Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ATURAN -ATURAN DALAM KEHIDUPAN


BERBANGSA DAN BERNEGARA

Dosen Pengambu Mata Kuliah Dasar-Dasar IPS Ibu Tiara Dwi Anggi M.Pd

Oleh Kelompok 5:

ROZIN RAHMA YUDA 20210017


MAULIDA NURUL ZEN 20210018
KHANAFI PRASTIYO 20210019
AZZAH NOVITA SARI 20210020

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatNya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat
waktu. Pada kesempatan ini kami akan membahas makalah yang berjudul “Aturan-
aturan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Konsep Dasar IPS.
Penyusunan makalah ini bertujuan agar pembaca dapat lebih memahami aturan-
aturan dalam kehidupan berbangsa dan aturan-aturan dalam kehidupan bernegara
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Selanjutnya
kami sebagai penyusun, mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu penulis menerima
saran yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata
penulis mengucapkan terimakasih.

Tulang Bawang, Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar B elakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................2
1.3 Tujuan ...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Aturan-aturan dalam Kehidupan Berbangsa ................................................3
2.2 Aturan-aturan dalam Kehidupan Bernegara .................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .................................................................................................26
3.2 Saran ...........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakikatnya setiap manusia mempunyai cita-cita untuk dapat hidup
damai dan sejahtera. Untuk mewujudkan keinginannya itu maka manusia tidak
dapat mengusahakannya sendiri, dalam arti upaya mewujudkan kedamaian dan
kesejahteraan mutlak harus didukung dan dibina bersama-sama manusia lainnya
atau dengan kata lain untuk mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan umat
manusia perlu adanya kerja sama antara manusia itu sendiri. Hal ini sesuai dengan
kodrat manusia yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk individu dan
makhluk sosial.
Dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup
sendiri dan menyendiri, tetapi harus hidup berkelompok. Kehidupan bersama ini
sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang atau lebih. Sehubungan dengan
kenyataan tersebut, terdapat pula kenyataan lain bahwa manusia sebagai makhluk
pribadi atau individu. Tiap-tiap manusia mempunyai sifat, watak, kehendak dan
kepentingannya masing-masing. Kehendak dan kepentingan tiap-tiap manusia itu
manakala sejalan dengan kehendak dan kepentingan orang di sekitarnya, maka
akan terjalin hubungan kerja sama yang harmonis untuk mewujudkan
keinginannya dan harapannya itu. Namun, kenyataannya tidak jarang kehendak
dan keinginan serta kepentingan manusia yang satu dengan yang lainnya itu saling
bertentangan sehingga mengakibatkan terjadinya konflik di antara manusia itu.
Secara kodrati, setiap manusia sebenarnya menginginkan rasa aman dalam
hidup dan kehidupannya di masyarakat. Oleh karena itu, manusia mengharapkan
kepentingan-kepentingannya dilindungi dari gangguan atau hal-hal yang
mengancam kepentingannya tersebut. Perlindungan kepentingan itu akan tercapai
dengan adanya pedoman atau peraturan hidup yang menentukan bagaimana
manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain
dan dirinya sendiri. Pedoman, patokan atau ukuran bersikap dalam kehidupan
bersama ini disebut norma atau kaidah sosial. Terbentuknya norma atau kaidah
sosial ini dapat dibentuk dari rasa kesadaran untuk tetap memiliki rasa

1
bermasyarakat untuk mewujudkan suatu tata tertib yang dapat mengatur
kelangsungan dan keutuhan hidup bermasyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya aturan-aturan dalam kehidupan
berbangsa dan benegara untuk mencapai keamanan dan ketertiban dalam negeri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana aturan-aturan dalam kehidupan berbangsa?
2. Bagaimana penegakan hukum dalam kehidupan masyarakat dan negara?
3. Bagaimana jaminan hukum atas hak dan kewajiban warga negara?
4. Bagaimana contoh penerapan jaminan hukum atas hak dan kewajiban
warga negara?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana aturan-aturan dalam kehidupan berbangsa.
2. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum dalam kehidupan
masyarakat dan negara.
3. Untuk mengetahui bagaimana jaminan hukum atas hak dan kewajiban
warga negara.
4. Untuk mengetahui bagaimana contoh penerapan jaminan hukum atas hak
dan kewajiban warga negara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Aturan-aturan dalam Kehidupan Berbangsa


Lahirnya sebuah aturan dalam kehidupan masyarakat bangsa disebabkan
karena adanya kesadaran manusia yang memiliki kepentingan berbeda-beda, begitu
juga dengan cara pencapaiannya sehingga agar dalam memenuhi kepentingan dan
mencapai tujuan hidup dan kehidupannya dapat berjalan dengan tertib maka
diperlukan berbagai aturan hidup yang dinamakan norma atau kaidah sosial.
Keberadaan norma atau kaidah sosial dalam suatu masyarakat amat
strategis karena dengan adanya norma atau kaidah seseorang dapat terlindungi dari
upaya-upaya yang dilakukan oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab. Norma
atau kaidah sosial bisa dikatakan sebagai rel atau pedoman dalam berucap dan
bertingkah laku bagi anggota masyarakat sehingga benar atau tidaknya, dilarang
atau tidaknya suatu uacapan atau perbuatan dapat dilihat dari norma yang ada dan
berlaku dalam masyarakat.
Norma atau kaidah merupakan ketentuan atau peraturan-peraturan yang
memberi batasan dan kebebasan kepada sesama anggota masyarakat dan
bagaimana hubungan antara seseorang anggota masyarakat dengan anggota
masyarakat lainnya dalam pergaulan hidup bersama.
Norma atau peraturan hidup ini mulai tumbuh sejak manusia mengenal
hidup bermasyarakat, pertumbuhan dan perkembangannya akan melahirkan
beberapa macam norma sesuai dengan sumbernya. Secara umum, jenis-jenis norma
yang berlaku di masyarakat suatu bangsa adalah sebagai berikut.
A. Norma Agama
Menurut Sudikno Mertokusumo (dalam Sutaatmadja, dkk, 2008) yang
dimaksud dengan kaidah kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan
beriman. Kaidah ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan dan
kepada dirinya sendiri. Sumber atau asal kaidah ini adalah ajaran- ajaran agama
atau kepercayaan yang oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah
Tuhan. Dikarenakan sumber kaidah agama ini adalah ajaran agama yang berasal

3
dari Tuhan, maka manakala penganut agama yang tidak mematuhi perintah dan
larangan dari Tuhan Yang Maha Esa atau kaidah-kaidah yang ditentukan agama,
orang yang bersangkutan akan merasakan sanksinya dan berdosa serta memperoleh
kutukan dan hukuman dari Tuhan. Sanksi dan hukuman bagi pelanggaran norma
agama tidak bersifat langsung, melainkan sanksi akan diterima di akhirat nantinya.
Sementara itu, sanksi yang dirasakan di dunia bisa berupa depresi, guncangan jiwa,
maupun perang batin hati nurani. Berdasarkan kepercayaannya terhadap sanksi
Tuhan yang dipercayanya tersebut, orang-orang akan senantiasa berusaha berbuat
baik dalam menjalin hubungan dengan sesama makhluk hidup sesuai dengan apa
yang menjadi pedoman dalam ajaran agamanya. Adapun contoh penerapan norma
agama adalah sebagai berikut.
1. Taat dalam menjalankan ibadah
2. Menghormati orang-orang yang lebih tua
3. Menghargai orang-orang yang lebih muda
4. Tidak boleh berdusta (berkata bohong)
5. Tidak boleh mencuri barang milik orang lain
6. Larangan untuk melukai dan membunuh
7. Menghormati antarumat beragama
Manakala kaidah agama dapat dilaksanakan dengan baik dan benar, maka
sudah dapat dipastikan dalam kehidupan bermasyarakat akan dijumpai suasana
yang damai dan tertib yang dilandasi oleh nilai-nilai ketuhanan. Hal ini juga
mencerminkan suasana pergaulan hidup yang harmonis serta religius di masyarakat
suatu bangsa.

B. Norma Kesopanan
Norma kesopanan menurut Kansil (1986:85) merupakan peraturan hidup
yang timbul dari pergaulan segolongan manusia. Peraturan-peraturan itu ditaati
sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku manusia terhadap manusia yang ada
di sekitarnya. Suatu kelompok masyarakat dapat menetapkan peraturan yang berisi
hal-hal yang dianggap sopan dan boleh dilakukan serta hal-hal yang dinilai tidak
sopan dan harus dihindari. Ukuran norma kesopanan adalah kepantasan, kebiasaan,

4
atau kepatutan yang berlaku dalam sebuah masyarakat. Sehingga, setiap
masyarakat memiliki ukuran-ukurannya sendiri mengenai apa yang dianggap
pantas, bisa, dan patut.

َ ُ‫ت أ َ ْكث َ ُرهُ َْم ََل يَ ْع ِقل‬


َ‫ون‬ َِ ‫راء ا ْل ُح ُجرا‬ ََ ‫ن الَّذ‬
َْ ‫ِين يُنادُونَكََ ِم‬
َِ ‫ن َو‬ ََّ ِ‫إ‬
”Sesungguhnya orang-oramg yang memanggilmu dari luar kamar
(mu) kebanyakan mereka tidak berakal”. (Qs. al-Hujurat: 4)
Konteks ayat ini tentang kejadian dimana suatu kaum yang kaku lagi kasar
dari suku-suku Arab memanggil Nabi saw dari luar kamar beliau tanpa menjaga
sopan santun dan penghormatan yang sepatutnya diberikan kepada beliau,
sehingga Allah SWT mencela mereka dan menyifati kebanyakan mereka sebagai
orang-orang yang tidak berakal seperti binatang ternak.
Sumber dari norma kesopanan ini tidak terlepas dari kebiasaan yang
berlaku di masyarakat sehingga sanksinya pun akan muncul dari masyarakat yang
bersangkutan. Perlu dijelaskan bahwa sanksi norma kesopanan ini tidaklah terlalu
keras dan biasanya hanya bersifat subjektif melalui gunjingan-gunjingan belaka,
dikucilkan dari masyarakat yang bersangkutan dan dapat pula berupa hinaan.
Selanjutnya, dapat disebutkan contoh-contoh penerapan norma kesopanan, yaitu
seorang anak muda harus hormat dan sopan terhadap orang yang lebih tua, jangan
meludah di depan orang, berikan kesempatan kepada wanita hamil atau orang yang
sudah tua untuk duduk baik di dalam bus ataupun kereta api, jangan makan sambil
bicara, serta berpakaian yang sopan bagi remaja putri.

C. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan adalah sekumpulan peraturan hidup yang dianggap
sebagai suara hati nurani setiap manusia. Norma ini berhubungan dengan manusia
sebagai makhluk individu karena menyangkut kehidupan pribadi manusia.
Peraturan-peraturan hidup ini berupa bisikan kalbu atau suara hati yang diakui dan
dimengerti setiap orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
Sumber dari norma kesusilaan adalah hati sanubari manusia itu sendiri,
jadi bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada hal-hal yang berifat lahir, tetapi

5
ditujukan kepada sifat batin manusia itu sendiri. Dengan demikian, sanksi norma
kesusilaan ini pun lebih menekankan pada adanya penyesalan dalam diri atau batin
seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap norma kesusilaan tersebut,
misalnya seseorang berbuat tidak jujur maka sebenarnya hati nuraninya mengakui
akan tindakannya itu sehingga mungkin saja dalam dirinya akan timbul rasa
penyesalan akan perbuatan yang telah dilakukannya sendiri.

D. Norma Hukum
Norma hukum merupakan sekumpulan kaidah yang mengatur kehidupan
manusia yang dibuat oleh lembaga resmi pemerintah (di Indonesia DPR dan

6
Presiden). Sifat norma hukum ini mengatur dan memaksa, dalam arti setiap
masyarakat harus tunduk pada apa yang telah digariskan dalam aturan tersebut.
Sumber norma hukum ini adalah pemerintah, sehingga yang melaksanakan
sanksinya pun pemerintah. Sanksi norma hukum ini telah tercantum dalam pasal-
pasal undang-undang. Sanksi norma hukum lebih pasti dan nyata dipandang dari
segi kehidupan bermasyarakat, baik berupa hukuman maupun denda bagi mereka
yang melanggarnya. Sanksi ini sifatnya mengikat dan memaksa dengan tujuan agar
orang yang melakukan pelanggaran terhadap norma hukum tersebut menjadi jera
dan tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut. Adapun tujuan dari
diberikannya sanksi berupa hukuman itu adalah sebagai berikut.
1. Agar orang yang bersangkutan jera (tidak mengulangi perbuatan salah)
2. Mendidik, yaitu berupaya memasyarakatkan kembali orang yang melanggar
tersebut.
Norma hukum ini dibuat tidak lain adalah untuk lebih menguatkan
pelaksanaan norma-norma lainnya yang telah tumbuh dan berkembang di
masyarakat. Hal ini dikarenakan:
1. Tidak semua orang mentaati norma-norma yang telah ada dan berkembang
tersebut
2. Masih banyak kepentingan-kepentingan manusia yang tidak dijamin oleh
norma-norma tersebut.
3. Ada kepentingan-kepentingan yang bertentangan dengan norma yang
berkembang padahal masih memerlukan perlindungan.
Hukum adalah dasar dan pemberi petunjuk bagi semua aspek kegiatan
masyarakat, kebangsaan dan kenegaraan rakyat Indonesia. Bahkan, hukum adalah
wujud pernyusunan kemerdekaan kedaulatan kebangsaan itu sendiri ke dalam
UUD 1945 dan Hukum Dasar yang tidak tertulis (Anton Djawamaku: 1993:19).
Dalam pelaksanaan di negara Republik Indonesia yang dijadikan acuan
dalam pengembangan norma hukum adalah Pancasila dan UUD 1945. Pancasila
berkedudukan sebagai sumber tertinggi. Dengan demikian segala bentuk norma
hukum yang di bawahnya harus tunduk dan tidak boleh bertentangan dengan kedua
sumber hukum tersebut.

7
2.2 Aturan-aturan dalam Kehidupan Bernegara
A. Penegakan Hukum dalam Kehidupan Masyarakat dan Negara
Peraturan-peraturan yang disebut hukum bukan hanya mengatur hubungan
antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, tetapi juga mengatur
hubungan manusia atau warga negara dengan negara, serta mengatur organ-organ
negara dalam menjalankan pemerintahan negara. Hukum yang mengatur hubungan
antar manusia (individu) yang menyangkut “kepentingan pribadi” (misalnya
masalah jual beli, sewa menyewa, pembagian waris) disebut hukum privat.
Sedangkan hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan organ negara
atau hubungan negara dengan perseorangan yang menyangkut kepentingan umum
disebut hukum public. Misalnya, masalah pencurian, pembunuhan, dan
penganiayaan.
Dalam batang tubuh UUD 1945 ternyata tidak ada satu pasal pun yang
menyatakan dengan tegas bahwa negara kita negara hukum. Hal ini tidak berarti
bahwa negara kita bukan negara hukum karena dalam penjelasan umum UUD
1945 disebutkan bahwa “Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum tidak
berdasar atas kekuasaan belaka”. Di samping itu, dalam UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan yang ada di bawahnya diatur dengan tegas tentang batas-
batas tugas yang harus dijalankan oleh lembaga-lembaga negara, yang berarti
bahwa pemerintah atau lembaga-lembaga negara tidak boleh bertindak sewenang-
wenang atau menyimpang dari aturan-aturan yang berlaku dalam negara. Apabila
pemerintah dan juga rakyat melanggar hukum maka pemerintah dan rakyat secara
hukum dapat diminta pertanggungjawaban atas segala tindakan yang dilakukan.
Menurut Gustav Radvruch (dalam Sudikno Mertokusumo 1986:130) dalam
menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus deperhatikan yaitu sebagai
berikut.
1. Kepastian Hukum
Kepastian hukum merupakan perlindungan hukum terhadap tindakan
sewenang-wenang, yang berarti bahwa seorang akan dapat memperoleh suatu
yang diharapkan dalam keadaan tertentu.

8
2. Kemanfaatan
Di samping kepastian hukum menegakkan hukum harus memiliki
manfaat bagi masyarakat. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan
hukum atau penegakkan hukum harus member manfaat atau kegunaan bagi
masyarakat.
3. Keadilan
Hal yang lain harus diperhatikan dalam menegakkan hukum adalah
keadilan, yang berarti bahwa dalam pelaksanaan hukum harus adil.

Dalam kaitannya dengan pembangunan bidang hukum, pemerintah telah


berusaha menata dan membentuk sistem hukum nasional yang menjamin keadilan,
kepastian hukum, ketertiban, kesejahteraan, dan pengayoman kepada kepentingan
nasional. Dalam upaya mewujudkan sistem hukum yang bersumber pada Pancasila
dan UUD 1945, bukan hanya diperlukan pembaharuan menteri, hukum, tetapi yang
lebih penting adalah pembinaan aparatur hukumnya sebagai pelaksana penegak
hukum. Oleh karena itu, MPR RI pada Pelita Keenam menetapkan Kebijakan
pembangunan bidang hukum, dan sektor aparatur hukum, ditetapkan berbagai
kebijakan, antara lain berikut.
1. Terciptanya aparatur yang memiliki kemampuan untuk mengayomi
masyarakat dan mendukung pembangunan nasional.
2. Mantapnya kelembagaan aparatur hukum dan meningkatnya kemampuan
professional aparaturnya.
3. Tercerminnya kualitas aparat hukum dalam sikap yang menjunjung tinggi
kejujuran, kebenaran, keadilan, bersih, berwibawa, dan bertanggung jawab
dalam perilaku keteladanan.
Sedangkan yang dijadikan sasaran pembangunan bidang hukum dalam Pelita
Keenam adalah sebagai berikut:
1. Tertatanya hukum nasional dengan meletakkan pola pikir yang mendasari
penyusunan sistem hukum nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD
1945.

9
2. Tersusunnya perangkat sistem hukum nasional serta penginventarisasian dan
penyesuaian unsur-unsur tatanan hukum dalam rangka pembangunan hukum
nasional.
3. Meningkatkan penegakkan hukum dan pembinaan aparatur hukum.
4. Meningkatkan sarana dan prasarana hukum.

Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya maka dibentuk beberapa


lembaga aparat hukum, antara lain:
1. Kepolisian
Kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas
memelihara keamanan di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hukum,
khususnya Hukum Acara Pidana, Kepolisian Negara bertindak sebagai penyelidik
dan penyidik. Menurut pasal 4 UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI.
Penyelidik mempunyai wewenang:
a) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana.
b) Mencari keterangan dan barang bukti.
c) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menyatakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
d) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:
a) Penangakapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan.
b) Pemeriksaan dan penyitaan surat.
c) Mengambil sidik jari dari memotret seseorang.
d) Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
Menurut pasal 6 UU No 8/1981 yang bertindak sebagai penyidik, yaitu:
a) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
b) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.

10
Penyidik mempunyai wewenang sebagai berikut.
a) Menerima laporan dan pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana.
b) Melakukan tindakan pertama pada saat tempat kejadian.
c) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka.
d) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
e) Melakukan penggeledahan dan penyitaan surat.
f) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g) Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
h) Mendatangkan orang ahli yang perlu dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
i) Mengadakan penghentian penyelidikan.
j) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

2. Kejaksaan
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut
umum serta melaksanakan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap. Jadi, kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan. Sedangkan yang dimaksud penuntutan
adalah tindakan umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang
berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Berdasarkan penjelsan tersebut maka Jaksa (penuntut umum) berwenang antara
lain untuk:
a) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyelidikan.
b) Membuat surat dakwaan.
c) Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
d) Menuntut pelaku perbuatan melanggar hukum (tersangka) dengan

11
hukuman tertentu.
e) Melaksanakan penetapan hukum.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan atau penegakan hukum, kejaksaan
berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan
Negara di bidang penuntutan. Berdasarkan pasal 3 UU No 5 Tahun 1991 tentang
“Kejaksaan Republik Indonesia” pelaksanaan kekuasaan Negara di bidang
penuntutan diselenggarakan oleh:
a) Kejaksaan Negeri yang berkedudukan di ibu kota Kabupaten atau di kota
madya atau di kota administratif dan daerah hukumnya yang meliputi
wilayah kabupaten atau kota madya dan atau kota administratif.
b) Kejaksaan Tinggi yang berkedudukan di ibu kota Provinsi dan daerah
hukumnya meliputi wilayah provinsi.
c) Kejaksaan Agung yang berkedudukan di ibu kota Negara RI dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia.
Khusus dalam bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang untuk:
a) Melakukan penuntutan dalam perkara pidana.
b) Melaksanakan penetapan hakim dan keputusan pengadilan.
c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat
(yaitu keputusan yang dikeluarkan oleh menteri kehakiman).
d) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyelidikan.

3. Kehakiman
Kehakiman merupakan suatu lembaga yang diberi kekuasaan untuk
mengadili. Sedangkan hakim adalah pejabat peradilan Negara yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Menurut pasal 1 UU Nomor
8/1981 mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa,
dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di
sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
tersebut.

12
Penyelesaian perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, dapat dilakukan
dalam berbagai badan peradilan sesuai dengan masalah dan pelakunya. Dalam
pasal 10 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh badan
pengadilan dalam empat lingkungan, yaitu:
a) Peradilan Agama
Peradilan agama diatur dalam undang-undang Nomor 7 tahun 1989.
Berdasarkan undang-undang tersebut, Peradilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa perkara-perkara di tingkat pertama antara orang - orang
yang beragama Islam di bidang (1) perkawinan, (2) kewarisan, wasiat, dan
hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, (3) wakap dan shadaqah.
b) Peradilan Militer
Wewenang peradialan militer menurut Undang-Undang Darurat
No.16/1950 adalah bertugas memeriksa dan memutuskan perkara pidana
terhadap kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh:
1. Seorang yang waktu itu adalah anggota Angkatan perang RI.
2. Seorang yang waktu itu adalah orang yang oleh Presiden dengan
Peraturan Pemerintah ditetapkan sama dengan Angkatan Perang RI.
3. Seorang yang pada waktu itu adalah anggota suatu golongan yang
dipersamakan atau dianggap sebagai Angkatan Perang RI oleh atau
berdasarkan Undang-Undang.
4. Orang yang tidak termasuk golongan tersebut di atas (1,2,3), tetapi atas
keterangan Menteri Kehakiman harus diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan militer.
c) Peradilan Tata Usaha Negara
Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 disebutkan
bahwa Tata Usaha Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan
fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di
daerah. Peradilan Tata Usaha Negara bertugas untuk mengadili perkara atas
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pegawai Tata Usaha Negara.
d) Peradilan Umum

13
Saat ini, Peradilan umum diatur dalam Undang-undang Nomor 2 tahun
1986, yang dituangkan dalam Lembaran Negara Nomor 30 tahun 1986.
Adapun tugas peradilan umum adalah mengadili perkara sipil mengenai
penyimpangan-penyimpangan dari aturan hukum Perdata material dan hukum
Pidana material. Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang termasuk
wewenang Peradilan umum, digunakan beberapa tingkat atau badan
pengadilan, yaitu:
1) Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri dikenal pula dengan istilah pengadilan tingkat pertama
yang wewenangnya meliputi satu daerah tingkat II. Adapun fungsi
Pengadilan Negeri adalah memeriksa dan memutuskan serta
menyelesaikan perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata
dan perkara pidana sipil untuk semua golongan penduduk.
2) Pengadilan Tinggi
Daerah hukum pengadilan tinggi adalah meliputi satu daerah tingkat I.
menurut Undang - Undang No. 2 Tahun 1986, tugas dan wewenang
pengadilan tinggi adalah:
a) Memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan
perdata di tingkat banding.
b) Pengadilan tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
mengadili antar-pengadilan negeri di daerah hukumnya. Pengadilan
tinggi mempunyai susunan sebagai berikut, Pimpinan,
Hakim,Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Sedangkan pembentukan
pengadilan tinggi dilakukan melalui undang - undang.
3) Pengadilan Tingkat Kasasi
Apabila keputusan hakim pengadilan tinggi dianggap belum memenuhi
rasa keadilan dan kebenaran oleh salah satu pihak maka pihak yang
bersangkutan dapat meminta kasasi kepada Mahkamah Agung. Pengadilan
tingkat kasasi dikenal pula dengan sebutan pengadilan Mahkamah Agung.
Di Indonesia, Mahkamah Agung merupakan Badan Pengadilan Tertinggi,
dengan berkedudukan di ibu kota Negara RI. Dalam pasal 24 ayat (1) UUd

14
1945 ditegaskan bahwa “ kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan lain - lain badan kehakiman menurut undang-
undang. Untuk mengatur lebih lanjut pasal tersebut, telah dikeluarkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman. Dalam Undang-Undang tersebut dikemukakan 4 lingkungan
peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman seperti telah
diungkapkan di atas. Mengenai “Mahkamah Agung” diatur dalam Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 (Lembaran Negara Nomor 73 Tahun
1985). Dalam kaitannya dengan masalah pengadilan, dalam Undang-
Undang tersebut dijelaskan bahwa Mahkamah Agung bertugas dan
berwenang memeriksa dan memutuskan:
a. Permohonan kasasi.
b. Sengketa tentang kewenangan mengadili.
c. Permohonann peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam kaitannya dengan pengujian terhadap produk hukum, Mahkamah
Agung mempunyai wewenang:
1. Untuk menguji secara materil hanya terhadap peraturan peraturan
perundang - undangan di bawah undang-undang.
2. Untuk menyatakan tidak sahnya peraturan perundang-undangan dari
tingkat yang lebih rendah dari undang-undang atas asalan bertentang
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pernyataan
tentang tidak sahnya peraturan perundang-undangan tersebut dapat
diambil berhubung dengan pemeriksaan tingkat kasasi.

Dalam penegakkan hukum dan keadilan, hakim berkewajiban untuk


memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan. Oleh karena itu, hakim
atau pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili perkara yang
diajukan dengan alas an hukumnya tidak atau kurang jelas. Untuk itu, hakim
diperbolehkan untuk menemukan atau membentuk hukum melalui penafsiran
hukum dengan tetap memperhatikan perasaan keadilan dan kebenaran.

15
d. Penasihat hukum
Penasihat hukum merupakan istilah yang ditunjukan kepada pihak atau orang yang
memberikan bantuan hukum. Maksud dari penasihat hukum menurut
KUHAP adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau
berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum. Diperbolehkannya
menggunakan penasihat hukum bagi tertuduh atau terdakwa merupakan realisasi
dari salah satu asas yang berlaku dalam Hukum Acara Pidana, yang menyatakan
bahwa “setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan untuk
mendapatkan bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan
kepentingan pembelaan atas dirinya.
Berdasarkan pasal 69 KUHAP ditegaskan bahwa “Penasihat Hukum berhak
menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat
pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang”. Penasihat
hukum itu berhak menghubungi dan berbicara denga tersangka pada setiap tingkat
pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya. Hak lain
yang dimiliki penasihat hukum sehubungan dengan pembelaan terhadap kliennya
(tersangka) adalah mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali
dikehendaki olehnya. Dalam melaksanakan bantuan hukum, ada beberapa prinsip
yang harus diperhatikan semua pihak, yaitu:
1) Penegak hukum yang memeriksa tersangka/terdakwa wajib memberi
kesempatan kepada terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum.
2) Bantuan hukum tersebut merupakan usaha untuk membela diri.
3) Tersangka/terdakwa berhak dan bebas untuk memilih sendiri penasihat
hukumnya.
Penasihat hukum ada yang berdiri sendiri dan ada pula yang berhimpunan
dalam organisasi, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Ikatan Advokad
Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI).

B. Jaminan Hukum Atas Hak dan Kewajiban Warga Negara


Dalam bahasa hukum, kata “recht” ( hukum) dibagi menjadi dua, yaitu
Objectief recht ( hukum objektif) dan Subjectief recht (hukum subjektif). Menurut

16
Van Apeldoorn (1980:54), hukum objektif adalah peraturan hukumnya. Dikatakan
hukum objektif karena hukum tersebut berlaku umum, bukan terhadap seorang
tertentu atau subjek tertentu. Misalnya, barang siapa yang menghilangkan nyawa
orang lain akan di hukum. Sedangkan hukum subjektif adalah peraturan hukum
yang dihubungkan dengan seseorang tertentu sehingga menjadi hak dan kewajiban.
Hukum subjektif tersebut timbul jika hukum objektif beraksi karena hukum
objektif yang beraksi itu melakukan dua pekerjaan, yaitu pada satu pihak ia
memberi hak, dan pada pihak lain meletakkan kewajiban. Misalnya hukum
mengatur hubungan antara orang yang meminjamkan uang dengan yang menerima
(meminjam) uang. Hubungan hukum tersebut melahirkan hak dan kewajiban, di
mana orang yang meminjam uang wajib mengembalikan uang tersebut kepada
yang meminjamkan, dan pihak yang meminjamkan mempunyai hak untuk
menuntut pembayaran dari si peminjam uang.
Tatanan yang diatur atau diciptakan hukum baru akan menjadi kenyataan
apabila kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan
hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi, yaitu di satu pihak
dan di lain pihak kewajiban. Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan
kaidah melainkan merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual
di satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lain. Hak dan kewajiban
ini merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum.
Menurut Sidikno Mertokusumo (1986:41), konkretisasi hukum menjadi hak dan
kewajiban diperlukan terjadinya suatu peristiwa yang oleh hukum dihubungkan
sebagai akibat. Misalnya, si A menjual sepeda motor miliknya kepada si B.
Pembuatan jual beli tersebut melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah
pihak, di mana si A berhak menuntut pembayaran dari si B, dan si B wajib
membayar sepeda motor tersebut kepada si A.
Unsur-unsur yang terkandung dalam hak yaitu perlindungan kepentingan,
dan kehendak. Apabila seseorang memiliki sebidang tanah maka hukum
memberikan hak kepada orang tersebut untuk mengelola tanah itu. Hal ini berarti
bahwa kepentingan orang itu atas tanah yang dimilikinya mendapat perlindungan
hukum. Perlindungan tersebut bukan hanya menyangkut kepentingan orang

17
tesebut, melainkan juga terhadap kehendak orang itu atas tanah tersebut, apakah
mau dijual, diberikan atau diwariskan kepada orang lain.
Dalam kehidupan di masyarakat, hak dan kewajiban selalu berkaitan
sehingga keduanya tidak bias dipisahkan, karena setiap hak selalu didahului atau
diikuti dengan kewajiban, yang berarti tiada hak tanpa kewajiban. Hal ini
dimaksudkan justru untuk menjaga supaya tidak terjadinya kesewenang- wenangan
penggunaan hak atau membatasi pelaksanaan hak. Misalnya, setiap orang
mempunyai hak untuk membuat bangunan (rumah) sesuai dengan seleranya, tetapi
tidak boleh menggangu kenyamanan, ketentraman, dan keindahan tetangga
maupun masyarakat pada umumnya. Demikian pula dalam hal kebebasan dalam
bernegosiasi, di mana setiap orang berhak untuk bernegosiasi, tetapi wajib
mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku dan tidak boleh mendirikan organisasi
terlarang yang dapat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.
Bangsa Indonesia melihat hak tidak terlepas dari kewajiban. Dengan
demikian, manusia Indonesia baik warga negara maupun sebagai warga
masyarakat, mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Hak dan kewajiban
merupakan satu kesatuan, dimana setiap hak mengandung kewajiban dan begitu
pula sebaliknya dalam setiap kewajiban mengandung hak yang dapat dituntut.
Kedua-duanya merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Negara Indonesia
yang didasarkan atas paham persatuan menempatkan kewajiban dimuka sehingga
kepentingan umum, masyarakat, bangsa, dan negara harus didahulukan daripada
kepentingan pribadi.
Dalam hukum adat sudah dikenal hak dan kewajiban setiap individu
terhadap dirinya, keluarga, masyarakat, dan negara. Menurut Soepomo, dalam
hukum adat Indonesia, yang premer bukan individu tetapi masyarakat. Oleh karena
itu, hak dan kewajiban manusia dalam hukum adat disesuaikan dengan kedudukan
manusia pribadi sebagai anggota masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan hak dan kewajiban tidak
dapat dipisahkan dan harus selalu digandeng, dengan maksud untuk memelihara
ketertiban, keamanan, dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

18
Jaminan hukum atas hak-hak warga Negara yang dimuat dalam UUD
1945, yaitu sebagai berikut.

1. Hak atas kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan


Hak tersebut diatur dalam pasal 27 ayat (1) yang berbunyi “Segala warga
Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali”. Pasal 27 ayat
(1) merupakan pengakuan dan jaminan hak yang sama teradap semua warga negara
dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini berarti semua warga negara, baik pejabat
maupun bukan penjabat, baik kaya maupun miskin, harus mendapat perlakuan
sama dalam hukum. Misalnya, setiap pelaku kejahatan tanpa memandang jabatan
atau status sosial harus diberi sanksi hukum. Demikian pula dalam bidang
pemerintahan, diamana setiap orang berhak menjabat suatu suatu jabatan
pemerintahan asalkan memenuhi persyaratan untuk jabatan itu. Misalnya, untuk
dapat dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia harus orang Indonesia asli.

2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak


Pasal 27 ayat (2) berbunyi “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal ini merupakan pengakuan
bahwa setiap warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa
memandang suku, ras, dan agama berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Semangat dan isi Pasal 27 ini merupakan
pengalaman sila kedua, keempat, dan kelima dari Pancasila.

3. Hak atas kemerdekaan berserikat dan berkumpul


Hak ini diatur dalam Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang”. Pasal ini merupakan pengakuan dan jaminan
hak kemerdekaan untuk menyatakan pikiran atas pendapat dan hak mendirikan
perkumpulan dan berserikat.
Dalam bidang politik, pasal ini diatur kemudian dalam undang-undang

19
nomor 1 tahun 1985 tentang Pemilihan Umum; undang-undang Nomor 3 Tahun
1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya; serta Undang-undang Nomor 8
Tahun 1985 tentang organisasi masa (ORMAS).
Dalam hal mengeluarkan pikiran, terutama untuk media pers, telah diatur
dalam undang-undang nomor 1 tahun 1985 tentang ketentuan-ketentuan pokok
pers yang menentukan bahwa pers pada dasarnya adalah bebas untuk
mengeluarkan pikirannya, namun harus bertanggung jawab (pers yang bebas dan
bertanggung jawab).

4. Hak atas kebebasan memeluk beragama dan beribadat


Hak ini diatur dalam pasal 29 ayat (2) yang berbunyi “Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
beribadat menurut agama dan kepercanyaannya itu”. Pasal ini memberikan
kebebasan kepada setiap penduduk termasuk di dalamnya warga negara untuk
memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercanyaannya masing-
masing.
Berdasarkan Pasal 29, jelas bahwa negara Indonesia merupakan negara
yang beketuhanan Yang Maha Esa (negara religius), tetapi bukan negara teokrasi
(berdasarkan satu agama).
Kebebasan memeluk agama merupakan salah satu hak yang paling asasi di
antara hak-hak asasi manusia karena kebebasan beragama itu langsung bersumber
pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kebebasan beragama
bukan pemberian negara atau golongan karena beragama berdasarkan pada
keyakinan sehingga tidak dapat dipaksakan.
Semangat dan isi Pasal 29 ayat (2) ini merupakan pengamalan sila pertama,
kedua, dan keempat sebab kesadaran beragama merupakan perwujudan keyakina
terhadap tuhan YME, pengakuan kesamaan hak manusia atas dasar asas
kemanusiaan yang adil dan beradab, serta persamaan hak melaksanakan
peribadatan merupakan wujud atas demokrasi atau kerakyatan.

20
5. Hak ikut serta dalam membela negara
Hak membela negara diatur dala Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi “Tiap-
tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha dalam pembelaan
negara”. Pasal ini merupakan pengakuan dan jaminan hak dan sekaligus jaminan
terhadap setiap warga negara untuk ikut serta dalam usaha membela negara.

6. Hak Mendapat Pengajaran


Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Tiap-tiap warga negara
berhak mendapatkan pengajaran”. Pasal ini merupakan pengakuan setiap warga
negara untuk mendapatkan pengajaran. Dalam hal ini setiap warga segera diberi
kebebasan memilih jalur dan jenis pendidikan yang disukainya sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuan masing-masing. Untuk menampung bakat dan minat
warga negara dalam pengajaran/pendidikan, pemerintah dan non- pemerintah telah
mendirikan sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan luar sekolah.
Pengaturan lebih lanjut Pasal 31 ayat (1) ini, pemerintah telah
mengeluarkan undang-undang Nomor 2 Tahun1989 tentang sistem pendidikan
nasional yang kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah nomor 27,
28, dan 30 tahun tahun 1990, serta PP nomor 72 dan 73 tahun 1991.

7. Hak dipelihara oleh negara


Pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh negara”. Pasal ini merupakan hak khusus bagi fakir miskin
dan anak-anak terlantar untuk dipelihara oleh negara. Untuk memelihara fakir
miskin dan anak terlantar, pemerintahan dan pihak perseorangan atau swasta telah
mendirikan panti-panti asuhan.

Disamping hak, setiap warga negara mempunyai kewajiban-kewajiban


tertentu yang harus dipenuhi atau bersamaan dengan hak yang dimilikinya. Hak
sangat berkaitan dengan kewajiban, dimana hampir setiap pelaksanaan hak warga
negara/penduduk selalu didahului atau harus dipenuhi dahulu kewajiban-
kewajibannya. Misalnya, hak unuk memperoleh pekerjaan (Pasal 27 ayat (2) UUD
1945). Setiap warga negara yang akan menuntuthak memperoleh pekerjaan wajib

21
mengikuti prosedur atau memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk
mendapat pekerjaan tersebut. Demikian pula kebebasan mengeluarkan pikiran
(Pasal 28) bahwa setiap warga negara berhak untuk menyampaikan pikiran baik
lisan maupun tulisan, tapi prosedur dan tata cara penyampaian pikiran atau
pendapat tersebut harus mengikuti aturan atau kebiasaan tertentu.
Dengan demikian, dalam setiap hak warga negara yang diatur dalam UUD
1945 dan undang-undang seperti diuraikan diatas, terdapat kewajiban-kewajiban
warga negara.
Kewajiban-kewajiban warga negara/penduduk Indonesia yang secara tegas
disebutkan dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut.
1. Kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan
Dalam Pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak adanya kecualinya. Berdasarkan pasal ini,
setiap warga negara wajib untuk mentaati peraturan tanpa kecuali. Semua
peraturan yang dikeluarkan oleh negara wajib ditaati oleh setiap warga negara agar
terwujud masyarakat, bangsa dan negara yang aman dan tertib. Kewajiban untuk
patuh pada hukum bersifat memaksa artinya barang siapa yang melanggar hukum
akan mendapat saksi sesuai dengan jenis pelanggaran/kejahatannya.
Tuntutan patuh pada aturan bukan hanya dalam aspek kehidupan politik
tapi juga dalam aspek kehidupan ekonomi, sosial, budaya, Hankam, dan agama
serta dalam lingkungan kehidupan keluarga, sekolah, dan masyarakat khusus di
sekolah, setiap siswa berkewajiban untuk mematuhi tata tertib sekolah, misalnya,
masuk dan pulang tepat pada waktunya, berpakaian seragam dan lengkap,
membayar SPP tepat pada waktunya.
Di samping itu, setiap warga Negara berkewajiban untuk menjunjung
pemerintahan dan patuh terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan baik
pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah serta pemerintahan setempat.
Misalnya, kewajiban bagi setiap penduduk untuk memiliki KTP, kewajiban untuk
memakai helm bagi pengendara dan penumpang sepeda motor.

22
2. Kewajiban membela negara
Berdasarkan pasal 30 ayat (1) UUD 1945, membela negara merupakan
kewajiban di samping hak setiap warga negara. Apabila negara memandang perlu,
setiap warga negara mau tidak mau harus ikut serta membela negara baik terhadap
gangguan dari dalam ataupun dari luar. Misalnya, keseharusan ikut serta dalam
wajib militer.
Hak dan kewajiban membela negara lebih lanjut diatur dalam Undang-
undang nomor 20 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia. Dalam undang-undang tersebut ditegaskan
bahwa komponen kekuatan pertahanan keamanan negara terdiri atas:
a. Rakyat terlatih sebagai komponen dasar;
b. Angkatan bersenjata beserta cadangan tentara nasional Indonesia sebagai
komponen utama;
c. Perlindungan masyarakat sebagai komponen khusus;
d. Sumber daya alam, sumber daya buatan, dan prasarana nasional sebagai
komponen pendukung.

Di samping kewajiban-kewajiban tersebut, masih banyak kewajiban


kewajiban lain warga negara/penduduk yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Misalnya, kewajiban memiliki Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
bagi yang mendirikan bangunan; kewajiban memiliki SIM bagi yang akam
mengemudikan kendaraan bermotor; kewajiban membayar pajak

C. Contoh Penerapan Jaminan Hukum Atas Hak Dan Kewajiban Warga


Negara
1. Penerapan Hak dan Kewajiban dalam Hukum
Hak dan kewajiban warga negara dalam hukum diatur dalam pasal 27 ayat
(1) UUD 1945 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-
undangan yang ada di bawahnya. Berdasarkan peraturan yang berlaku di negara
kita, dapat diketahui bahwa setiap warga negara dan orang lain yang terikat hukum
mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum. Misalnya, (1) setiap orang berhak
mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum, yang berarti setiap pelaku

23
pelanggaran atau kejahatan harus diperlakukan secara adil dan manusiawi, serta
diadili, dan diberikan sanksi yang tegas tanpa pilih kasih; (2) dalam KUHAP
ditegaskan bahwa (a) tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
dari seseorang atau lebih penasehat hukum; (b) setiap orang yang diadili
mempunyai hak membela diri baik dilakukan oleh tertuduh sendiri maupun yang
dilakukan oleh pembela; (c) terdakwa berhak menghubungi dan menerima
kujungan dari rohaniawan; dan sebagainya. Demikian pula dalam kewajiban
hukum, bahwa seiap warga negara mempunyai kewajiban yang sama terhadap
hukum. Misalnya (1) setiap warga negara wajib mematuhi aturan hukum tanpa
kecuali. (2) setiap orang yang memiliki tanah dan atau bangunan berkewajiban
untuk membayar pajak; (3) setiap tersangka atau terdakwa dan juga sanksi wajib
memberikan keterangan yang benar dan jelas di muka pengadilan.
2. Penerapan Hak dan Kewajiban dalam Politik
Dalam kegiatan sehari-hari mungkin anda perbah melihat atau menggunakan
kewajiban politik yang anda miliki. Misalnya, (1) hak memilih dan dipilih dalam
Pemilihan Umum. Hak memilh dan dipilih dalam pemilihan umum diatur dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum. Berdasarkan
undang-undang tersebut setiap warga negara Indonesia yang telah tertentu berhak
secara bebas memilih calon anggota-anggota badan permusyawaratan/perwakilan
rakyat dan berhak untuk dipilih menjadi anggota badan permusyawaratan/
perwakilan rakyat; (2) hak menyampaikan pendapat atau pikiran baik tertulis atau
lisan; (3) hak memasuki atau menjadi anggota sesuatu organisasi sosial politik
(PPP, PDI, Golkar) dan organisasi massa, seperti KNPI, AMS, HMI, Pemuda
Pancasila, dan sebagainya.
Selain memiliki hak politik, setiap warga negara mempunyai kewajiban
dalam bidang politik yang mesti diindahkan dalam kehidupan berpolitik. Misalnya,
kewajiban untuk mentaati aturan main yang berlaku dalam menyampaikan
pendapat atau pikiran. Sekalipun menyampaikan pendapat atau pikiran merupakan
hak politik setiap warga negara, namun mekanisme dan tata cara penyampaian
pendapat atau pikiran tersebut harus mengikuti aturan main yang berlaku di negara
kita.

24
3. Peberapan Hak dan Kewajiban dalam Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, setiap warga negara memiliki hak untuk
memperoleh pengajaran sesuai dengan bakat, minat serta kemampuannya.
Misalnya, seorang lulusan sekolah dasar baik negeri maupun swasta berhak untuk
melanjutkan ke SLTP yang disenanginya asal telah memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu. Persyaratan-persyaratan tersebut merupakan kewajiban yang
harus dipenuhi oleh seorang calon siswa tersebut. Contoh lain, seorang siswa
berhak mendapat pengajaran dari gurunya di sekolah, asal telah memenuhi
persyaratan untuk mengikuti pelajaran, misalnya berpakaian rapi, berlaku sopan,
mentaati peraturan (tata tertib).
4. Penerapan Hak dan Kewajiban atas Pekerjaan
Memperoleh pekerjaan merupakan hak warga negara yang dijamin oleh
hukum. Untuk terpenuhinya hak tersebut, pemerintah member kebebasan kepada
setiap warga negara untuk memilih jenis pekerjaan baik negeri maupun swasta.
Contohnya, pada bulan September/Oktober pemerintah membuka kesempatan
kepada warga negara yang memenuhi persyaratan tertentu untuk mendaftarkan diri
sebagai calon pegawai negeri. Dalam hal ini pemerintah tidak pernah memaksa
warga negara untuk menjadi pegawai negeri. Namun, apabila sudah diterima,
setiap pegawai berkewajiban untuk mematuhi aturan yang berlaku, misalnya, patuh
terhadap waktu, terhadap pimpinan, dan terhadap bidang pekerjaanya. Hak atas
pekerjaan ini lebih lajut diatur dalam pasal 3 Undang- undang Pokok Tenaga Kerja
Nomor 14 Tahun 1969 yang menyatakan bahwa: tiap tenaga kerja berhak atas
pekerjaan dan pengjidupan yang layak bagi kemanusiaan.

5. Penerapan Hak dan Kewajiban Beragama


Setiap penduduk mempunyai hak dan kewajiban dalam kehidupan beragama
atau Berketuhanan Yang Maha Esa. Misalnya, hak memilih agama atau
kepercayaan yang diyakininya; hak tidak diganggu orang lain dalam menjalankan
ajaran agama, misalnya kewajiban untuk beribadah sesuai dengan agama yang
dianutnya; dan kewajiban bertoleransi ataraumat beragama.
Dengan demikian, setiap penduduk (termasuk warga Negara) diberi

25
kebebasan untuk memilih salah satu agama yang diyakininya dan beribadat menrut
agama dan kepercayaannya masing-masing. Kebebasan memeluk agama bukan
berarti bebas untuk memeluk atau tidak, tetapi bebas untuk memeluk salah satu
agama yang diyakininya.
Secara umum, kewajiban-kewajiban warga Negara dapat dibedakan atas:
a. Kewajiban terhadap Tuhan, misalnya bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Kewajiban terhadap diri sendiri, misalnya percaya pada diri sendiri; menjaga
kesehatan badan pribadi; menambah ilmu pengetahuan; dan lain- lain
c. Kewajiban terhadap masyarakat/kampong tempat tinggalnya, misalnya
mencintai sesama manusia, hidup toleransi, gotong royong, menjaga keamanan
kampong, membuang sampah pada tempatnya
d. Kewajiban terhadap Negara, misalnya mentaati dan menjalankan peraturan
perundang-undangan yag berlaku; patuh kepada pemerintah; ikut serta dalam
membela Negara; membayar pajak dan iuran lainya; memupuk peratuan dan
kesatuan berdasarkan Pancasila.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian materi, kami dapat menyimpulkan sebagai berikut.
1. Lahirnya sebuah aturan dalam kehidupan masyarakat bangsa disebabkan
karena adanya kesadaran manusia yang memiliki kepentingan berbeda-beda,
begitu juga dengan cara pencapaiannya sehingga agar dalam memenuhi
kepentingan dan mencapai tujuan hidup dan kehidupannya dapat berjalan
dengan tertib maka diperlukan berbagai aturan hidup yang dinamakan norma
atau kaidah sosial. Norma yang berlaku di masyarakat secara umum terbagi
menjadi 4 yaitu norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan
norma hukum.
2. Dalam kaitannya dengan pembangunan bidang hukum, pemerintah telah
berusaha menata dan membentuk sistem hukum nasional yang menjamin
keadilan, kepastian hukum, ketertiban, kesejahteraan, dan pengayoman
kepada kepentingan nasional sebagai wujud penegakan hukum dalam
kehidupan masyarakat dan negara.
3. Jaminan hukum atas hak dan kewajiban warga negara Indonesia sudah diatur
dalam pasal-pasal UUD 1945. Jaminan hukum tersebut adalah hak atas
kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak, hak atas kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, ha katas kebebasan memeluk agama dan beribadat, hak ikut serta
dalam membela negara, hak mendapat pengajaran, dan hak dipelihara oleh
negara.
4. Contoh penerapan jaminan hukum atas hak dan kewajiban warga negara
diusahakan seoptimal mungkin untuk dapat menjaga ketertiban dan
ketentraman dalam menjalankan hak dan kewajiban sebagai warga negara
Indonesia.

27
3.2 Saran
Sebagai seorang calon pendidik, kita hendaknya lebih mengetahui dan
memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara serta hak dan kewajiban
sebagai pendidik khususnya, agar sebagai calon pendidik kita mampu beretika dan
berkewajiban yang tepat dalam mendidik peserta didik nantinya.

28
DAFTAR PUSTAKA

http://agussiswoyo.com/kewarganegaraan/macam-macam-norma-yang-berlaku-di-
masyarakat-indonesia/
http://www.invonesia.com/macam-macam-norma-dalam-masyarakat-
indonesia.html
Sumaatmadja, Nursid dkk.2008.Konsep Dasar /P^.Jakarta:Universitas Terbuka

29

Anda mungkin juga menyukai