Anda di halaman 1dari 10

NORMA DAN LEMBAGA SOSIAL

MATA KULIAH: SOSIOLOGI

Dosen Pengampu:very wahyudi,ma

Nama: Irawan hamdi


Kls:1B
Nim:200603041

PEMIKIRAN P0LITIK ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVESITAS ISLAM NEGERI
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
KATA PENGANTAR ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Pengertian norma sosial........................................................................................
B. Pengertian lembaga sosial.....................................................................................
C. Ciri-ciri lembaga sosial.............................................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya maka saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Norma dan Lembaga Sosial”. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu tugas mata kuliah Sosiologi.
Makalah ini berisi tentang norma-norma dan lembaga sosial, makalah ini saya lengkapi
dengan pendahuluan sebagai pembuka yang menjelaskan latar belakang pembuatan makalah.
Pembahasan yang menjelaskan norma dan lembaga soial dan penutup yang berisi tentang
kesimpulan yang menjelaskan isi dari makalah saya. Makalah ini juga saya lengkapi dengan daftar
pustaka yang menjelaskan sumber dan referensi bahan dalam penyusunan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini akan saya terima. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak baik yang menyusun maupun yang membaca.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyaknya kriminalitas yang terjadi membuat kita perlu membahas tentang norma-
norma dan lembaga sosialatau lembaga kemasyarakatan. Di dalam masyarakat manusia
selalu ada, dan selalu dimungkinkan adanya, apa yang disebut double reality. Di satu pihak
ada sistem fakta, yaitu sistem yang tersusun atas segala apa yang senjatanya di dalam
kenyataan ada, dan di lain pihak ada sistem normatif, yaitu sistem yang berada di dalam
mental yang membayangkan segala apa yang seharusnya ada. Sistem normatif pada
gantinya balik memengaruhi sistem fakta. Di dalam hal ini wujud dan bentuk perilaku-
perilaku kultural yang di alam kenyataan ditentukan oleh pola-pola kultural yang telah
diketahui Apriori di dalam mental sebagai keharusan-keharusan yang harus dikerjakan.
Normatifnya memang mengharuskan hal dan keadaan yang demikian itu. Dengan jalan
membebankan keharusan-keharusan yang disebut norma-norma sosial itu, maka secara
keseluruhan dapat diwujudkan suatu aktifitas bersama yang tertib yang dapat digerakkan
secara efektif ke arah pemenuhan keperluan-keperluan dan hajat-hajat hidup masyarakat.
Di satu sisi, terbentuknya lembaga sosial bermula dari kebutuhan masyarakat dari
keteraturan kehidupan bersama. Sebagaimana diungkapkan oleh Soerjono Soekanto
lembaga sosial tumbuh karena manusia dalam hidupnya memerlukan keteraturan. Untuk
mendapatkan keteraturan hidup bersama dirumuskan norma-norma dalam masyarakat
sebagai panduan bertingkah laku. Mula-mula sejumlah norma tersebut terbentuk secara
tidak disengaja. Namun, lama kelamaan norma tersebut dibuat secara sadar. Contoh: dahulu
di dalam jual beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan. Akan tetapi,
lama kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara tersebut harus mendapat bagiannya,
dimana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual.
Sejumlah norma-norma ini kemudian disebut sebagai lembaga sosial. Namun, tidak
semua norma-norma yang ada dalam masyarakat merupakan lembaga sosial karena untuk
menjadi sebuah lembaga sosial sekumpulan norma mengalami proses yang panjang.
Menurut Robert M.Z. Lawang proses tersebut dinamakan kelembagaan atau
institutionalized, yaitu proses bagaimana suatu perilaku menjadi berpola atau bagaimana
suatu pola prilaku yang mapan itu terjadi. Dengan kata lain, pelembagaan adalah suatu
proses berjalan dan terujinya sebuah kebiasaan dalam masyarakat menjadi institusi/lembaga
yang akhirnya harus menjadi panduan dalam kehidupan bersama.
B. Rumusn Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini:
1. Apa pengerian dari norma dan lembaga sosial?
2. Bagaimana hubungan norma dan lembaga sosial?
3. Bagaimana pengaruh norma-norma pada masyarakat pada umumnya?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Norma Sosial
Norma ialah suatu petunjuk, perintah, atau anjuran untuk mengatur kelakuan
anggota kelompok. Norma dapat bersifat positif dan juga bersifat negatif. Di dalam
kenyataan sehari-hari, kehidupan sosial manusia tidaklah hanya berwujud suatu jumlah
perilaku dan hubungan-hubungan antarmanusia di alam kenyataan ini saja, melainkan
sekaligus juga berwujud suatu sistem determinan yang disebut sistem norma. Apabila
perilaku-perilaku riil warga masyarakat dapat kita amati wujudnya yang konkret di alam
fakta, norma-norma determinan yang mendasari perilaku-perilaku riil tu dapat kita hayati di
alam ide masyarakat. Memahami perilaku dan hubungan-hubungan antarmanusia
sebagaimana wujudnya di alam fakta yang rill saja jelas belum cukup sempurna. Begitu pula
memahami bagaimana perilaku-perilaku dan hubungan-hubungan antarmanusia di dalam
masyarakat itu seharusnya menurut norma-norma saja belum cukup sempurna.
Norma-norma kemasyarakatan memberikan petunjuk bagi seseorang yang hidup di
dalam masyarakat. Norma-norma sosial atau norma-norma kemasyarakatan itu dalam
prakteknya mempunyai lemah kuatnya mengikat kepada anggota-anggotanya. Tingkatan
lemah kuatnya norma-norma itu menunjukkan kekuatan yang dapat digunakan untuk
memaksa kepada seseorang (para anggota masyarakat) untuk mentaati aturan yang
terkandung di dalamnya.
Ada berbagai macam jenis norma-norma sosial yang tak selamanya dapat mudah
dibedakan satu sama lain. Oleh karena itulah usaha-usaha mengadakan klasifikasi yang
sistematis amatlah sukar. Satu di antara usaha-usaha ini mencoba membedakan norma-
norma sosial disokong oleh sanksi-sanksi yang tidak seberapa berat serta tidak
mengancamkan ancaman-ancaman fisik, sedangkan satu golongan lagi berlaku dengan
sokongan-sokongan sanksi-sanksi yang berat serta disertai dengan ancaman fisik. Ada satu
pembedaan lagi yang mencoba membedakan norma-norma sosial itu atas dasar bagaimana
maing-masing norma itu dilahirkan dan berlaku di dalam masyarakat. Norma-norma dalam
masyarakat dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Usage (cara) ialah bentuk perbuatan atau kebiasaan bertingkah laku. Usage lebih
menonjol di dalam hubungan antarindividu di dalam masyarakat. Suatu
penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, paling-
paling hanya celaan saja dari pribadi (individu) lain. Misalnya, tata cara berbicara
(berpendapat) di dalam musyawarah warga, ada yang berbicara dengan penuh
wibawa dan ada juga yang cara berbicaranya dengan berapi-api. Dalam cara yang
terakhir biasanya dianggap kurang sopan. Dan untuk hal itu, tidak ada hukuman,
mungkin cuma dicela saja.
2. Folkways (kebiasaan) yang diterjemahkan menurut arti kata-katanya, folkways
berarti tata cara (ways) yang lazim dikerjakan atau diikuti oleh rakyat kebanyakan
(folk). Di dalam literatur-literatur sosiologi, folkways dimaksudkan untuk
menyebutkan seluruh norma-norma sosial yang terlahir dari adanya pola-pola
perilaku yang selalu diikuti oleh orang-orang kebanyakan di dalam hidup mereka
sehari-hari karena dipandang sebagai suatu hal yang lazim. Folkways juga bisa
diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang
diakui dan diterima masyarakat. Folkways mempunyai kekuatan mengikat yang
lebih besar daripada usage. Bukti bahwa orang-orang lebih banyak menyukai
folkways karena merupakan perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.
Misalnya, kebiasaan memakai celana panjang jika seseorang pergi ke kantor, tetapi
jika ada seseorang yang memakai sarung ke kantor, maka itu dianggap sebagai suatu
penyimpangan.
3. Mores (tata kelakuan) bisa diartikan sebagai kebiasaan yang diterima sebagai norma
pengatur. Oleh karena itu, selalu dipertahankan oleh ancaman sanksi-sanksi yang
lebih keras. Pelanggaran terhadap mores selalu diseali dan orang selalu berusaha
dengan amat kerasnya agar mores tidak dilanggar. Persamaan mores dan folkways
terletak pada kenyataan bahwa keduanya tidak jelas asal-usulnya, terjadi tidak
terencana. Dasar eksistensinya pun tidak pernah dibantah. Kesamaan lain ialah
bahwa keduanya dipertahankan oleh sanksi-sanksi yang bersifat informal dan
komunal, berupa sanksi spontan dari kelompok sosial dimana kaidah-kaidah tersebut
hidup. Walaupun ada kesamaan-kesamaan antara folkways dan mores, namun mores
dianggap sebagai hakikat dari kebenaran. Mores adalah segala norma yang secara
moral dipandang benar. Pelanggaran terhadap mores selalu dikutuk sebagai sesuatau
hal yang secara moral tidak dibenarkan. Mores tidak memerlukan dasar pembenaran
karena mores itu sendiri adalah sesuatu yang sungguh-sungguh telah bernilai benar.
Mores tidak bisa diganggu gugat untuk diteliti benar tidaknya. Sedangkan, folkways
dilain pihak karena benar tidaknya masih agak leluasa untuk diperbantahkan.
4. Custom (adat istiadat) ialah tata kelakuan yang kekal serta kuat integritasnya dengan
pola-pola perilaku masyarakat dan dapat meningkat kekuatan mengikatnya. Jika
dilanggar, maka sanksinya berwujud nestapa baginya. Misalnya, hukum adat yang
melarang terjadinya perceraian, kecuali jika salah satu dari kedua orang itu
meninggal, karena pernikahan dianggap sesuatu yang bersifat abadi. Apabila terjadi
perceraian, maka bukan hanya yang bersangkutan yang namanya tercemar, seluruh
keluarga atau keturunannya akan ikut tercemar. Biasanya orang yang melanggar
akan dikucilkan dari masyarakat.
5. Hukum, maih ada beberapa masyarakat agraris yang primitif, kecil, terisolasi yang
keadaan tertibnya cukup dijamin oleh adanya folkways dan mores saja. Masyarakat-
masyarakat demikian ini lazimnya kecil-kecil saja, terdiri atas beberapa puluh jiwa
dimana para warga masyarakatnya dengan mudah dapat mengenali dan saling
berkenalan dengan eratnya. Di dalam keadaan demikian itu maka yang dilakukan
oleh saah satu masyarakat itu dengan segera akan dapat pula diketahui oleh seorang
warga yang lain dan karena itu mendapat sorotan perhatian. Kenyataanya tidak
semua masyarakat dapat menegakkan ketertiban secara apa yang dilakukan oleh
mayarakat-masyarakat kecil dan terisolasi seperti itu. Pada masyarakat umumnya,
diperlukan pula adanya segugus kaidah yang lain, yang lazim disebut hukum untuk
menegakkan keadaan tertib sosial. Berbeda halnya dengan folkways dan more, pada
hukum didapati adanya organisasi poitik khususnya yang secara moral dan
berprosedur bertugas memaksakan ditaatinya kaidah-kaidah sosial yang berlaku.
Inilah organisasi yang lazim dikenal nama badan peradilan. Apabila suatu mores
memerlukan kekuatan organisasi peradilan macam itu agar penataannya bisa
dijamin, maka sesegera itu pula mores itu sudah bisa dipandang sebagai hukum.
Disisi lain, karena mores itu tidak lain adalah kaidah-kaidah yang tidak tertulis,
maka hukum yang dijadikan dari mores dengan ditunjang oleh wibawa suatu
struktur kekuasaan politik ini pun merupakan hukum yang tidak tertulis (hukum
adat).
6. Nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengamatan itu berarti atau tidak
berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang,
tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar.
Nilai adalah suatu hal yang penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah
secara moral diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan junjung
oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan. Ketika nilai yang berlaku
menyatakan bahwa kesalehan beribadah adalah sesuatu yang harus dijunjung tinggi,
maka bila ada orang yang malas beribadah tentu akan menjadi bahan pergunjingan.
B. Pengertian Lembaga Sosial
Ada beberapa definisi lembaga sosial menurut para ahli, yaitu:
1. Paul Horton dan Chester L. Hurt “Lembaga sosial adalah sistem norma-norma sosial
dan hubungan-hubungan yang menyatukan nilai-nilai dan prosedur-prosedur tertentu
dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.”
2. Peter L. Berger “Lembaga sosial adalah suatu prosedur yang menyebabkan
perbuatan manusia ditekan oleh pola tertentu dan dipaksa bergerak melalui jalan
yang dianggap sesuai dengan keinginan masyarakat.”
3. Mayor Polak “Lembaga sosial adalah suatu kompleks atau suatu sistem peraturan
dan adat istiadat yang memperhatikan nilai-nilai penting. ”
4. W. Hamilton “Lembaga sosial adalah tata cara kehidupan kelompok yang apabila
dilanggar akan dijatuhi berbagai derajat sanksi.”
5. Robert Maclver dan C. H. Page “Lembaga sosial adalah prosedur atau tata cara yang
telah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia yang tergabung dalam
suatu kelompok masyarakat.”
6. Leopold Von Wiese dan Becker “Lembaga sosial adalah jaringan proses
antarmanusia dan antarkelompok yang berfungsi memelihara hubungan itu serta
pola-polanya sesuai dengan minat dan kepentingan individu dan kelompoknya.”
7. Koentjaraningrat “Lembaga sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan
yang berpusat kepada aktifitas untuk memenuhi kompleksitas kebutuhan khusus
dalam kehidupan manusia.”
8. Soerjono Soekanto “Lembaga sosial adalah himpunan norma dari segala tingkatan
yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.”
9. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi “Lembaga sosial adalah kumpulan dari
berbagai cara berperilaku yang diakui oleh anggota masyarakat sebagai sarana untuk
mengatur hubungan-hubungan sosial.”
Lembaga sosial merupakan pola yang terorganisasi untuk memenuhi berbagai
keperluan manusia yang terlahir dengan adanya berbagai budaya, sebagai suatu ketetapan
yang tetap, untuk memperoleh konsep kesejahteraan masyarakat dan melahirkan suatu
struktur. Jadi, lembaga sosial adalah wadah dari sekumpulan norma atau kaidah yang
mengatur pendukungnya dalam rangka mewujudkan kebutuhan masyarakat yang bersifat
khusus.
C. Ciri-Ciri Lembaga Sosial
Meskipun lembaga sosial merupakan suatu konsep yang abstrak, ia memiliki
sejumlah ciri dan karakter yang dapat dikenali. Menurut J. P. Gillin di dalam karyanya yang
berjudul “Ciri-Ciri Umum Lembaga Sosial” (General Features of Social Institution)
menguraikan sebagai berikut:
1. Lembaga sosial adalah organisasi pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud
melalui aktivitas-aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya.
2. Memilki tingkat kekekalan tertentu.
3. Mempuyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
4. Mempuyai alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapi tujuan lembaga
sosial yang bersangkutan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat kita ketahui kehidupan di masyarakat menumbuh kan norma-
norma yang secara langsung atau tidak, mengikat kita untuk mempuyai rasa toleransi antar
sesame tanpa meyikirkan hak-hak masyarakat yang lain. dan itu semua diatur oleh noram-
norma di dilingkungan dimana masyarakat itu hidup.
Setiap norma yang dilanggar akan dapat hukuman sesui perbuatan yang dilakukan. Dan
dimana ada norma-norma, pasti terdapat lembaga yang mengatur dan mengawasnya. Tidak
semua noram-norma bisa diterima dengan langsung, norma-norma tersebut akan melalui proses
yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Anto, soerjono sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja granvindo persanda.2007.


Voko, j.dwi & Bagong suyanto. Sosiologi: teks pengantar dan terapan. Jakarta:
kecana.2007.
Ri, imam. Pengantar sosiologi. Surabaya: usaha nasional. 1983.
Ayadi, susilo dan nur anisyah, suci. Kamus populer. Surabaya: sinar terang.

Anda mungkin juga menyukai