Dosen :
Lailatus Sururiyah,S.H.,M.A.
Disusun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA UTARA
2023
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
nikmat yang luarbiasa, keteguhan, serta kekuatan sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini. Shalawat beserta salam semoga tercurahkan limpahkan kepada Nabi kita
semua Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan atau rujukan dari berbagai sumber, sehingga dapat
memperlancar penyusunan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.
Kami sadar betul bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karenanya penulis sangat menghargai masukan atau kritik yang membagun supaya
bisa lebih baik lagi dalam penyusunan makalah kedepannya.
1
DAFTAR ISI
Kata pengantar....................................................................................................................... 1
Daftar isi ................................................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang ............................................................................................................. 3
B. Rumusan masalah ......................................................................................................... 3
C. Tujuan .......................................................................................................................... 4
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Jenis-Jenis Kaidah sosial .............................................................................................. 5
B. B. Fungsi Kaidah Sosial Sebagai Perlindungan Kepentingan
Manusia..........................................................................................................................8
C. Perbedaan Antara Kaidah Hukum Dan Kaidah Soial
Lainnya.........................................................................................................................11
D. Hubungan Antara Kaidah Hukum Dan Kaidah Sosial Lainnyya .................................... 17
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 19
B. Saran.............................................................................................................................19
DAFTAR PUSAKA 20
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut purnadi purbacaraka dan soerjono soekanto dalam bukunya yang berjudul
perihal kaidah hukum, mengatakan bahwa “apa yang diartikan dengan kaidah adalah patokan
atau ukuran atau pedoman bertingkah laku/berperilakuan atau bersikap tindak dalam
masyarakat, dalam hidup.
B. Rumusan Masalah
C. TUJUAN
3
4.Mengetahui pengertian kaidah hukum
4
BAB II
PEMBAHASAN
Tata kaidah tersebut terdiri dari kaidah kepercayaan atau keagamaan, kaidah
kesusilaan, kaidah kesopanan, kaidah sopan santun, dan kaidah hukum yang dapat di
kelompokkan seperti berikut:
1.Tata kaidah dengan aspek kehidupan pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi:
b.Kaidah kesusilaan.
2.Tata kaidah dengan aspek kehidupan antar pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi:
b.Kaidah hukum.
1. KAIDAH SUSILA
Kaidah Susila adalah kaidah yang paling tua dan paling asli, terdapat didalam sanubari
manusia sendiri karena manusia makhluk bermoral, tanpa melihat kebangsaan atau
masyarakat: “Tidak mengindahkan norma Susila berarti asusila.”
Kaidah kesusilaan merupakan suatu kaidah yang dalam hubungannya dengan dunia
yang ideal dan kenyataan berada dalam posisi sebaliknya daripada kaidah kebiasaan. Apabila
5
kaidah kebiasaan sepenuhnya berpegang kepada kenyataan tingkah laku sehari-hari, maka
kaidah kesusilaan berpegang sepenuhnya kepada dunia ideal yang sifatnya abstrak, yang
perlu diwujudkan dalam masyarakat. Ideal lah yang merupakan tolak ukur tatanan ini untuk
menilai tingkah laku anggota-anggota masyarakatnya. Dengan demikian, maka perbuatan
yang bias diterima oeh tatanan tersebut hanyalah yang sesuai dengan idealnya tentang
manusia.
Norma susila dapat dikatakan peraturan-peraturan hidup yang berasal dari hati nurani
manusia. Ia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, berdasarkan
bisikan suara hatinya. Norma susilalah yang mendorong manusia untuk kebaikan akhlak
pribadinya guna menyempurnakan manusia itu sendiri. Kaidah susila melarang manusia
untuk berbuat cabul, mencuri, dll. Karena hal itu dirasa bertentangan dengan kaidah
kesusilaan yang ada didalam hati nurani setiap manusia yang normal.
-Berbuatlah jujur.
-Hormatilah sesamamu.
-Jangan berzina.
Sanksi dari pelanggaran norma susila adalah penyesalan. Van Avel torn mengadakan
perbedaan antara susila dengan moral menurut Surojo Wignyodipuro perbedaan tersebut
hanya perbedaan gradual saja karena kesusilaan bersumber kepada moral.
Asal/sumber kaidah kesusilaan adalah dari manusia sendiri. Jadi, bersifat otonom dan
ditunjukkan kepada sikap lahir dan batin.
6
2. KAIDAH KESOPANAN
Norma kesopanan adalah ketentuan-ketentuan hidup yang timbul dari pergaulan dalam
masyarakat. Norma kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kebiasaan, kepatutan yang
berlaku dalam masyarakat. Oleh karenanya, kesopanan dinamakan norma sopan santun, tata
krama, atau adat istiadat
Norma sopan santun ditujukan kepada sikap lahiriyah atau tingkah laku manusia demi
untuk keterbitan masyarakat dalam pergaulan dalam rangka mencapai suasana keakraban
dalam pergaulan. pelanggaran atas norma kesopanan menimbulkan celaan dari sesamanya,
dapat berwujud kata-kata tetapi akan lebih dirasakan apabila celaan itu berupa sikap
kebencian, pandangan rendah dari orang-orang sekelilingnya, sampai dijauhi dalam pergaulan
bahkan sampai dengan pemboikotan dalam kehidupan bermasyarakat. Sikap tersebut
menimbulkan rasa malu, rasa kehilangan sesuatu dikucilkan sehingga merasakan penderitaan
bathin.
c. Mempersilahkan duduk seorang wanita hamil yang berada di kendaraan umum yang
penuh penumpang.
e. Menggunakan barang orang lain harus meminta izin terlebih dahulu dari pemiliknya.
7
3. KAIDAH AGAMA ATAU KAIDAH KEPERCAYAAN
Kaidah agama atau kaidah kepercayaan ditujukan kepada kehidupan beriman, kaidah
ini juga tujukan terhadap kewajiban manusia kepada tuhan dan kepada dirinya sendiri.
Sumber atau asal kaidah ini adalah ajaran-ajaran kepercayaan atau agama yang oleh
pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah tuhan.
Kaidah agama atau keagamaan ini hanyalah membebani manusia dengan kewajiban-
kewajiban semata-mata dan tidak memberi hak. Adanya hanya menunaikan kewajiban,
mentaati dan melaksanakan kaidah kepercayaan atau keagamaan.
Norma agama berpangkal pada kepercayaan pada Tuhan yang maha Esa. Norma agama
dianggap sebagai ketentuan dari Tuhan. Jadi norma agama atau kepercayaan adalah norma
sosial yang aslinya dari Tuhan yang isinya larangan, perintah-perintah dan ajaran.
Norma agama merupakan ketentuan hidup manusia kearah yang baik dan benar. ia
mengatur kewajiban manusia-manusia kepada Tuhan dan kepada manusia itu sendiri.
Pelanggaran berarti menentang perintah Tuhan. Sanksinya datang dari Tuhan di akhirat.
d. Jangan mencuri.
Setiap pelanggaran ketiga norma diatas akan terkena sanksi. pada hakikatnya sanksi
bertujuan untuk memulihkan keseimbangan tatanan masyarakat yang telah terganggu oleh
pelanggaran-pelanggaran kaidah.
Bagi setiap kaidah sosial tersebut sanksinya tidak dirasakan secara langsung didunia ini
dengan cukup memuaskan, sehingga masih dirasakan kurang cukup memberi jaminan
perlindungan kepentingan manusia. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan kepentingan
atau kaidah sosial lain yang melindungi lebih lanjut secara lebih memuaskan kaidah sosial
yang dimaksud adalah Kaidah Hukum.
8
B. FUNGSI KAIDAH SOSIAL SEBAGAI PERLINDUNGAN KEPENTINGAN
MANUSIA
Manusia tidak akan merasa tenteram, kalau kepentingan pribadinya tidak terpenuhi.
Pemenuhan terhadap kepentingan pribadi tidak boleh terlalu bebas atau tanpa batas, tetapi
juga harus mengindahkan kepentingan orang lain yang berarti harus dibatasi, sehingga
terciptalah ketertiban masyarakat. Sebaliknya dengan alasan demi pemenuhan kepentingan
masyarakat, hendaknya kepentingan pribadi sedikit banyak juga harus diperhatikan atau
harus ikut dipertimbangkan, artinya jangan terlalu dikorbankan.
Dari sejarah perkembangan kehidupan manusia, kita dapat mengetahui bahwa dalam
usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, manusia memperoleh pengalaman-pengalaman.
Pengalaman-pengalaman ini menciptakan nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut ada yang positif dan
ada pula yang negatif. Selanjutnya nilai-nilai tersebut menjadi pedoman atau patokan bagi
manusia tentang apa yang baik yang harus dilakukan, dan apa yang dianggap buruk yang
harus dihindari. Pola-pola berpikir manusia mempengaruhi sikapnya, yang merupakan
kecenderungan-kecenderungan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu terhadap manusia
yang lain, benda, atau keadaan-keadaan.
9
Jenis-jenis kaidah sosial juga memiliki beberapa hubungan sebagai fungsi perlindungan
kepentingan manusia,yaitu:
Adapun caranya adalah dengan memberi perumusan yang jelas, disertai dengan sanksi yang
tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi yang berwenang. Dengan demikian seseorang yang
melanggar larangan-larangan tersebut di atas dapat dikenakan dua macam sanksi. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Antara kaidah hukum dan kaidah Agama. Misalnya korupsi. Sanksi sesuai dengan kaidah
hukum, yaitu si pelanggar akan dijatuhi hukuman pidana penjara dan atau denda akibat telah
melakukan perbuatan pidana berupa korupsi. Sanksi sesuai dengan kaidah agama, yaitu
bahwa si pelanggar adalah berdosa dan nantinya akan mendapatkan hukuman dari Allah di
akhirat jika tidak bertaubat. Di samping itu juga dapat terjadi akibat pelanggaran tersebut
yang bersangkutan mendapatkan penderitaan batin sewaktu hidup di dunia. Meski dalam
hukum agama (Islam) bagi pelaku tindak pidana korupsi telah diatur di dalam al-Qur’an dan
Hadits tentang sanksi pidana yang akan mereka terima, namun tetaplah urusan pidana di
kembalikan kepada kaidah hukum. Dan kaidah hukum hanya bisa dilakukan oleh penguasa
masyarakat ataupun penguasa Negara.
2. Antara kaidah hukum dan kaidah kesusilaan. Dalam hal ini di samping dapat dikenai sanksi
karena pelanggaran kaidah hukum, si pelanggar juga akan mendapatkan sanksi dari dirinya
sendiri, yaitu berupa tekanan batin. Bahkan dapat terjadi, sebagai akibat dari tekanan batin
yang terlalu berat seseorang bisa jatuh sakit mendadak atau depresi bahkan mengambil jalan
pintas yang tidak pantas yaitu bunuh diri. Na’udzubillah.
3.Antara kaidah hukum dan kaidah kesopanan. Orang yang melanggar hukum (membunuh,
korupsi atau berzina) dapat terjadi si pelanggar yang telah dijatuhi pidana penjara misalnya,
10
namun setelah Ia bebas, masyarakat masih menghukumnya. Hukuman dari masyarakat yang
tidak resmi ini dapat berupa cemoohan atau yang bersangkutan dikucilkan.
Sebelum membahas tentang perbedaan antara kaidah hukum dan kaidah sosial
lainnya,kita akan membahas terlebih dahulu mengenai kaidah hukum dan kaidah sosial itu
bagaimana. Kaidah hukum adalah seperangkat aturan yang memiliki sanksi tegas. Aturan ini
mengatur interaksi atau hubungan antar individu, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tujuannya adalah untuk menciptakan kedamaian, ketenteraman, dan ketertiban dalam kehidupan
bersama masyarakat.
1.Kaidah hukum yang berisikan perintah (gebod), yaitu kaidah hukum yang harus ditaati,
misalnya perintah bagi kedua orang tua agar memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan
sebaik-baiknya (Pasal 45 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan).
2.Kaidah hukum yang berisi larangan (verbod), yaitu kaidah yang memuat larangan untuk
melakukan sesuatu dengan ancaman aksi apabila melanggarnya, seperti larangan mencuri
dalam Pasal 362 KUHPidana.
3.Kaidah hukum yang isinya membolehkan (mogen), yaitu kaidah hukum yang memuat hal-
hal yang boleh untuk dilakukan, tetapi boleh pula untuk tidak dilakukan. Misalnya ketentuan
Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974, bahwa calon suami-istri yang akan menikah dapat
mengadakan perjanjian tertulis baik sebelum ataupun setelah pernikahan, asalkan tidak
melanggar batar-batar hukum, agama, dan kesusilaan.
1.Imperatif
Kaidah hukum bersifat imperatif, yang berarti aturan ini bersifat mengikat dan memaksa
individu untuk mematuhi perintah dan larangan yang terkandung dalam hukum.
11
2.Fakultif
Sifat fakultif berlaku pada kaidah hukum yang berisi perkenan. Aturan fakultif bersifat
melengkapi atau subsidiar, yang berarti tindakan yang diperkenankan tidak wajib dilakukan.
Kaidah hukum dikaji dari sifatnya, dibedakan atas kaidah hukum yang bersifat imperatif dan
fakultatif.
Kaidah hukum dikatakan bersifat imperatif dikarenakan sifatnya yang mengikat, memaksa
dan harus ditaati, sehingga mengikat setiap orang yang ditetapkan dalam kaidah hukum.
Contohnya terdapat lapangan hukum publik seperti hukum pidana dan hukum tata negara.
Kaidah hukum yang bersifat fakultatif adalah kaidah hukum yang sifatnya tidak serta-merta
harus ditaati karena sifatnya hanya merupakan pelengkap. Contohnya terdapat pada ketentuan
hukum waris yang diatur di dalam KUHPerdata.
1.Perintah
Sebagai contoh perintah, jika seseorang tidak memberikan pertolongan pada individu yang
berada dalam bahaya, dapat dikenai sanksi hukum, seperti yang diatur dalam Pasal 531
KUHP.
2.Larangan
Larangan dalam kaidah hukum mencakup tindakan seperti pencurian (Pasal 362 KUHP) dan
pembunuhan (Pasal 338, 340 KUHP).
3.Asas
Selain perintah dan larangan, kaidah hukum juga mengandung asas yang menjadi dasar
pedoman hukum. Contohnya, Asas Legalitas yang mengatur bahwa seseorang tidak dapat
dipidana tanpa kesalahan sesuai dengan aturan yang sudah ada sebelum perbuatan dilakukan.
12
Sikap masyarakat terhadap kaidah hukum juga dapat berbeda-beda, misalnya terhadap
hukum publik, kemungkinan sikap masyarakat ada yang mentaatinya, ada yang melanggar,
bahkan ada pula yang mengelak. Begitu pula pada kaidah hukum privat, ada kemungkinan
yang betul-betul menggunakannya, ada yang tidak menggunakannya, tetapi mungkin juga ada
yang menyalah gunakannya.
1.Sudikno Merotkusumo
Sanksi tidak lain adalah merupakan reaksi, akibat, atau konsekuensi atas pelanggaran kaidah
sosial.
2.Paul Bohannan
Sanksi adalah unsur-unsur sebagai unsur hukum yaitu ancaman penggunaan fisik, otoritas
yang resmi, penerapan ketentuan yang secara teratur, dan masyarakat yang tidak spontan.
13
Tata kaidah tersebut terdiri dari kaidah kepercayaan atau keagamaan, kaidah
kesusilaan, kaidah kesopanan, kaidah sopan santun, dan kaidah hukum yang dapat di
kelompokkan seperti berikut:
1. Tata kaidah dengan aspek kehidupan pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi:
b. Kaidah kesusilaan.
2. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antar pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi:
b. Kaidah hukum.
Selanjutnya secara singkat kami kemukakan perbedaan antara kaidah hukum dengan
kaidah kebiasaan serta kaidah kesusilaan atas dasar uraian tersebut diatas:
Berbeda dengan kaidah kebiasaan, maka kaidah hukum sudah mulai melepaskan diri
dari keterikatannya yang besar kepada dunia kenyataan.
Berbeda dengan kaidah hukum, maka dalam hal otoritas yang memutuskan apa yang
akan diterima sebagai norma, pada kaidah kesusilaan unsur kehendak manusia sama sekali
tidak ikut menentukan.
Seringkali para ahli hukum menganggap bahwa perbedaan yang pokok antara kaidah
hukum disatu pihak dengan kaidah-kaidah sosial lainnya dan kaidah agama terletak pada
bahwa kaidah hukum itu dapat dipaksakan berlakunya karena didukung oleh suatu kekuasaan
(Negara) semakin besar terdapatnya perbedaan antara kaidah hukum dengan peri kelakuan
yang nyata, makin besar pula kekuasaan yang diperlukan untuk memaksakan berlakunya
kaidah tersebut.
14
Demikianlah, agar ketertiban tetap terpelihara diperlukan adanya suatu mekanisme
pengendalian sosial ini adalah kaidah hukum tadi. Namun timbul pertanyaan, apakah factor
atau unsur kekuasaan ini merupakan satu ciri atau kebutuhan yang utama bagi dapat
berlakunya kaidah hukum itu? Soerjono Soekanto (1980:68) dikemukakan bahwa persoalan
ini yang sesungguhnya merupakan masalah membedakan hukum dari kaidah-kaidah sosial
lainnya, merupakan suatu masalah yang telah lama membingungkan antropologi dan
sosiologi. Walau terdapat suatu kesepakatan diantara mereka.
1.Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah agama dan kaidah kesusilaan dapat ditinjau
dari beberapa segi seperti berikut:
a.Ditinjau dari tujuannya kaidah hukum bertujuan untuk menciptakan tata tertib masyarakat
dan melindungi manusia beserta kepentingannya, sedang kaidah agama dan kaidah kesusilaan
bertujuan untuk memperbaiki pribadi manusia agar menjadi manusia ideal.
b.Ditinjau dari sasarannya kaidah hukum mengatur tingkah laku manusia dan diberi sanksi
bagi setiap pelanggarannya, sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan mengatur sikap
bathin manusia sebagai pribadi. Kaidah hukum menghendaki tingkah laku manusia sesuai
dengan aturan, sedangkan kaidah agama dan kaidah kesusilaan menghendaki sikap bathin
setiap pribadi manusia itu baik.
c.Ditinjau dari sumber sanksinya, kaidah hukum dan kaidah agama sumber sanksinya berasal
dari luar dan dipaksakan oleh kekuasaan dari luar diri manusia (heteronom), sedangkan
kaidah kesusilaan sanksinya berasal dan dipaksakan oleh suara hati masing-masing
pelanggaran (otonom).
d.Ditinjau dari kekuatan mengikatnya, pelaksanaan kaidah hukum dipaksakan secara nyata
oleh kekuasaan dari luar, sedangkan pelaksanaan kaidah agama dan kesusilaan pada asanya
tergantung pada yang bersangkutan sendiri.
e.Ditinjau dari isinya kaidah hukum memberikan hak dan kewajiban (atributif dan normatif),
sedang kaidah agama dan kaidah kesusilaan hanya memberikan kewajiban saja (normatif).
a.kaidah hukum memberi hak dan kewajiban, kaidah kesopanan hanya memberi kewajiban
saja.
15
b.Sanksi kaidah hukum dipaksakan oleh masyarakat secara resmi, sanksi kaidah kesopanan
dipaksakan oleh masyarakat secara tidak resmi.
3.Perbedaan antara kaidah kesopanan dengan kaidah agama dan kaidah kesusilaan:
a.Asalnya kaidah kesopanan dari luar diri manusia, kaidah agama dan kaidah kesusilaan
berasal dari pribadi manusia.
b.Kaidah kesopanan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap lahir manusia. Kaidah agama
dan kaidah kesusilaan berisi aturan yang ditujukan kepada sikap batin manusia.
c.Tujuan kaidah kesopanan menertibkan masyarakat agar tidak ada korban, kaidah agama dan
kaidah kesusilaan bertujuan menyempurnakan manusia agar tidak menjadi manusia jahat.
Sasar- Aturan yang ditujukan kepada sikap batin Aturan yang ditujukan kepada
an perbuatan konkret (lahiriah).
Sanksi Dari tuhan (dosa) Dari masyarakat Dari masyarakat Dari masyarakat
(dicela) (dikucilkan) secara resmi
(pidana)
16
Isi Memberi Memberi kewajiban Memberi kewajiban Memberi
kewajiban kewajiban hak
Kaidah hukum dan kaidah agama sangat erat hubungannya: kaidah agama menunjang
tercapainya tujuan kaidah hukum. Jika manusia mematuhi kaidah agama, takwa kepada tuhan
maka tidak ada manusia yang mempunyai sikap batin yang buruk, tidak ada rencana berbuat
jahat, hubungan antar anggota masyarakat menjadi baik, masyarakat menjadi tertib dengan
rasa keadilan, maka tujuan kaidah hukum tercapai. Sebaliknya jika semula manusia itu jahat,
dia berani melakukan pelanggaran terhadap kaidah karena takut akan dihukum, maka sikap
batin itu berubah menjadi baik dan akhirnya takwa kepada tuhan. Dengan kata lain kaidah
hukum mendukung tercapainya tujuan kaidah agama.
Kaidah hukum dan kaidah kesusilaan mempunyai kaitan yang erat karena keduanya saling
melengkapi. Kalau suara hati setiap pribadi manusia menghendaki agar manusia selalu
berbuat baik, maka pribadi-pribadi manusia yang hidup bersama di tengah masyarakat itu
juga baik dalam pergaulan mereka tidak menimbulkan sesuatu yang tercela, akhirnya
kehidupan masyarakat menjadi tertib dan damai. Dengan demikian tujuan kaidah hukum
untuk mewujudkan masyarakat yang tertib dapat dicapai. Sebaliknya jika seseorang
pribadinya tidak baik ia cenderung melakukan perbuatan yang melanggar kaidah hukum
maka ia akan mendapatkan sanksi yang tegas berupa hukuman. Apabila seseorang itu telah
menjalani hukuman orang itu menjadi baik dan tidak pernah berbuat jahat lagi, akhirnya
tujuan kaidah kesusilaan dapat direalisasi. Kedua kaidah tersebut saling melengkapi dalam
arti saling menunjang tercapainya tujuan masing-masing kaidah.
17
c.Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah kesopanan.
Kedua kaidah ini pun saling mengisi, saling melengkapi maka hubungan antara keduanya
sangat erat. Anggota masyarakat yang mengetahui kaidah kesopanan akan selalu bertingkah
laku sopan, tidak mengganggu orang lain, sehingga jika semua anggota masyarakat
berperilaku seperti itu masyarakat akan tertib dan damai, maka tujuan kaidah hukum dapat
dicapai. Jika seseorang melanggar kaidah kesopanan, maka dirinya akan merasa terkucil dan
akibatnya seolah-olah dia hidup menyendiri. Jika tidak disadari maka orang itu akan
cenderung berbuat sesuai dengan kehendaknya dan tidak mustahil bahwa suatu ketika ia akan
melakukan perbuatan yang melanggar kaidah hukum. Jika hal itu benar dilaksanakan maka ia
akan mendapat sanksi tegas dan keras dari masyarakat melalui lembaga pengadilan, ia akan
dihukum. Apabila kemudian setelah menjalani hukuman orang itu bertaubat, maka cepat atau
lambat orang itu akan menjadi orang baik, akan selalu berbuat sopan dan tidak lagi
melakukan perbuatan yang melanggar kaidah hukum. Dengan kata lain kaidah hukum juga
mendukung tercapainya tujuan kaidah kesopanan.
2.Hubungan negatif yakni hubungan yang saling melemahkan yaitu jika kaidah hukum dan
kaidah sosial lainnya saling bertentangan. contoh : larangan oleh salah satu agama
membunuh sesame manusia dengan alas an apapun bertentangan dengan undang-undang
wajib militer.
18
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaidah hukum dan kaidah sosial merupakan ketentuan tentang perilaku. Pada
hakikatnya apa yang dinamakan kaidah adalah nilai karna berisi apa yang sepantasnya harus
dilakukan.
Dari segi tujuan kaidah hukum dan kaidah sosial bertujuan menciptakan tata tertib
masyarakat dan melindungi manusia beserta kepentingannya, kaidah agama dan kesusilaan
bertujuan memperbaiki pribadi manusia agar menjadi makhluk yang ideal.
B.SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Maka penulis
mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.
19
DAFTAR PUSTAKA
Drs. C.S.T.Kansil, SH. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta:Balai
Pustaka).
20