kaidah agama dan

kaidah kesusilaan berasal dari pribadi manusia.

 Kaidah kesopanan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap lahir

manusia. Kaidah agama dan kaidah kesusilaan berisi aturan yang ditujukan

kepada sikap batin manusia.

 20
Tujuan kaidah kesopanan menertibkan masyarakat agar tidak ada korban,

kaidah agama dan kaidah kesusilaan bertujuan menyempurnakan manusia

agar tidak menjadi manusia jahat.

2.5 Hubungan Kaidah Hukum Dengan Ketiga Kaidah Sosial Yang Lain

Seperti telah diuraikan pada kegiatan di atas, bahwa kaidah hukum

mempunyai dua fungsi dalam hubungannya dengan ketiga kaidah sosial yang lain.

Berkaitan dengan fungsi khusus kaidah hukum yang pertama, diperoleh gambaran

adanya hubungan fungsional antara kaidah hukum dengan ketiga kaidah sosial

yang lain. Hal ini berarti juga, walaupun keempat kaidah sosial itu dapat

dibedakan, namun tidak mudah untuk dipisahkan.


20
Ibid , hlm.3.

23
Kaidah agama dan kaidah kesusilaan yang tujuannya adalah untuk

penyempurnaan manusia agar mempunyai sikap batin yang baik, sebagai insan

yang beriman dan mempunyai budi pekerti yang luhur, akan mendorong manusia

untuk selalu berbuat baik, selalu menghargai dan menghormati sesamanya.

Hal itu, secara tidak langsung akan meningkatkan ketaatan manusia

sebagai anggota mayarakat kepada hukum, dan pada akhirnya akan menciptakan

kedamaian hidup bersama atau suatu masyarakat yang tertib dan tenteram. Kaidah

kesusilaan yang bersumber pada hati nurani, kalau dihubungkan dengan suatu

perbuatan adalah perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran. Pelaksanaan

hukum yang paling baik adalah yang didukung oleh alasan kesusilaan atau

kesadaran hukum warga masyarakat.


21
Manusia yang beriman dan berbudi pekerti luhur, selalu menyadari

bahwa, kalau ada orang yang melakukan suatu tindak kejahatan dan yang

bersangkutan telah dijatuhi pidana, tidak dengan sendirinya sanksi atas

pelanggaran terhadap kaidah-kaidah sosial yang lain hilang. Hal itu berarti, sanksi

karena dosa, penyesalan, atau mungkin cemoohan dari masyarakat masih terasa.

Kaidah hukum yang mempunyai fungsi khusus melindungi lebih lanjut

atas kepentingan-kepentingan manusia yang telah dilindungi oleh ketiga kaidah

sosial yang lain, di samping dengan perumusan yang jelas, tegas dan disertai

dengan sanksi yang pelaksanaannya dapat dipaksakan oleh instansi resmi, dalam

perumusan kaidah hukum juga memperhatikan apa yang dikehendaki oleh kaidah

yang lain.

21
http://repository.ut.ac.id ,hlm,24-27.

24
A. Kaidah hukum dan kaidah agama

Kaidah hukum memperhatikan kaidah agama, contoh: Pasal 29 ayat (1)

UUD 1945 bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaan itu; Pasal 2 ayat (1) UU No.16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sah, dalam

hal ini batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas

minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun. Batas usia

dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan

perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir

pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Diharapkan

juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun bagi

wanita untuk kawin akan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih rendah dan

menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Apabila dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; Pasal 4 ayat (1) UU No. 4

Tahun 2004 bahwa Peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa. Undang-Undang ini mengatur mengenai badan-badan peradilan

penyelenggara kekuasaan kehakiman, asas-asas penyelengaraan kekuasaan

kehakiman, jaminan kedudukan dan perlakuan yang sama bagi setiap orang dalam

hukum dan dalam mencari keadilan.


22
Tidak selamanya kaidah hukum memperhatikan kaidah agama, artinya

ada kaidah agama yang pengaturan berbeda dengan kaidah hukum, contoh kaidah

hukum membolehkan adopsi, tetapi kaidah agama tidak membolehkan, misalnya


22
Ibid , hlm,26 -27.

25
agama Islam melarang adanya adopsi (’tabanni’), lebih-lebih kalau sampai

memberikan status sama dengan anak kandung, dalam Al Quran surah Al Ahzab

ayat 4 dan 5 antara lain Allah bersabda Panggilah mereka (anak-anak angkat itu)

dengan memakai nama bapakbapak mereka. Itulah yang lebih adil pada sisi Allah

dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka)

sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa

atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya. Dan adalah Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial sebagai

beberapa alasan yaitu :

1. Adanya dorongan untuk berinterkasi

2. Manusia tunduk pada aturan norma sosial

3. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan satu sama lain

4. Potensi manusia benar-benar berkembang bila ia hidup di tengah-tengah

manusia.

Sedangkan kaidah sosial terdiri dari kaidah agama, kaidah kesusilan,

kaidah kesopanan dan kaidah hukum dalam masyarakat sifat hubungannya adalah

26
saling membutuhkan, pengaruh mempengaruhi dan tergantung satu sama lain.

Hidup bermasyarakat agar kepentingan pribadi dan sosial terpenuhi dan

terlindungi. Kedamaian dalam masyarakat terealisasi apabila ada ketentraman dan

ketertiban. Prilaku yang bisa dilakukan dalam kurung waktu yang lama dan

diterima masyarakat dapat menjadi kaidah. Kadiah hukum perumusannya tegas

dan disertai sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi resmi.

Fungsi kaidah hukum sebagai sosial kontrol menganjurkan, menyuruh dan

memaksa agar warga masyarakat mentaati hukum. Kaidah hukum sebagai

perlindungan kepentingan haruslah dinamis. Fungsi khusus yang pertama

mengambarkan adanya hubungan fungsional antara kaidah hukum dan kaidah

sosial yang lainnya. Saling menggeser antara hukum dan kaidah kesopanan

terutama terletak pada unsur sanksinya.

3.2 Saran

Agar hukum bisa dibilang memadai dan berjalan secara optimal dalam

mengatur manusia dalam bermasyarakat, hukum harus memilik kriteria baik pada

sub-sub sistemnya. Struktur hukum harus berisi aturan-aturan yang sesuai dengan

ideologi bangsa dan disesuaikan dengan budaya Indonesia serta mampu

mempertahankan national interest pada suatu negara. Substansi hukum harus

terdiri dari orang-orang yang menjunjung tinggi keadilan dan memiliki kerja

bagus, kredibilitas dan kompeten dalam melaksanakan agenda hukum. Kultur

hukum sendiri bersumber pada kesadaran masyarakat, masyarakat diharapkan

27
dapat meningkatkan kesadaran yang tinggi sehingga rasa kepatuhan masyarakat

terhadap hukum juga yang tinggi pula.

28
DAFTAR PUSTAKA

Mudakir Iskandar Syah. 2008. Pengantar Ilmu Hukum & Tata Hukum
Indonesia Cetakan I, tahun 2008

Salim HS. 2019. Pengantar Ilmu Hukum Erlies Septiana Nurbani, Introduction
to Legal Science
https://www.studocu.com/id/document/universitas-sriwijaya/sistem-politik-di-
indonesia/perbedaan-kaidah-hukum-dengan-kaidah-sosial-lainnya/23406419

http://repository.ut.ac.id

29

Anda mungkin juga menyukai