PROSES SOSIAL
Oleh:
1. Untari Istiqomah (K7409174)
2. Wahyu Tika P (K7409177)
3. Yudhi Kurniawan (K7409185)
PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah swt, karena berkatnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah sederhana ini diberi judul “ Norma Sosial, Nilai
sosial, dan Proses sosial”. Dalam makalah ini berisi mengenai pengertian system norma,
klasifikasi norma, dan proses sosial baik yang assosiatif maupun dissosiatif. Selain itu
penulis juga memberikan contoh study kasus yang berkaitan dengan topik.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh sebab itu,
penulis menerima kritik dan saran yang membangun. Terima kasih.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini sering kali kita mendengar orang tua mengatakan “anak tidak
mengenal tata krama”. Tata krama seperti ini sangat kental dengan kebudayaan
Indonesia yang sangat patuh dan sopan. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh
para nenek moyang dan dianggap sesuatu yang baik dan tidak boleh ditinggalkan.
Hal-hal seperti ini sering disebut masyarakat dengan norma. Sehingga jika
melanggar kebiasaan nenek moyang, jelas saja kita sama saja melanggar norma.
Seperti akhir-akhir ini dihebohkan oleh pemilihan miss universe. Dalam kontes
tersebut diharuskan memakai pakaian renang “bikini” yang bagi masyarakat
berbudaya timur seperti Indonesia sangat tidak pantas bahkan ditentang.
Norma-norma yang sudah terbentuk tersebut akan menjadi suatu system dan
akan mengikat masyarakat yang menganutnya. Lalu, apakah system norma tersebut
dan apa saja macamnya? Semua itu akan dijelaskan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
b. Apakah yang dimaksud system norma?
c. Apa sajakah klasifikasi norma sosial?
d. Bagaimana proses sosial yang assosiatif?
e. Bagaimana Proses sosial yang dissosiatif?
C. Tujuan Penulisan
a. Menjelaskan maksud dari sistem norma.
b. Menjelaskan klasifikasi norma social.
c. Menjelaskan proses sosial yang assosiatif.
d. Menjelaskan proses sosial yang dissosiatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Norma
Sistem merupakan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur
untuk mencapai tujuan bersama. Norma adalah aturan aturan atau pedoman
sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap dan perbuatan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh di lakukan dilingkungan kehidupannya. Sehingga
yang dimaksud sistem norma adalah suatu struktur norma yang tersusun dari
fungsi norma yang saling berhubungan satu sama lain yang bekerja sebagai
suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang di inginkan secara
efektif dan efisien.
Sistem norma dapat mempengaruhi sistem fakta, yaitu sistem yang tersusun
atas segala apa yang di dalam kenyataan ada. Wujud dan bentuk pelilaku
cultural yang ada di alam ditentukan oleh pola-pola cultural yang telah diketahui
di dalam mental sebagai keharusan-keharusan yang harus dikerjakan. Dengan
jalan mengharuskan membebankan norma-norma tersebut maka dapat
diwujudkan suatu aktivitas bersama yang tertib kea rah pemenuhan hidup
bermasyarakat. Dalam kehidupan masyarakat tidak hanya berwujud suatu
jumlah perilaku dan hubungan antarmanusia di alam kenyataan saja, melainkan
sekaligus juga berwujud suatu system determinan yang disebut sistem norma.
Apabila sistem nilai tidak ada maka masyarakat juga tidak aka ada.
Masyarakat bukanlan bio-sosial yang mampu berwujud dan berfungsi atas
dasar potensi biologis. Potensi biologis tersebut tidak akan mampu merespon
manusia dalam mewujudkan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Pada
kenyataannya manusia telah menggantungkan seluruh kemampuan hidup
sosialnya kepada kecakapan bereaksi dan merespon yang diperolehnya melalui
suatu proses-proses belajar. Apa yang dipelajari manusia tidak lain adalah sistem
dan tertib normative. Pemahaman dan penghayatan system normative tersebutlah
yang memungkinkan manusia dalan menjaga kelangsungan eksistensi
bermasyarakat.
B. Klasifikasi Norma-Norma Sosial
Berdasarkan tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi
empat.
1. Cara (usage)
Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam
suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.
Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara
atau berkecap seperti hewan.
2. Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk
yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas
dan dianggap baik dan benar.
Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu
kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.
3. Tata kelakuan (Mores)
Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat
hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna
melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-
anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang
suatu perbuatan.
Fungsi mores adalah sebagai alat agar para anggota masyarakat
menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.
Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara
kandung.
4. Adat istiadat (Custom)
Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi
kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap
masyarakat yang memilikinya. Koentjaraningrat menyebut adat istiadat
sebagai kebudayaan abstrak atau sistem nilai. Pelanggaran terhadap adat
istiadat akan menerima sanksi yang keras baik langsung maupun tidak
langsung.
Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan diasingkan ke
daerah lain (upacara adat di Bali )
Tujuan akomodasi:
a. Mengurangi pertentangan antarindividu, individu-kelompok atau
antarkelompok sebagai akibat adanya perbedaan pendapat atau faham.
Dalam hal ini akomodasi diarahkan untuk memperoleh sintesa baru dari
faham-faham yang berbeda.
b. Mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu.
d. Mediasi (mediation), bentuk ini hampir mirip dengan arbitrasi, hanya saja
pihak ketiganya netral dan tidak bisa memutuskan. Ia hanya bisa
mengusahakan jalan damai tapi tidak mempunyai wewenang untuk
menyelesaikan masalah.
e. Adanya perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit, atau
warna rambut.
f. In-Group-Feeling yang kuat menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi.
In Group Feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa
individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang
bersangkutan.
g. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap minoritas lain apabila
golongan minoritas lain mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang
berkuasa
h. Faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan
pertentangan-pertentangan pribadi.
Menurut Molten M.Gordon, asimilasi dapat dibagi menjadi lima macam yaitu;
a. Asimilasi kultural yaitu satu etnis mulai menyesuaikan diri dengan budaya
etnis lainnya.
b. Asimilasi struktural yaitu relatif ada persamaan dari status ekonomi,tingkat
pendidikan,dan partisipasi semua etnis dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan.
c. Asimilasi perkawinan yaitu perkawinan antar etnis relatif seing terjadi dan
mulai diterima sebagai kewajaran.
d. Asimilasi identifikasi yaitu memuat rasa kebanggaan bersama atas dasar
nasionalitas dan kedaerahaan,bukan lagi atas dasar etnis.
e. Asimilasi prilaku tanpa prasangka yaitu hilangnya stereotip negatif yang
dialamatkan pada etnis-etnis tertentu dan tidak ada kasus konflik pribadi.
4. Akulturasi
Adalah hasil perpaduan dua kebudayaan berbeda yang membentuk suatu
kebudayaan baru dengan tidak menghilangkan ciri-ciri kebudayaan masing-
masing. Proses akulturasi berlangsung dalam waktu yang lama. Akulturasi disini
dapat berupa akulturasi bahasa, kepercayaan, organisasi sosial, ilmu
pengetahuan, maupun teknologi.
Unsur- unsur yang mudah diterima dalam akulturasi antara lain:
a. kebudayaan materil
b. teknologi ekonomi yang manfaatnya cepat dirasakan dan mudah dioprasikan
c. kebudayaan yang mudah disesuaikan dengan kondisi setempat, misalnya
kesenian,
d. olahraga, dan hiburan.
e. kebudayaan yang pengaruhnya kecil, misalnya model pakaian dan model
potongan rambut.
Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai faktor, antara lain:
a. Kepribadian seseorang
b. Kemajuan : Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja
keras dan memberikan sahamnya untuk pembangunan masyarakat.
c. Solidaritas kelompok : Persaingan yang jujur akan menyebabkan
para individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-
hubungan sosialnya hingga tercapai keserasian.
d. Disorganisasi : Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam
masyarakat akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial.
2. Kontravensi (Contravetion)
Adalah proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan.
Kontravensi biasanya bersifat rahasia. Dalam kontravensi, lawan tidak
diserang secara fisik tapi secara psikologis sehingga ia menjadi tidak
tenang. Sikap mental atau perasaan yang tersembunyi dapat berupa rasa
curiga, tidak suka, atau kebencian. Contoh kontravensi misalnya: fitnah,
penghasutan, penyebaran desas-desus, pencemaran nama baik,
pembocoran rahasia orang lain, protes, demonstrasi dan lain-lain. Bentuk
kontraversi menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 5 :
a. Yang umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keenganan,
perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguang-
gangguan, kekerasan, pengacauan rencana
Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe umum
kontravensi:
a. Kontraversi generasi masyarakat : lazim terjadi terutama pada zaman
yang sudah mengalami perubahan yang sangat cepat
b. Kontraversi seks : menyangkut hubungan suami dengan istri dalam
keluarga.
c. Kontraversi Parlementer : hubungan antara golongan mayoritas
dengan golongan minoritas dalam masyarakat.baik yang menyangkut
hubungan mereka di dalam lembaga legislatif, keagamaan,
pendidikan, dst.
Tipe Kontravensi :
a. Kontravensi antar masyarakat setempat, mempunyai dua bentuk :
2) Kontravensi antar masyarakat setempat yang berlainan
(intracommunity struggle)
3) Kontravensi antar golongan-golongan dalam satu masyarakat
setempat (intercommunity struggle)
b. Antagonisme keagamaan
c. Kontravensi Intelektual : sikap meninggikan diri dari mereka yang
mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi atau sebaliknya
d. Oposisi moral : erat hubungannya dengan kebudayaan.
3. Konflik
Adalah proses sosial yang terjadi ketika pihak yang satu berusaha
menyingkirkan pihak yang lain dengan cara menghancurkan atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik muncul karena adanya perbedaan
perasaan, kebudayaan ataupun perbedaan kepentingan. Pribadi maupun
kelompok menydari adanya perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-
ciri badaniyah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan
seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam
perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian.
Pertikaian atau konflik merupakan proses sosial seperti halnya kompetisi
atau persaingan, hanya bedanya pada pertikaian disertai dengan ancaman
dan/atau tindak kekerasaan, baik fisik maupun nonfisik. Pertikaian dapat
timbul karena:
a. perbedaan individual, berupa pendirian atau perasaan
Study Kasus
Wanita Pekerja
Pamekasan-Wanita pekerja keras, barangkali sebutan itu cocok untuk sejumlah ibu-ibu
asal desa Grujughen, kecamatan Larangan, Pamekasan. Setiap hari menekuni
pekerjaannya sebagai pengangkut batu bata untuk membantu suami mereka mencari
nafkah. Pekerjaan sebagai pengangkut batu bata terpaksa di lakukan oleh sejumlah ibu-
ibu asal desa Grujughen, Larangan, Pamekasan. Pekerjaan yang sebenarnya harus di
lakukan oleh para kaum lelaki ini menjadi pekerjaan para ibu-ibu yang tidak memiliki
keahlian lain. Sekalipun sebagai pengangkut batubata, kaum ibu-ibu ini nampaknya
sudah terbiasa dengan pekerjaan berat ini, terbukti sekalipun harus keluar masuk jurang
dengan beberapa batu-bata di kepalanya, sepertinya sudah terbiasa. Jarak yang di
tempuh dari jurang tempat batu bata itu di buat lumayan jauh. Menurut Ibu Rohemah
salah seorang pekerja pengangkut batu bata, pekerjaan ini sudah lama ia tekuni,
sekalipun pendapatan dari pekerjaan ini terbilang sedikit, namun ibu satu anak ini
mengaku senang memiki penghasilan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Dalam agama, seorang wanita boleh saja bekerja asalkan mendapat persetujuan dari
pihak suami dan tidak meninggalkan tugasnya sebagai ibu rumah tangga.
Perekonomian yang rendah (kemiskinan) memaksa seorang wanita untuk bekerja
membantu suami. Sehingga dilihat dari sisi agama, selama berada dalam taraf tidak
berlebihan, seorang wanita boleh saja bekerja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat apakah tindakan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang merupakan tindakan yang wajar dan
dapat diterima karena sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat ataukah
merupakan tindakan yang menyimpang karena tidak sesuai dengan harapan sebagian besar
warga masyarakat. Wujud nyata dari keseimbangan ini adalah keteraturan sosial, yaitu
kondisi di mana cara berfikir, berperasaan dan bertindak serta interaksi sosial di antara para
warga masyarakat selaras (konformis) dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang
belaku dalam masyarakat yang besangkutan. Keteraturan sosial akan tercipta dalam
masyarakat apabila:
1. terdapat sistem norma sosial yang jelas. Jika norma dalam masyarakat tidak jelas
akan menimbulkan keadaan yang dinamakan anomie (kekacauan norma).
2. individu atau kelompok dalam masyarakat mengetahui dan memahami nilai dan
norma-norma yang berlaku
3. individu atau kelompok menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan nilai dan
norma-norma yang berlaku
4. berfungsinya sistem pengendalian sosial (social control)
DAFTAR PUSTAKA