BAB I. PENDAHULUAN
Dalam Kehidupan sehari-hari ilmu pengetahuan tidak dapat lepas dari sesuatu yang kita
butuhkan. Definisi merupakan salah satu pengetahuan yang kita butuhkan, baik fdalam
kehidupan ilmiah maupun kehidupan sehatri-hari. sewaktu orang memasuki pembicaraan suatu
ilmu, ia akan bertemu dahulu dengan definisinya. Dalam pembicaraan sehari-hari tidak jarang
kita di minta untuk menjelaskan pengertian kata agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam
penggunaannya merupakan tugas definisi.
Apabila kita menjumpai suatu term atau konsep maka kita inginmengetahuinya secara jelas dan
terang. Untuk memperoleh kejelasan itu kita ingin mencari definisinya, kalau kita tidak
memperoleh definisinya maka kita harus memperoleh yang terurai secara jelas sehingga kita
dapat memahami halnya. Untuk menjelaskan hal ini. Kita juga dapat bertanya, apakah definisi
dari definisi? Banyak cara membuat definisi dari definisi, tetapi pada pokoknya definisi adalah
penjelasan yang tepat tentang suatu term, tepat artinya tidak lebih dan tidak kurang.
MANUSIA
( Pengertian yang bukan kkompleks )
Binatang Berakal Budi
( Pengertian yang kompleks )
Dalam definisi dari definisi di pakai term “ ucapan”; ucapan itu merupakan keseluruhan dari
term – term yang dapat sempurna atau tidak sempurna. Ucapan sempurna ialah proposisi
sedangkan ucapan tidak sempurna ialah term yang tidak kompleks ( yang terdiri dari beberapa
term ). Jadi Definisi merupakan Uacapan yang tidak sempurna dan terdiri dari predikat ucapan
sempurna atau proposisi, dengan mana sesuatu di tentukan lebih lanjut :
PROPOSISI DEFINITORIS Ucapan Sempurna
( Subyek ) ( Predikat )
MANUSIA Binatang Berakal Budi[2]
2. Peraturan membuat Definisi
Untuk memperoleh definisi yang tepat dan benar diperlukan adanya perhatian terhadap
beberapa hal yang disebut peraturan membuat definisi, peraturan tersebut adalah sebagai berikut
:
1. Definisi harus dapat dibolak-balik, definiens harus setara dengan definiendum, definisi tidak
terlalu luas dan terlalu sempit.[3]
Definsi terlalu luas contohnya :
Merpati adalah burung yang dapat terbbang cepat.
( Banyak Burunga yang dapat terbang cepat bukan merpati )
Pidato adalah cara untuk mempengaruhiorang lain dengan kata-kata.
( banyak cara untuk mempengaruhi orang lain dengan kata-kata )
Definisi yang terlalu Sempit contohnya :
Kursi adalah tempat duduk yang di buat dari kayu bersandaran dan berkaki ( banyak juga kursi
yang tidak dibuat dari kayu )
Kekayaan adalah hasil pertanian yang dapat disimpan .
( Banyak Selain hasil pertanian bisa di sebut kekayaan ).[4]
2. Definisi tidak boleh negatif, bila dapat dinyatakan dengan cara positif. Contoh definisi yang
hanya dapat dinyatakan dengan cara negatif:
a. Orang tuli adalah orang yang tidak dapat medengar karena alat pendengarannya rusak.
b. Dalam filsafat India, Brahma tidak dapat dikatakan tentang segala keadaannya maka hanya
dikatakan: Bukan ini, Bukan ini (neti, neti).
3. Definiendum tidak boleh masuk dalam definiens, kesalahan ini disebut circular definition.
4. Sebuah definisi harus menyatakan ciri-ciri hakiki dari definiendumnya maka definisi yang
terbaik adalah genus yang terdekat ditambah ciri pembedanya atau dengan kata lain per genus et
differentia.
Contoh: Kuda adalah Equus Caballus
Equus – genusnya
Caballus – differentianya, yang membedakan kuda dari keledai dan zebra.
5. Definisi janganlah dibuat dengan bahasa yang kabur atau kiasan.
Contoh definisi yang kabur: Definisi yang dibuat Herbert Spencer tentang evolusi. Evolusi
adalah integrasi antara materi dengan lengkapnya gerakan yang bertepatan waktunya, pada
waktu mana materi beralih dari homogenitas yang tidak tertentu serta tidak berhubungan menjadi
heteroginitas yang tertentu serta berhubungan, dan pada waktu mana gerakan yang tersisa
mengalami transformasi yang paralel.[5]
A. Jenis-jenis Definisi
Meskipun sudah kita sebutkan semua peraturan membuat definisi tetapi terdapat banyak
definisi, ini disebabkan adanya perbedaan sifat benda atau halnya, situasi tempat definisi itu
dibuat dan untuk keperluan apa definisi itu dibuat.
1. Defisinisi Nominalis ( Nominalis Definition )
Definisi Nominalis merupakan penjelasan istilah dengan kata lain yang lebih umum di mengerti.
Jadi, sekedar menjelaskan istilah sebagai tanda, bukan menjelaskan hal yang di tandai. Misal,
nirwana adalah surga. Definisi Nominalis ada enam macam, diantaranya adalah sebagai berikut :
A. Definisi Sinonim
Merupakan penjelasan dengan memberikan persamaan kata atau memberikabn penjelasan
dengan kata yang lebih mudah di mengerti.[6]contoh: macan sama dengan harimau.[7]
Definisi Sinonim menerangkan arti nama barang/hal/istilah tertentu.
Hal ini di laksanakan dengan cara :
- Kata sinonim, kata yang lebih di pahami dengan kata yang sama artinya.
Misal ; Motif – Alasan atau dorongan
Kongres – Musyawarah dan sebagainya.
- Menguraikan asal-istilah tertentu (Etimologisnya).
Misal ; kata “filsafat” itu berasal dari kata Yunani “Philosophia”. Philos berarti cinta, sophos
berarti kebijaksanaan.[8]
Definisi Nominal dibagi menjadi umum atau pribadi :
A. Definisi nominal yang umum ialah definisi yang di terima semua orang tentang suatu nama.
Misalnya ; - Dengan nama “Tuhan” di artikan “Sesuatu yang tinggi”
- Dengan nama“Raja”ditunjukkan “Orang yang merajai”
B. Definisi nominal yang pribadi ialah definisi yang di berikan orang masing-masing tentang suatu
nama. Misalkan nama “Demokrasi” diartikan lain oleh banyak orang; demikian juga
“Kemerdekaan”, “Keadilan” dan lain-lain yang sering ada arti yang dapat berbeda-beda.[9]
B. Definisi Simbolik
Merupakan penjelasan dengan memberikan persamaan pernyataan berbentuk simbol-
simbol. Definisi ini banyak di gunakan dalam bidang Matematika termasuk juga logika untuk
memberikan penjelasan secara simbolik.
C. Definisi Etimologik
Merupakan penjelasan dengan cara menberikan asal mula penjelasannya. Misal ; kata “filsafat”
itu berasal dari kata Yunani “Philosophia”. Philos berarti cinta, sophos berarti
kebijaksanaan.[10]
D. Definisi Semantik.
Merupakan Penjelasan suatu tanda dengan arti atau maakna yang telah terkenal. Contonya
:Tanda ∴berarti : Maka atau Jadi
Tanda => berarti : Jika ..... maka
Tanda ó berarti : bila dan hanya bila, jika hanya....maka.....
E. Definisi Stipulatif
Merupakan penjelasan dengan memberikan nama atas kesepakan bersama.[11]
F. Definisi Denotatif
Merupakan definisi yang menunjukan contoh individual. Definisi semacam ini sering kita
gunakan. Umpamanya dalam laboratorium kimia kita akan menunjukkan warna suatu zat sebagai
hasil suatu reaksi (sebut saja biru berlin) ternyata kita tidak dapat membuat definisi warna
tersebut dengan kata-kata, tetapi kita dapat menunjukan warna trsebut bila ada warna tersebut
didepan kita.[12]
Definisi ini ada dua macam yaitu ;
- Definisi Ostentif merupakan memberi batasan sesuatu dengan memberikan batasan contoh.
- DefinisiEnumeratif merupakan memberi batasan sesutau istilah dengan memberikan perincian
satu demi satu secara lengkap mengenai hal-hal yang termasuk dalam cakupan tersebut.
- Definisi Denotatif ini lebih khusus serta lebih konkret berguna dalam corak pemberitaan
elementer, namun dalam hal yang berhubungan dengan ilmu secara uraian yang teknis definisi
ini kurang berguna.
2. Definisi Realis
Merupkan penjelasan hal yang di tandai oleh sesuatu istilah. Jadi bukan sekedar
menjelaskan istilah tapi menjelaskan isi yang di kandung oleh sesuatu istilah. Definisi realis
banyak di gunakan dalam bidang ilmu pengetahuan serta hal-hal yang bersifat teknis.[13]
Definisi Realis menjelaskan apakah sebenarnya barang/hal/istilah tertentu dengaan
menunjukkanhkikat realitas dari barang/hal/istilah itu.
Definisi Realis ada dua macam di antaranya :
3. Definisi Praktis
Merupakan penjelasan mengenai sesuatu hal di tinjaiu dari segi kegunaan atau tujuan.
Definisi juga dapat di nyatakan sebagai gabungan antara definisi nominalis dan definisi realis.
Namun tidak dapatdi masukkan dalam salah satu diantara keduanya. Definsi Praktis ini di bagi
menjadi tiga macam di antaranya sebagai berikut :
Definisi Operational
Merupakan penjelasan suatu term dengan cara menegaskan langkah-langkah pengujian
khusus yang di laksanakan atau dengan metode pengukuran serta menunjukkan bagaimana hasil
yang dapat di amati Definisi operationil, definisi yang menerangkan langkah-langkah kegiatan
yang terjadi pada definiendum. Misalnya membuat definisi dari “berenang dengan gaya kupu-
kupu”. Dalam hal ini supaya orang lain jelas maka kita menerangkan langkah demi langkah
tentang gerkan kaki dan tangan sesuai dengan berenang gaya kupu-kupu.[19]
Ada dua macam definisi operational di antaranya ialah :
Operational Kualitatif berdasarkan isi dan kekuatan yang di amati
Operational Kuantitatif berdasarkan banyak atau jumlah hal yang di amati.
Definisi Fungsional
Merupakan penjelasan suatu hal dengan cara menunjukkan kegunaannya atau tujuannya.
Definisi Persuasif
Merupakan penjelasan dengan cara merumuskan suatu pernyataan yang dapat mempengaruhi
orang lain.[20]
4. Fungsi Definisi
Pembahasan tentang kesimpulan yang merupakan tujuan pokok dalam logika, tidak akan
tercapai sebagaimana mestinya,apabila pengertian–pengertian yang membentuk kesimpulan itu
masih kabur atau samar-samar.
Oleh sebab itu setelah melakukan penguraian dan penggolongan, maka maju selangkah
lagi untuk menetapkan pengertian sesuatu. Penetapan sesuatu itulah yang di namakan definisi(
) تعرف. Sesuatu yang di beri definisi itu di sebut Definintum dan definisi itu sendiri di sebut
Definiens.[21]
DAFTAR PUSTAKA
Sommers.M.1986.Logika.Bandung: Alumni
Oesmanari.1997.Ilmu Logika. Jakarta: PT. Bina Ilmu
Hasan, Ali.1991..Ilmu Mantiq Logika.Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
Salam,Burhanuddin .1998.Logika Formal ( Filsafat Berfikir ).Jakarta: PT. Bina Aksara
Mundiri.1998.Logika.Jakarta:RajaGrafindo Persada
Abri,Ali.1994.Pengantar Logika Tradisional.Surabaya:Usaha Nasional
http://othersidemiku.wordpress.com/2013/01/24/logika-analisis-definisi/( di unduh : Rabu 17
September 2013 Pkl. 13.34 WIB
[1]Drs. Ali Abri.MA.Pengantar Logika Tradisional, ( Usaha Nasional: Surabaya, 1994) h.80
[2] M. Sommers, O.S.C.Logika.( Alumni:Bandung,1986 ) h.97
[3]Drs. Oesmanari.Ilmu Logika, ( PT. Bina Ilmu: Jakarta ,1977) h.29-30
[4]Drs. Mundiri,Logika,(RajaGrafindo Persada: jakarta,1998) h.33
[5] Drs. Oesmanari.Ilmu Logika, ( PT. Bina Ilmu: Jakarta ,1977) h.29-30
[6]http://othersidemiku.wordpress.com/2013/01/24/logika-analisis-definisi/( di unduh : Rabu 17 September 2013 Pkl.
13.34 WIB)
[14]ibid
[15]. Burhanuddin Salam,Logika Formal ( Filsafat Berfikir ),( PT. Bina Aksara:Jakarta,1988)
h.59
[16]http://othersidemiku.wordpress.com/2013/01/24/logika-analisis-definisi/( di unduh : Rabu 17 September 2013 Pkl.
13.34 WIB)
Poskan Komentar
1. Filsafat Spekulatif atau Filsafat Teorites, yang bersifat objektif dan bertujuan
pengetahuan demi pengetahuan itu sendiri. Kelompok ini terdiri atas fisika, metafisika,
biopsikologi, dan teologia.
2. Filsafat Praktika, yang memberi pedoman bagi tingkah laku manusia. Kelompok ini
terdiri atas etika dan politik.
3. Filsafat Produktif, yang membimbing manusia menjadi produktif lewat keterampilan
khusus. Kelompok ini terdiri atas kritik sastra, retorika, dan estetika.
Auguste Comte (1798-1857) membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kelompok sebagai
berikut :
Ilmu pengetahuan positif
1) Logika atau matematika murni
2) Ilmu pengetahuan Empiris, terdiri atas Astronomi, Fisika, Kimia, Fisiologi, Sosiologi Fisika,
dan lain-lain.
Filsafat
1) Metafisika
2) Filsafat Ilmu Pengetahuan, terdiri atas umum dan khusus
Pada masa kini adapula yang membagi ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok sebagai
berikut :
Ilmu Pengetahuan Absatrak (The Abstract Sciences), terdiri atas metafisika, logika, matematika
Ilmu Pengetahuan Alam (The Natural Sciences), terdiri atas fisika, kimia, biologi, geologi dan
lain-lain.
Ilmu Pengetahuan Humanis (The Human Sciences), terdiri atas psikologi, sosiologi, antropologi ,
filologi.
Apabila dilihat dari segi fungsi dan tujuannya :
1) Ilmu Teoritis, terdiri atas :
a. Deskriptif (ideografis), yaitu ilmu-ilmu sejarah, sosiografi, etnografi, dan sebagainya.
b. Nomotetis (eksplanatif), yaitu ilmu-ilmu kimia, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya.
2) Ilmu Terapan terdiri atas
a. Normatif, yaitu ilmu-ilmu logika, etika, hukum, dan sebagainyanya
b. Positif (pragmatis), yaitu Ilmu-ilmu teknik, pertanian, psikiatri, dan sebagainnya.
D. Sejarah Logika
Sesunggunya, sejak Thales (624-548 SM), filsuf Yunani pertama, akal budi untuk
memecahkan rahasia alam semesta, Thales mengatajan bahai air adalah άρχή– arkhe (prinsip
atau asas pertama) alam semesta, ia telah memperkenalkan logika induktif.
Penalaran induktif yang dilakukan Thales adalah sebagai berikut :
Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan
Air adalah jiwa hewan
Air adalah jiwa manusia
Air jugalah uap, dan
Air jugalah es.
Dengan demikian, sejak Thales, sang filsuf pertama, logika telah mulai dikembangkan.
Filsuf yang pertama kali menjadikan logika sebagai ilmu sehingga dapat disebut sebagai logica
scientia ialah Aristoteles. Namun Aristoteles belum menggunakan istilah logika menjadi nama
ilmu tersebut, namun disebut antara lain, analitika. Aristoteles mewariskan kepada murid-
muridnya enam buku, yang oleh murid-muridnya dinamai τόőργανον– to Organon, yang
berarti alat.
Keenam buku itu ialah :
1) Catagoriae, menguraikan pengertian-pengertian
2) De interpretatione, membahas keputusan-keputusan
3) Analytica priora, membahas pembuktian
4) Analytica posteriora, membahas pembuktian
5) Topica, berisi cara beragumentasi atau cara berdebat
6) De sophisticis elenchis, membicarakan kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Inti logika Aristoteles ialah silogisme. Yang merupakan penemuan murni Aristoteles dan
yang terbesar dalam logika. Theopharatus (370-288 SM) murid Aristoteles yang menjadi
pemimpin Lyceum.
Istilah logika pertama kali digunakan oleh Zeno dari Citium kaum Stoa yang
mengembangkan bentuk-bentuk argument disyungtif dan hipotetis. Sehingga lahir satu
ungkapan yang mengatakan “Tanpa Chrysippus, Stoa tidak akan pernah ada. Chrysippus
mengembangkan logika menjadi bentuk-bentuk penalaran sistematis.
Dua orang dokter medis, Galenus (130-200 SM) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 SM),
mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri. Porphyrius (232-305) membuat
suatu pengantar (eisogoge) pada Categoriae Aristoteles. Eisagoge diterjemahkan ke dalam
bahas Latin oleh Boethius (480-524)
Pada abad kelima belas, tampillah logika modern dengan tokoh-tokohnya antara lain
Petrus Hispanus (1210-1278), Roger Bacon (1214-1292), Raymundus Lullus (1232-1315) dan
William Ockham (1285-1349).
Kendatipun Logika Aritoteles tetap digunakan dan dikembangkan secara murni,
diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) dan Jhon Lock (1632-1704), Francis Bacon
(1561-1626) mengembangkan logika induktif. Gottfried Wilhelm Leibniz pelopor logika simbolik.
Kemudian Charles Sanders Peirce melengkapi logika simbolik kewat karya tulisannya.
Ia menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of sign) dan
melahirkan dalil yang disebut dalil Peirce (Peirce’s law). Logika simbolik mencapai puncaknya
lewat karya bersama Alfred North Whitehead, Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia
Mathematica, berjumlah tiga jilid ditulis pada tahun 1910-1913. Diteruskan oleh Ludwig
Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970, Kurt Godel (1906-1978) dan lain-lain.
E. Logika Tradisional dan Logika Modern
Logika Modern, yang juga dikenal dengan namalogika simbolik atau logika matematika.
Dalam abad 20 telah lahir corak-corak baru logika modern yang berbeda dengan prinsip-prinsip
logika tradisional, seperti logika modalitas (modal logic), logika bernilai banyak (many-valued
logic), system implikasi nonstandard (nonstandard system of implication) dan system
kuantifikasi nonstandard (non system of quantification).
Logika tradisional membahas dan mempersoalkan definisi, konsep, dan term menurut
struktur, susunan dan nuansanya, serta seluk beluk penalaran memperoleh kebenaran yang
lebih sesuai dengan realitas. Martin Heideger (1889-1976) berpendapat bahwa logika modern
mengabaikan cara berpikir yang sesungguhnya. Logika modern tetap tidak dapat menggeser
kedudukan logika tradisional.
F. Kegunaan Logika
Pertama, membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara
rasional, kritis, lurus, tepat, tertib, metodis, dan koheren ; kedua, meningkatkan kemampuan
berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif ; ketiga, menambah kecerdasan dan meningkatkan
kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri ; keempat, meningkatkan cinta akan kebenaran
dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.
KESIMPULAN
Ilmu pengetahuan tanpa logika tidak akan pernah mencapai kebenaran ilmiah.
Sebagaimana dikemukakan oleh Bapak Logika, Aristoteles, logika benar-benar merupakan alat
bagi seluruh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pula, barang siapa mempelajari logika,
sesungguhnya ia telah menggenggam master key untuk membuka semua pintu masuk ke
berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Terakhir semoga tulisan ini bisa bermanfaat buat kita semua,(maksud ane yang baca lo)
ya setidaknya kita sebagai manusia bisa menggunakan Fungsi Otak kita yaitu diantaranya
Logika buat kebaikan dalam memecahkan permasalahan di alam dunia ini karena tidak ada
manusia yang terlahir ke dunia ini tanpa membawa & mempunyai masalah, ujian karena
memang itu sudah menjadi sunnatullah buat manusia.
Label: Artikel, Makalah, SKRIPSI
{ 0 komentar... read them below or add one }
Post a Comment
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar ungkapan seperti : alasannya tidak
logis, argumentasinya logis, kabar itu tidak logis. Yang dimaksud dengan logis adalah
masuk akal dan tidak logis adalah sebaliknya.
Ilmu kita pelajari karena manfaat yang hendak kita ambil, lalu apakah manfaat yang
didapat dengan mempelajari logika? Bahwa keseluruhan informasi keilmuan
merupakan suatu sistem yang bersifat logis, karena itu science tidak mungkin
melepaskan kepentingannya terhadap logika.
Sebagai suatu ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk
membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah, logika lahir dari pemikir-
pemikir Yunani yaitu Aristoteles, Theoprostus dan Kaum Stoa. Dalam
perkembangannya, logika telah menarik minat dan dipelajari secara luas oleh para
filosof. Logika juga menarik minat filosof-filosof muslim sehingga menjadi pembahasan
yang menarik dalam masalah agama.
B. Rumusan Masalah
Logika adalah salah salah satu cabang filsafat yang mampu membantu manusia
dalam memecahkan masalahnya. Pembahasan filsafat amat luas dan kompleks
sehingga menimbulkan beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah pengertian logika dalam kehidupan sehari-hari?
2. Apa macam-macam dari logika?
3. Logika sebagai cabang filsafat
4. Logika sebagai esensi dari filsafat
PEMBAHASAN
A. Pengertian Logika Dalam Kehidupan Sehari-hari
Logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu Logos yang artinya hasil pertimbangan
akal pikiran yana diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Secara singkat, logika berarti ilmu, kecakapan atau alat untuk berpikir lurus. Sebagai
ilmu, logika disebut sebagai logika Epiteme (Latin: logika scientia) yaitu logika adalah
sepenuhnya suatu jenis pengetahuan rasional atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang
mempelajari kecakapan untuk berpikir lurus, tepat dan teratur
Ilmu disini mengacu pada kecakapan rasional untuk mengetahui dan kecakapan
mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan kedalam
tindakan.
Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Oleh
karena itu logika terkait erat dengan hal-hal seperti pengertian, putusan, penyimpulan,
silogisme.
Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir
(khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah
berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Penalaran adalah proses
pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan
kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui (Premis) yang nanti akan
diturunkan kesimpulan.
Logika juga merupakan suatu ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum
pemikiran dalam praktek, hal ini yang menyebabkan logika disebut dengan filsafat yang
praktis. Dalam proses pemikiran, terjadi pertimbamgan, menguraikan, membandingkan
dan menghubungkan pengertian yang satu dengan yang lain. Penyelidikan logika tidak
dilakukan dengan sembarang berpikir. Logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan
atau ketepatannya. Suatu pemikiran logika akan disebut lurus apabila pemikiran itu
sesuai dengan hukum-hukum serta aturan yang sudah ditetapkan dalam logika. Dari
semua hal yang telah dijelaskan tersebut dapat menunjukkan bahwa logika merupakan
suatu pedoman atau pegangan untuk berpikir.
1. Logika Alamiah
Logika Alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan
lurus sebelum mendapat pengaruh-pengaruh dari luar, yakni keinginan-keinginan dan
kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Yang mana logika alamiah manusia ini
ada sejak manusia dilahirkan. Dan dapat disimpulkan pula bahwa logika alamiah ini
sifatnya masih murni.
2. Logika Ilmiah
Lain halnya dengan logika alamiah, logika ilmiah ini menjadi ilmu khusus yang
merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Dengan adanya
pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti,
lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah ini juga dimaksudkan untuk menghindarkan
kesesatan atau setidaknya dapat dikurangi. Sasaran dari logika ilmiah ini adalah untuk
memperhalus dan mempertajam pikiran dan akal budi. logika alamiah ini terjadi melalui
percobaan-percobaan, sehingga percobaan itu melahirkan suatu ilmu dan pengetahuan
yang baru contohnya seseorang memikirkan kendaraan yang bisa berjalan di atas air
maka terciptalah kapal laut yang bisa menyebrang dan mengangkut muatan banyak
baik manusia, hewan dan lain-lain.
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa logika berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata logos berarti perkataan atau sabda. Secara umum logika
adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum hukum yang digunakan untuk
membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah. Logika ini dimulai dari
tahun 624 SM sampai 548 SM oleh Thales yang disebut sebagai Bapak Filsafat
kemudian dikembangkan kembali oleh Aristoteles dengan mengenalkan logika sebagai
ilmu. Logika terbagi menjadi dua macam yaitu : logika alamiah dan logika ilmiah. Dalam
perkembangannya logika juga disebut sebagai cabang filsafat. Logika sangat berguna
bagi kehidupan manusia untuk berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur demi
mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. 2004. "Filsafat Ilmu". Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Bakry, Hasbullah.1992. Sistematik Filsafat. Cet. IX; Jakarta: Penerbit Wijaya.
Gie, The Liang. 2007. Pengantar Filsafat Ilmu. Liberty, Yogyakarta.
Mustofa.A. 2007 Fislasar islam. Bandung : pustaka setia.
Mundiri, H. 2008. Logika. Raja Grafindo Persada, Jakarta..
Poespoprodjo, W. 1999 Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu. Cet. I;
Bandung: Pustaka Grafika.
http://mochammadirfan99.blogspot.com/2011/01/makalah-filsafat-ilmu-tentang-
logika_02.html?zx=bfd13ee4dc09c25d
Posted by Arek Gemblung at Wednesday, January 09, 2013
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
No comments:
Snow
MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Membahasa tentang ilmu logika, pasti di dalamnya akan ditemukan yang namanya
pemikiran, pernyataan atau penalaran. Dengan kata lain dalam ilmu logika akan dijumpai
masalah tentang hal tersebut. Pada dasarnya yang namanya pemikiran yang merupakan
kegiatan atau langkah kedua dalam pembahasan ilmu logika. Pembahasan tentang masalah
pemikiran ini biasanya disebut dengan yang dengan yang maksudnya adalah hal – hal yang
dipercaya atau yang diyakini kebenarannya itulah pemikiran yang menjadi awal sekaligus
akhir atau tujuan dari setiap pemikiran.
Dalam mengurangi seluk – beluk pemikiran ini yang menjadi bahasan, namun masih
banyak bahasan – bahasan yang lain di dalam belajar ilmu logika namun pada kali ini
difokuskan untuk membahas atau mengurangi hal pemikiran.
B.Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Pemikiran
Pemikiran dalam bahasa inggris disebut Inference yang berarti penyimpulan yang
berarti mengeluarkan suatu hasil berupa kesimpulan ada juga yang menyebut penuturan dan
penalaran. Apa yang dimaksud pembicaraan dalam bagian ini adalah : kegiatan akal manusia,
mencermati suatu pengetahuan yang telah ada, untuk mendapatkan / mengeluarkan
pengetahuan yang baru (lain)“.
a. Pemikiran langsung, adalah pemikiran yang hanya mempergunakan satu pangkal pikir
atau langsung disimpulkan. Asas pemikiran ini pada ilmu logika yang banyak dibicarakan
pada konversi, inversi dan kontraposisi dalam keputusan.
b. Pemikiran tidak langsung, adalah pemikiran yang mempergunakan lebih dari satu
pangkal pikir, jadi berarti pemikiran yang mempergunakan banyak keputusan atau
minimal lebih dari satu keputusan untuk menetapkan kesimpulan. Misalnya pemikiran
yang terjadi melalui jalan induksi, deduksi dan syllogisme.
1. Asas persamaan
Menurut asas ini, lebih dahulu harus diakui oleh semua orang bahwa setiap
sesuatu hanya mengandung arti kesamaan pada dirinya sendiri.
2. Asas Pertentangan
Menurut asas ini, tidak dapat disamakan antara pengertian yang satu dengan
pengertian yang lain yang menentangnya.
Menurut asas ini, maka jika terdapat dua pendapat yang bertentangan, seperti
contoh pada asas yang kedua, maka disamping keduanya tidak mungkin semua benar
juga tidak mungkin keduanya salah, maka tidak mungkin pula pada pendapat yang ketiga.
Kebenarannya hanya terdapat pada salah satu dari kedua pendapat tersebut.
4. Asas Mencukupkan
Menurut asas ini, tiap – tiap keputusan merupakan sebab bagi keputusan baru
(akibat) atau merupakan akibat dari keputusan yang lalu. Kepastian benar dari akibat,
sangat tergantung kepada benarnya sebab. Kalau keputusan yang menjadi sebab itu salah,
maka pastilah keputusan yang menjadi akibatnya itu salah.
Sehubungan dengan benar dan lurusnya suatu pemikiran, maka baiklah kita
kemukakan hukum – hukum pemikiran yang berlaku untuk semua pemikiran.
1. Jika primis – primis benar, tetapi kesimpulan salah, maka jalan pikirannya (bentunya)
tidak lurus.
2. Jika jalan pikirannya (bentuknya) memang lurus, tetapi kesimpulannya tidak benar, maka
primis – primisnya (materinya) salah, dari salahnya kesimpulan dapat dibuktikan
salahnya primis – primis.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pemikiran adalah sutu dari kesimpulan yang benar merupakan awal dari tindakan
akal berfikir, tindakan untuk mencapai keputusan dan menuju kepada penyimpulan atau
pemikiran.
Pemikiran harus dipakai untuk mendapatkan keputusan yang benar. Dalam pemikiran
harus menggunakan keputusan untuk mendapatkan kesimpulan.
B.Saran
Dari beberapa referensi saya dapat menemukan beberapa data mengenai hal yang
membahas dalam makalah ini sehingga tersusunlah makalah ini. Namun makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, maka dari ini pemasukan dan pembaca sangat saya butuhkan demi
sempunanya makalah saya selanjutnya.
PUSTAKA
1.Dahri, Sunardji, 2009, Ilmu Mantik, Langkah – Langkah Berfikir Logis, Surabaya : PT. Pwu
Jawa Timur ”Putri”
Logika Hukum
Posted on March 27, 2014
Logika Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, logika merupakan (1) pengetahuan tentang kaidah
berpikir, (2) jalan pikiran yang masuk akal. Menurut Munir Fuadi logika berfungsi sebagai suatu
metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari suatu penalaran, sedangkan penalaran
adalah suatu bentuk pemikiran. Kelsen memandang ilmu hukum adalah pengalaman logical
suatu bahan di dalamnya sendiri adalah logikal . Ilmu hukum adalah semata-mata hanya ilmu
logikal. Ilmu hukum adalah bersifat logikal sistematikal dan historikal dan juga sosiologikal .
Logika hukum (legal reasoning) mempunyai dua arti, yakni arti luas dan arti sempit. Dalam arti
luas, logika hukum berhubungan dengan aspek psikologis yang dialami hakim dalam membuat
suatu penalaran dan putusan hukum. Logika hukum dalam arti sempit, berhubungan dengan
kajian logika terhadap suatu putusan hukum, yakni dengan melakukan penelaahan terhadap
model argumentasi, ketepatan dan kesahihan alasan pendukung putusan.
Munir Fuady menjelaskan bahwa logika dari ilmu hukum yang disusun oleh hukum mencakup
beberapa prinsip diantaranya; pertama, prinsip eksklusi, adalah suatu teori yang memberikan pra
anggapan bahwa sejumlah putusan independen dari badan legislatif merupakan sumber bagi
setiap orang, karenanya mereka dapat mengidentifikasi sistem. Kedua, prinsip subsumption,
adalah prinsip di mana berdasarkan prisip tersebut ilmu hukum membuat suatu hubungan
hierarkhis antara aturan hukum yang bersumber dari legislatif superior dengan yang inferior.
Ketiga, prinsip derogasi, adalah prinsip-prinsip yang merupakan dasar penolakan dari teori
terhadap aturan-aturan yang bertentangan dengan aturan yang lain dengan sumber yang lebih
superior. Keempat, prinsip kontradiksi, adalah adalah prinsip-prinsip yang merupakan dasar
berpijak bagi teori hukum untuk menolak kemungkinan adanya kontradiksi di antara peraturan
yang ada.
Dapat dikatakan bahwa pengertian dari logika hukum (legal reasoning) adalah penalaran tentang
hukum yaitu pencarian “reason” tentang hukum atau pencarian dasar tentang bagaimana seorang
hakim memutuskan perkara/ kasus hukum, seorang pengacara mengargumentasikan hukum dan
bagaimana seorang ahli hukum menalar hukum.
Logika hukum dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk mencari dasar hukum yang terdapat di
dalam suatu peristiwa hukum, baik yang merupakan perbuatan hukum (perjanjian, transaksi
perdagangan, dll) ataupun yang merupakan kasus pelanggaran hukum (pidana, perdata, ataupun
administratif) dan memasukkannya ke dalam peraturan hukum yang ada.
Logika hukum berfungsi sebagai suatu metode untuk meneliti kebenaran atau ketepatan dari
suatu penalaran, sedangkan penalaran adalah suatu bentuk dari pemikiran. Penalan tersebut
bergerak dari suatu proses yang dimulai dari penciptaan konsep (conceptus), diikuti oleh
pembuatan pernyataan (propositio),kemudian diikuti oleh penalaran (ratio cinium, reasoning)
Bagi para hakim logika hukum ini berguna dalam mengambil pertimbangan untuk memutuskan
suatu kasus. Sedangkan bagi para praktisi hukum logika hukum ini berguna untuk mencari dasar
bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan tujuan untuk menghindari terjadinya
pelanggaran hukum di kemudian hari dan untuk menjadi bahan argumentasi apabila terjadi
sengketa mengenai peristiwa ataupun perbuatan hukum tersebut. Bagi para penyusun undang-
undang dan peraturan, logika hukum ini berguna untuk mencari dasar mengapa suatu undang-
undang disusun dan mengapa suatu peraturan perlu dikeluarkan. Sedangkan bagi pelaksanan,
logika hukum ini berguna untuk mencari pengertian yang mendalam tentang suatu undang-
undang atau peraturan agar tidak hanya menjalankan tanpa mengerti maksud dan tujuannya.
Sumber Hukum
1. Makna Sumber Hukum
Sumber hokum merupakan segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dsb yang
dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu.
(www.KamusBahasaIndonesia.org).
C.S.T. Kansil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum ialah, segala apa saja
yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Yang
dimaksudkan dengan segala apa saja, adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya
hukum. Sedang faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal
artinya ialah, dari mana hukum itu dapat ditemukan , dari mana asal mulanya hukum, di mana
hukum dapat dicari atau di mana hakim dapat menemukan hukum sebagai dasar dari putusannya.
Sumber hukum menurut Achmad Sanoesi, sebagaimana dikutip oleh Ishaq (2008:92), membagi
sumber hukum menjadi dua kelompok, yakni:
1. Sumber hukum normal, dibagi lagi menjadi dua, diantaranya:
a. Sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan undang-undang, yakni:
1) Undang-Undang
2) Perjanjian antar negara
3) Kebiasaan
b. Sumber hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan undang-undang, diantaranya:
1) Perjanjian
2) Doktrin
3) Yurisprudensi
2. Sumber hukum abnormal, yakni:
a. Proklamasi
b. Revolusi
c. Kudeta
Doktrin Hukum
Pengertian doktrin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah ajaran tentang asas suatu
aliran politik, keagamaan, pendirian segolongan ilmu pengetahuan, ketatanegaraan, secara
bersistem khususnya pada penyelenggaraan kebijakan negara. Pengertian doktrin adalah ajaran
kaum sarjana hukum, khusus dipakai sebagai kebalikan dari peradilan (rechtspraak), dan
yurisprudensi (jurisprudentie), ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan oleh peradilan .
Doktrin juga dapat disebut sebagai dogma. Dogmatische rechtswetenschap, adalah ilmu
pengetahuan hukum dogmatis, yaitu bagian dari ilmu hukum yang bertujuan untuk menyelidiki
hubungan antara aturan hukum yang satu dengan yang lain, mengaturnya dalam satu sistem dan
mengumpulkan dari aturan baru dan pemecahan persoalan tertentu . Doktrin hukum, dapat
disebut sebagai pemikiran para sarjana hukum tentang hukum itu sendiri.
Otje Salman dan Anthon F. Susanto, menyebut pengertian doktrin dari dua pendapat para ahli
sebagai berikut:
a. Jan Gissels dan van Hoecke menyebut doktrin hukum sebagai dogmatik hukum. Dogmatik
hukum dalam arti sempit, bertujuan untuk memaparkan dan memsistematisasi serta dalam arti
tertentu menjelaskan (verklaren) hukum positif yang berlaku. Ajaran hukum tidak dapat
membatasi pada suatu pemaparan dan sistematisasi, melainkan secara sadar mangambil sikap
berkenaan dengan butir-butir yang diperdebatkan. Ajaran hukum tidak hanya bersifat deskriptif,
tetapi juga preskriptif (bersifat normatif) (Otje Salman dan Anton F. Susanto,2007:56).
b. J.J.H. Bruggink, menyebut dogmatika hukum adalah ilmu hikum (dalam arti sempit)
merupakan bagian utama dari pengajaran pada fakultas hukum. Objek dogmatika hukum adalah
hukum positif, yaitu sistem konseptual aturan hukum dari putusan hukum, yang bangian intinya
ditetapkan (dipositifkan) oleh pengambil kebijakan dalam suatu masyarakat tertentu. Perumusan
aturan hukum disebut pembentukan hukum, sedangkan pengambilan keputusan hukum adalah
penemuan hukum. Seorang dogmatis hukum akan sering menempatkan diri seolah-olah ia tengah
melakukan kegiatan pembentukan hukumatau penemuan hukum (Otje Salman dan Anton F.
Susanto,2007:62).
Ishaq, mengutip pendapat R. Soeroso, mengatakan bahwa doktrin adalah pendapat para sarjana
hukum yang terkemuka, yang besar pengaruhnya, terhadap hakim dalam mengambil keputusan.
Doktrin dapat menjadi hukum formal bila telah menjelma menjadi putusan hakim .
Share this:
Twitter1
Facebook
Home
Info
technurlogy@world
Just another WordPress.com weblog
Stay updated via RSS
PENDAHULUAN
Ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya telah jauh
lebih berkembang dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain dan dilaksanakan secara
konsekuen dan penuh disiplin. Dari pengertian inilah sebenarnya berkembang pengertian ilmu
sebagai disiplin yakni pengetahuan yang mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan
mainnya dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhannya. (Jujun S. Suriasumantri, 2007:33-
34)
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik
mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-
ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang
bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat
ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang yang
ditelaah, dan tidak mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom, karena keduanya
mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami prilaku manusia, alasan dan cara
mereka melakukan sesuatu,dan juga memahami bagaimana makhluk tersebut berfikir dan
berperasaan (Gleitman, 1986). Psikologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari perilaku dan proses mental. (Hillgard, 1953:15)
Dalam makalah ini, kami mencoba mengkaji bagaimana hubungan antara filsafat ilmu dan
psikologi. Karena psikologi sendiri terlahir dari filsafat yang merupakan mother of science.
“Aku akan tunjukkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan-Ku dari yang terbentang di horison
ini dan dari jiwa mereka sendiri, sehingga tahulah mereka akan kebenaran itu”. (Q.S
Fushshilat, 41 : 53)
PEMBAHASAN
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah
kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi
ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian
dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu.
1) Ontologis
Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana
hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan
mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
2) Epistemologis
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana
prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang
benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang
dapat membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
3) Aksiologis
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/ profesional? (Jujun S.
Suriasumantri, 2007:34)
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu
kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan
landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan
membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa
filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu sebagai confirmatory theories yaitu berupaya
mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni
berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi,
(2) meta fisik, dan (3) metodologi disiplin ilmu.
Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-ends) menjadi means. Teknologi
bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai
kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik
dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil
memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah
human/ manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak
merusak lingkungan.
2.2 Psikologi
A. Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari bahasa Yunani “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya
ilmu pengetahuan. Jadi, secara etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang
jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya.
Dengan singkat disebut dengan ilmu jiwa.
Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan jiwa.
Nyawa adalah daya jasmaniyah yang keberadaannya tergantung pada hidup jasmaniyah dan
menimbulkan perbuatan badaniyah organik behavior, yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh
proses belajar. Misalnya: Insting, refleks, nafsu, dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka mati
pulalah nyawanya.
Sedang jiwa adalah daya hidup rohaniyah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan
pengatur bagi sekalian perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan
manusia. Perbuatan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang dimungkinkan oleh
keadaan jasmani, rohaniyah, sosial, dan lingkungan. Proses belajar ialah proses untuk
meningkatkan kepribadian ( personality ) dengan jalan berusaha mendapatkan pengertian baru,
nilai-nilai baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat berbuat yang lebih sukses dalam
menghadapi kontradiksi- kontradiksi dalam hidup (Abu Ahmadi, 2009:1). Adapun definisi
menurut para ahli itu antara lain sebagai berikut:
Plato dan Aristoteles : Psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.
Wilhelm Wundt : Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-
pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti perasaan panca indra, pikiran,
merasa (feeling) dan kehendak.
Psikologi yang sekarang ini yang berobjekkan manusia dibedakan menjadi dua yaitu psikologi
umum dan psikologi khusus. Psikologi umun adalah psikologi yang mempelajari atau
menyelidiki kegiatan-kegiatan atau aktivitas psikis manusia pada umumnya yang dewasa, yang
normal dan yang beradab (berkultur). Psikologi umum mencari dalil yang bersifat umum dari
pada kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas psikis. Psikologi umum memandang manusia
seakan-akan terlepas dari manusia yang lain.
Psikologi khusus adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhusususan
dari aktivitas psikis manusia. Hal-hal khusus yang menyimpang dari hal- hal yang umum
dibicarakan dalam psikologi khusus. Macam-macam psikologi khusus, antara lain:
1) Psikologi perkembangan
2) Psikologi sosial
3) Psikologi pendidikan
5) Psikopatologi
6) Psikologi kriminal
7) Psikologi perusahaan
Filsafat sebagai ilmu pengetahuan pada umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan
diri dalam dunia. Akan tetapi, ilmu-ilmu tersebut secara hakiki terbatas sifatnya. Untuk
menghasilkan pengetahuan yang setepat mungkin, semua ilmu membatasi diri pada tujuan atau
bidang tertentu. Dengan demikian ilmu-ilmu khusus tidak menggarap pertanyaan-pertanyaan
yang menyangkut manusia sebagai keseluruhan, sebagai suatu kesatuan yang dinamis. Dalam hal
ini, peranan filsafat terhadap semua disiplin ilmu termasuk psikologi, hanya sebagai penggagas
dan peletak dasar, dan selanjutnya ilmu-ilmu itulah yang berkembang sesuai dengan objek
kajianya masing-masing.
K. Bertens memberikan lima hal yang menyangkut peranan dari filsafat bagi perkembangan
ilmu-ilmu yang lain :
1) Filsafat dapat menyumbang untuk memperlancar integrasi antara ilmu-ilmu yang sangat
dibutuhkan, yang disinyalir kecondongan ilmu pengetahuan untuk berkembang ke arah
spesialisasi yang akhirnya menimbulkan kebuntuan. Tetapi pada filsafat tidak ada spesialisasi
khusus, filsafat bertugas untuk memperhatikan keseluruhan dan tidak berhenti pada detail-
detailnya.
2) Filsafat dapat membantu dalam membedakan antara ilmu pengetahuan dan scientisme.
Dengan scientisme dimaksudkan pendirian yang tidak mengakui kebenaran lain daripada
kebenaran yang disingkapkan oleh ilmu pengetahuan dan tidak menerima cara pengenalan lain
daripada cara pengenalan yang dijalankan oleh ilmu pengetahuan, dengan demikian ilmu
pengetahuan melewati batas-batasnya dan menjadi suatu filsafat.
3) Tidak dapat disangkal bahwa hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan lebih erat
dalam bidang pengetahuan manusia daripada bidang ilmu pengetahuan alam.
4) Salah satu cabang filsafat yang tumbuh subur sekarang ini adalah apa yang disebut
“foundational research“ suatu penelitian kritis tentang metode-metode, pengandaian-
pengandaian dan hasil ilmu pengetahuan positif.
5) Peranan filsafat dalam kerja sama interdisipliner pasti tidak dapat dibayangkan sebagai
semacam “pengetahuan absolut“.
Manusia sebagai makhluk hidup juga merupakan objek dari filsafat yang antara lain
membicarakan soal hakikat kodrat manusia, tujuan hidup manusia, dan sebagainya. Sekalipun
psikologi pada akhirnya memisahkan diri dari filsafat, karena metode yang ditempuh sebagai
salah satu sebabnya, tetapi psikologi masih tetap mempunyai hubungan dengan filsafat. Bahkan
sebetulnya dapat dikemukakan bahwa ilmu-ilmu yang telah memisahkan diri dari filsafat itupun
tetap masih ada hubungan dengan filsafat terutama mengenai hal-hal yang menyangkut sifat
hakikat dan tujuan dari ilmu pengetahuan.
Seperti telah dikemukakan diatas, psikologi mempunyai hubungan antara lain dengan biologi,
sosiologi, filsafat, ilmu pengetahuan, tetapi ini tidak berarti bahwa psikologi tidak mempunyai
hubungan dengan ilmu-ilmu lain diluar ilmu-ilmu tersebut. Justru karena psikologi memilki
mempelajari manusia sebagai makhluk bersegi banyak, makhluk yang bersifat kompleks maka
psikologi harus bekerjasama dengan ilmu-ilmu lain. Tetapi sebaliknya setiap cabang ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan manusia akan kurang sempurna bila tidak mengambil
pelajaran dari psikologi. Dengan demikian, akan terdapat hubungan yang timbal balik.
Setelah psikologi berpisah dengan filsafat dan berdiri sendiri sebagai sebuah cabang ilmu yang
baru; nampaknya psikologi, melalui berbagai penelitiannya berusaha memberikan gambaran
bahwa psikologi mengikuti aturan-aturan penelitian yang berlaku dengan menggunakan cara
yang sistematik dan metodologis sehingga hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan
secara empirik.
Kebutuhan keilmiahan psikologi tersebut nampaknya baru terpecahkan ketika Wilhelm Wundt
(1832-1920) dan kawan-kawannya memulai menerapkan metode yang baru dalam bidang
psikologi eksperimen. Dalam laboratorium eksperimen pertama yang didirikannya pada tahun
1879 di Universitas Leipzig (Jerman), Wundt kemudian mulai melakukan serangkaian
eksperimen untuk menguji fenomena-fenomena yang dulunya merupakan bagian dari filsafat.
Namun demikian, meskipun pengaruh filsafat bagi perkembangan ilmu psikologi masih dapat
dirasakan dalam setiap penelitian yang dihasilkan, hal ini tentunya tidak terlepas dari bidang
garapan yang lebih banyak mempunyai kesamaan dengan filsafat itu sendiri. Dengan diakuinya
psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha menempatkan metode penelitian yang
sistematis dan ilmiah, psikologi menunjukkan jati dirinya sebagai salah satu cabang ilmu yang
mampu menempatkan metode-metode ilmiah sebagai bagian dari penelitiannya.
Filsafat ilmu, sebagai salah satu cabang filsafat, memberikan sumbangan besar bagi
perkembangan ilmu psikologi. Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang hendak merefleksikan
konsep-konsep yang diandaikan begitu saja oleh para ilmuwan, seperti konsep metode,
obyektivitas, penarikan kesimpulan, dan konsep standar kebenaran suatu pernyataan ilmiah. Hal
ini penting, supaya ilmuwan dapat semakin kritis terhadap pola kegiatan ilmiahnya sendiri, dan
mengembangkannya sesuai kebutuhan masyarakat. Psikolog sebagai seorang ilmuwan tentunya
juga memerlukan kemampuan berpikir yang ditawarkan oleh filsafat ilmu ini. Tujuannya adalah,
supaya para psikolog tetap sadar bahwa ilmu pada dasarnya tidak pernah bisa mencapai
kepastian mutlak, melainkan hanya pada level probabilitas. Dengan begitu, para psikolog bisa
menjadi ilmuwan yang rendah hati, yang sadar betul akan batas-batas ilmunya, dan terhindar dari
sikap saintisme, yakni sikap memuja ilmu pengetahuan sebagai satu-satunya sumber kebenaran.
Sebagai cabang ilmu, psikologi termasuk dalam ilmu-ilmu kemanusiaan, khususnya ilmu-ilmu
sosial. Ciri ilmu-ilmu kemanusiaan adalah memandang manusia secara keseluruhan sebagai
objek dan subjek ilmu. Ciri lainnya terletak pada titik pandang dan kriterium kebenaran yang
berbeda dari ilmu-ilmu alam. Ciri lain lagi muncul sebagai akibat ciri tersebut yaitu bahwa antara
subjek dan objek ilmu -ilmu kemanusiaan terdapat proses saling mempengaruhi. Psikologi
sebagai bagian dari ilmu kemanusiaan juga memiki ciri-ciri tersebut . Berhadapan dengan ilmu-
ilmu itu salah satu tugas pokok filsafat ilmu adalah menilai hasil ilmu-ilmu pemngetahuan dilihat
dari sudut pandang pengetahuan manusia seutuhnya. Ada dua bidang sehubungan dengan
masalah pengetahuan yang benar, yaitu (1) ikut menilai apa yang dianggap tepat atau benar
dalam ilmu-ilmu; (2) memberi penilaian terhadap sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan
manusia guna mencapai pengetahuan yang benar.
Dengan demikian, filsafat ilmu dapat berperan dalam menilai secara kritis apa yang dianggap
sebagai pengetahuan yang benar dalam ilmu psikologi. Sebagaimana telah diungkapkan, ilmu-
ilmu mempunyai sumbangan yang sangat besar bagi manusia. Sumbangan-sumbangan itu
mendukung peradaban manusia, karena itu patut dihargai. Namun demikian kadang terdapat
kelemahan yang perlu dicermati, yakni apabila para pelaku ilmu berpendapat bahwa di luar ilmu-
ilmu mereka tidak terdapat pengetahuan yang benar. Kelemahan lainnya adanya anggapan
tentang kebenaran dikemukakan secara eksplisit dengan mengabaikan bidang filsafat yang
dengan demikian sebenarnya sudah dimasuki oleh para pelaku ilmu yang bersangkutan.
Filsafat merupakan hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnya. Dalam penyelidikannya filsafat berangkat dari apa yang dialami manusia.
Ilmu psikologi menolong filsafat dalam penelitiannya. Kesimpulan filsafat tentang kemanusiaan
akan ‘pincang’ dan jauh dari kebenaran jika tidak mempertimbangkan hasil psikologi.
Filsafat bisa menegaskan akar historis ilmu psikologi. Seperti kita tahu, psikologi, dan semua
ilmu lainnya, merupakan pecahan dari filsafat. Di dalam filsafat, kita juga bisa menemukan
refleksi-refleksi yang cukup mendalam tentang konsep jiwa dan perilaku manusia. Refleksi-
refleksi semacam itu dapat ditemukan baik di dalam teks-teks kuno filsafat, maupun teks-teks
filsafat modern. Dengan mempelajari ini, para psikolog akan semakin memahami akar historis
dari ilmu mereka, serta pergulatan-pergulatan macam apa yang terjadi di dalamnya. Saya pernah
menawarkan kuliah membaca teks-teks kuno Aristoteles dan Thomas Aquinas tentang konsep
jiwa dan manusia. Menurut saya, teks-teks kuno tersebut menawarkan sudut pandang dan
pemikiran baru yang berguna bagi perkembangan ilmu psikologi.
Filsafat juga memiliki cabang yang kiranya cukup penting bagi perkembangan ilmu psikologi,
yakni etika. Yang dimaksud etika disini adalah ilmu tentang moral. Sementara, moral sendiri
berarti segala sesuatu yang terkait dengan baik dan buruk. Di dalam praktek ilmiah, para
ilmuwan membutuhkan etika sebagai panduan, sehingga penelitiannya tidak melanggar nilai-
nilai moral dasar, seperti kebebasan dan hak-hak asasi manusia. Sebagai praktisi, seorang
psikolog membutuhkan panduan etis di dalam kerja-kerja mereka. Panduan etis ini biasanya
diterjemahkan dalam bentuk kode etik profesi psikologi. Etika, atau yang banyak dikenal sebagai
filsafat moral, hendak memberikan konsep berpikir yang jelas dan sistematis bagi kode etik
tersebut, sehingga bisa diterima secara masuk akal. Perkembangan ilmu, termasuk psikologi,
haruslah bergerak sejalan dengan perkembangan kesadaran etis para ilmuwan dan praktisi. Jika
tidak, ilmu akan menjadi penjajah manusia. Sesuatu yang tentunya tidak kita inginkan.
Salah satu cabang filsafat yang kiranya sangat mempengaruhi psikologi adalah eksistensialisme.
Tokoh-tokohnya adalah Soren Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, Viktor Frankl, Jean-Paul Sartre,
dan Rollo May. Eksistensialisme sendiri adalah cabang filsafat yang merefleksikan manusia yang
selalu bereksistensi di dalam hidupnya. Jadi, manusia dipandang sebagai individu yang terus
menjadi, yang berproses mencari makna dan tujuan di dalam hidupnya. Eksistensialisme
merefleksikan problem-problem manusia sebagai individu, seperti tentang makna, kecemasan,
otentisitas, dan tujuan hidup. Dalam konteks psikologi, eksistensialisme mengental menjadi
pendekatan psikologi eksistensial, atau yang banyak dikenal sebagai terapi eksistensial.
Berbeda dengan behaviorisme, terapi eksistensial memandang manusia sebagai subyek yang
memiliki kesadaran dan kebebasan. Jadi, terapinya pun disusun dengan berdasarkan pada
pengandaian itu. Saya pernah memberikan kuliah psikologi eksistensial, dan menurut saya,
temanya sangat relevan, supaya ilmu psikologi menjadi lebih manusiawi. Ini adalah pendekatan
alternatif bagi psikologi klinis.
Filsafat juga bisa mengangkat asumsi-asumsi yang terdapat di dalam ilmu psikologi. Selain
mengangkat asumsi, filsafat juga bisa berperan sebagai fungsi kritik terhadap asumsi tersebut.
Kritik disini bukan diartikan sebagai suatu kritik menghancurkan, tetapi sebagai kritik
konstruktif, supaya ilmu psikologi bisa berkembang ke arah yang lebih manusiawi, dan semakin
mampu memahami realitas kehidupan manusia. Asumsi itu biasanya dibagi menjadi tiga, yakni
asumsi antropologis, asumsi metafisis, dan asumsi epistemologis. Filsafat dapat menjadi pisau
analisis yang mampu mengangkat sekaligus menjernihkan ketiga asumsi tersebut secara
sistematis dan rasional. Fungsi kritik terhadap asumsi ini penting, supaya ilmu psikologi bisa
tetap kritis terhadap dirinya sendiri, dan semakin berkembang ke arah yang lebih manusiawi.
Dalam konteks perkembangan psikologi sosial, filsafat juga bisa memberikan wacana maupun
sudut pandang baru dalam bentuk refleksi teori-teori sosial kontemporer. Di dalam filsafat
sosial, yang merupakan salah satu cabang filsafat, para filsuf diperkaya dengan berbagai cara
memandang fenomena sosial-politik, seperti kekuasaan, massa, masyarakat, negara, legitimasi,
hukum, ekonomi, maupun budaya. Dengan teori-teori yang membahas semua itu, filsafat sosial
bisa memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan psikologi sosial, sekaligus sebagai
bentuk dialog antar ilmu yang komprehensif.
Terakhir, filsafat bisa menawarkan cara berpikir yang radikal, sistematis, dan rasional
terhadap ilmu psikologi, bagi para psikolog, baik praktisi maupun akademisi, sehingga ilmu
psikologi bisa menjelajah ke lahan-lahan yang tadinya belum tersentuh.Dengan ilmu
logika, yang merupakan salah satu cabang filsafat, para psikolog dibekali kerangka berpikir yang
kiranya sangat berguna di dalam kerja-kerja mereka. Seluruh ilmu pengetahuan dibangun di atas
dasar logika, dan begitu pula psikologi. Metode pendekatan serta penarikan kesimpulan
seluruhnya didasarkan pada prinsip-prinsip logika. Dengan mempelajari logika secara sistematis,
para psikolog bisa mulai mengembangkan ilmu psikologi secara sistematis, logis, dan rasional.
Dalam hal ini, logika klasik dan logika kontemporer dapat menjadi sumbangan cara berpikir
yang besar bagi ilmu psikologi.
Teori psikologi tradisional masih percaya, bahwa manusia bisa diperlakukan sebagai individu
mutlak. Teori psikologi tradisional juga masih percaya, bahwa manusia bisa diperlakukan
sebagai obyek. Dengan cara berpikir yang terdapat di dalam displin filsafat, ‘kepercayaan-
kepercayaan’ teori psikologi tradisional tersebut bisa ditelaah kembali, sekaligus dicarikan
kemungkinan-kemungkinan pendekatan baru yang lebih tepat. Salah satu contohnya adalah,
bagaimana paradigma positivisme di dalam psikologi kini sudah mulai digugat, dan dicarikan
alternatifnya yang lebih memadai, seperti teori aktivitas yang berbasis pada pemikiran Marxis,
psikologi budaya yang menempatkan manusia di dalam konteks, dan teori-teori lainnya.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat
ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dan psikologi
adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Hubungan antara filsafat ilmu dengan
psikologi, diantaranya :
filsafat ilmu dapat berperan dalam menilai secara kritis apa yang dianggap sebagai
pengetahuan yang benar dalam ilmu psikologi;
filsafat itu mempertanyakan jawaban, sedangkan psikologi menjawab pertanyaan
(masalah). Jadi dengan berfilsafat, psikolog mendapatkan solusi dari permasalahan
kliennya;
ilmu psikologi menolong filsafat dalam penelitiannya;
filsafat bisa menegaskan akar historis ilmu psikologi;
dalam metode, filsafat bisa menyumbangkan metode fenomenologi sebagai alternatif
pendekatan di dalam ilmu psikologi;
filsafat juga bisa mengangkat asumsi-asumsi yang terdapat di dalam ilmu psikologi.
Selain mengangkat asumsi, filsafat juga bisa berperan sebagai fungsi kritik terhadap
asumsi tersebut;
dalam konteks perkembangan psikologi sosial, filsafat juga bisa memberikan wacana
maupun sudut pandang baru dalam bentuk refleksi teori-teori sosial kontemporer;
filsafat bisa memberikan kerangka berpikir yang radikal, sistematis, logis, dan rasional
bagi para psikolog, baik praktisi maupun akademisi, sehingga ilmu psikologi bisa
menjelajah ke lahan-lahan yang tadinya belum tersentuh.
DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri, Jujun S.. (2007). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Hillgard & Atkinson. (2007). Pengantar Psikologi. Edisi ke-11. Jakarta: Interaksara.
Wattimena, Reza A.A.. (2005). Peranan Filsafat bagi Perkembangan Ilmu Psikologi [Paper].
Tersedia :http://www.rezaantonius.wordpress.com. [9 November 2009]
Related
Comments
1. ramadhanace says:
Reply
:) i like it
Reply
Leave a Reply
Powered by WordPress.com
Hiasan
Calender
Loading...
Powered by Moon Calendar
Jiraya
Animasi Naruto
Twitter
My Account
Love
Collage
Pengikut
Arsip Blog
▼ 2013 (9)
o ▼ September (2)
Makalah Logika
o ► Juni (1)
o ► Mei (6)
► 2012 (1)
► 2011 (1)
Clock
zombi
Laman
Beranda
Bertabur
Power Saving
WELCOME TO ALI
Real web