berdasarkan atas ketentuan agama tertentu. Agama sendiri merupakan prinsip atau
sebuah kepercayaan kepada Tuhan. Jika seseorang tidak memiliki iman atau
kepercayaan yang kuat maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut telah melanggar
norma atau hukum agama
Banyak pakar berpendapat bahwa Hukum Adat banyak dipengaruhi oleh hukum agama.
Dalam seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta, dinyatakan
bahwa terwujudnya hukum adat, dipengaruhi oleh agama. Terdapat banyak teori yang
menunjukkan adanya hubungan antara pengaruh agama (hukum Islam) dengan Hukum
Adat, sebagai berikut:
Bahwa Hukum Adat suatu golongan masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat
hukum agama yang dianut oleh golongan masyarakat tersebut. Oleh Soerojo
Wignyodipoero menjelaskan teori tersebut dengan mengatakan bahwa kalau dalam
suatu masyarakat memeluk agama tertentu, maka hukum adat hubungan masyarakat
yang bersangkutan adalah hukum agama yang dipeluknya.
Teori Receptie
Teori ini pertama kali diajukan oleh Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven sebagai
sanggahan terhadap teori receptio in complexu. Teori Receptie menyatakan bahwa
hukum yang hidup dan berlaku bagi rakyat Indonesia, terlepas dari hubungan agama
yang dianutnya adalah Hukum Adat (Otje Salman, 2011:78).
Hukum agama (agama Islam) meresepsi ke dalam dan berlaku sepanjang dikehendaki
oleh hukum adat. Menurut teori receptie hukum agama (Islam) dan hukum adat adalah
dua entitas yang berbeda bahkan kadang-kadang saling berhadapan (beroposisi).
Kadang-kadang di antara hukum adat dan hukum agama (Islam) terjadi konflik, kecuali
hukum agama (Islam) yang telah meresepsi ke dalam hukum adat. Hukum agama
(Islam) yang telah meresepsi ke dalam hukum adat di wilayah-wilayah tertentu di
Indonesia adalah hubungan bidang hukum perkawinan adat dan hukum waris.
Ter Haar membantah pendapat Snouck Hurgronje, dengan mengatakan bahwa Hukum
Waris tidak dipengaruhi hukum agama (Islam), melainkan adat asli, dan misalnya di
Minangkabau hukum warisnya adalah hukum adat asli, yaitu norma-norma agama yang
cocok dengan susunan dan struktur hubungan masyarakat Minangkabau.
Artinya, Hukum Adat baru berlaku jika tidak bertentangan dengan hubungan Hukum
Agama yang dianut oleh agama masyarakat tersebut (Hazairin, Tujuh Serangkai
Tentang Hukum
Dalam hubungan hukum adat dengan agama ada teori yang di kemukakan oleh Van
Den Berg, teori reception in complexu merupakan teori penerimaan secara penuh.
Artinya hukum adat menerima pengaruh ajaran agama secara penuh. Hukum adat
suatu golongan masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat dari hukum agama
yang di anut oleh golongan masyarakat itu. Dalam artian teori tersebut oleh bangsa
hindu dari hukum hindu, oleh bangsa islam dari hukum islam, oleh kaum Kristen dari
hukum Kristen. Yang pada intinya selama bukan sebaliknya dapat dibuktikan, menurut
ajaran ini hukum pribumi ikut hukum agamanya, karena jika tidak memeluk suatu
agama, harus juga mengikuti hukum-hukum agama itu dengan setia.
Surojo wignjodipuro berpendapat tentang teori tersebut. Menurutnya, tegasnya
teori tersebut, kalau suatu masyarakat itu memeluk suatu agama tertentu, maka hukum
adat masyarakat yang bersangkutan adalah hukum agama yang dipeluknya itu. Kalau
ada yang menyimpang dari pada hukum agama yang bersangkutan, maka hal itu
dianggapnya sebagai pengecualian dari pada hukum agama yang telah diterima secara
keseluruhan.
Contohnya ada istilah adat yang dikenal “Gama”. Gama merupakan adat
masyarakat bali yang berisikan nilai-nilai atau asas-asas yang peraturannya sulit
mengalami perubahan dalam kata lain gama penuh dengan materi-materi agama.
Teori yang dikemukakan oleh van den berg mendapat kritikan dari beberapa orang
anatara lain, C snouck Hurgonje, Van Ossenbruggen, I.A Nederburgh,C. Van vollen
hoven, clive day (ter haar).
Menurut Snouck Hurgronge, tidak semua bagian hukum agama diterima dan diresepsi
dalam hukum adat. Hanya beberapa bagian tertentu saja dari hukum adat dipengaruhi
oleh hukum agama yang dianut masyarakat yang bersangkutan, terutama bagian dari
hidup manusia yang sifatnya mesra, yang hubungannya erat dengan kepercayaan dan
hidup batin. Bagian-bagian itu adalah hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum
waris.
Di minangkabau , hukum warisnya sama sekali tidak dipengaruhi oleh agama
melainkan mutalk dari hukum adat sekitar. Di bali sendiri hukum adat dengan agama
merupakan satu hal yang serupa tapi tidak sama. Seperti dalam pembangunan
parahyangan, jika di tabanan selalu dipinggir jalan, sedangkan didenpasar selalu
menghadap timur. Hal ini mengandung artian bahwa dalam hal yang berhubungan
dengan agama di bali dikembalikan kembali pada adat daerah masing-masing.