Disusun oleh :
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT atas nikmat dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan salah satu tugas kampus yaitu menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul
“Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan”
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan pengetahuan
kepada kita semua tentang ilmu hokum sebagai ilmu kenyataan.
Selesainya karya tulis ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih atas segala sumbangsinya yang sudah diberikan kepada kami baik yang
berupa moral maupun material sehingga tugas ini dapat selesai pada waktunya, semoga Allah
memberikan pahala yang berlipat ganda amin.
Kami yakin bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, kritik/saran dari pembaca sangat
kami harapkan, pada akhirnya permohonan maaf atas segala keterbatasan, kekurangan dan kesalahan
kami dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah senantiasa Meridhoi segala usaha kita.
Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Di satu sisi pengetahuan tentang hukum sendiri mencakup suatu perantaraan yang luas dan bisa
dikatakan tidak mempunyai tepi. Hanya masuk menghujam tajam ke wilayah
kebudayaan,ekonomi,sejarah,politik,dan seluruh aspek kehidupan manusia (masyarakat).Jika dicoba
untuk menulis tentang dasar-dasar ilmu hukum dapat tanpa dibarengi dengan kesadaran adanya wilayah
yang begitu sangat luas dari cakupan hukum,maka bisa dikatakan belum memberikan gambaran yang
lengkap mengenai hukum.
Makalah ini ditulis juga masih dalam upaya memperkenalkan “Ilmu Hukum Sebaga iIlmu
Kenyataan”.Upaya yang dilaksanakan ini kiranya masih dalam kerangka mengorganisir dan memanage
agar sang mahasiswa bisa mengerti dan paham tentang dengan hukum sebagai ilmu kenyataan.Namun
makalah ini adalah mengenai bagian-bagian yang esensial saja yang harus dipahami dan yang harus
dipakai sebagai dasar untuk menguasai ilmu hukum.
Namun perlu diingatkan bahwa makalah ini bukan merupakan kunci utama untuk bisa masuk ke
dalam dunia hukum.Makalah ini hanyalah suatu kunci yang dapat dipergunakan untuk memahami
hukum di tingkat selanjutnya yang lebih dalam.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mempelajari pelbagai ilmu hukum sebagai
sesuatu yang nyata ada.
2) Apa yang menjadi kajian ataupun sub bagian dalam Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan?
PEMBAHASAN
A. Satjipto Rahardjo
Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup
dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu
sendiri. Demikian luasnya masalah yang dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat
orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak bisa ditentukan” (Curzon, 1979 : v).
B. J.B. Daliyo
Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum. Dengan demikian maka ilmu
hukum akan mempelajari semua seluk beluk mengenai hukum, misalnya mengenai asal mula, wujud,
asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber, perkembangan, fungsi dan kedudukan hukum di
dalam masyarakat.
Ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan membahas hukum dari sisi sikap tindak atau
perilaku.Artinya hukum akan dilihat dari segi penerapannya yang diwujudkan dalam bentuk tingkah
laku atau sikap tindak (das sein). Di dunia ini manusia terikat oleh peraturan hidup yang disebut norma,
tanpa atau disertai sanksi.Bilamana seseorang melanggar seseatu norma, maka orang itu akan
mengalami sanksi yang berbagai-bagai sifat dan beratnya.
2.3 Kajian atau sub bagian dalam Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Kenyataan
Konsep kebudayaan dan antropologi, sering dikaitkan namun secara pasti, antropologi tidak
mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini. Seniman seperti penari atau pelukis.juga
memakai istilah ini, atau diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga mempunyai
departemen untuk ini. Konsep ini, memang sangat sering digunakan oleh antropolog dan telah tersebar
ke masyarakat luas, bahwa antropologi bekerja dan meneliti apa yang sering disebut dengan kebudayaan.
Seringnya istilah ini digunakan oleh antropolog dalam pekerjaannya, bukan berarti para ahli antropolog
mempunyai pengertian yang sama tentang istilah tersebut.
Awal pemikiran antropologis tentang hukum dimulai dengan studi-studi yang dilakukan oleh
kalangan ahli antropologi dan bukan dari kalangan sarjana hukum. Awal kelahiran antropologi hukum
biasanya dikaitkan dengan karya klasik Sir Henry Maine yang bertajuk The Ancient Law yang
diterbitkan pertama kali pada tahun 1861. Ia dipandang sebagai peletak dasar studi antropologis tentang
hukum melalui introduksi teori evolusionistik (the evolusionistic theory) mengenai masyarakat dan
hukum, yang secara ringkas menyatakan: hukum berkembang seiring dan sejalan dengan perkembangan
masyarakat, dari masyarakat yang sederhana (primitive), tradisional, dan kesukuan (tribal) ke
masyarakat yang kompleks dan modern, dan hukum yanginherent dengan masyarakat semula
menekankan pada status kemudian wujudnya berkembang ke bentuk kontrak (Nader, 1965; Roberts,
1979; Krygier, 1980; Snyder, 1981).
Tema kajian pada fase awal studi-studi teoritis mengenai hukum dengan pendekatan antropologis
lebih difokuskan pada fenomena hukum dalam masyarakat bersahaja (primitive), tradisional
(traditional), dan kesukuan (tribal) dalam skala evolusi bentuk-bentuk organisasi sosial dan hukum yang
mengiringi perkembangan masyarakat manusia. Sedangkan, metode kajian yang digunakan untuk
memahami fenomena hukum dalam masyarakat adalah apa yang dikenal sebagai armchair methodology,
yaitu metodologi untuk memahami hukum dalam perkembangan masyarakat melalui kajian-kajian yang
dilakukan di belakang meja, sambil duduk di kursi empuk, dalam ruangan yang nyaman, dengan
membaca dan menganalisis sebanyak mungkindocumentary data yang bersumber dari catatan-catatan
perjalanan para petualang atau pelancong, dari laporan-laporan berkala dan dokumen resmi para
missionaris, pegawai sipil maupun para serdadu pemerintah kolonial dari daerah-daerah jajahannya (F.
von Benda-Beckmann, 1989).
Pada awal abad ke-20 metode kajian hukum dari belakang meja mulai ditinggalkan, dan mulai
memasuki perkembangan metode studi lapangan (fieldwork methodology) dalam studi-studi
antropologis tentang hukum. Karya Barton, misalnya, yang berjudul Ifugao Law yang dipublikasikan
pertama kali pada tahun 1919 merupakan hasil dari fieldwork yang intensif dalam masyarakat suku
Ifugao di Pulau Luzon Philipina. Kemudian, muncul karya Malinowski berjudul Crime and Custom in
Savage Society yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1926 adalah hasil studi lapangan yang
komprehensif dalam masyarakat suku Trobrian di kawasan Lautan Pasific, dan seterusnya sampai
sekarang metode fieldwork menjadi metode khas dalam studi-studi antropologi hukum.
Tema-tema kajian yang dominan pada fase awal perkembangan antropologi hukum berkisar pada
pertanyaan-pertanyaan : apakah hukum itu ? apakah ada hukum dalam masyarakat yang bersahaja,
tradisional, dan kesukuan ?; bagaimanakah hukum berujud dan beroperasi dalam kehidupan
masyarakat ? Pada dekade tahun 1940-an sampai 1950-an tema-tema kajian antropologi hukum mulai
bergeser ke mekanisme-mekanisme penyelesaian sengketa dalam masyarakat sederhana. Karya klasik
dari Llewellyn dan Hoebel bertajuk The Cheyenne Way (1941) merupakan hasil studi lapangan
kolaborasi dari seorang sarjana hukum dengan ahli antropologi dalam masyarakat suku Cheyenne (suku
Indian) di Amerika Serikat.
Kemudian, Hoebel mempublikasikan The Law of Primitive Man (1954), disusul dengan karya
Gluckman mengenai hukum orang Barotse dan Lozi di Afrika, karya Bohannan mengenai hukum orang
Tiv, karya Gulliver mengenai hukum orang Arusha dan Ndendeuli. Karya Fallers mengenai hukum
dalam masyarakat suku Soga, dan karya Pospisil tentang hukum orang Kapauku di Papua. Fase
perkembangan tema studi antropologi hukum ke arah mekanisme-mekanisme peneyelesaian sengketa
seperti disebutkan di atas disebut oleh F. von Benda-Beckmann (1989) sebagai fase the anthropology
of dispute settlements. Pada dekade tahun 1960-an tema studi-studi antropologi lebih memberi perhatian
pada fenomena kemajemukan hukum atau pluralisme hukum. Tema pluralisme hukum pertama-tama
difokuskan pada kemajemukan cara-cara penyelesaian melalui mekanisme tradisional, tetapi kemudian
diarahkan kepada mekanisme dan institusi penyelesaian sengketa menurut hukum pemerintah kolonial
dan pemerintah negara-negara yang sudah merdeka. Karya Bohannan, Gluckman, dan Gulliver misalnya,
tidak secara sistematis memberi perhatian pada eksistensi mekanisme dan institusi penyelesaian
sengketa menurut hukum kolonial dan hukum negara-negara sedang berkembang.
Sejak tahun 1970-an tema studi-studi antropologi hukum secara sistematis difokuskan pada
hubungan antar institusi-institusi penyelesaian sengketa secara tradisional, neo-tradisional, dan menurut
institusi hukum negara. Karya Nader dan Todd (1978) misalnya, memfokuskan kajiannya pada proses,
mekanisme, dan institusi-institusi penyelesaian sengketa di komunitas masyarakat tradisional dan
modern di beberapa negara di dunia, melalui Berkeley Village Law Projects, menjadi karya yang
memperlihatkan kecenderungan baru dari topik-topik studi antropologi hukum. Publikasi lain yang perlu
dicatat adalah mekanisme penyelesaian sengketa di kalangan orang Togo di Afrika karya van Rouveroy
van Nieuwaal, kemudian karya F. von Benda-Beckmann (1979) dan K. von Benda-Beckmann (1984)
yang memberi pemahaman tentang penyelesaian sengketa harta warisan di kalangan orang Minangkabau
menurut pengadilan adat dan di pengadilan negeri di Sumatera Barat.
Fase selanjutnya studi pluralisme mekanisme penyelesaian sengketa mulai ditinggalkan, dan
mulai diarahkan kepada studi-studi pluralisme hukum di luar penyelesaian sengketa. Karya Sally F.
Moore (1978) misalnya, mengenai kemajemukan hukum agraris dalam kehidupan suku Kilimanjaro di
Afrika, dan mekanisme dalam proses produksi pabrik garment terkenal di Amerika dapat dicatat sebagai
perkembangan baru studi pluralisme hukum. Kemudian, studi-studi pluralisme hukum mulai difokuskan
pada mekanisme jaminan sosial (social security), pasar dan perdagangan, mekanisme irigasi pertanian,
institusi koperasi dan perkreditan di daerah pedesaan di negara-negara sedang berkembang. Studi-studi
ini dikembangkan oleh Agrarian Law Department Wageningen Agriculture University. Fase
perkembangan tema pluralisme hukum yang menyoroti topik-topik penyelesaian sengketa maupun non
penyelesaian sengketa, interaksi antara hukum negara, hukum rakyat, atau dengan hukum agama disebut
oleh F. von Benda-Beckmann (1989) sebagai fase the anthropology of legal pluralism. Kecenderungan
yang berkembang sejak tahun 1970-an adalah penggunaan pendekatan sejarah dalam studi-studi
antropologi hukum. Studi yang dilakukan Moore (1986), Snyder (1981), F. von Benda-Beckmann
(1979), K. von Benda-Beckmann (1984) misalnya, secara eksplisit menggunakan kombinasi dimensi
sejarah untuk menjelaskan interaksi institusi hukum negara (state law) dengan hukum rakyat (folk law)
dalam kajian pluralisme hukum penyelesaian sengketa..
Dalam antropologi hukum, hukum ditinjau sebagai aspek dari kebudayaan. Manusia pada
hakekatnya telah dibekali untuk bertingkah laku dengan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya tertentu.
Nilai-nilai budaya dalam masyarakat tertentu dijunjung tinggi oleh pendukung budaya yang
bersangkutan, namun belum tentu dianggap penting oleh warga masyarakat lain.
Nilai-nilai budaya secara kongkrit meliputi norma-norma sosial yang diajarkan kepada setiap
warga masyarakat sebagai pedoman dalam melakukan berbagai peranan dalam berbagai situasi sosial.
Norma-norma sosial tersebut saling berkaitan satu sama lain dan sebagai akibatnya akan membentuk
suatu lembaga sosial yang akan mempermudah manusia dalam mewujudkan perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai atau gambaran ideal mengenai cara hidup yang dianut dalam kelompoknya. Nilai-nilai
atau gambaran ideal yang telah ada dalam masyarakat itu, hendak dilestarikan melalui cara hidup
masyarakat dan salah satu cara untuk mendorong para anggota masyarakat untuk melestarikan
kebudayaan melestarikan itu adalah hukum.
Sebagai contoh, sistem kekerabatan orang Bali. Dalam kebudayaan Bali, sistem perhitungan
garis keturunan merupakan suatu hal yang sangat penting. Mereka beranggapan bahwa hanya anak laki-
laki yang diakui sebagai penghubung dalam garis keturunan. Apabila terdapat anggota masyarakat yang
melanggar aturan tersebut maka ia telah mengingkari nilai budayanya sendiri dan jika pelanggaran
tersebut sering dilakukan maka nilai budaya tersebut lama-kelamaan akan memudar dan akhirnya hilang.
Selain itu juga akan terkena sanksi bagi pelanggar norma tersebut, dikenakan oleh para petugas hukum
atau wakil-wakil masyarakat yang diberi wewenang untuk itu. Maka, sebagian dari nilai-nilai budaya
yang telah tercermin dalam norma sosial dimasukkan ke dalam peraturan hukum sehingga perlindungan
dan konsekwensinya juga berdasarkan hukum. Demikianlah gambaran mengenai hubungan antara
antropologi budaya dengan hukum.
Sosiologi hukum adalah adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis
mempelajari hubungan timbal balik antara hukum sebagai sosial dengan gejala-gejala sosial
lainnya.Studi yang demikian ini memiliki beberapa karakteristik. Ciri-cirinya adalah :
Sosiologi hukum bertujuan untuk memberi penjelasan tentang praktek-praktek hukum, praktek
peradilan dan pembuatan undang-undang. Menurut Marx Weber cara ini dinamakan sebagai
interpratif-understanding yang tidak dikenal dalam studi konvesional. Sosiologi hukum tidak
hanya menerima tingkah laku yang tampak dari luar saja, melainkan ingin memperoleh pula
penjelasan yang bersifat internal, yaitu yang meliputi motif-motif tingkah laku seseorang.
Sosiologi hukum senantiasa menguji keabsahan empiris dengan usaha mengetahui antara isi
kaidah dan dalam kenyataanya, baik dengan data empiris maupun data non empiris.
Sosiologi hukum, tidak melakukan penilaian terhadap hukum.
Ciri-ciri khas di atas menurut Satjipto Rahardjo, dalam bukunya “Ilmu Hukum” (1982) sekaligus
merupakan kunci bagi orang yang berminat untuk melakukan penyeidikan dalam bidang sosiologi
hukum. Dengan cara-cara menyelidiki hukum yang demikian itu, orang langsung berada di tengah-
tengah sosiologi hukum.
Sosiologi hukum juga memiliki ciri-ciri khas yang sedemikian rupa sehingga ia mengemban
tugas yang khas pula, bagi amalan hukum dan masyarakat, terutama masyarakat yang sedang
membangun dan hukum diharapkan peranannya dalam proses pembangunan tersebut.
Berdasarkan objek yang disoroti tersebut maka dapat dikatakan bahwa “Sosiologi Hukum adalah
ilmu pengetahuan yang secara teoritis, analitis dan empiris, menyoroti pengaruh gejala sosial lain
terhadap hukum dan sebaliknya”.
Psikologi hukum adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai
suatu perwujudan jiwa manusia. Psikologi hukum mengkaji persepsi-persepsi seseorang tentang
berbagai fenomena hukum:contoh pro kontra pidana mati, pro kontra kriminalisasi pornografi
Contoh manfaaat psikologi hukum adalah digunakannya alat psikologi hukum yang dikenal
sebagai”pendeteksi kebohongan” yang merupakan bagian dari “neuro-science” sebagai salah satu
cabang psikologi hukum.
Ada kemiripan objek antara ilmu hukum dan psikologi. Baik hukum maupun psikologi,
keduanya menarik minat terhadap perilaku manusia, menganalisis perilaku itu, memprediksinya,
memahaminya, dan kadang-kadang mengendalikan perilaku tersebut.
Sejarah hukum adalah suatu bidang study hukum yang mempelajari perkembangan dan asal-usul
sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu dan memperbandingkan dengan hukum yang berbeda
karena dibatasi oleh perbedaan waktu. Dalam sejarah hukum juga ditekankan bahwa , hukum suatu
bangsa adalah ekspresi jiwa bangsa yang bersangkutan dan oleh karenanya hukum diberbagai negara
berbeda-beda.
Jhon Gilison dan menambahkan beberapa fungsi dari sejarah hukum yaitu sebagai berikut.
Hukum tidak hanya berubah menurut dimensi ruang dan letak tetapi juga berubah menurut
dimensi waktu dari masa ke masa.
Norma-norma hukum dewasa ini sering kali hanya dapat dimengerti melalui sejarah hukum.
Pengetahuan hukum tentang sejarah hukum penting bagi ahli hukum pemula untuk mengetahui
budaya dan pranata hukum.
Mempelajari sejarah hukum erat kaitannya dengan perlidungan HAM. Pelanggaran-pelanggaran
HAM, seperti dalam sejarah hukum masa lampau, bukan zamannya lagi untuk diberlakukan
masa kini.
Politik Hukum adalah kemauan atau kehendak negara terhadap hukum. Artinya:untuk apa
hukum itu diciptakan, apa tujuan penciptaannya dan kemana arah yang hendak dituju.
Politik Hukum adalah kebijakan pemerintah mengenai hukum mana yang akan dipertahankan,
hukum mana yang akan diganti, hukum mana yang akan direvisi dan hukum mana yang akan
dihilangkan.
Dilihat dari pendekatan politik, hukum dipandang sebagai produk atau output dari proses politik
atau hasil pertimbangan dan perumusan kebijakan publik ( product of political decision making;
formulation of public policy). Namun disamping hokum sebagai produk pertimbangan politik, dikenal
pula politik hukum (legal policy) yakni garis atau dasar kebijakan untuk menentukan hukum yang
seharusnya berlaku dalam negara..
Di negara demokrasi, masukan (inputs) yang menjadi bahan pertimbanga. Untuk penentuan
hukum bersumber dari dan merupakan aspirasi masyarakat yang disalurkan melalui wakil-wakil rakyat
yang kemudian diproses sehingga muncul sebagai outputs dalam bentuk peraturan hukum. Oleh karena
itu para wakil rakyat dituntut memiliki kemampuan :
Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya,
mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan
masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai
hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.
Masalah hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat pada suatu wilayah dan waktutertentu.
Ini berarti hukum di Indonesia pun tidak dapat dipisahakan dari masyarakat dan wilayah Indonesia serta
perjalanan sejarahnya. Berhubung dengan itu, materi hukum di Indonesia harus digali dan dibuat dari
nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat bangsa Indonesia. Nilai-nilaiitu dapat berupa kesadaran
dan cita hukum (rechtsidee), cita moral, kemerdekaan individu dan bangsa,
perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian, cita politik, sifat, bentuk dan tujuannegara, kehidupan
kemasyarakatan, keagamaan dan sebagainnya.
Dengan perkataan lain, sedapat mungkin hukum Indonesia harus bersumber dari bumi
Indonesiasen diri, yaitu jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam pandangan CF von Savigny,
penganut mazhab sejarah, berarti hukum Indonesia harus mencerminkan Indonesia, sekalipun
demikian itu tidak serta merta mewujud menjadi hukum. Apabila kita dapat mengetahui ini, berarti kita
dapat memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Jika dapat mengetahui nilai-nilai
itu, dapat pula ketahui seperti apa hukum yang hidup. Untuk itu perlu dilakukan penelitian terus
menerus karena mungkin ada nilai-nilai yang telah bergeser sehingga dapat menjadi masukan dalam
penyusunan hukum positif. Dalam Sociological Jurisprudence, hukum (positif) yang baik adalah apabila
bersumber pada hokum yang hidup di masyarakat.
Utilitarianisme atau utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama
hukum. Kemanfaatan ini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi baik buruk atau adil
tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada
manusia atau tidak
b) Etika deskriptif
Etika deskriptif menurut pendapat Katt Soff bahwa etika bersangkutan dengan nilai dan ilmu
pengetahuan yang membicarakan masalah baik dan buruknya tingkah laku manusia dalam
kehidupan bermasyarakat. Etika bersangkutan dengan pencatatan terhadap corak-corak predikat serta
tanggapan-tanggapan kesusilaan yang dapat ditemukan dalam masyarakat. Sehingga ilmu ini hanya
bersifat pemaparan atau penggambaran saja. Etika deskriptif dapat disimpulkan sebagai bentuk
implementasi perbuatan serta perilaku yang diterapkan setiap manusia merupakan landasan
pergaulan kehidupan antar manusia dalam ruang lingkup lingkungan masyarakat.
c) Etika normatif
Etika sering dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran-ukuran atau norma-norma
yang dapat dipakai untuk menanggapi atau menilai perbuatan dan tingkah laku seseorang dalam
bermasyarakat. Etika normatif ini berusaha mencari ukuran umum bagi baik dan buruknya tingkah
laku.
Masalah filsafat hokum pada pra-zaman modern antara lain tentang tujuan hokum, hubungan
hokum alam dengan hokum positif, hokum dengan kekuasaan, apa sebab orang menaati hokum. Seiring
berkembangnya zaman, saat ini masalah filsafat hokum telah berkembang meliputi masalah hak asasi
manusia, hak milik, tanggung jawab, dan peranan hokum sebagai sarana pembaruan masyarakat.
Singkatnya, peranan hokum meliputi :
Hukum bertujuan menciptakan aturan yang adil, berdasarkan hak-hak manusia yang sejati.
Hubungan hokum dengan kekuasaan
Hubungan hukum dan kekuasaan terjadi karena hukum pada dasarnya bersifat memaksa, dan
kekuasaan dipergunakan untuk mendukung hokum agar ditaati oleh anggota masyarakat.
Perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat rawan terjadi gesekan-gesekan yang dapat
menimbulkan konflik dan berakibat timbulnya goncangan-goncangan di masyarakat, untuk itu
diperlukan adanya hukum yang mengatur perilaku anggota masyarakat agar tetap berada pada koridor
nilai-nilai sosial budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Penerapan hokum
Hukum mengatur kehidupan bersama agar dalam aktifitasnya sehari-hari di masyarakat bila
timbul konflik-konflik dapat segera diatasi dengan berpegangan pada hokum yang berlaku.
Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan dapat berupa undang-undang atau
yurisprudensi atau kombinasi keduanya. Dalam konteks Indonesia yang paling menonjol adalah
perundang-undangan, sedangkan pada yurisprudensi tidak seberapa berperan.
E. Pemecahan Masalah
Dalam proses pemecahan masalah dengan menggunakan suatu cara yang sesuai dengan
objek permasalahannya.Filsafat dalam arti ini merupakan sekumpulan dogma yang hanya
diyakini,ditekuti dan dipahami sebgai suatu sistem nilai tertentu dan suatu aktifitas berfilsafat
tersendiri.
Metode penelitian hukum pada umumnya membagi penelitian atas dua kelompok besar,
yaitu metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Metode
penelitian hukum normatif diartikan sebagai sebuah metode penelitian atas aturan-aturan
perundangan baik ditinjau dari sudat hirarki perundang-undangan (vertikal), maupun hubungan
harmoni perundang-undangan (horizontal).
2. Metode penelitian hokum empiris.
Penelitian hukum empiris adalah sebuah metode penelitian hukum yang berupaya untuk
melihat hukum dalam artian yang nyata atau dapat dikatakan melihat, meneliti bagaimana
bekerjanya hukum di masyarakat.
Kedua model penelitian hukum tersebut perlu saat ini umum dipahami oleh para penstudi
hukum di Indonesia khususnya. Pemikiran dua model penelitian hukum tersebut tampaknya saat
ini perlu dilakukan pemikiran ulang (rethinking) atasnya. Pemikiran hukum empiris perlu kita
fikirkan secara mendalam tentang hakikat model penelitian ini. Pemikiran empiris pada
hakikatnya adalah penelitian yang melihat keadaan secara nyata, hal ini berawal dari sebuah
filsafat positivisme yang melihat sesuatu adalah benar jika dapat dibuktikan nyata adanya
(positif).
Perbandingan hukum adalah suatu metode studi hukum, yang mempelajari perbedaan sistem
hukum antara negara yang satu dengan yang lain. Atau membanding-bandingkan sistem hukum positif
dari bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Dilihat dari posisi yang demikian itu, orang akan
mengatakan ; bahwa studi perbandingan hukum adalah studi tentang hukum asing.
Secara garis besar tujuan dan kegunaan dari perbandingan hukum adalah sebagai berikut:
Menurut van Apeldorn tujuan perbandingan hukum dibedakan dalam dua tujuan yang bersifat
teoritis dan tujuan yang bersifat praktis. Tujuan yang bersifat teoritis menjelaskan hukum sebagai gejala
dunia (universal)dan oleh karena itu ilmu pengetahuan hukumharus dapat memahami gejala dunia
tersebut dan untuk itu harus dipahami hukum di masa lampau dan hukum di masa sekarang. Tujuan
yang bersifat praktis adalah merupakan alat pertolongan untuk tertib masyarakat dan pembaharuan
hukum nasional serta memberikan pengetahuan mengenai berbagai peraturan dan pikiran hukum kepada
pembentuk undang –undang dan hakim.
Bertitik tolak pada fungsi perbandingan hukum yang fungsional tujuan mempelajari
perbandingan hukum ada empat yaitu:
Tujuan yang praktis sangat dirasakan oleh para ahli hukum yang harus menangani perjanjian
internasional.
b. Tujuan sosiologis
Adalah untuk mengobservasi suatu ilmu hukumyang secara umum menyelidiki hukum dalam arti
ilmu pengetahuan.
c. Tujuan politis
Adalah untuk mempertahankan “status quo” dimana tidak ada maksud sama sekali mengadakan
perubahan mendasar di negara berkembang.
Adalah untuk memperluas wawasan mahasiswa sehingga mereka dapat berpikir inter dan multi
disiplin serta mempertajam penalaran di dalam mempelajari hukum asing.
Dalam Kongres Ilmu pengetahuan Hukum tahun 1960, munculah gagasan bahwa tujuan daripada
Perbandingan Hukum adalah untuk tercapainya perundang-undangan yang bersifat umum. Pernyataan
ini didasarkan pada bahwa dari perbedaan serta persamaan yang ada dalam berbagai system hukum di
dunia maka akan terbentuk suatu unifikasi hokum yang bersifat universal, seperti hukum perdata
internasional, hukum dagang internasional dan sebaginya, yang didalamnya sudah mengadopsi dan
memuat berbagi kepentingan dari berbagi Negara.
Soenarjati H (1986 : 27) mengatakan bahwa fungsi perbandingan hukum memberi manfaat bagi
dunia pengembangan ilmu hukum, karena metode ini menunjukkan :
Sistem hukum yang berbeda menunjukkan adanya kaidah-kaidah hukum, asas-asas hukum, serta
pranata-pranata hukum yang berbeda.
Tidak jarang terjadi sistem-sistem hukum yang sama sekali tidak ada hubungan atau pertemuan
historis.
Memberikan manfaat yang besar bagi praktik khususnya dalam applied research dan
pembentukan hukum baru. Dirasakan pula oleh praktisi hukum seperti lembaga legislatif para hakim,
dan arbiter dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Manfaat akan dirasakan :
Bagi Konsultan hukum dan Notaris dalam pembuatan kontrak-kontrak terutama suatu kontrak
yang bersifat internasional.
Bagi lembaga legislatif sangat bermanfaat dalam rangka penyusunan hukum.
Bagi para pengacara dan arbiter dalam pembelaan dan penyelesaian perkara.
Bahwa studi perbandingan hukum dapat mendukung perkembangan ilmu hukum pada umumnya
dan hukum pidana pada khusunya. Kegunaan studi perbandingan hukum yang bersifat teoritis meliputi
dua hal yaitu : (a) erat kaitannya dengan riset di bidang filsafat hukumdan sejarah hukum; (b) erat
kaitannya dengan pemahamandan pengembangan hukum nasional.
a. Unifikasi
Bahwa perbandingan hukum berguna untuk tujuan uniformasi asas – asas umum dari berbagai
sistem hukum.
b. Harmonisasi Hukum
Untuk mengkordinir jaminan – jaminan yang diharapkan dariperseroan dagang untuk melindungi
kepentingan dari orang yang mengambil bagian dari perseroan tersebut maupun kepentingan pihak
ketiga.
Bahwa dengan mempelajari hukum asing dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai hukum
nasional yang berlaku. Mempelajari hukum asing akan membawa kita untuk mawas diri akan
kelemahan-kelemahan yang terdapat pada hukum pidana positif sehingga kita tidak melebih-lebihkan
hukum nasional dan mengesampingkan hukum asing.
Memahami hokum asing disini tampak jelas jika dihubungkan dengan pasal 5 ayat 1 sub ke 2
KUHP.
e. Pembaharuan Hukum
Bahwa dengan mempelajari perbandingan hukum maka terutama pembentuk undang – undang
dan juga hakim dapat mengetahui proses terjadinya suatu asas – asas hukum tertentu dalam sistem
hukum asing sehingga pembentuk undang – undang dan hakim dapat mengambil mamfaat dari sistem
hukum asing tersebut.
David dan Brierly mengemukakan kegunaan perbandingan hukum yang meliputi tiga topik,
yaitu : topik pertama, masalah relevansi perbandingan hukum dengan riset historis, filosfis dan yuridis;
kedua urgensi perbandingan hukum untuk lebih memahami hukum nasional; topik ketiga adalah
perbandingan hukum dapat membantu menghayati budaya bangsa – bangsa lain dan lebih dalam
kaitannya dengan pembentukan atau pengembangan hubungan antar bangsa.
Bertolak kepada pendapat para pakar hukum di Indonesia dapat ditegaskan bahwa fungsi
perbandingan hukum tidak lagi semata – mata hanya untuk memahami hukum nasional atau hukum
asing tertentu akan tetapi juga dapat dipergunakan untuk menemukan penyelesaian dalam masalah
hukumyang menyangkut peristiwa hukum konkrit atau dalam pembentukan hukum nasional.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilmu hukum sebagai kenyataan ialah dimana hukum tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat dan ilmu hukum tersebut dipergunakan untuk mengatur hubungan
sosial di dalam masyarakat.
Ilmu hukum juga harus diperkenalkan kepada masyarakat, agar masyarakat mengatahui sejarah,
cakupan, peran serta mampu membandingkannya dengan sistem hukum lainnya.
Ilmu hukum sebagai kenyataan juga mengajak masyarakat untuk menilai dan berfikir secara
rasional tentang hukum yang diterapkan dalam kehidupan.
3.2 Saran-Saran
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan untuk dapat menambah
pengetahuan dalam materi ilmu hukum sebagai ilmu kenyataan.
Dan juga penulis mengharapkan adanya sumbangsih kritik dan saran yang bersifat membangun
guna penyesunan makalah berikutnya yang lebih sempurnah lagi.
Daftar Pustaka
http://tiarramon.wordpress.com/category/bahan-kuliah/pengantar-ilmu-
hukum/http://aprillins.com/2010/1570/dua-pandangan-filosofis-tentang-kenyataan/
http://yafatacreative.blogspot.com/2013/01/sejarah-antropologi-
hukum.htmlhttp://lexichsanprodigy.blogspot.com/2013_03_01_archive.html
Pokok-pokok filsafat hukum: apa dan bagaimana filsafat hukum Indonesia by Darji Darmodiharjo,
Shidart
http://lexichsanprodigy.blogspot.com/2013_03_01_archive.html