Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENELITIAN

SOSIAL, NORMA DAN HUKUM DI KAMPUNG NAGA


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar
Pembimbing oleh Drs. Idad Suhada, M.Pd

oleh:
Nurawaliyah Muthmainnah
1152060078

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN MIPA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.wr.wb
Alhamdulilah segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantisa melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga saya
dapat menyelesaikan penyusunan laporan penelitian yang berjudul Sosial, Norma
dan Hukum di Kampung Naga.
Saya selaku penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak
Drs. Idad Suhada, M.Pd selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial Dasar yang telah
memberikan arahan dalam pembuatan makalah ini, keluarga dan teman-teman
yang selalu mendukung kelancaran tugas saya, serta semua pihak yang ikut andil
dalam penyusunannya.
Dalam makalah ini saya akan membahas Norma/ Hukum tertulis atau tidak
tertulis di lingkungan mereka serta contoh dari hukum tidak tertulis. Semoga
makalah ini dapat memberikan kemanfaatan bagi kami selaku penulis dan para
pembaca semua. Amin.
Wasalammu’alaikum.wr.wb

Bandung, November 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................4
B. Perumusan Masalah........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian............................................................................................6
D. Kegunaan Penelitian.......................................................................................6
E. Kerangka Berfikir...........................................................................................6
F. Metodologi Berfikir........................................................................................7
1. Jenis Penelitian..........................................................................................7
2. Jenis Data...................................................................................................7
3. Sumber Data PPPPP..................................................................................8
4. Teknik Pengumpulan Data.........................................................................9
5. Pengolahan dan Analisis Data...................................................................9
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................11
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada hakikatnya manusia sebagai individu mempunyai kebebasan asasi,
baik dalam hidup maupun kehidupannya. Hak asasi tersebut dalam
pelaksanaannya harus dilakukan berdasarkan aturan perundang-undangan
yang berlaku, terutama di Indonesia yaitu hak asasi yang berfungsi sosial,
artinya dalam pelaksanaannya harus disesuaikan dalam kepentingan orang
lain yang mempunyai hak asasi. Sebagai makhluk sosial (zoon politicon),
manusia tidak dapat berbuat sekehendaknya. Hal itu disebabkan terikat oleh
norma-norma yang ada dan berkembang di masyarakat serta terikat oleh
kepentingan orang lain. Oleh karena itu, dalam melaksanakan segala
keperluan hidup dan kehidupan, setiap manusia harus melakukannya
berdasarkan aturan atau norma yang ada dan berlaku di masyarakat, baik
norma agama, norma susila, norma adat maupun norma hukum. Meskipun
berkembangnya lambat, norma susila, norma adat dan norma agama telah ada
dan berkembang, masyarakat masih tetap memerlukan norma hukum (N.Yani
Nurhayani, 2015:13).
Hukum dalam arti ilmu pengetahuan berasal dari bangsa Romawi karena
bangsa ini dianggap mempunyai hukum yang paling baik dan sempurna
dibandingkan dengan hukum yang ada dan berkembang di negara-negara lain.
Harus diakui bahwa yang berkembang pada masyarakat dipengaruhi oleh
perkembangan sosial, budaya, politik dan ideologi masyarakat sehingga
hukum menyesuaikan dengan cita-cita nasional dengan aspirasi bangsa
indonesia, sebagaimana yang dikatakan oleh Mr.R.Soepomo (N.Yani
Nurhayani, 2015: 5).
Jika dilihat dari perspektif islam, bidang hukum dan sosial sangat
berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari. Dalam ajaran islam sebagaimana
banyak termaktub dalam alquran yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW adalah an-naas atau manusia, dalam hal ini yang dimaksud adalah

4
kesejahteraan sosial. Sebagaimana agama yang sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai sosial, islam sangat memperhatikan pentingnya perilaku tolong
menolong dalam kebenaran, saling nasehat menasehati dalam hak dan
kesabaran, kesetikawanan, egaliter (kesamaan derajat), tenggang rasa,
tasamuh (toleransi), saling menghormati dan kebersamaan. Demi menjaga hal
ini islam tidak melihat status sosial seseorang atau latar belakang, warna kulit,
jenis kelamin dan hal-hal lain yang berbau rasialis, akan tetapi ketinggian
derajat seseorang ditentukan oleh kadar keimanan dan ketakwaannya kepada
Alloh SWT. (Heri Gunawan, dkk, 2014:37)
Dalam ilmu sosial dan ilmu budaya dasar, suatu sistem sosial budaya bisa
dikatakan telah berkembang jika telah memenuhi unsur-unsur tata nilai dan
keseluruhan tata sosial dan tata laku manusia yang saling berkaitan dan
masing-masing unsur telah bekerja secara mandiri serta bersama-sama satu
sama lain saling mendukung untuk mencapai tujuan hidup manusia dalam
bermasyarakat. (Idad Suhada, 2011:89)
Untuk mengetahui suatu sistem sosial dan budaya di masyarakat yang
telah berkembang serta masih menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Kami
telah melakukan penelitian ke Kampung Naga sebagai bahan untuk
perbandingan kehidupan masyarakat tradisional yang harmonis dan selaras
dengan alam dengan masyarakat modern yang berkembang saat ini.
Oleh karena itu, untuk mengetahui hal tersebut, laporan penelitian ini
saya beri judul Sosial, Norma dan Hukum di Kampung Naga dengan isi
sub-pembahasan yaitu kondisi umum masyarakat Kampung Naga, norma/
hukum tertulis dan tidak tertulis di Kampung Naga dan contoh dari hukum
yang tidak tertulis sebagai bagian dari bahan pemikiran untuk pengembangan
nilai sosial, norma dan hukum yang berlaku.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat memuat rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana kondisi umum masyarakat di Kampung Naga ?
2. Bagaimana norma/ hukum tertulis dan tidak tertulis di Kampung Naga ?

5
3. Bagaimana contoh dari hukum yang tidak tertulis di Kampung Naga ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan laporan penelitian ini adalah untuk mengkaji:
1. Mengetahui kondisi umum masyarakat di Kampung Naga ?
2. Mengetahui norma/ hukum tertulis dan tidak tertulis di Kampung Naga ?
3. Mengetahui contoh dari hukum yang tidak tertulis di Kampung Naga ?

D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Diharapkan menjadi perangsang bagi penelitian lebih lanjut dalam
upaya mengembangkan nilai sosial, norma dan hukum di masyarakat juga
mengetahui kondisi umum masyarakat di Kampung Naga sebagai
masyarakat kampung adat serta mampu membedakan nilai sosial, norma
dan hukum yang berkembang di masyarakat modern dan masyarakat
tradisional.
2. Secara Akademis
Diharapkan dapat menjadi sebuah pemikiran yang baru dan sebagai
referensi dalam menjunjung tinggi nilai-nilai adat serta mampu
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Secara Praktis
Diharapkan dapat ikut andil dalam menjaga dan melestarikan
Kampung Naga sebagai satu-satunya kampung adat yang ada di wilayah
perbatasan Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya.

E. Kerangka Berfikir
Nilai Sosial adalah sesuatu yang sudah melekat di masyarakat yang
berhubungan dengan sikap dan tindakan manusia, sedangkan aturan atau
kaidah yang mengatur kehidupan bersama, baik berupa suatu keharusan,

6
anjuran, maupun larangan. Hubungan nilai dan norma dapat dinyatakan
bahwa nilai merupakan sumber dari suatu norma dan norma merupakan
aturan penuntun tingkah laku agar harapan-harapan (nilai) itu menjadi
kenyataan. (Waluya B, 2009:138)
Hukum yaitu himpunan perintah dan larangan untuk mencapai ketertiban
dalam masyarakat. (Utrecht, 2012) Pengertian lain mengatakan hukum adalah
peraturan yang bersifat memaksa dan sebagai pedoman tingkah laku manusia
dalam masyarakat yang dibuat oleh lembaga berwenang serta bagi siapa saja
yang melanggarnya akan mendapatkan hukuman. (Simorangkir, 2012)
Berdasarkan observasi penelitian yang dilakukan di Kampung Naga
sebagai masyarakat adat bahwa nilai sosial, norma dan hukum di junjung
tinggi oleh masyarakat adat di kampung naga. Penerapannya yang fleksibel
mampu menjadi contoh bagi masyarakat pada umumnya.

F. Metodologi Berfikir

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data penelitian
sosial, norma dan hukum di Kampung Naga adalah metode deskriptif
kualitatif, yaitu jenis penelitian dengan observasi langsung ke lapangan
guna mengetahui kondisi geografis, keadaan masyarakat, tempat tinggal
masyarakat, kegiatan sehari-hari masyarakat serta penerapan hukum
sebagai kampung adat yang berkaitan erat dengan kampung adat sebagai
perbandingan kehidupan sosial tradisional dan kehidupan sosial modern.

2. Jenis Data
Jenis data yang diperoleh selama observasi berupa data yang sesuai
dengan rumusan masalah, yaitu yang berhubungan dengan :
a. Pemaparan kondisi umum masyarakat di Kampung Naga yang di
ungkapkan oleh kuncen dan pemandu adat.
b. Pemaparan mengenai norma/ hukum tertulis dan tidak tertulis di
Kampung Naga.

7
c. Pemaparan mengenai contoh dari hukum yang tidak tertulis di
Kampung Naga.

3. Sumber Data PPPPP


Sumber data pada penelitian ini terbagi dua yaitu:

8
a. Sumber data primer
Adapun yang dijadikan sumber data primer dalam penelitian ini
diperoleh dari salah seorang pengurus dari lembaga adat yang disebut
dengan kuncen atau pemangku adat yang bertindak sebagai sesepuh
masyarakat di Kampung Naga yaitu Bapak Ade Suherlin dan seorang
pemandu wisata yang bertanggungjawab dalam memandu tiap-tiap
kelompok. Pemandu wisata sosial, norma dan hukum yaitu Bapak
Tatang.
b. Sumber data sekunder
Adapun sumber data sekunder yaitu data literatur berupa buku
bacaan yang berhubungan dengan nilai sosial, norma dan hukum serta
jurnal online yang berhubungan dengan masalah penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data diperoleh dengan metode-metode berikut:
a. Observasi
Teknik observasi yang digunakan observasi partisipasi, yaitu
peneliti terlibat langsung serta mengikuti penelitian ke Kampung Naga.
b. Wawancara
Wawancara yang digunakan adalah wawancara dengan metode
terbuka yaitu metode tanya jawab yang dilakukan di bale Kampung
Naga dengan sumber informasi dari kuncen dan metode wawancara
yang dilakukan dengan pemandu wisata dan masyarakat Kampung
Naga.
c. Studi Literatur
Dengan teknik ini, penulis mencari data-data mengenai nilai sosial,
norma dan hukum yang ada di Kampung Naga serta mencari dari
berbagai literatur yang berhubungan dengan bahasan yang penulis teliti.

5. Pengolahan dan Analisis Data


Data yang sudah terkumpul oleh penulis akan dianalisis dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, melalui langkah-langkah berikut:

9
a. Menelaah semua data yang terkumpul dari bebagai sumber, baik
sumber primer maupun sumber sekunder.
b. Mengklasifikasikan seluruh data kedalam satuan-satuan permasalahan
sesuai dengan perumusan masalah.
c. Menganalisa unsur-unsur nilai sosial, norma dan hukum di Kampung
Naga.
d. Menggabungkan pandangan-pandangan mengenai penelitian di
lapangan dengan literatur-literatur yang di peroleh.
e. Menarik kesimpulan dari apa yang telah diteliti mengenai masalah yang
dibahas.

10
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Masyarakat Kampung Naga


Sebagaimana yang telah diketahui bahwa Kampung Naga adalah salah
satu kampung adat yang ada di Jawa Barat. Kampung Naga secara geografis
terletak di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya
dimana luas wilayahnya sekitar 1,5 hektar yang dibatasi dengan parit di
sebelah utara dan selatan, sebelah timur dibatasi dengan Sungai Ciwulan,
sebelah barat dibatasi dengan pasir atau bukit. Kampung Naga untuk saat ini
menampung 113 bangunan dengan penghuni 101 kepala keluarga. Warga
yang tinggal di Kampung Naga jika di persentasikan kurang dari 1%. Secara
umum wilayah adat yang berada di Kampung Naga tidak dibatasi dengan
wilayah administratif, jadi warga yang tinggal di Kampung Naga berada di
dua kabupaten yaitu Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut dengan
jumlah penduduk sekitar 300 jiwa.
Aktifitas sehari-hari warga Kampung Naga yang utama yaitu bertani dan
bercocok tanam serta sebagai nilai tambah yaitu membuat kerajinan tangan.
Hasil dari bertani dan bercocok tanam lebih mengutamakan untuk stok
pangan dan konsumsi masyarakat dari pada dijual.
Di Kampung Naga tidak ada lembaga pendidikan yang formal atau
informal, mereka membebaskan anak-anaknya untuk sekolah setinggi-
tingginya mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi kemanapun
menimba ilmunya. Hal ini membantu dalam perkembangan intelektual
masyarakat Kampung Naga sebagai masyarakat adat yang intelektual,
berwawasan global tetapi tetap mempertahankan budaya lokal.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa wilayah adat tidak dibatasi
dengan wilayah administratif. Wilayah adat dikelola oleh sebuah lembaga
yang ada di Kampung Naga. Lembaga adat ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Naqi Lebe yaitu pancen, membawahi bidang keagamaan di Kampung
Naga.

11
2. Naqi Kuncen yaitu pemangku adat di Kampung Naga.
3. Naqi Punduh yaitu membawahi bidang kemasyarakatan di Kampung
Naga.
Sesepuh yang mengelola lembaga adat dipilih secara turun temurun dari
seorang lanang atau keturunan laki-laki yang telah siap dan mampu, masa
kepemimpinannya tidak ditentukan dengan waktu/periode karena hal ini tidak
didasari dengan jabatan politik, jika masih sanggup dan mampu jabatan ini
bisa sampai seumur hidup. Sebagai warga negara Indonesia yang taat aturan
hukum dan mengikuti perundang-undangan yang berlaku, di Kampung Naga
juga terdapat lembaga pemerintahan yaitu ketua RT, ketua RW, kepala desa
dan sebagainya, juga melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara yang baik seperti mengikuti pemilu.
Aktifitas warga dalam setahun ada yang disebut dengan hajat sasih atau
upacara adat yang dilakukan di waktu-waktu tertentu yang dilaksanakan
semuanya oleh kaum laki-laki. Kegiatan yang dilaksanakan seperti ziarah ke
makam leluhur, pengajian dan doa bersama yang dipimpin oleh naqi lebe di
masjid, sementara kaum perempuan hanya menyiapkan konsumsi makanan,
seperti tumpeng dan lauk pauknya. Biasanya dilakukan enam kali dalam
setahun, yang menghadiri upacara hajat sasih ini tidak hanya di dihadiri oleh
masyarakat Kampung Naga dan keturunannya saja, masyarakat luar juga di
perbolehkan menghadiri upacara hajat sasih.
Pelaksanaan hajat sasih diantaranya pada bulan-bulan berikut:
1. Bulan muharam yaitu tahun baru hijriyah.
2. Bulan maulid yaitu peringatan kelahiran nabi Muhammad SAW.
3. Bulan jumadil akhir yaitu pelaksanaan perayaan yang dilakukan di
pertengahan tahun hijriyah.
4. Bulan sya’ban yaitu pelaksanaan perayaan yang dilakukan untuk
menyambut bulan ramadhan.
5. Idul fitri
6. Idul adha

12
Untuk mempertahankan keberadaan Kampung Naga lebih berat dari pada
kampung adat yang lain, hal ini dikarenakan letak geografis Kampung Naga
berada di tengah keramaian yang rentan dengan arus modernisasi dan arus
globalisai ke tengah Kampung Naga. Mereka berusaha ngamumule atau
menjaga supaya Kampung Naga tetap lestari sesuai amanat nenek moyang.
Kampung Naga mempunyai dua landasan yang di dasari oleh adat dan
budaya. Yang di maksud dengan adat disini adalah sesuatu yang dimiliki dan
didapatkan secara turun menurun sedangkan budaya adalah sesuatu yang
dimiliki oleh bangsa (Indonesia). Sebagai bangsa yang besar dan bangsa yang
menghormati dan menghargai budaya harus membuktikannya. Jika memiliki
kedua landasan tersebut dari pola hidupnya pun harus selaras dengan alam.
Perlakuan terhadap alam itu bukan sekedar dijadikan objek tetapi harus
menjadi subjek, alam selamanya pasti memberi tanda jika kita kenal dengan
alam itu sendiri. Alam sebenarnya tidak dapat merusak keadaannya sendiri,
tidak dapat memberi bencana kepada manusia, alam rusak karena ulah
manusia yang menjadikan alam sebagai bahan yang akan diolah tanpa mau
mengembalikannya seperti semula. Hal ini sebenarnya selaras dengan sifat-
sifat Alloh SWT yang maha rahman dan maha rahim, bahwa alam
memberikan segala hal yang dibutuhkan tanpa meminta imbalan dari
manusia, tetapi karena akhlak manusia yang buruk, merusak alam menjadi hal
yang biasa dilakukan.
Jika memiliki landasan budaya yang dipegang erat oleh bangsa, maka
tidak akan membedakan etnis, ras dan agama yang ada. Di lihat dari kacamata
budaya, perbedaan bukan untuk diperdebatkan, bukan untuk di pertentangkan
apalagi menjadi bahan peperangan, dalam kaca mata budaya perbedaan ini
dapat disikapi sebagai warna kehidupan yang jelas indah dan rukun. Hal ini
sesuai dengan landasan yang dibentuk oleh para pendiri bangsa yang di
bingkai dengan bhineka tunggal ika yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu
tujuan. Di Kampung Naga sendiri hal ini selalu di wengku oleh
masyarakatnya. Apapun agamanya, rasnya maupun etnisnya tetap dijaga
kerukunannya. Masyarakat Kampung Naga berharap besar kepada bangsa

13
Indonesia bahwa suatu hari nanti sistem kebudayaan menjadi salah satu
landasan yang menjadikan sistem pendidikan lebih baik, dapat memunculkan
kembali pelajaran tentang budi pekerti yang dahulu merupakan pelajaran
utama di setiap sekolah di Indonesia. Karena tanpa budi pekerti, akhlak dan
sikap yang baik, maka di masyarakat akan semakin rusak. Jika dilihat dari
segi positifnya, ketika bangsa Indonesia kembali kepada landasan budaya
aparat hukum pun tidak akan terlalu sibuk mengurusi berbagai kasus yang ada
di masyarakat. Itulah harapan-harapan yang berkembang di masyarakat
Kampung Naga.
Kampung Naga juga tidak luput dari berbagai godaan seperti dari segi
teknologi yang sangat pesat berkembang di masyarakat. Alat komunikasi
yang semakin canggih merupakan salah satu budaya kiriman yang di amini
oleh masyarakat Kampung Naga, tetapi karena mereka tetap mempertahankan
budayanya sebagai gaya hidup apalagi tuntutan sebenarnya yang berkembang
yaitu kita dituntut untuk hidup gaya, mereka tetap mempertahankan jati
dirinya dalam berbudaya sekalipun berwawasan global, berfikir intelektual
tetap saja sikap dan sifat harus tetap berbudaya lokal yang tidak malu
menampakkan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya. Budaya
merupakan tuntunan, berbeda dengan pariwisata yang merupakan tontonan
yang hanya memunculkan besarnya nilai keuntungan, maka Kampung Naga
menolak dijadikan tempat pariwisata.
Mengenai asal usul Kampung Naga ada, pada tahun 1956 Kampung
Naga dibakar oleh kelompok yang menamakan dirinya sebagai DI-TII yang
dipimpin oleh Kartosuwiryo yang berkeinginan untuk mendirikan negara
islam di Indonesia. Sedangkan kiblat Kampung Naga dan masyarakat sekitar
galunggung tetap mengikuti landasan negara Indonesia sebagai negara
republik. Salah satu tempat yang merupakan tempat persembunyian dan pusat
pemerintahan berada di sebelah utara seberang sungai yang berbatasan
dengan gunung galunggung. Karena masyarakat Kampung Naga dan
masyarakat pada umumnya menolak keinginan dari DI-TII, maka pada saat
Kampung Naga dibakar tidak ada satupun peninggalan atau benda pusaka

14
yang bisa di selamatkan oleh para leluhurnya bahkan jiwa pun banyak yang
meninggal. Oleh karena itu mereka tidak bisa mengetahui secara pasti dan
secara detail siapa pendirinya dan kapan berdirinya Kampung Naga karena
mereka kehilangan jejak, tetapi masih memiliki beberapa petilasan yang
ditinggalkan oleh para leluhur mereka.
Beberapa petilasan dari para leluhur yang ada di Kampung Naga yang
tetap dipertahankan diantaranya:
1. Petilasan pangsolatan yang berada di dekat sungai, berfungsi sebagai
sarana tempat solat, disana terdapat batu sebagai tempat bersuci atau
berwudhu, air yang ada pun berasal dari sungai yang mengalir.
2. Petilasan lumbung yang berada di dekat masjid, merupakan peninggalan
nenek moyang yang mana ilmunya dapat diteladani oleh kita karena jika
tidak ada tempat tersebut, ketahanan pangan ketika menghadapi masa
paceklik masyarakat yang berada di Kampung Naga akan terancam.
3. Petilasan bumi ageung, merupakan salah satu tempat yang dibangun
kembali karena tempat ini dibakar juga oleh kelompok DI-TII, fungsi
tempat ini yaitu sebagai tempat lembaga adat untuk melaksanakan hajat
sasih yang dilaksanakan enam kali dalam setahun. Yang bisa masuk
kesana tidak sembarangan orang, hanya para sesepuh yang bisa masuk,
mereka juga hanya enam kali dalam setahun pas pelaksanaan hajat sasih.

B. Norma/ Hukum tertulis dan tidak tertulis di Kampung Naga


Kampung Naga merupakan kampung adat yang dilandasi dengan falsafah
budaya yang belum terjamah. Jika pemerintah dilandasi dengan UUD dan
agama dilandasi dengan alquran, maka di Kampung Naga dalam mengatur
norma dan hukum diatur oleh keduanya. Norma yang berlaku di Kampung
Naga sebenarnya tidak tertulis, tetapi karena masyarakat sangat patuh akan
keberadaan aturan tersebut, maka tidak ada norma atau aturan hukum yang di
langgar. Kampung Naga memang memiliki larangan namun tidak memiliki
banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah larangan, wasiat dan akibat.

15
Semua itu tidak dituliskan dalam buku aturan, semua norma dan hukum yang
berlaku merupakan hukum tidak tidak tertulis.
Sistem hukum yang berlaku di Kampung Naga meliputi ketiga hal ini
yaitu hukum agama, hukum negara dan hukum adat. Jika hidup di kampung
adat, sikap atau perilaku dikatakan benar jika sesuai dengan hukum agama,
sesuai dengan hukum negara, sesuai dengan norma sosial kemasyarakatan
dan sesuai dengan falsafah adat, maka seluruh aturan itu penting untuk di
ingat dan di terapkan di kehidupan. Jika salah satu di langgar maka akan ada
aturan yang timpang tindih.
Sistem hukum di Kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata
pamali, yakni sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang
Kampung Naga yang tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang
dilakukan di Kampung Naga memegang prinsip bahwa siapa yang melakukan
pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima akibatnya.
Masyarakat Kampung Naga seluruhnya adalah beragama islam. Oleh
karena itu segala aturan yang berlaku di dalam agama islam berlaku pula di
Kampung Naga. Segala aturannya tidak tersurat tetapi tersirat. Jika diambil
contoh seperti dalam memakai pakaian, aurat pun ditutup sebagaimana aturan
islam yang berlaku.

C. Contoh dari hukum yang tidak tertulis


Sebagaimana telah dipaparkan pada bagian sebelumnya bahwa norma
dan hukum yang berlaku di Kampung Naga seluruhnya tidak tertulis. Hal ini
di dasarkan pada aturan yang telah berlaku turun temurun dari nenek moyang
Kampung Naga. Salah satu aturan yang tidak tertulis tersebut biasa disebut
dengan kata pamali.
Pamali atau dalam istilah bahasa indonesia di sebut tabu atau pantangan
bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya
dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas
kehidupannya. Pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang
mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang.

16
Contoh norma atau hukum yang berlaku di Kampung Naga misalnya tata
cara membangun dan bentuk rumah yang tidak boleh mewah melebihi
mewahnya masjid, letak rumah yang saling berhadapan menandakan
kepedulian kepada tetangga satu sama lain, arah rumah yang harus
menghadap utara atau selatan jika dikaitkan erat dengan kehidupan sehari-
hari menandakan sirkulasi udara yang teratur, atap rumah yang terbuat dari
ijuk untuk mengatur suhu jika memasuki musim panas dan musim dingin,
pakaian upacara dan kesenian yang di pakai pada saat upacara hajat sasih dan
sebagainya. Ajaran hukum tidak tertulis ini membuat keunikan tersendiri
yang tampak sebagai ciri khas permukiman Kampung Naga.Jumlah bangunan
masih dimungkinkan bertambah asalkan masih dalam batas-batas wilayah
kampung. Penambahan bisa dilakukan ke arah batas timur berupa Sungai
Ciwulan, sedangkan untuk batas utara (bukit/hutan), selatan (parit/saluran
air), dan barat (parit/saluran air) sudah tidak bisa bertambah karena sudah
pada batas maksimal.
Contoh lain dari norma yang berlaku seeperti seluruh bangunan rumah
memiliki ciri yaitu berupa ”tanda angin”. Tanda ini digantung di pintu depan
yang berguna untuk menolak bala atau menolak sesuatu yang buruk/musibah
bagi penghuni rumah. Tanda angin yang dipajang di depan rumah berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang didapatkan dengan beberapa syarat ritual dan dari
beberapa tempat. Bentuk rumah ini juga berguna dalam menahan getaran
gempa karena lebih fleksibel dan pondasi yang kuat untuk menahan getaran
karena berasal dari batu kali. Ada kawasan hutan yang sangat dilarang untuk
dilewati ataupun dimanfaatkan yaitu hutan larangan dan hutan keramat.
Hutan larangan berada di sisi arah timur Kampung Naga atau seberang
Sungai Ciwulan, sedangkan hutan keramat berada sisi barat Kampung Naga
di Bukit Cikuray. Di hutan keramat terdapat makam leluhur yang dapat
dikunjungi hanya pada waktu ziarah saja. Seluruh masyarakat tidak dapat
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan merusak hutan walaupun hanya
sedikit saja, seperti memotong atau mengambil ranting, bila merusak atau
mengambilnya. Kawasan hutan yang tumbuh secara alamiah dimanfaatkan

17
secara terbatas oleh masyarakat Kampung Naga. Namun terdapat masyakarat
Kampung Naga percaya akan terjadi musibah pada dirinya. Namun hal ini
tidak berarti bahwa masyarakat dilarang untuk menambah pengetahuan dan
hiburan, karena sebagian pemilik rumah sudah memiliki televisi dan radio,
walau menggunakan aki yang harus mereka charge setiap bulan.
 

18
BAB III
KESIMPULAN

Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat satu-satunya yang


menjunjung tinggi nilai-nilai sosial, norma dan hukum yang di landasi dua
landasan yang di dasari oleh adat dan budaya. Yang di maksud dengan adat
disini adalah sesuatu yang dimiliki dan didapatkan secara turun menurun
sedangkan budaya adalah sesuatu yang dimiliki oleh bangsa (Indonesia).
Sebagai bangsa yang besar dan bangsa yang menghormati dan menghargai
budaya harus membuktikannya. Jika memiliki kedua landasan tersebut dari
pola hidupnya pun harus selaras dengan alam.
Kampung Naga merupakan kampung adat yang dilandasi dengan
falsafah budaya yang belum terjamah. Jika pemerintah dilandasi dengan UUD
dan agama dilandasi dengan alquran, maka di Kampung Naga dalam
mengatur norma dan hukum diatur oleh keduanya. Norma yang berlaku di
Kampung Naga sebenarnya tidak tertulis, tetapi karena masyarakat sangat
patuh akan keberadaan aturan tersebut, maka tidak ada norma atau aturan
hukum yang di langgar.
Salah satu aturan yang tidak tertulis tersebut biasa disebut dengan kata
pamali. Contoh norma atau hukum yang berlaku di Kampung Naga misalnya
tata cara membangun dan bentuk rumah yang tidak boleh mewah melebihi
mewahnya masjid, letak rumah yang saling berhadapan menandakan
kepedulian kepada tetangga satu sama lain, arah rumah yang harus
menghadap utara atau selatan jika dikaitkan erat dengan kehidupan sehari-
hari menandakan sirkulasi udara yang teratur.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

19
Gunawan, heri. 2014. Pengantar Studi Islam (Studi islam dengan pendekatan
interdisipliner). Bandung: PT. Azfie Media Utama
Suhada, idad. 2011. Ilmu Sosial Dasar (sosiologi dan evolusi budaya). Bandung:
PT. Insan Mandiri.
Nurhayani, N.Yani. 2015. Hukum Perdata. Bandung: PT. Pustaka Setia.
Anonim . 2013. Pengertian nilai dan norma sosial di masyarakat. Diakses tanggal
22 November 2015 pukul 00.18.
Waluya, B. 2009. Sosiologi 1: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat.
Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional

20

Anda mungkin juga menyukai