Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 1

C. Tujuan penulisan ........................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian perbandingan hukum ......................................................... 2

B. Manfaat dan tujuan perbandingan hukum ..................................... 4

C. Sasaran perbandingan hukum ...................................................... 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 9


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang

Manusia sebagai makhluk individu bisa mempunyai sifat untuk menyendiri tetapi

manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri. Manusia harus hidup

bermasyarakat, sebab ia lahir, hidup berkembang, dan meninggal dunia di dalam

masyarakat. Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia

hidup bersama-sama dengan manusia lain. Atau dengan kata lain manusia tidak dapat

hidup menyendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya. Sejak dahulu kala, pada diri

manusia terdapat hasrat untuk berkumpul dengan sesamanya dalam suatu kelompok.

Disamping itu, manusia juga punya hasrat untuk bermasyarakat. Seorang ahli dari

Yunani yang bernama Aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah zoon politication

yang artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan

berkumpul dengan sesama manusia. Oleh karena sifat manusia itu yang suka bergaul

antara satu dengan lainnya maka manusisa itu disebut “makhluk sosial”1.

1
Prof. Chainur Arrasjid, S.H., Dasar-Dasar Ilmu Hukum. (Medan: Sinar Grafika, 2000), hlm 1
Dalam hidup bermasyarakat, tentunya berkenaan dengan kebutuhan hidupnya

yang tidak mungkin selalu dapat dipenuhi sendiri. Setiap waktu manusia ingin

memenuhi kebutuhannya dengan baik. Kalau dalam saat yang bersamaan dua

manusia ingin memenuhi kebutuhan yang sama dengan hanya satu objek kebutuhan,

sedangkan keduanya tidak mau mengalah, bentrokan tidak dapat terjadi. Hal

semacam itu merupakan akibat tingkah laku manusia yang ingin bebas. Suatu

kebebasan dalam bertingkah laku tidak selamanya akan menghasilkan sesuatu yang

baik. Apalagi kalau kebebasan tingkah laku seseorang tidak dapat diterima oleh

kelompok sosialnya. Oleh karena itu, untuk menciptakan keteraturan dalam suatu

kelompok sosial maka diperlukan ketentuan-ketentuan atau norma yang tujuannya

untuk membatasi kebebasan tingkah laku itu2.

Dalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan

kepentingan itu tercapai dengan terciptanya pedoman dan peraturan hidup yang

menetukan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat. Pedoman,

patokan, atau ukuran untuk berprilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama ini

disebut norma atau kaedah3.

Sistem norma yang berlaku bagi manusia sekurang-kurangnnya terdiri dari 4

unsur norma, yakni norma moral, norma agama, norma etika atau norma sopan santun

2
R. Abdoel Djamali, S.H., Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi (Bandung: PT Raja Grafindo
Persada,2005 ), hlm 1
3
Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, S.H., Mengenal Hukum. ( Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1985), hlm 4
serta norma hukum. Keempat norma tersebut saling bertautan dan saling melengkapi

satu dan yang lainnya. Norma moral adalah sistem aturan yang bersumber dari hati

nurani manusia atas kesadaran setiap manusia terhadap sekelilingnya. Norma agama

adalah sistem aturan yang diperoleh manusia berdasarkan ajaran agama yang

dianutnya. Norma etika atau norma sopan santun adalah sistem aturan hidup manusia

yang bersumber dari kesepakatan-kesepakatan yang diciptakan oleh dan dalam

komunitas masyarakat pada suatu wilayah tertentu. Norma hukum adalah sistem

aturan yang diciptakan oleh lembaga kenegaraan yang ditunjuk melalui mekanisme

tertentu4. Maka dari itu untuk mengatur tata cara pergaulan supaya tertib maka

dibutuhkan peran serta dari hukum.

Hukum merupakan suatu aturan yang mengatur antara satu masyarakat

dengan masyarakat yang lain. Hukum bisa ada dan tecipta karena adanya masyarakat,

bila mana tidak ada masyarakat/orang maka tentu tidak akan ada hukum1. Hukum

merupakan suatu aturan yang tidak bisa terlepas dalam kehidupan, karena hukum

merupakan suatu aturan yang mengatur setiap manusia, sehingga dalam hukum

banyak sekali aturan-aturan yang tidak memperbolehkan manusia untuk berbuat

sesuatu, karena apabila berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan oleh hukum, maka

akan mendapat ganjaran atau sanksi dari sebuah aturan. Indonesia merupakan

negara hukum, dasar pijakan bahwa Indonesia negara hukum adalah yang tertuang di

4
Ilhami Bisri, S.H., M.Pd. Sistem Hukum Indonesia. (Jatinangor: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm 2
dalam Undang- undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menyebutkan bahwa

:”Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.

Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam bagian pasal Undang-Undang Dasar

1945 menunjukan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa

negara indonesia adalah negara hukum. Hukum dan masyarakat merupakan hal yang

sulit dipisahkan. Kedua hal tersebut bagaikan berada dalam satu keeping uang logam,

berbeda tapi tidak dapat dipisahkan satu yang lain. Keberadaan hukum tanpa adanya

masyarakat tidaklah berguna, begitu pula sebaliknya, keberadaan masyarakat tanpa

adanya hukum dapat menghancurkan masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang

beragam tentu menimbulkan munculnya kepentingan-kepentingan yang beragam

pula. Karena itulah, dalam masyarakat diperlukan adanya pengaturan berbagai

kepentingan yang ada, agar kepentingan-kepentingan itu tidak saling berbenturan satu

dengan yang lain. Di sinilah hukum berperan, hukum dibuat dalam rangka

menciptakan ketertiban dan mengatur relasi antar masyarakat. Pada kesempatan kali

ini, pemakalah mencoba untuk mempresentasikan pembahasan mengenai ilmu

hukum terkait masalah peristiwa hukum. Dengan harapan makalah ini dapat menjadi

pengetahuan yang bermanfaat dalam mewujudkan cita-cita bangsa tercinta ini.


B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan peristiwa hukum?

2. Apa saja macam-macam peristiwa?

3. Apa pembagian peristiwa hukum?

4. Apakah yang dimaksud dengan zaakwaameming dan onrechtmatige daad?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi peristiwa hukum.

2. Mengetahui macam-macam peristiwa hukum.

3. Mengetahui pembagian peristiwa hukum.

4. Mengetahui zaakwaameming dan onrechtmatiga daad.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Peristiwa Hukum

Menurut Chainnur Arrasjid dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Hukum (2008:132-133)

Peristiwa hukum adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang dapat menimbulkan akibat

hukum yang dapat menggerakkan peraturan-peraturan tertentu sehingga peraturan yang

tercantum di dalamnya dapat berlaku kongkrit. Misalnya suatu peraturan hukum yang

mengatur tentang warisan karna kematian, akan tetap merupakan rumusan kata-kata yang

abstrak sampai ada seseorang yang meninggal dunia dan menimbulkan masalah kewarisan

dalam hal ini dengan adanya kematian orang berarti telah terjadi suatu peristiwa hukum

karena kematian menimbulkan akibat yang di atur oleh hukum dengan demikian peraturan

tentang kewarisan itu dapat di wujutkan dalam peristiwa tersebut (peristiwa kematian).

Menurut Soedjono Dirdjosisworo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum (2007:134)

Demikian pula dengan perkawinan antara pria dan wanita akan membawa bersama dari

peristiwa hukum itu hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik untuk pihak laki-laki yang

kemudian bernama suami dengan serangkai hak-hak dan kewajibannya. Demikian pula

dengan pihak wanita yang kemudian bernama istri dengan serangkaian hak dan

kewajibannya. Maka perkawinan ini hakikatnya adalah suatu peristiwa hukum.


Secara garis besar yang dimaksud dengan peristiwa hukum adalah segala perbuatan

yang secara sengaja dilakukan orang yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban.

Contoh pertama :5

Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh

hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu

mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk

membayar harga yang telah dijanjikan”

Contoh kedua :

Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam

hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya

penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian

seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum

bagi si pembunuh yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana

disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang siapa

5
DR. H. ZAINAL ASIKIN, S.H.,S.U. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) hlm. 38-39
dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan atau

doodslag, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.

Contoh ketiga :

Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan

menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana dalam

peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada pasal 31 ayat (2) Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi “Masing-masing pihak berhak

untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal 34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib

mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.

2. Macam-macam peristiwahukum6

a. Peristiwa menurut hukum dan peristiwa melanggar hukum.

Contoh :

 kelahiran, kematian, pencemaranlaut, pendudukantanah.

 Lingkunganhidup, jual-beli, sewa-menyewa, pemberiankredit,

perjanjian Negara, dan lain-lain.

6
R. Soeroso. S.H Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) hlm. 251-253
Kejadian atau peristiwa tersebut terjadi karena :

1. Perbuatan hukum.

2. Keadaan.

Suatu peristiwa dapat menimbulkan akibat hukum.

Contoh :

Pasal 1239 KUH Perdata, yang berbunyi :

“tiap perikatan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu apabila tidak

dipenuhi kewajiban itu oleh si berutang maka ia berkewajiban memberikan

penggantian biaya, rugi, dan bunga”

Dari contoh tersebut di atas terlihat bahwa adanya peristiwa-peristi wa tidak

memenuhi kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat samasekali, akibat

hukumnya mengganti biaya, rugi, dan bunga.

b. Peristiwa hukum tunggal dan peristiwa hukum majemuk

• Peristiwa hukum tunggal terdiri dari satu peristiwa saja.

Contoh : hibah (pemberian) Pasal 1666 KUH perdata

• Peristiwa hukum majemuk terdiri lebih dari satu peristiwa.

Contoh :

 Dalam perjanjian jual-beli akan terjadi peristiwa tawar-menawar,

penyerahan barang, dan penerimaan barang.


 Sebelum perjanjian kredit akan terjadi perundingan, penyerahan

uang, dan dipihak lain penyerahan barang bergerak sebagai

jaminan gadai. Dengan pengembalian uang, maka di pihak lain

berarti pengembalian barang jaminan.

c. Peristiwa hukum sepintas dan peristiwa terus-menerus

 Peristiwa hukum sepintas, seperti pembatalan perjanjian, tawar-

menawar.

 Peristiwa hokum terus- menerus, seperti perjanjian sewa-menyewa.

Uang sewa-menyewa berjalan bertahun-tahun.

3. Pembagian peristiwa hukum

I. Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum

a. Perbuatan Hukum

Perbuatan hukum adalah perbuatan yang membawa akibat hukum karena

dalam hokum dianggap akibat hokum itu dikehendaki oleh yang melakukan

perbuatan.

Perbuatan hukum terdiri atas :7

1) perbuatan hukum yang bersegi satu (eenzijdig) adalah perbuatan hukum

yang cukup dengan pernyataan kehendak satu pihak saja.

7
Donald Albert Rumokoy, FransMaramis. PengantarIlmuHukum (Jakarta, RajawaliPers, 2017) hlm. 128
Contoh : pembuatan sura twasiat. Pembuatan surat wasiat tidak

mensyaratkan adanya persetujuan pihak yang mendapatkan warisan

dalam surat wasiat.

2) Perbuatan hukum bersegi dua(tweezijdig) adalah perbuatan hukum

yang mensyaratkan kata sepakat dari dua pihak atau lebih.

Contoh : perjanjian jual beli. Dengan perjanjian jual beli maka pihak

yang satu akan memperoleh hak atas barang yang dibeli dan pihak lain

berhak atas harga penjualan.

b. Bukan Perbuatan Hukum

Bukan perbuatan hukum adalah setiap perbuatan hukum yang akibat

hukumnya tidak dikehendaki oleh pelakunya, meskipun akibat tersebut diatur

oleh hukum

Macam- macam perbuatan bukan hukum yaitu :

1. Perbuatan hukum yang tidak dilarang oleh hukum

Istilah ini digunakan oleh Soeroso (2005:293), yang dapat diartikan

sebagai perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walaupun bagi

hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh pihak yang

melakukan perbuatan itu (Kansil, 1982:122). Dengan kata lain,

perbuatan itu melahirkan akibat hukum namun tidak bergantung


kepada pendirian apakah seseorang yang melakukan perbuatan itu

menghendakinya atau tidak.

Contoh:

a) Zaakwaarneming (perwakilan sukarela) yaitu perbuatan yang

akibatnya diatur oleh hukum, walapun bagi hukum tidak perlu

akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu.

Misalnya pada pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

yang berbunyi :

“Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah

untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa

pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat

dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut,

hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan

sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus

dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian

kuasa yang dinyatakan dengan tegas”. 8

Contoh: perbuatan memperhatikan (mengurus) kepentingan orang

lain, dengan tanpa adanya permintaan dari orang yang

berkepentingan.

8
Donald Albert Rumokoy, FransMaramis. PengantarIlmuHukum (Jakarta, RajawaliPers, 2017) hlm 130
b) Onverschuldigde betaling

Onverschuldigde betaling dapat dimaknai sebagai pembayaran

hutang kepada orang lain, karena mengira mempunyai utang

yang sebenarnya tidak. Perbuatan yang sedemikian misalnya

dapat dilihat dalam Pasal 1359 KUH Perdata, yaitu :

"Tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu utang; apa

yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan , dapat dituntut

kembali. Terhadap perikatan-perikatan bebas, yang secara suka

rela telah terpenuhi, tak dapat dilakukan penuntutan kembali".

2. Onrechtmatigedaad (perbuatan melawan hukum)

Perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) merupakan perbuatan

yang bertentangan dan melawan hukum. Akibat hukum yang timbul dari

perbuatan tersebut diatur oleh peraturan hukum meskipun akibat itu

tidak dikehendaki oleh pelakunya. Dalam pasal 1365 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata atau pasal 1401 Burgerlijk Wetboek, yang

menetapkan :

“Elke onrechtmatigedaad, waardoor aan een ander schade wordt

toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is

in de verpligting om dezelve te vergoeden”.


Soebekti dan Tjitrosudibio menerjemahkannya sebagai berikut :

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Contoh : perbuatan seorang pengemudi mobil yang secara tidak

sengaja menabrak pejalan kaki yang sedang menyeberangi jalan.

Dalam hal ini Pasal 1365 KUH Perdata menentukan adanya akibat

hukum tertentu, yaitu kewajiban mengganti kerugian, terlepas dari

kehendak si pelaku perbuatan melawan hukum.9

II. Peristiwa hukum yang bukan karena perbuatan hukum / perbuatan lainnya

Peristiwa hukum yang bukan karena perbuatan manusia/karena perbuatan

lainnya dibedakan dalam 3 bagian yaitu keadaan yang nyata, perkembangan fisik

kehidupan manusia dan kejadian-kejadian lainnya.

1. Keadaan Nyata

Contoh dari keadaan nyata yang dimaksud di sini mencakup kepailitan

dan lewat waktu (kadaluwarsa).

9
Donald Albert Rumokoy, FransMaramis. PengantarIlmuHukum (Jakarta, RajawaliPers, 2017) hlm 130
a) Kepailitan menyebabkan individu atau suatu badan hukum tidak dapat

membayar utang-utangnya secara penuh. Hal ini diatur dalam pasal 1

Undang-Undang Kepailitan.

b) Kadaluwarsa untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu

perikatan dengan lewat waktu syarat-syarat tertentu seperti yang

dikemukakan dalam pasal 1946 KUH Perdata.

Ada dua macam kadaluwarsa (lewat waktu), yaitu lewat waktu akuisitif

dan lewat waktu ekstinktif.

1) Berdasarkan lewat waktu akuisitif orang dapat memperoleh

suatu hak sehabis masa tertentu dan memenuhi syarat-syarat

yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dapat disebut

sebagai suatu lewat waktu yang mengakibatkan memperoleh

sesuatu. Oleh karena itu lewat waktu akuisitif menjadi dalah

satu cara memperoleh hak milik sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 584 KUHS.

2) Berdasarkan waktu ekstinktif, seseorang dapat dibebaskan dari

suatu tanggung jawab sehabis masa tertentu dan apabila syarat-

syarat yang telah ditentukan undang-undang dipenuhi.


2. Perkembangan fisik kehidupan manusia mencakup kelahiran, kedewasaan

dan kematian.

a) Kelahiran membawa kewajiban bagi orang tua untuk memelihara dan

mendidik anak itu serta memberi tunjangan-tunjangan dalam

keseimbangan dengan pendapatan mereka guna membiayai

pemeliharaan dan pendidikan anak tersebut. Kelahiran menimbulkan

langsung hak dari anak untuk mendapatkan pemeliharaan dari orang

tuanya seperti yang diatur dalam pasal 298 ayat 2 KUH Perdata.

b) Pada tahap kedewasaan, anak-anak mempunyai kewajiban untuk

memberi ongkos kepada orangtuanya terlebih jika orang tuanya

kurang mampu atau tidak memiliki penghasilan. Kewajiban itu juga

berlaku bagi anak menantu, laki-laki maupun perempuan untuk

memberi nafkah kepada mertua mereka sesuai dengan ketentuan

Pasal 321 dan 322 KUH Perdata. Lebih dari itu, anak-anak yang sudah

menjadi dewasa meningkat menjadi cakap hukum yang diatur dalam

Pasal 1329 KUH Perdata.


c) Kematian seseorang juga merupakan suatu peristiwa

hukum/menimbulkan akibat hukum. Pada saat kematian ini hak dan

kewajiban lenyap bagi yang meninggal, dan bersamaan dengan itu

tumbuhlah hak dan kewajiban bagi para ahli waris sesuai yang diatur

dalam Pasal 833 KUH Perdata. Jika timbul perselisihan tentang siapa

yang akan berhak memperoleh hak milik, hakim akan memerintahkan

agar seluruh harta peninggalan tersebut ditaruh terlebih dahulu dalam

penyimpanan. Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa kematian

menimbulkan :

1) Pelenyapan atau penghapusan hak bagi yang menimbulkan

hak

2) Menimbulkan hak bagi ahli waris, kecuali mengenal hak

pakai hasil yang tidak dapat diwariskan karena hak pakai hasil

berakhir karena meninggalnya si pemakai.

3. Kejadian-kejadian lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 1553 KUH

Perdata tentang sewa menyewa. Jika barangnya hanya sebagian musnah

si penyewa dapat memilih menurut keadaan, apakah ia akan meminta

pengurangan harga sewa tetapi tidak dalam satu dari kedua hal itupun ia

berhak atas suatu ganti rugi.


BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Peristwia hukum adalah semua peristiwa arau kejadian yang dapat menimbulkan

akibat hukum antara pihak yang mempunyai hubungan hukum atau, suatu kejadian

dalam masyarakat yang menggerakan peraturan hukum tertentu.

2. Macam-macam perbuatan hukum:

a. Peristiwa menurut hukum dan peristiwa melanggar hukum

b. Peristiwa hukum tunggal dan peristiwa hukum majemuk

c. Peristiwa hukum sepintas dan peristiwa terus-menerus

3. Pembagian peristiwa hukum

1) Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum

a. Perbuatan hukum

 Perbuatan hukum bersegi satu (eenzijdig)

 Perbuatan hukum bersegi dua (tweezijdig)

b. Bukan perbuatan hukum

 Perbuatan hukum yang tidak dilarang oleh hukum

 Perbuatan melawan hukum


2) Peristiwa hukum bukan karena perbuatan subjek hukum

a. keadaaan nyata

b. Perkembangan fisik kehidupan manusia mencakup kelahiran,

kedewasaan dan kematian.

c. Kejadian-kejadian lainnya

4. yang dimaksud dengan zaakwaameming dan onrechtmatige daad

a. Zaakwaarneming yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum,

walapun bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh yang

melakukan perbuatan itu.

b. Onrechtmatigedaad merupakan perbuatan yang bertentangan dan melawan

hukum. Akibat hukum yang timbul dari perbuatan tersebut diatur oleh

peraturan hukum meskipun akibat itu tidak dikehendaki oleh pelakunya.


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

DR. H. ZainalAsikin, S.H., S.U, 2013, Pengantar Ilmu Hukum.

Prof. Dr. Mochtar kusumaatmadja, S.H., LL.M., Dr. B. Arief Sidharta, S.H., 1999,

Pengantar Ilmu Hukum Buku I.

Drs. C.S.T. Kansil, S.H. 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.

Prof. Mr. Dr. L.J. Van Apeldoorn, 1996, Pengantar Ilmu Hukum.

Drs. C.S.T. Kansil, S.H. 2007, Latihan Ujian Pengantar Ilmu Hukum untuk

Perguruan Tinggi.

Prof. ChainurArrasjid, S.H., 2000, Dasar-Dasar Ilmu Hukum.

Soeroso, R. 2015. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

B. WEBSITE

http://myblogcitra.blogspot.com/2015/12/

http://rudihendrawan93.blogspot.com/2013/07/makalah-peristiwa-hukum-dan-

peraturan.html

http://makalah2107.blogspot.com/2016/07/makalah-peristiwa-hukum.html

Anda mungkin juga menyukai